BAB II STUDI PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum

dokumen-dokumen yang mirip
BAB VII PEMBAHASAN MASALAH. Pekerjaan pondasi dibagi menjadi dua bagian, yaitu pondasi dangkal dan pondasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tanah lempung adalah tanah yang memiliki partikel-partikel mineral tertentu

BAB VII PEMBAHASAN MASALAH. Dalam setiap Proyek Konstruksi, metode pelaksanaan yang dilakukan memiliki

BAB V METODE PELAKSANAAN. 5.1 Pekerjaan Pondasi Tiang Bor (Bored Pile) ke dalam tanah dengan cara mengebor tanah terlebihdahulu, lalu kemudian diisi

PENGANTAR PONDASI DALAM

PONDASI TIANG BOR (BOR PILE)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan tanah dan suatu bagian dari konstruksi yang berfungsi menahan gaya

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menahan gaya beban diatasnya. Pondasi dibuat menjadi satu kesatuan dasar

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Rumusan Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau menurunnya kekuatan geser suatu massa tanah. Dengan kata lain, kekuatan

MEKANIKA TANAH 2 KESTABILAN LERENG. UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Sektor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 15224

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DINDING PENAHAN TANAH ( Retaining Wall )

MEKANIKA TANAH (CIV -205)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. air. Melalui periode ulang, dapat ditentukan nilai debit rencana. Debit banjir

Stabilitas lereng (lanjutan)

BAB III LANDASAN TEORI

Longsoran translasi adalah ber-geraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai.

BAB VII PEMBAHASAN MASALAH

BAB III DATA PERENCANAAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Analisa Alternatif Penanggulangan Kelongsoran Lereng

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. yang terdapat di bawah konstruksi, dengan tumpuan pondasi (K.Nakazawa).

PONDASI. Prinsip pondasi : 1. Harus sampai ke tanah keras. 2. Apabila tidak ada tanah keras harus ada pemadatan tanah/perbaikan tanah.


BAB III LANDASAN TEORI. yang ujungnya berbentuk kerucut dengan sudut 60 0 dan dengan luasan ujung 10

BAB I PENDAHULUAN. Proyek pembangunan gedung Laboratorium Akademi Teknik Keselamatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Didalam sebuah bangunan pasti terdapat elemen-elemen struktur yang

TANAH LONGSOR; merupakan salah satu bentuk gerakan tanah, suatu produk dari proses gangguan keseimbangan lereng yang menyebabkan bergeraknya massa

ANALISIS KESTABILAN LERENG DENGAN METODE FELLENIUS (Studi Kasus: Kawasan Citraland)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA. menahan gaya angkat keatas. Pondasi tiang juga digunakan untuk mendukung

METODE PEKERJAAN BORE PILE

ANALISA KESTABILAN LERENG METODE SLICE (METODE JANBU) (Studi Kasus: Jalan Manado By Pass I)

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

D3 JURUSAN TEKNIK SIPIL POLBAN BAB II DASAR TEORI

BAB III DATA DAN ANALISA TANAH 3.2 METODE PEMBUATAN TUGAS AKHIR

Dedy Ardianto Fallo, Andre Primantyo Hendrawan, Evi Nur Cahya,

D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG BAB II DASAR TEORI

Soal Geomekanik Mekanika Tanah dan Teknik Pondasi

ANALISIS TIMBUNAN PELEBARAN JALAN SIMPANG SERAPAT KM-17 LINGKAR UTARA ABSTRAK

Dalam menentukan jenis pondasi bangunan ada beberapa hal yang harus diperhatiakan dan dipertimbangkan diantaranya :

I. PENDAHULUAN. Dalam perencanaan dan pekerjaan suatu konstruksi bangunan sipil tanah

BAB IV PEKERJAAN PEMBUATAN PONDASI TIANG BOR DENGAN METODE ENLARGED BASE BORED PILE. Contoh pelaksanaan pekerjaan lubang bor No.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAYU TEGUH ARIANTO NIM : D NIRM :

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. serta penurunan pondasi yang berlebihan. Dengan demikian, perencanaan pondasi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. TINJAUAN UMUM 1.2. LATAR BELAKANG MASALAH

ANALISA KESTABILAN LERENG METODE LOWE-KARAFIATH (STUDI KASUS : GLORY HILL CITRALAND)

BAB III ANALISA PERENCANAAN STRUKTUR

BAB I PENDAHULUAN. menerima dan menyalurkan beban dari struktur atas ke tanah pada kedalaman

TANYA JAWAB SOAL-SOAL MEKANIKA TANAH DAN TEKNIK PONDASI. 1. Soal : sebutkan 3 bagian yang ada dalam tanah.? Jawab : butiran tanah, air, dan udara.

