I. PENDAHULUAN. Transportasi juga diharapkan memiliki fungsi untuk memindahkan obyek sampai tujuan dengan

dokumen-dokumen yang mirip
II. TINJAUAN PUSTAKA. Konsep transportasi didasarkan pada adanya perjalanan ( trip) antara asal ( origin) dan tujuan

KEMENTERIAN PERHUBUNGAN. Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Direktorat Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

SOSIALISASI DALAM RANGKA : PERTEMUAN PENGUJI KENDARAAN BERMOTOR SELURUH INDONESIA TAHUN 2010

polusi udara kendaraan bermotor

BAB I PENDAHULUAN. nasional. Kendaraan bermotor dalam perkembangannya setiap hari

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN KENDARAAN BERMOTOR DI JALAN DAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI

BAB I PENDAHULUAN. oleh masyarakat. Dengan meningkatnya kebutuhan yang dimiliki oleh setiap

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Pelaksanaan Pengujian Berkala Kendaran Bermotor

2012, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN KENDARAAN BERMOTOR DI JALAN DAN PENINDAKAN PELANGGARAN LALU

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN

LEMBARAN DAERAH KOTA DEPOK TAHUN 2001 NOMOR 59 SERI C PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan secara bersama-sama oleh semua instansi terkait (stakeholders) bertanggung jawab di bidang jalan;


UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

- 2 - Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);

TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan potensi dan perannya untuk mewujudkan keamanan,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

TATA CARA PEMERIKSAAN KENDARAAN BERMOTOR DI JALAN DAN PENINDAKAN PELANGGARAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN

MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN BUPATI TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN PENGUJIAN BERKALA KENDARAAN BERMOTOR DI KABUPATEN BULUNGAN.

I. PENDAHULUAN. Pembangunan di suatu daerah diciptakan untuk membangun masyarakat

Pasal 48 yang berbunyi :

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PERSYARATAN TEKNIS DAN SANKSI HUKUM MODIFIKASI KENDARAAN BERMOTOR YANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tio Agustian, 2014 Analisis front wheel alignment (fwa) pada kendaraan Daihatsu Gran Max Pick Up

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH TENTANG PENGAWASAN MUATAN ANGKUTAN BARANG DI JALAN DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN 2010 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN

PEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS

LEMBARAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA. (Berita Resmi Kota Yogyakarta) Nomor 2 Tahun 2001 Seri C PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA (PERDA KOTA YOGYAKARTA)

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT TAHUN 2012 NOMOR 4

BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR

UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN [LN 1992/49, TLN 3480]

WALI KOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 10 TAHUN 2015

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Kelayakan kendaraan angkutan barang dalam pelaksanaan pengangkutan di

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEMERIKSAAN KENDARAAN BERMOTOR DI JALAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1993 TENTANG PEMERIKSAAN KENDARAAN BERMOTOR DI JALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PERHUBUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Foto 5. public adress Foto 7. public adress

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 11 TAHUN 2002 TENTANG PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN,

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS

I. PENDAHULUAN. mempengaruhi tumbuh dan kembangnya pembangunan suatu kota, disamping faktor-faktor lain. Jumlah penduduk yang cenderung hidup di

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN KENDARAAN BERMOTOR DI JALAN DAN

PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN ANGKUTAN ORANG DI JALAN DENGAN KENDARAAN BERMOTOR UMUM

No Angkutan Jalan nasional, rencana induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan provinsi, dan rencana induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkuta

BUPATI MADIUN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 15 TAHUN 2012

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN 2010 TENTANG

UU NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1

BUPATI KAPUAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG JALAN DAN PENGATURAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG TIMUR NOMOR 04 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DI KABUPATEN LAMPUNG TIMUR

BAB I PENDAHULUAN I - 1 BAB I PENDAHULUAN TINJAUAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia disebabkan oleh beberapa faktor antara lain, keadaan geografis

BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI A. INDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI PELAYANAN DINAS PERHUBUNGAN

IV.B.16. Urusan Wajib Perhubungan

BUPATI NUNUKAN PROVINSI KALIMANTAN UTARA

BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 26 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

DAFTAR BACAAN. Abdul Kadir, Muhammad. Hukum Pengangkutan Niaga. Bandung: Citra Aditya Bakti.1998.

