BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ternak Babi Secara zoologis ternak babi termasuk ke dalam phylum Chordata, kelas Mammalia, ordo Artiodactyla, family Suidae, genus Sus (Blakely dan Bade, 1998). Reksohadiprodjo (1995) menyatakan bahwa babi Landrace berasal dari Denmark dan dikembangkan di Denmark dan kemudian masuk ke Amerika Serikat. Bangsa babi ini berasal dari persilangan antara pejantan babi Large White dengan babi lokal Denmark. Babi Landrace juga banyak digunakan untuk program persilangan babi-babi di daerah tropik, terutama di Asia Tenggara. Menurut AAK (1996), Babi adalah ternak monogastric yang memiliki kemampuan dalam mengubah makanan secara efesien apabila ditunjang dengan kualitas ransum yang dikonsumsi, tenak babi bersifat prolific yang ditunjukkan dengan kemampuan mempunyai anak dalam satu kelahiran yaitu berkisar antara 6-12 ekor dan setiap induk mampu melahirkan dua kali dalam satu tahun, persentase karkas babi mencapai 65-80%. Lebih lanjut dijelaskan bahwa babi Landrace memiliki tubuh yang panjang dan besar, warna putih dengan bulu yang halus, kepala kecil agak panjang dengan telinga terkulai, leher panjang, punggung besar, panjang dan lebar, bahu rata, halus, kaki letaknya baik dan kuat dengan paha yang bulat dan tumit yang kuat. Pada umunya tipe ternak babi dibagi menjadi tiga yaitu ternak babi tipe daging (Pork type), tipe sedang (Bacon type), dan tipe lemak (Lard type) (AAK, 1996). Blakely dan Bade (1998) menyatakan bahwa di Indonesia secara umum ada dua tipe ternak babi yang dipelihara yaitu ternak babi tipe daging dan tipe 5
sedang. Hal itu dikarenakan permintaan daging babi yang meningkat serta keuntungan yang lebih tinggi sehingga menyebabkan peternak beralih dari babi tipe lemak menjadi babi tipe daging, lebih lanjut dinyatakan ternak babi yang dikembangkan merupakan babi hasil persilangan yang dilakukan oleh perusahaan pembibitan untuk memenuhi kebutuhan dan permintaan daging. Budaarsa (2012) melaporkan bahwa babi Landrace menjadi pilihan pertama para peternak untuk dipelihara karena pertumbuhannya cepat, konversi makanan sangat bagus dan temperamennya jinak. 2.2. Pertumbuhan Ternak babi seperti mahluk hidup lainnya mengalami pertumbuhan secara terus-menerus. Pertumbuhan mempunyai banyak definisi salah satunya definisi yang paling sederhana adalah perubahan ukuran yang meliputi perubahan berat hidup, bentuk, dimensi linear, dan komposisi tubuh termasuk perubahanperubahan komponen tubuh seperti otot, tulang, lemak dan organ serta komponenkomponen kimia terutama air, lemak, protein, dan abu pada karkas (Soeparno 2009) Secara umum grafik pertumbuhan digambarkan dalam bentuk kurva sigmoidal. Laju pertumbuhan fase awal mula-mula terjadi sangat lambat, kemudian cepat, selanjutnya berangsur-angsur menurun atau melambat dan berhenti setelah mencapai kedewasaan (Tulloh, 1978; Hammond et al., 1984 dalam Soeparno, 2009). Sehubungan dengan pertumbuhan dan perkembangan komponen-komponen karkas yang terdiri dari daging, tulang dan lemak. Forrest et al. (1975) menyatakan jaringan tulang yang tumbuh dan berkembang paling awal, kemudian 6