I. PENDAHULUAN. Sejalan dengan program pemerintah dalam meningkatkan taraf pembangunan,

DAFTAR ISI. i ii iii. ix xii xiv xvii xviii

KONSTRUKSI BANGUNAN TEKNIK

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kadar air menggunakan tanah terganggu (disturbed), dilakukan

BAB III DATA DAN TINJAUAN DESAIN AWAL

BAB II DESKRIPSI KOMPETENSI MATA KULIAH

GAMBAR KONSTRUKSI JALAN

PETUNJUK PRAKTIS PEMELIHARAAN RUTIN JALAN

ANALISIS STABILITAS LERENG DENGAN PERKUATAN GEOTEKSTIL

1. Kontruksi Perkerasan Lentur (Flexible Pavement)

BAB 9. B ANGUNAN PELENGKAP JALAN

BAB I PENDAHULUAN. bangunan. Tanah yang terdiri dari campuran butiran-butiran mineral dengan atau

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

5- PEKERJAAN DEWATERING

GEOTEKNIK TAMBANG DASAR DASAR ANALISIS GEOTEKNIK. September 2011 SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI NASIONAL (STTNAS) YOGYAKARTA.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

(FORENSIC GEOTECHNICAL ENGINEERING) TOPIK KHUSUS CEC 715 SEMESTER GANJIL 2012/2013

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

KONSTRUKSI PONDASI Pondasi Dangkal Pasangan Batu bata/batu kali

BAB VI KONSTRUKSI KOLOM

DAFTAR ISI. Halaman HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERSETUJUAN ABSTRAKSI ABSTRACT KATA PENGANTAR

JURNAL TUGAS AKHIR PERHITUNGAN STRUKTUR BETON BERTULANG PADA PEMBANGUNAN GEDUNG PERKULIAHAN FAPERTA UNIVERSITAS MULAWARMAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. paling bawah dari suatu konstruksi yang kuat dan stabil (solid).

Persyaratan agar Pondasi Sumuran dapat digunakan adalah sebagai berikut:

BAB III LANDASAN TEORI

L O N G S O R BUDHI KUSWAN SUSILO

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berlaku untuk mendapatkan suatu struktur bangunan yang aman

BAB II STUDI PUSTAKA

BAB II DESKRIPSI KONDISI LOKASI

I. PENDAHULUAN. stabilitas lereng. Analisis ini sering dijumpai pada perancangan-perancangan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III LANDASAN TEORI

PERENCANAAN PENANGANAN KELONGSORAN DENGAN PONDASI BORED PILE PADA LERENG JALAN SUMEDANG-CIJELAG KM PROVINSI JAWA BARAT

ABSTRAK. Kata kunci : pondasi, daya dukung, Florida Pier.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

RESUME APLIKASI MEKANIKA TANAH DALAM PERTAMBANGAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG PUSAT GROSIR BARANG SENI DI JALAN Dr. CIPTO SEMARANG

I. PENDAHULUAN. Tanah memiliki peranan yang penting yaitu sebagai pondasi pendukung pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENYELIDIKAN TANAH (SOIL INVESTIGATION)

III. METODE PENELITIAN. yang berasal dari daerah Karang Anyar, Lampung Selatan yang berada pada

Transkripsi:

BAB II STUDI PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Tanah yang ada di permukaan bumi mempunyai karakteristik dan sifat yang berbeda-beda, sehingga hal ini merupakan suatu tantangan bagi perekayasa konstruksi untuk memahami perilaku tanah yang dihadapi dalam perencanaan konstruksi dengan jalan melakukan penyelidikan dan penelitian terhadap sifatsifat yang dimiliki tanah, yang tentunya hasilnya tidak mutlak tepat dan benar akan tetapi paling tidak kita dapat melakukan pendekatan secara teknis yang dapat dipertanggungjawabkan akurasinya dalam perencanaan konstruksi. Dalam pengertian teknik secara umum tanah didefinisikan sebagai material yang terdiri dari butiran-butiran mineral padat yang tidak tersegmentasi (terikat secara kimia) antara satu dengan yang lainnya dan merupakan partikel padat hasil penguraian bahan organik yang telah lapuk yang berangkai dengan zat cair dan gas sebagai pengisi ruang-ruang kosong antar partikelnya. Sehingga dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa tanah sangatlah penting untuk diketahui sifat-sifat karakteristiknya dalam beberapa penanganan masalah khususnya dalam hal ini adalah masalah penanganan kelongsoran, dimana hal tersebut dilakukan guna untuk mengetahui penanganan apa yang tepat yang harus dilakukan dilongsoran tersebut dengan melihat kondisi tanah yang sudah diketahui. Daerah berpotensi longsor adalah daerah di mana kondisi geologinya tidak menguntungkan. Daerah ini sangat peka terhadap gangguan luar, baik yang bersifat alami maupun aktivitas manusia yang merupakan faktor pemicu gerakan tanah (longsoran). Longsoran adalah suatu proses perpindahan massa tanah dari kedudukan semula akibat dari karena pengaruh gravitasi. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dan menjadi dasar dasar penanganan pada longsoran adalah kedalaman, aktivitas atau kecepatannya, dan macam material tanah perlu dibedakan antara tanah (lempung, lanau, pasir, kerikil atau campuran, residual, koluvial dan seterusnya). Daerah kajian tugas akhir adalah daerah lereng pada jalan yang berbukit-bukit yang dilalui oleh lalu-lintas 9