WALIKOTA DUMAI PROVINSI RIAU PERATURAN WALIKOTA DUMAI NOMOR 15 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGUJIAN DAN UJI GAS EMISI BUANG KENDARAAN BERMOTOR

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN

BUPATI WAY KANAN PROVINSI LAMPUNG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 09 Tahun : 2010 Seri : E

I. PENDAHULUAN. meningkatnya berbagai aktivitas pemenuhan kebutuhan, salah satunya adalah

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

IV.B.16. Urusan Wajib Perhubungan

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 19 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR : 82 TAHUN 2001 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 45 TAHUN 2001 TENTANG PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR

Analisis Kebutuhan Parkir dan Kajian Dampak Lalu Lintas Gedung Pusat Perbelanjaan Ramayana Makassar

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGUJIAN BERKALA KENDARAAN BERMOTOR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG TIMUR NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG RETRIBUSI PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. memiliki mobilitas tinggi dalam menjalankan segala kegiatan. Namun, perkembangan

BUPATI BARITO UTARA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG PENGATURAN LALU LINTAS

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DI KABUPATEN SUMEDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENEGAKKAN PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 26 TAHUN 2001 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR OLEH :

IV. GAMBARAN UMUM. A. Gambaran Umum Polresta Bandar Lampung. Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) meru pakan merupakan alat

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Umum. Sistem jaringan jalan terdiri dari sistem jaringan jalan primer dan sistem

WALIKOTA JAMBI PROVINSI JAMBI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sistem transportasi adalah suatu hal yang penting bagi suatu kota,

PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PENGENDALIAN KELEBIHAN MUATAN ANGKUTAN BARANG

PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 8 TAHUN 2003 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGUJIAN BERKALA KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DINAS PERHUBUNGAN KABUPATEN KUPANG. Bagian Pertama. Dinas. Pasal 123

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG

I. PENDAHULUAN. penduduk kota Bandar Lampung yang semakin padat dan pertambahan jumlah

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini bangsa Indonesia mengalami perkembangan dan kemajuan di segala

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR : 15 TAHUN 2012

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Analisis faktor..., Agus Imam Rifusua, FE UI, 2010.

BUPATI SUKABUMI PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKABUMI NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Transportasi merupakan fasilitas pendukung kegiatan manusia, transportasi tidak dapat dipisahkan dari aspek-aspek aktivitas manusia tersebut. Transportasi sudah menjadi kebutuhan manusia yang mendasar, tanpa transportasi manusia dapat terisolasi dan tidak dapat melakukan suatu mobilisasi atau pergerakan. Manfaat mobilisasi tersebut dapat dilihat dari berbagai aspek sesuai tujuannya, yaitu aspek ekonomi, sosial, dan politis. Transportasi juga diharapkan memiliki fungsi untuk memindahkan obyek sampai tujuan dengan selamat dan cepat, tidak melelahkan selama proses perpindahan, dan perjalanan tidak terkendala oleh hambatan bahkan tidak menimbulkan biaya ekonomi yang tinggi. Perkembangan transportasi harus seimbang dengan perkembangan kegiatan kehidupan manusia, baik kualitas maupun kuantitasnya. Kualitas yang dimaksud adalah kenyamanan para pengguna transportasi harus selalu diperhatikan, sedangkan kuantitas yang dimaksud adalah jumlah moda transportasi. Pengadaan transportasi bukan merupakan hal yang mudah karena dibutuhkan perhitungan yang tepat dan secermat mungkin untuk dapat memproyeksikan kebutuhan manusia akan transportasi itu sendiri. Tranportasi juga memiliki hubungan yang erat dengan tata guna lahan dimana transportasi menjadi penghubung antar guna lahan, sehingga bila terjadi suatu peningkatan kegiatan pada guna lahan, maka permintaan pada transportasi akan meningkat begitu pula sebaliknya failitas