disusul oleh pertumbuhan urat daging, sedangkan lemak tumbuh dan berkembang paling akhir. Pertumbuhan lemak ini terjadi sangat pesat setelah babi mencapai kedewasaan tubuh. 2.3. Karkas Karkas adalah hasil utama dalam proses pemotong ternak setelah bagianbagian yang kurang bernilai ekonomi dipisahkan. Menurut Mantra et al. (1991) karkas adalah bagian tubuh ternak yang paling penting karena memiliki nilai ekonomis tinggi, selanjutnya disebutkan pula bahwa daging adalah komponen karkas bernilai gizi tinggi karena mengandung protein yang sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan dan kesehatan tubuh. Arisana (1996) menyatakan bahwa terdapat perbedaan batasan antara karkas ternak babi dengan batasan karkas ternak potong lainnya seperti kambing, domba, sapi serta kerbau. Hal ini disebabkan karena adanya pertimbangan tertentu mengenai nilai ekonominya. Romans dan Zeigler (1977) melaporkan bahwa di Amerika ada tiga pengertian karkas yaitu: model Shipper s yang memberikan batasan bahwa karkas adalah produk yang tertinggal dari pemotongan setelah darah, bulu serta viscera (hasil sampingan karkas) disingkirkan. Dengan demikian disimpulkan bahwa kepala, kaki-kaki bawah depan dan belakang serta lemak dalam karkas adalah termasuk karkas dan karkas model ini tidak dibelah. Sedangkan batasan karkas model Packer s bahwa selain penghilangan hasil-hasil sampingan karkas seperti model Shipper s ikut pula dihilangkan bagian kepala tetapi daging pipi masih bertaut dan lemak dalam karkas dikeluarkan. Selain itu karkas dibelah dengan simetris menjadi bagian kanan dan bagian kiri. Terakhir adalah batasan karkas model Farmer s yang sesungguhnya hampir sama dengan model Packer s tetapi 7
disini karkas dibelah pada kedua sisi tulang belakang. Jadi pada bagian ini, ruasruas tulang belakang tidak termasuk ke dalam karkas. Akan tetapi batasan karkas tersebut berbeda dengan batasan karkas menurut Boggs dan Markel (1984) yang menyebutkan bahwa karkas adalah bagian tubuh babi setelah dikurangi kepala, darah dan organ dalam. Sedangkan menurut Saka et al. (1990) bahwa karkas adalah tubuh babi setelah dikurangi darah, bulu, dan kulit ari, kuku serta jeroan, dengan demikian kepala masih termasuk karkas. 2.4. Recahan Karkas National Live Stock and Meat Board (1973) dalam Soeparno (2009) menyatakan potongan primal karkas babi adalah paha (ham), bahu (boston butt), loin, picnic, rusuk, perut (bacon), rahang (jowl), dan lemak punggung (Gambar 2.1). Menurut Evans dan Kompster (1997), paha (Ham) dapat digunakan sebagai penduga komposisi karkas mengingat Ham memiliki korelasi yang paling erat bila dibandingkan dengan bagian-bagian karkas lainnya terhadap komposisi karkas secara keseluruhan. Persentase karkas adalah perbandingan antara berat karkas dengan berat potong yang dinyatakan dalam persen (Forrest et al., 1975). Berat potong yang tinggi tidak selalu menghasilkan berat karkas yang tinggi, karena adanya perbedaan pada berat kepala, bulu, isi rongga dada dan perut (Soeparno, 2009). Persentase karkas babi yang dihasilkan dari pemotongan satu ekor ternak dapat mencapai 60-80% dari berat hidup. 8
Gambar 2.1. Potongan primal karkas babi menurut National Live Stock and Meat Board (1973) dalam Soeparno (2009) Lebih lanjut Soeparno (2009) menyebutkan bahwa faktor genetik dan lingkungan hidup merupakan faktor yang mempengaruhi komposisi karkas. Dimana faktor lingkungan dapat dibagi menjadi dua katagori yaitu faktor fisiologi dan nutrisi. Umur, berat hidup dan besarnya laju pertumbuhan juga dapat mempengaruhi komposisi dan proporsi tulang, daging, dan lemak sebagai komponen utama karkas. Komposisi karkas merupakan suatu faktor yang penting dalam menentukan nilai per satuan produk karkas serta biaya untuk memproduksinya. Efisiensi pertumbuhan tercapai jika terjadi pengurangan laju pertumbuhan lemak dan peningkatan produksi daging karkas. Menurut Forrest et al. (1975) apabila salah satu bagian komposisi karkas mengalami peningkatan maka akan terjadi penurunan komposisi karkas lainya. Bila terjadi peningkatan persentase daging pada karkas, maka akan terjadi penurunan persentase lemak. 9