BAB II Tinjauan Pustaka 10 kendaraannya cukup padat dikarenakan jalan tersebut merupakan jalan nasional sehinggga dikhawatirkan akan terjadi dampak bencana longsor yang lebih parah jika dibiarkan berlarut-larut. Oleh karena itu untuk menghindari terjadinya longsoran yang lebih parah pada lereng tersebut diperlukan penanganan mengenai stabilitas lereng. 2.2 Penyelidikan Tanah Penyelidikan di lapangan adalah pokok untuk memutuskan apakah suatu usulan pekerjaan rekayasa layak/patut dan cukup secara ekonomis untuk direncanakan. Penyelidikan lapangan sangat perlu untuk menganalisa keamanan atau kasus keruntuhan pekerjaan yang ada, untuk memilih bahan-bahan dan menentukan metoda konstruksi untuk direncanakan yang kemudian dilaksanakan. Penyelidikan tanah dilakukan untuk mengetahui parameter tanah yang dalam hal ini antara lain adalah kompisisi tanah (soil properties), sifat-sifat teknik tanah (soil engineering) serta kandungan mineralogi yang dimiliki oleh tanah. Pengetahuan akan paremeter-parameter tanah tersebut sangat di perlukan untuk perencaanan awal desain stabilisasi tanah. Metoda penyelidikan lapangan sangat luas dalam lingkungan proyek rekayasa dan macam lapangan. Pada umumnya, beberapa penyelidikan akan dimulai dengan mengumpulkan dan mempelajari semua data tentang keadaan tanah dan kondisi geologi di lapangan. 2.2.1 Pekerjaan Sondir Pekerjaan sondir dilakukan untuk mendapatkan data tingkat kekuatan tanah/kekerasan tanah lapisan tanah, pekerjaan ini dilakukan dengan alat Sondir atau Cone Penetrometer Test (CPT). Hasil CPT disajikan dalam bentuk diagram sondir yang mencatat nilai tahan konus dan friksi selubung, tes ini dapat menentukan lapisan tanah berdasarkan pada korelasi tahanan ujung konus dan daya lekat tanah setiap kedalam sondir, kemudian dapat digunakan untuk mengetahui elevasi tanah lapisan keras dan menghitung daya dukung pondasi yang diletakkan pada tanah tersebut. Untuk mengetahui tingkat kekerasan pada

BAB II Tinjauan Pustaka 11 lapisan tanah dan untuk mengetahui perkiraan jenis lapisan tanah berdasarkan data sondir diperlihatkan pada contoh seperti tabel 2.1 dan tabel 2.2 berikut ini: Tabel 2.1 Tingkat kekerasan tanah qc ( kg/cm 2 ) Konsistensi Tanah < 6 Sangat Lunak 6-12 Lunak 12-24 Sedang 24 45 Liat 45 75 Sangat liat > 75 Keras Sumber : Buku Sondir POLBAN Tabel 2.2 Perkiraan jenis lapisan tanah FR (%) PERKIRAAN JENIS TANAH < 0,5 Kerikil 0,5 2 Pasir 2 5 Lanau / Lempung Pasiran > 5 Lempung Sumber : Buku Sondir POLBAN 2.2.2 Pemboran Pemboran dapat dilakukan dengan mesin atau manual, pemboran dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan sampel tanah undisturbed (tidak terganggu) Sedangkan maksud dilakukan pekerjaan pemboran adalah guna mengidentifikasikan jenis setiap lapisan tanah, mengetahui nilai kekerasan tanah sampai pada kedalaman yang ditetapkan, sehingga dapat digunakan dalam perencanaan pondasi pada stabilisasi lereng. 2.2.3 Uji Lab Dari hasil sampel tanah yang didapat pada pemboran yang dilakukan dapat digunakan untuk mencari parameter tanah (engineering properties) melalui

BAB II Tinjauan Pustaka 12 serangkaian tes laboratorium (uji lab), berikut akan dijelaskan beberapa nilai engineering properties dari tanah diantaranya: A. Kadar air (w) Tujuan dari pencarian kadar air adalah untuk mengukur kadar air suatu contoh tanah. Kadar air suatu tanah adalah perbandingan antara berat air yang terkandung dalam tanah dengan berat butir tanah tersebut, dan dinyatakan dalam persen. Dan berikut merupakan tabel 2.3 nilai kadar air yang dikorelasikan dengan tipe tanah yang diselidiki yang tercantum dibuku job sheet uji tanah POLBAN: Tabel 2.3 Nilai kadar air yang dikorelasikan dengan tipe tanah Tipe tanah Keadaan air dalam keadaan jenuh ( ) Pasir lepas dengan butiran seragam 30 Pasir padat dengan butiran seragam 16 Pasir berlanau yang padat dengan butiran bersudut Pasir berlanau lepas dengan butiran bersudut 25 15 Lempung kaku 21 Lempung lembek 30-50 Tanah 25 Lempung organik lembek 90 120 Glcia till 10 B. Specific gravity (Gs) atau berat jenis tanah Tujuannya adalah untuk menentukan harga berat jenis (Spesifik Gravity) dari contoh tanah yang diuji di laboratorium dengan cara membandingkan berat tanah tersebut dengan volumenya. Berikut pada tabel 2.4 merupakan korelasi nilai berat isi tanah dengan jenis tanah.

BAB II Tinjauan Pustaka 13 Tabel 2.4 Nilai berat jenis yang dikorelasikan dengan tipe tanah Jenis Tanah Berat Jenis, Gs Kerikil 2.65 2.68 Pasir 2.65 2.68 Lanau anorganik 2.62 2.68 Lempung anorganik 2.58 2.65 Lempung organik 2.68 2.75 Sumber : http://listiyonobudi.blogspot.com/2011/08/pengujian-berat-jenis-tanah.html C. Berat isi (γ) Menurut Lembaga Penelitian Tanah (1979), definisi berat isi tanah adalah berat tanah utuh (undisturbed) dalam keadaan kering dibagi dengan volume tanah, dinyatakandalam g/cm3 (g/cc). Nilai berat isi tanah sangat bervariasi antara satu titik dengan titik lainnya karena perbedaan kandungan bahan organik, tekstur tanah, kedalaman tanah, jenis fauna tanah, dan kadar air tanah (Agus et al. 2006). Berikut pada tabel 2.5 merupakan korelasi nilai berat isi tanah dengan jenis tanah: Tabel 2.5 Nilai berat isi yang dikorelasikan dengan tipe tanah Jenis Tanah Berat Isi (γ) g/cm 3 Lanau lempung 1.575 1.715 Satuan pasir-pasir lanauan 1.66 Satuan batu pasir, batu lempung-napal 1.49 Batuan basal 1.57 Sumber : http://adekoer.wordpress.com/2010/05/03/berat-isi-tanah-dan-berat-jenis-tanah/ 2.3 Lereng Lereng merupakan suatu kondisi permukaan tanah di mana terdapat perbedaan elevasi antara satu daerah dengan daerah yang lain dan membentuk kemiringan tertentu. Berdasarkan asal pembentukannya, lereng terbagi menjadi 2 macam, yaitu a. Lereng Alam Menurut Buku 1 Petunjuk Umum Penanganan Lereng Jalan Departemen Pekerjaan Umum, (2005) Lereng alam (natural slope) adalah Lereng yang tidak