transportasi diharapkan dapat menyediakan aksesbilitas yang lebih baik, sehingga permintaan untuk membangun lahan akan meningkat karena ada peningkatan aksesbilitas yang menyebabkan nilai lahan juga akan meningkat dan pada akhirnya nilai guna lahan tersebut akan berubah, misalnya menjadi lebih padat dari sebelumnya. Pola pembangunan daerah yang terencana dengan baik mestinya didukung oleh pengadaan jaringan transportasi dan infrastruktur yang memenuhi syarat. Selama ini terlihat bahwa perencanaan tata guna lahan ( land use) kurang dipertautkan dengan rencana jaringan jalan, penyediaan air bersih, pembangunan air kotor dan sebagainya. Kurangnya dukungan jaringan transpotasi dapat mengakibatkan kemacetan lalu lintas dan minimnya infrastruktur dapat menyebabkan kondisi lingkungan di suatu daerah menurun seperti kekurangan air bersih dan banjir di musim hujan (Budihardjo, 1996: 46). Peranan transportasi semakin penting sejalan dengan tingkat kemajuan perekonomian dan kemakmuran negara. Tingkat pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi di wilayah perkotaan telah menarik arus urbanisasi yang tinggi sebab bagi banyak orang hal ini menjanjikan kesempatan kerja yang lebih luas. Hal ini menjadikan tingkat pertumbuhan penduduk dan pekerja yang tinggi di wilayah ini. Tingginya urbanisasi secara tidak langsung dapat dikatakan akibat tidak meratanya pertumbuhan wilayah, antara daerah pedalaman dengan perkotaan. Semakin besarnya perbedaan antara tingkat pertumbuhan wilayah antara tingkat urbanisasi, yang apada gilirannya akan menimbulkan berbagai masalah perkotaan, khususnya transportasi.

Usaha pemerintah untuk memecahakan masalah transportasi perkotaan telah banyak dilakukan, baik dengan meningkatkan kapasitas jaringan jalan yang ada, maupun dengan penambahan jaringan jalan baru, akan tetapi walaupun usaha usaha tersebut telah dilakukan dan telah menghabiskan banyak biaya tetap saja kemacetan lalu lintas tidak dapat di hindari. Hal ini disebabkan karena kebutuhan akan transportasi terus meningkat, sedangkan perkembangan penyediaan fasilitas transportasi sangat rendah sehingga tidak dapat mengimbangi. Pemerintah daerah melakukan berbagai langkah, baik berupa menyusun kebijakan, menyusun tindakan, maupun menggarap aspek hukum. Hasilnya berupa pembangunan dan pengembangan prasarana, optimasi, penggunaan ruang jalan, serta penerapan peraturan dan hukum untuk menanggulangi kemacetan lalu lintas ini (Tamin, 2000: 39). Walaupun demikian, terlepas dari penilaian terhadap efisiensi dan efektivitas kebijakan serta langkah yang diambil, tampaknya kondisi kemacetan di wilayah perkotaan tidak menunjukkan perubahan yang berarti. Hal tersebut bukan saja karena kapasitas pelayanan yang kurang memadai, tapi juga karena pertumbuhan permintaan yang cukup tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan penyediaan sarana dan prasarana transportasi yang dibutuhkan. Faktor lain penyebab kemacetan di daerah perkotaan adalah meningkatnya kecenderungan para pemakai jasa transportasi untuk menggunakan kendaraan pribadi dibandingkan dengan kendaraan umum. Menurunnya peranan kendaraan umum juga disebabkan oleh rendahnya tingkat pelayanan kendaraan umum itu sendiri. Pada dasarnya, tingkat pelayanan yang rendah itu menyangkut sarana dan prasarana yang kurang memadai, waktu tempuh yang cukup lama, jumlah penumpang yang melebihi kapasitas angkut, tingkat kenyamanan yang rendah, sistem jaringan yang kurang memadai serta aksesbilitas yang sulit untuk daerah daerah tertentu.

Dewasa ini sistem transportasi di Indonesia mengalami banyak permasalahan, yang paling utama menjadi sorotan adalah masalah kemacetan, seperti uraian sebelumnya hal yang menyebabkan titik-titik kemacetan adalah tingginya konsumsi akan kendaraan pribadi, belum lagi berkurangnya ruas jalan yang di sebabkan karena adanya jalur khusus busway, untuk masalah ini mungkin monorel merupakan salah satu solusi tepat dalam penerapan transportasi yang berkelanjutan ( sustainable transport) karena letaknya yang memiliki jalur khusus seperti jembatan layang sehingga tidak mengganggu transportasi darat lainnya. Lalu lintas dan angkutan jalan mempunyai peran strategis dalam mendukung pembangunan dan integrasi nasional sebagai bagian dari upaya memajukan kesejahteraan umum sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sebagai bagian dari sistem transportasi nasional, lalu lintas dan angkutan jalan harus dikembangkan potensi dan perannya untuk mewujudkan keamanan, kesejahteraan, ketertiban berlalu lintas dan angkutan jalan dalam rangka mendukung pembangunan ekonomi dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, otonomi daerah, serta akuntabilitas penyelenggaraan negara. Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan mengatur bahwa pembinaan bidang lalu lintas dan angkutan jalan dilaksanakan secara bersama-sama oleh semua instansi terkait (stakeholders) sebagai berikut: 1. Urusan pemerintahan di bidang prasarana jalan, oleh kementerian yang bertanggung jawab di bidang jalan; 2. Urusan pemerintahan di bidang sarana dan prasarana lalu lintas dan angkutan jalan, oleh kementerian yang bertanggung jawab di bidang sarana dan prasarana lalu lintas dan angkutan jalan;