2.5. Probiotik Starbio Probiotik merupakan pakan tambahan yang mengandung mikroorganisme hidup yang fungsinya menciptakan keseimbangan mikroflora dalam saluran pencernaan (Soeharsono et al., 2010). Menurut Ritongga (1992), probiotik didefinisikan sebagai suatu kultur spesifik dari mikroorganisme hidup yang memberikan efek menguntungkan serta dapat berfungsi untuk memperbaiki keseimbangan mikrobial dalam saluran pencernaan ternak. Lebih lanjut juga dinyatakan bahwa syarat-syarat probiotik adalah: (1). Bakteri tidak patogen terhadap ternak dan manusia, (2). Mikroorganisme yang berada dalam saluran pencernaan dan sanggup melalukan kolonisasi dalam usus, (3). Harus tahan terhadap asam-asam lambung, asam dan gram empedu, enzim pencernaan, maupun respon-respon kekebalan dalam tubuh ternak. Probiotik starbio adalah stater mikroba berupa bubuk berwarna coklat yang mengandung multimikroorganisme yang terdiri dari mikroba yang bersifat lignolitik, proteolitik, lipolitik, dan mikroorganisme fiksasi nitrogren non simbiotik (Sartika et al.,1994). Menurut Zainudin et al. (1995), Starbio merupakan probiotik yang terdapat dalam suatu media dari campuran bubuk jerami dengan komponen bakteri yang berasal dari kayu, akar rumput, kedelai, dan isi lambung sapi. Manfaat probiotik kering starbio yang ditambahkan dalam ransum adalah dapat membantu kecernaan pakan dalam tubuh ternak sehingga penyerapan nutrisi lebih banyak, pertumbuhan ternak lebih cepat dan produktivitas dapat meningkat, dan menurunkan kadar amonia dalam kotoran ternak sehingga mengurangi pencemaran lingkungan akibat dampak dari aktivitas peternakan (LHM, 2013). 10
2.6. Peran Probiotik pada Ternak Babi Ternak babi termasuk ternak monogastric yang memiliki lambung sederhana sehingga kemampuan dalam mencerna serat sangat terbatas (Wira, 2014). Untuk dapat memecahkan masalah tersebut dimanfaatkan probiotik yang bertujuan menjaga keseimbangan mikroba yang bermanfaat di dalam saluran pencernaan dan membantu mencerna serat, protein serta lemak (Soeharsono et al., 2010). Lebih lanjut dijelaskan mekanisme kerja probiotik dimana mekanisme kerjanya mendesak mikroba non-indigenous keluar dari ekosistem saluran pencernaan, dan menggantikan lokasi mikroba patogen di dalam saluran pencernaan. Mekanisme probiotik ini dalam usus adalah dengan mempertahankan keseimbangan, mengeliminasi mikroba yang tidak diharapkan atau bakteri patogen dari induk semang. Penggunaan probiotik yang berdampak berbeda-beda diberbagai lokasi atau sistem pemeliharaan disebabkan karena beberapa faktor yang mempengaruhi kinerja probiotik. Faktor-faktor tersebut antara lain adalah: (1). Status kesehatan dan nutrisi ternak, (2). Umur dan tipe ternak, (3). Kemampuan hidup dan kestabilan probiotik, (4). Tujuan penggunaan probiotik untuk ternak, serta (5). Dosis dan frekuensi pemberian probiotik. Starbio merupakan probiotik an-aerob yang mengandung multimikroorganisme menghasilkan enzim sehingga mampu memecah lignin (lignolitik), selllulosa (sellulolitik), lignosellulosa (lignosellulolitik), protein (proteolitik), dan lemak (lipolitik). Mastika (2001) menyatakan bahwa enzim di dalam saluran pencernaan berfungsi memecah protein, karbohidrat, dan lemak menjadi bentuk yang lebih sederhana. Menurut Mierop dan Ghesquire (1998) 11
meningkatkan efesiensi penggunaan ransum, karena enzim memiliki peranan yang penting dalam proses pencernaan bahan pakan yang tidak tercerna sebelumnya. Meningkatnya kecernaan zat-zat makanan dan meningkatnya efesiensi penggunaan pakan mengakibatkan meningkatnya bobot badan. Ternak yang mempunyai bobot badan yang tinggi mencerminkan produksi daging yang tinggi sehingga berpengaruh terhadap komposisi karkas dan berat recahan karkas. 12