BAB II Tinjauan Pustaka 14 ada perlakuan atau penanganan terhadap lereng tersebut baik berupa penanganan kemiringan atau penambahan suatu konstruksi. Dalam kontek perencanaan teknik jalan, lereng alam sering dijumpai pada kawasan dengan topografi berbukit atau pegunungan, di mana posisi badan jalan berada pada posisi tanah asli (existing ground).yang berada di sisi sebuah bukit atau elevasi badan jalan berada pada lereng bukit yang sebagian digali / dipotong untuk posisi badan jalan. Berikut pada gambar 2.1 merupakan ilustrasi keberadaan lereng alam dalam konteks perencanaan teknis jalan di mana badan jalan berada pada samping lereng alam. Sumber: Buku 1 no: 02-1/BM/2005, penanganan lereng jalan Gambar 2.1 Ilustrasi Keberadaan Lereng Alam Dalam Konteks Perencanaan Teknis Jalan Dimana Badan Jalan Berada Pada Samping Lereng Alam. b. Lereng Buatan Menurut Buku 1 Petunjuk Umum Penanganan Lereng Jalan Departemen Pekerjaan Umum, (2005) Lereng buatan (man made slope) adalah lereng yang terjadi akibat terbentuknya daerah galian atau timbunan lereng buatan dibentuk dengan penanganan konstruksi yaitu lereng yang hanya mengandalkan kemiringan dan tinggi kritis berdasarkan karakteristik tanah pembentuk lereng tersebut, baik struktur maupun non struktur. Berikut pada gambar 2.2 merupakan ilustrasi keberadaan lereng buatan akibat galian dalam konteks perencanaan teknis jalan dimana permukaan badan jalan berada dibawah permukaan tanah asli.

BAB II Tinjauan Pustaka 15 Sumber: Buku 1 no: 02-1/BM/2005, penanganan lereng jalan Gambar 2.2 Ilustrasi Keberadaan Lereng Buatan Akibat Galian Dalam Konteks Perencanaan Teknis Jalan Dimana Permukaan Badan Jalan Berada Dibawah Permukaan Tanah Asli. 2.3.1 Kelongsoran lereng Kelongsoran tanah merupakan proses perpindahan massa tanah secara alami dari tempat yang tinggi ke tempat yang lebih rendah. Pergerakan tanah ini terjadi karena perubahan keseimbangan daya dukung tanah, dan akan berhenti setelah mencapai keseimbangan yang baru. Longsoran umumnya terjadi jika tanah sudah tidak mampu lagi menahan berat lapisan tanah di atasnya karena ada penambahan beban pada permukaan lereng sehingga daya ikat antara butiran tanah menjadi berkurang dan mengakibatkan menurunnya kuat geser tanah dan peningkatan tegangan geser tanah. Meskipun penyebab utama kejadian ini adalah gravitasi yang mempengaruhi suatu lereng yang curam, namun ada pula faktor-faktor lainnya yang turut berpengaruh, yaitu : a. Curah Hujan Air hujan yang masuk ke dalam tanah dalam periode yang relatif lama, membuat tanah menjadi jenuh (saturated) dan mengakibatkan longsor. b. Erosi Air dan angin yang secara terus menerus mengikis lereng baik pada

BAB II Tinjauan Pustaka 16 lereng buatan manusia maupun alami menyebabkan terjadinya perubahan geometri lereng, sehingga akhirnya tanah tersebut longsor. c. Gempa Gempa menimbulkan gaya dinamik khususnya gaya tegangan geser yang akan mengurangi kekuatan dan kekakuan lapisan tanah. d. Beban luar Beban luar yang berlebihan pada lereng mendorong lereng untuk mengalami pergerakkan dan mengakibatkan kelongsoran. e. Penurunan muka air secara tiba-tiba Sebagai contoh dari penurunan muka air secara tiba-tiba adalah penurunan muka air tanah di sisi depan waduk yang menyebabkan tekanan air tanah di belakang waduk akan meningkat karena tekanan air pori tidak terdisipasi, sehingga mengakibatkan terjadi kenaikan tegangan lateral di belakang waduk yang pada akhirnya menjadi gaya pendorong kelongsoran pada tubuh waduk. f. Aktifitas Konstruksi Kegiatan konstruksi di sekitar kaki lereng sering menyebabkan terjadinya kelongsoran karena hilangnya perlawanan gaya ke samping. Aktivitas konstruksi dibagi menjadi 2 macam, yaitu : Galian lereng Ketika galian terjadi, tegangan total akan menghilang dan menghasilkan tekanan pori-pori air negatif dalam tanah. Seiring dengan waktu, tekanan poripori negatif akan menghilang karena berkurangnya tekanan efektif dan juga sebagai akibat dari menurunnya gaya geser dalam tanah. Pada saat gaya geser tanah menurun, kelongsoran rentan terjadi. Timbunan lereng Timbunan lereng biasanya berupa konstruksi tanggul. Tanah yang berada diatas timbunan selanjutnya disebut sebagai pondasi tanah. Jika pondasi tanah tersebut jenuh, maka tekanan pori-pori air positif akan diturunkan dari berat timbunan dan proses pemadatan. Tekanan efektif berkurang sebagai akibat berkurangnya gaya geser. Dan seiringnya waktu, tekanan pori-pori air positif akan menghilang dan tekanan efektif akan meningkat seiring dengan