3. Urusan pemerintahan di bidang pengembangan industri lalu lintas dan angkutan jalan, oleh kementerian yang bertanggung jawab di bidang industri; 4. Urusan pemerintahan di bidang pengembangan teknologi lalu lintas dan angkutan jalan, oleh kementerian yang bertanggung jawab di bidang teknologi; dan 5. Urusan pemerintahan di bidang registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor dan pengemudi, penegakan hukum, operasional manajemen dan rekayasa lalu lintas, serta pendidikan berlalu lintas oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia. Pembagian kewenangan pembinaan tersebut dimaksudkan agar tugas dan tanggung jawab setiap pembina bidang lalu lintas dan angkutan jalan terlihat lebih jelas dan transparan sehingga penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan dapat terlaksana dengan selamat, aman, tertib, lancar, dan efisien, serta dapat dipertanggungjawabkan. Untuk menekan angka kecelakaan lalu lintas yang dirasakan sangat tinggi, upaya ke depan diarahkan pada penanggulangan secara komprehensif yang mencakup upaya pembinaan, pencegahan, pengaturan, dan penegakan hukum. Upaya pembinaan tersebut dilakukan melalui peningkatan intensitas pendidikan berlalu lintas dan penyuluhan hukum serta pembinaan sumber daya manusia. Upaya pencegahan dilakukan melalui peningkatan pengawasan kelaikan jalan, sarana dan prasarana jalan, serta kelaikan kendaraan, termasuk pengawasan di bidang lalu lintas dan angkutan jalan yang lebih intensif. Upaya pengaturan meliputi manajemen dan rekayasa lalu lintas dan modernisasi sarana dan prasarana lalu lintas. Upaya penegakan hukum dilaksanakan lebih efektif melalui perumusan ketentuan hukum yang lebih jelas serta penerapan sanksi yang lebih tegas.

Untuk menjamin terwujudnya penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang memenuhi standar keselamatan dan keamanan, Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan mengatur persyaratan teknis dan uji berkala kendaraan bermotor. Salah satu yang harus diperhatikan dalam penyediaan angkutan massal yang berkualitas adalah masalah penyediaan angkutan lalu lintas yang memenuhi persyaratan laik jalan. Pasal 48 ayat (1) Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan menyatakan bahwa setiap kendaraan bermotor yang dioperasikan di jalan harus memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan. Pasal 48 ayat (2) Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 menyatakan persyaratan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas: a. susunan; b. perlengkapan; c. ukuran; d. karoseri; e. rancangan teknis kendaraan sesuai dengan peruntukannya; f. pemuatan; g. penggunaan; h. penggandengan kendaraan bermotor; dan/atau i. penempelan kendaraan bermotor. Pasal 48 ayat (3) Undang -Undang No. 22 Tahun 2009 menjelaskan persyaratan laik jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan oleh kinerja minimal kendaraan bermotor yang diukur sekurang-kurangnya terdiri atas: a. emisi gas buang; b. kebisingan suara; c. efisiensi sistem rem utama; d. efisiensi sistem rem parkir; e. kincup roda depan; f. suara klakson; g. daya pancar dan arah sinar lampu utama; h. radius putar; i. akurasi alat penunjuk kecepatan; j. kesesuaian kinerja roda dan kondisi ban; dan