BAB II Tinjauan Pustaka 17 meningkatnya gaya geser dalam tanah. Kegagalan konstruksi biasanya terjadi selama ataupun sesudah konstruksi. Kelongsoran tanah banyak terjadi di perbukitan yang memiliki ciri-ciri : Kecuraman lereng lebih dari 30 derajat Curah hujan tinggi Tanah lereng terbuka yang dimanfaatkan sebagai pemukiman, lading, sawah atau kolam. Menurut Giani (1992) akibat dari ketidakstabilan lereng, dapat berupa longsoran, runtuhan, guguran, aliran dan kombinasi dari berbagai gerakan tersebut. Semua bentuk gerakan tersebut, umumnya dipengaruhi oleh formasi geologi yaitu lapisan batuan, dan pelapukan batuan dan tanah. 2.3.2 Jenis-Jenis Gerakan Kelongsoran Tanah Jenis-jenis gerakan kelongsoran tanah yang biasanya terjadi selama ini, yakni: a. Kelongsoran translasi Kelongsoran translasi merupakan peristiwa yang terjadi pada bidang lemah. Umumnya terjadi pada tanah berbutir kasar. Seperti yang diperlihatkan pada gambar 2.3 berikut ini: Sumber : http://www.google.com/ Gambar 2.3 Kelongsoran Translasi b. Kelongsoran rotasi Kelongsoran rotasi merupakan peristiwa kelongsoran yang terjadi pada tanah berbutir halus dan mempunyai titik putaran pada sumbu bidang yang

BAB II Tinjauan Pustaka 18 paralel dengan lereng. Potongannya dapat berupa busur lingkaran dan kurva bukan lingkaran. Pada umumnya, kelongsoran berupa busur lingkaran berhubungan dengan kondisi tanah yang homogen,dan kelongsoran bukan lingkaran berhubungan dengan kondisi tanah yang tidak homogen. Seperti yang diperlihatkan pada gambar 2.4 berikut ini: Sumber : http://www.google.com/ Gambar 2.4 Kelongsoran Rotasi Jenis-jenis kelongsoran rotasi yang sering terjadi : 1. Kelongsoran dasar (base slide), kelongsoran yang bidang kelongsorannya membentuk bidang busur lingkaran pada seluruh bidang lereng. Pada umumnya disebabkan karena terdapatnya suatu lapisan lunak pada lapisan atas tanah yang keras. 2. Kelongsoran lereng (slope slide), kelongsoran yang permukaan kelongsorannya sampai bidang lereng dan belum melewati ujung kaki lereng. 3. Kelongsoran ujung kaki lereng (toe slide), kelongsoran yang permukaan bidang kelongsorannya melalui ujung kaki lereng. Berikut akan disajikan model kelongsoran rotasi seperti yang diperlihatkan pada gambar 2.5 berikut ini:

BAB II Tinjauan Pustaka 19 Gambar 2.5 Jenis-jenis kelongsoran rotasi c. Kelongsoran Kombinasi Kelongsoran kombinasi merupakan kelongsoran yang terjadi akibat kombinasi kelongsoran translasi dan kelongsoran rotasi, biasa terjadi pada batuan yang sudah lapuk. Model kelongsoran kombinasi seperti yang diperlihatkan pada gambar 2.6 berikut ini: Gambar 2.6 Kelongsoran kombinasi d. Jatuhan bebas Jatuhan bebas atau rolling merupakan peristiwa jatuhnya massa tanah atau batu yang disebabkan oleh hilangnya kontak dengan permukaan tanah. Model jatuhan bebas seperti yang diperlihatkan pada gambar 2.7 berikut ini:

BAB II Tinjauan Pustaka 20 e. Jungkiran Sumber : Pd T-09-2005-B Gambar 2.7 Tipe Jatuhan Jungkiran atau topless merupakan peristiwa yang terjadi akibat adanya momen guling yang bekerja pada suatu titik putar di bawah suatu titik massa. Peristiwa jungkiran ini biasa terjadi pada batuan yang mempunyai banyak kekar atau garis putus-putus. Model jungkiran seperti yang diperlihatkan pada gambar 2.8 berikut ini: Sumber : Pd T-09-2005-B Gambar 2.8 Tipe Jungkiran f. Aliran Aliran merupakan peristiwa dimana pola kelongsorannya terjadi seperti prilaku air mengalir, di mana tanah yang jenuh air mengalir ketempat yang lebih rendah bersama air. Model aliran seperti yang diperlihatkan pada gambar 2.9 berikut ini:

BAB II Tinjauan Pustaka 21 Keterangan : Gambar arsiran menunjukkan bentuk keruntuhan yang tidak berpola. Gambar 2.9 Tipe Aliran 2.3.3 Stabilitas Lereng Analisis stabilitas lereng meliputi konsep kemantapan lereng yaitu penerapan pengetahuan mengenai kekuatan geser tanah. Keruntuhan geser pada tanah dapat terjadi akibat gerak relatif antar butirnya. Karena itu kekuatannya tergantung pada gaya yang bekerja antar butirnya, sehingga dapat disimpulkan bahwa kekuatan geser terdiri atas : 1. Bagian yang bersifat kohesif, tergantung pada macam tanah dan ikatan butirnya. 2. Bagian yang bersifat gesekan, yang sebanding dengan tegangan efektif yang bekerja pada bidang geser. Dalam menganalisa stabilitas lereng harus ditentukan terlebih dahulu faktor keamanan (FK) dari lereng tersebut. Secara umum faktor keamanan didefinisikan sebagai perbandingan antara gaya penahan dan gaya penggerak longsoran. Analisis kestabilan lereng dapat dihitung dengan menghitung momen penahan dan momen penggerak pada lingkaran longsoran. Nampak pada gambar 2.10 menjelaskan bahwa bidang gesek sepanjang bidang gelincir akan berlawanan arah dengan arah gerak masa tanah.

BAB II Tinjauan Pustaka 22 Gambar 2.10 Mekanika pada sebuah bidang longsoran rotasi (Metoda Lengkung Swedia, untuk φu=0) Keterangan : r : Jari jari lingkaran kelongsoran T : Jumlah gaya geser dari bidang longsoran X : Jarak titik berat massa ke titik pusat lingkaran w : Berat massa di atas lingkaran longsoran Pada dasarnya untuk meningkatkan stabilitas lereng ada dua pendekatan yang biasa diterapkan dalam penanganan longsoran, dengan menaikan angka keamanan, diantaranya yaitu: a. Memperkecil gaya penggerak / momen penggerak. Gaya dan momen penggerak dapat diperkecil hanya dengan merubah bentuk lereng, yaitu dengan membuat lereng lebih datar dengan cara mengurangi sudut kemiringan dan memperkecil ketinggian lereng. b. Memperbesar gaya penahan / momen penahan. Untuk memperbesar gaya penahan, dapat dilakukan dengan menerapkan beberapa metode perkuatan tanah, diantaranya konstruksi penahan seperti dinding penahan tanah, tiang, atau timbunan pada kaki lereng. 2.4 Penanggulangan longsor Penanggulangan longsor tergantung pada tipe dan sifat longsoran tersebut, serta kondisi lapangan dan geologi yang terdapat pada daerah longsoran. Cara

BAB II Tinjauan Pustaka 23 penanggulangan longsor dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu a. Mengubah geometric lereng b. Mengendalikan air permukaan c. Mengendalikan air rembesan d. Penambatan, penambatan dapat dilakukan dengan bronjong, tembok penahan, pondasi bored pile, tiang pancang e. Teknik penguatan tanah, teknik penguatan tanah dapat dilakukan dengan dinding penopang isian batuan, sheet piles, soil nailing, perkuatan material geosintetik. Dari beberapa cara untuk penanggulangan longsor tersebut hanya 3 cara penanggulangan longsor yang akan dijelaskan dikarenakan dalam pemilihannya alternative penanganannya hanya membandingkan penanganan dengan tembok penahan, bronjong, pondasi bored pile dan dari ketiga alternative tersebut akan dijelaskan sebagai berikut: 2.4.1 Dinding Penahan Tanah Tembok penahan merupakan bangunan penambat dari pasangan batu, beton, atau beton bertulang. Tipe tembok penahan terdiri dari dinding gaya berat, semi gaya berat dan dinding pertebalan. Tembok penahan harus diberi fasilitas drainase seperti lubang penetes dan pipa salir yang diberi bahan filter supaya tidak tersumbat, sehingga tidak menimbulkan tekanan hidrostatis yang besar. Dibawah ini akan ditampilkan penanganan longsor pada lereng dengan tembok penahan, sesuai dengan gambar 2.12 berikut ini. Gambar 2.11 Penanganan longsor pada lereng dengan tembok penahan

BAB II Tinjauan Pustaka 24 2.4.2 Bronjong Bronjong merupakan bangunan penambat yang mempunyai struktur bangunan berupa anyaman kawat yang diisi batu belah. Struktur bangunan berbentuk persegi dan disusun secara bertangga yang umumnya berukuran 2 x 1 x 0.5 m3. Bronjong adalah struktur yang tidak kaku sehingga dapat menahan gerakan vertical dan horizontal. Bronjong akan efektif untuk longsoran yang relatif dangkal tetapi tidak efektif untuk longsoran berantai. Bronjong banyak digunakan karena material yang digunakan tidak sulit diperoleh dan biayanya relatif murah. Dibawah ini akan ditampilkan penanganan longsor pada lereng dengan bronjong, sesuai dengan gambar 2.11 berikut ini. Gambar 2.12 Penanganan longsor pada lereng dengan bronjong 2.4.3 Pondasi Tiang Bor (Bored pile) Pondasi tiang bor (bored pile) adalah pondasi tiang yang pemasangannya dilakukan dengan mengebor tanah pada awal pengerjaannya. Bored pile dipasang ke dalam tanah dengan cara mengebor tanah terlebih dahulu, baru kemudian diisi tulangan dan dicor beton. Di bawah ini akan ditampilkan penanganan longsor pada lereng dengan tiang bor/bored pile, sesuai dengan gambar 2.11 berikut ini.