k. kesesuaian daya mesin penggerak terhadap berat kendaraan. Setiap jenis kendaraan bermotor yang berpotensi menyebabkan kecelakaan lalu lintas dan menimbulkan pencemaran lingkungan wajib dilakukan uji berkala. Uji kelaikan kendaraan atau KIR khususnya kepada angkutan umum harus diperketat. Hal ini karena tingginya angka kecelakaan lalu lintas yang disebabkan angkutan umum. Uji kelaikan angkutan massal yang dilakukan oleh Dinas Perhubungan Kota Bandar Lampung pada saat ini masih terkesan hanya formalitas. Seharusnya uji kelaikan angkutan massal merupakan salah satu upaya preventif untuk mencegah terjadi kecelakaan lalu lintas yang disebabkan kondisi kendaraan yang tidak baik atau tidak laik jalan atau beroperasi. Standar Pelayanan Minimal Angkutan Massal dalam pengujian kelaikan angkutan tidak diterapkan sebagaimana mestinya. Hal ini menyebabkan tidak akuratnya hasil pengujian kelaikan angkutan angkutan, sehingga kendaraan atau angkutan massal yang seharusnya tidak lolos uji kelaikan dapat lolos uji kelaikan. Angkutan massal tersebut dapat membahayakan penggunanya, karena dapat menjadi penyebab terjadinya kecelakaan lalu lintas yang menimbulkan korban jiwa dan kerugian harta benda. Uji kelaikan angkutan massal yang hanya bersifat formalitas disebabkan oleh beberapa hal, antara lain penilaian lebih berpatokan pada formulir uji tanpa diuji saat angkutan massal dioperasikan, misalnya pengecekan rem yang tidak dilakukan dengan sempurna. Begitu juga pemeriksaan ban yang menjadi satu penilaian tidak dilakukan minimal dengan keseimbangan ban depan dan belakang.

Berdasarkan uraian singkat di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dalam bentuk karya ilmiah dengan judul: Penerapan Standar Pelayanan Minimal Angkutan Massal Berbasis Jalan Dalam Uji Kelaikan Angkutan Oleh Dinas Perhubungan Kota Bandar Lampung. 1. 2 Permasalahan dan Ruang Lingkup Penelitian 1. 2. 1 Permasalahan Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah: a. Bagaimanakah penerapan Standar Pelayanan Minimal Angkutan Massal Berbasis Jalan dalam uji kelaikan angkutan oleh Dinas Perhubungan Kota Bandar Lampung? b. Faktor apakah yang menghambat penerapan Standar Pelayanan Minimal Angkutan Massal Berbasis Jalan dalam uji kelaikan angkutan oleh Dinas Perhubungan Kota Bandar Lampung? 1. 2. 2 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini meliputi lingkup bidang ilmu dan lingkup pembahasan. Lingkup bidang ilmu berkenaan dengan Hukum Administrasi Daerah. Lingkup pembahasan yaitu mengenai penerapan Standar Pelayanan Minimal Angkutan Massal Berbasis Jalan dalam uji kelaikan angkutan oleh Dinas Perhubungan Kota Bandar Lampung.

1. 3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. 3. 1 Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan yang akan dibahas, maka tujuan dari penelitian ini adalah: a. Mengetahui penerapan Standar Pelayanan Minimal Angkutan Massal Berbasis Jalan dalam uji kelaikan angkutan oleh Dinas Perhubungan Kota Bandar Lampung. b. Mengetahui faktor penghambat penerapan Standar Pelayanan Minimal Angkutan Massal Berbasis Jalan dalam uji kelaikan angkutan oleh Dinas Perhubungan Kota Bandar Lampung. 1. 3. 2 Kegunaan Penelitian Berdasarkan permasalahan yang akan dibahas, kegunaan penelitian ini, yaitu: a. Kegunaan teoritis, yaitu berguna sebagai upaya pengembangan wawasan pemahaman di bidang Hukum Administrasi Daerah khususnya mengenai penerapan Standar Pelayanan Minimal Angkutan Massal Berbasis Jalan dalam uji kelaikan angkutan oleh Dinas Perhubungan Kota Bandar Lampung. b. Kegunaan praktis, yaitu penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai masukan kepada pemerintah Kota Bandar Lampung khususnya Dinas Perhubungan Kota Bandar Lampung mengenai penerapan Standar Pelayanan Minimal Angkutan Massal Berbasis Jalan dalam uji kelaikan angkutan di Kota Bandar Lampung, serta sebagai sumber informasi bagi para pengaji ilmu hukum ataupun rekan-rekan mahasiswa lain yang ingin melakukan penelitian dalam bidang yang sama.