BAB II Tinjauan Pustaka 25 Sumber : http://ronymedia.files.wordpress.com/2010/07/m0410151.jpg Gambar 2.13 Penanganan longsor pada lereng dengan bored pile 2.5 Pondasi Tiang Bor (Bored pile) 2.5.1 Jenis-jenis pondasi bored pile a) Bored pile lurus untuk tanah keras b) Bored pile yang ujungnya diperbesar berbentuk trapesium c) Bored pile yang ujungnya diperbesar berbentuk bel d) Bored pile lurus untuk tanah batuan 2.5.2 Fungsi Pondasi Bored pile Fungsi pondasi tiang bor pada umumnya dipengaruhi oleh besar atau bobot dan fungsi bangunan yang hendak didukung dan jenis tanah sebagai pendukung konstruksi seperti : 1. Transfer beban dari konstruksi bangunan atas (upper structure) ke dalam tanah melalui selimut tiang dan perlawanan ujung tiang. 2. Menahan daya desak ke atas (up live) maupun guling yang terjadi akibat kombinasi beban struktur yang terjadi. 3. Memampatkan tanah, terutama pada lapisan tanah yang lepas (non cohesive). 4. Mengontrol penurunan yang terjadi pada bangunan terutama pada bangunan yang berada pada tanah yang mempunyai penurunan yang besar.

BAB II Tinjauan Pustaka 26 Faktor utama yang sering menjadi bahan pertimbangan dalam pemilihan jenis pondasi adalah biaya dan keandalannya. Keandalan disini merupakan keyakinan dari ahli pondasi dimana rancangan yang tertulis dalam dokumen desain akan memperoleh kondisi yang mendekati kondisi lapangan sehingga dapat memikul beban dengan suatu faktor keamanan yang memadai. Kemajuankemajuan telah diperoleh terhadap informasi mengenai perilaku tiang bor dengan adanya instrumentasi pada tiang bor yang diuji. Pondasi tiang bor mempunyai karakteristik khusus karena cara pelaksanaannya yang dapat mengakibatkan perbedaan perilakunya dibawah pembebanan dibandingkan pondasi tiang pancang, hal-hal yang mengakibatkan perbedaan tersebut diantaranya adalah: 1. Tiang bor dilaksanakan dengan menggali lubang bor dan mengisinya dengan meterial beton, sedangkan pondasi tiang pancang dimasukkan ke tanah dengan mendesak tanah disekitarnya (displacement pile) 2. Beton dicor dalam keadaan basah dan mengalami masa curing di bawah permukaan tanah. 3. Kadang-kadang digunakan casing untuk menjaga stabilitas dinding lubang bor dan dapat pula casing tersebut tidak tercabut karena kesulitan di lapangan. 4. Kadang-kadang digunakan slurry untuk menjaga stabilitas lubang bor yang dapat membentuk lapisan lumpur pada dinding galian serta mempengaruhi mekanisme gesekan tiang dengan tanah. 5. Cara penggalian lubang bor disesuaikan dengan kondisi tanah. 2.5.3 Keuntungan Pemakaian Pondasi Bored pile Dalam pemilihan fondasi yang digunakan banyak dipertimbangkan keuntungan apabila memilih fondasi bored pile ini. Keuntungan pemakaian fondasi bore pile antara lain: 1. Pemasangan tidak menimbulkan gangguan suara dan getaran yang membahayakan bangunan sekitarnya 2. Mengurangi kebutuhan beton dan tulangan dowel pada pelat penutup tiang (pile cap)

BAB II Tinjauan Pustaka 27 3. Kedalaman tiang dapat divariasikan 4. Tanah dapat diperiksa dan dicocokkan dengan data laboratorium 5. Tiang bor dapat dipasang menembus batuan 6. Diameter tiang memungkinkan dibuat besar 7. Tidak ada resiko kenaikan muka tanah 8. Penulangan tidak dipengaruhi oleh tegangan pada waktu pengangkutan dan pemancangan. 2.5.4 Kelemahan Pemakaian Pondasi Bored pile Dalam pemakaian pondasi bored pile terdapat beberapa, diantaranya : 1. Pengecoran tiang dipengaruhi kondisi cuaca. 2. Mutu beton hasil pengecoran bila tidak terjamin keseragamannya di sepanjang badan tiang bor mengurangi kapasitas dukung tiang bor, terutama bila tiang bor cukup dalam 3. Pengeboran dapat mengakibatkan gangguan kepadatan, bila tanah berupa pasir atau tanah yang berkerikil 2.5.5 Metode Pelaksanaan Pondasi Bored pile Metode pelaksanaan pondasi bore pile ada 3 macam, yaitu metode kering, metode basah, dan metode casing. Berikut penjelasan perbedaan metode yang digunakan pada pelaksanaan pondasi bored pile. 2.5.5.1 Metode kering 1. Metode kering cocok digunakan pada tanah diatas muka air tanah yang ketika di bor dinding lubangnya tidak longsor, seperti lempung kaku homogen. 2. Metode kering dapat dilakukan pada tanah dibawah muka air tanah, jika tanahnya mempunyai permeabilitas rendah, sehingga ketika dilakukan pengeboran, air tidak masuk ke dalam lubang bor saat lubang masih terbuka 3. Pada metode kering, lubang dibuat menggunakan mesin bor tanpa pipa pelindung tanpa casing

BAB II Tinjauan Pustaka 28 4. Dasar lubang bor yang kotor oleh rontokan tanah dibersihkan, tulangan yang telah dirangkai dimasukkan ke dalam lubang bor dan kemudian dicor 2.5.5.2 Metode Basah 1. Metode basah umumnya dilakukan bila pengeboran melewati muka air tanah, sehingga lubang bor selalu longsor bila dindingnya tidak ditahan. 2. Agar lubang tidak longsor, di dalam lubang bor diisi dengan larutan tanah lempung atau larutan polimer, jadi pengeboran dilakukan dalam larutan 3. Jika kedalaman yang diinginkan telah tercapai, lubang bor dibersihkan dan tulangan yang telah dirangkai dimasukkan ke dalam lubang bor yang masih berisi cairan bentonite (Polymer) 4. Adukan beton dimasukkan ke dalam lubang bor dengan pipa tremie, larutan bentonite akan terdesak dan terangkut ke atas oleh adukan beton 5. Larutan yang keluar dari lubang bor, ditampung dan dapat digunakan lagi untuk pengeboran di lokasi selanjutnya. 2.5.5.3 Metode casing 1. Metode ini digunakan jika lubang bor sangat mudah longsor, misalnya tanah dilokasi adalah pasir bersih di bawah muka air tanah. 2. Untuk menahan agar lubang bor tidak longsor digunakan pipa selubung baja (Casing) 3. Pemasangan pipa selubung ke dalam lubang bor dilakukan dengan cara memancang, menggetarkan atau menekan pipa baja sampai kedalaman yang ditentukan. 4. Sebelum sampai menembus muka air tanah pipa selubung dimasukkan. 5. Tanah di dalam pipa selubung dikeluarkan saat penggalian atau setelah pipa selubung sampai kedalaman yang diinginkan. Kemudian lubang bor dibersihkan kemudian tulangan yang telah dirangkai dimasukkan ke dalam pipa selubung

BAB II Tinjauan Pustaka 29 6. Adukan beton dimasukkan ke dalam lubang (bila pembuatan lubang digunakan larutan, maka untuk pengecoran digunakan pipa tremie) 7. Pipa selubung ditarik ke atas, namun kadang-kadang pipa selubung ditinggalkan di tempat. 2.5.6 Jarak Pondasi Tiang (Bored pile) Dalam Kelompok Jarak antar pondasi tiang untuk Stabilisasi Lereng (Day, 1999) dapat dilihat pada tabel 2.6 penentuan panjang spasi tiang dengan cara empirik berikut: Tabel 2.6 Penentuan panjang spasi tiang dengan cara empirik Jenis Material Batuan utuh Batuan retak (fractured) Pasir bersih atau kerikil Pasir kelempungan atau lanau Jarak terbesar antar pusat tiang (D = diameter tiang) Tidak terbatas 4D 3D 2D Lempung sangat plastis 1,5D 2.5.7 Konfigurasi Pengaturan Grup Tiang Dalam Satu Pile Cap Didalam pelaksanaan pekerjaan pondasi terdapat beberapa konfigurasi susunan pondasi didalam satu pile cap, pada gambar 2.14 berikut akan dijelaskan konfigurasi susunan pondasi dalam satu pile cap. Sumber : Pondasi dalam (M. SHOUMAN, Dipl. Ing. HTL, MT) Gambar 2.14 Konfigurasi pengaturan grup tiang dalam satu pile cap

BAB II Tinjauan Pustaka 30 2.5.8 Syarat Tebal Selimut Beton Syarat tebal penutup beton atau selimut beton untuk beton cor setempat non pratekan dapat diambil pada tabel 2.7 berikut: Tabel 2.7 Syarat tebal selimut beton KOMPONEN STRUKTUR Tebal selimut minimum (mm) Beton yang dicor langsung di atas tanah dan selalu berhubungan dengan tanah: 70 Beton yang berhubungan dengan tanah atau cuaca : - batang D19 hingga D56 - batang D16, kawat W31 atau D31 dan yang lebih kecil 50 40 Beton yang tidak langsung berhubungan dengan cuaca atau tanah : Pelat dinding berusuk : - batang D44 hingga D56 - batang D36 dan yang lebih kecil 40 20 Balok, kolom : tulangan utama, pengikat, sengkang, lilitan spiral 40 Komponen struktur cangkang, pelat lipat : - batang D19 dan yang lebih besar - batang D16, kawat W31 atau D31 dan yang lebih kecil 20 15 Sumber : it-aw/s/mk-perenc.konst.gdg/copyright-pnup/2007 2.6 Beban Lalu-lintas Berdasarkan Kelas Jalan Didalam analisis stabilitas lereng jalan diperlukan data beban kendaraan yang melintasi dijalan tersebut, menurut buku panduan geoteknik 4 dijelaskan ukuran beban kendaraan berdasarkan kelas jalannya yaitu sesuai tabel 2.8 berikut: Tabel 2.8 Ukuran beban kendaraan berdasarkan kelasnya Kelas Jalan Beban Lalu lintas (Kpa) Sumber : Panduan geoteknik 4 I 15 II 12 III 12

BAB II Tinjauan Pustaka 31 2.7 Diameter dan Berat Per Meter Baja Tulangan Pada bagian ini akan dijelaskan diameter dan berat per meter baja tulangan beton polos seperti tercantum pada tabel 2.9. Dan diameter, ukuran sirip dan berat per meter baja tulangan beton sirip seperti tercantum pada tabel 2.10. Tabel 2.9 Ukuran baja tulangan beton polos Sumber : SNI 07-2052-2002 Tabel 2.10 Ukuran baja tulangan beton sirip Sumber : SNI 07-2052-2002