Lola Armelia Renaldy 1) Chatarina Muryani, Setya Nugraha 2)

dokumen-dokumen yang mirip
Oleh: LOLA ARMELIA RENALDY K

Keywords: Landslide Potency, the Damage and Loss Assessment, Land Conservation Guideline, Geography Learning

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

KAJIAN PEMANFAATAN LAHAN PADA DAERAH RAWAN LONGSOR DI KECAMATAN TIKALA KOTA MANADO

commit to user BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yaitu Sub DAS Kayangan. Sub DAS (Daerah Aliran Sungai) Kayangan

PERENCANAAN MITIGASI BENCANA LONGSOR DI KOTA AMBON Hertine M. Kesaulya¹, Hanny Poli², & Esli D. Takumansang³

ANALISIS DAERAH RAWAN LONGSOR DI KECAMATAN WAY KRUI TAHUN 2015 (JURNAL) Oleh. Catur Pangestu W

BAB I PENDAHULUAN. tindakan dalam mengurangi dampak yang ditimbulkan akibat suatu bencana.

BAB I PENDAHULUAN. sehingga masyarakat yang terkena harus menanggapinya dengan tindakan. aktivitas bila meningkat menjadi bencana.

Faktor penyebab banjir oleh Sutopo (1999) dalam Ramdan (2004) dibedakan menjadi persoalan banjir yang ditimbulkan oleh kondisi dan peristiwa alam

PENGARUH PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN

II. TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang

TOMI YOGO WASISSO E

BAB I PENDAHULUAN. utama dunia yaitu lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia dan lempeng. Indonesia juga merupakan negara yang kaya akan hasil alam.

BAB III LANDASAN TEORI

PEMETAAN DAERAH RAWAN LONGSOR DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS STUDI KASUS KABUPATEN BONDOWOSO

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung yang berada dibagian selatan Pulau Sumatera mempunyai alam

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. merupakan bencana banjir dan longsor (Fadli, 2009). Indonesia yang berada di

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah

Geo Image 5 (2) (2016) Geo Image.

PEMANFAATAN LAHAN BERBASIS MITIGASI BENCANA LONGSOR DI KOTA MANADO

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. berpotensi rawan terhadap bencana longsoranlahan. Bencana longsorlahan akan

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Ruang Lingkup Penelitian

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. atau Badan Nasional Penanggulangan Bencana (2016), bencana tanah longsor

ARAHAN PENGEMBANGAN PERMUKIMAN DI DAS SAMIN HULU KECAMATAN TAWANGMANGU KABUPATEN KARANGANYAR TAHUN 2013

MITIGASI BENCANA ALAM II. Tujuan Pembelajaran

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jenuh air atau bidang luncur. (Paimin, dkk. 2009) Sutikno, dkk. (2002) dalam Rudiyanto (2010) mengatakan bahwa

BENCANA GERAKAN TANAH DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempengan dunia yaitu Eurasia,

BAB I PENDAHULUAN. lempeng tektonik besar yaitu lempeng Indo-Australia, Eurasia dan Pasifik. Daerah

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan terjadinya kerusakan dan kehancuran lingkungan yang pada akhirnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bencana alam menimbulkan resiko atau bahaya terhadap kehidupan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Hasil penelitian yang pernah dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bencana alam sebagai salah satu fenomena alam dapat terjadi setiap saat,

BAB I PENDAHULUAN. pada 6`LU- 11` LS dan antara 95` BT - 141` BT1. Sementara secara geografis

BAB I PENDAHULUAN I-1

LANDSLIDE OCCURRENCE, 2004 STRATEGI MITIGASI DAN SIFAT GERAKAN TANAH PENYEBAB BENCANA DI INDONESIA. BENCANA GERAKAN TANAH 2005 dan 2006

Geo Image (Spatial-Ecological-Regional)

BAB III LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan

ANALISIS TINGKAT BAHAYA LONGSOR DI DAS WALIKAN KABUPATEN KARANGANYAR DAN WONOGIRI TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

ANALISIS DAYA DUKUNG LAHAN

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN BERBASIS MITIGASI BENCANA

BAB 1 PENDAHULUAN. mengenai bencana alam, bencana non alam, dan bencana sosial.

BAB I PENDAHULUAN. Geografi merupakan ilmu yang mempelajari gejala-gejala alamiah yang

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan uraian-uraian yang telah penulis kemukakan pada bab

BAB IV. Kajian Analisis

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Peraturan Daerah Nomor 10 tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

I. PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Menurut Baldiviezo et al. (2003 dalam Purnomo, 2012) kelerengan dan penutup lahan memiliki peran dalam tanah longsor,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. banyak dipengaruhi oleh faktor geologi terutama dengan adanya aktivitas

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan pesatnya pertumbuhan penduduk dan pembangunan di berbagai

BAB I PENDAHULUAN. dalam lingkungan geodinamik yang sangat aktif, yaitu pada batas-batas pertemuan

DAFTAR ISI ABSTRAK KATA PENGANTAR...

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

commit to user BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PEDOMAN TEKNIS PEMETAAN ZONA KERENTANAN GERAKAN TANAH

besar dan daerahnya rutin terkena banjir setiap masuk hujan. Padahal kecamatan ini memiliki luas yang sempit.hal tersebut menjadikan kecamatan ini men

ANALISIS TINGKAT RISIKO DAN MITIGASI TANAH LONGSOR DI DAS SAMIN HULU KECAMATAN TAWANGMANGU KABUPATEN KARANGANYAR TAHUN 2013

PENDAHULUAN. menggunakan Analisis Tidak Langsung berdasarkan SNI Kecamatan Karangkobar, Kabupaten Banjarnegara, Provinsi Jawa Tengah

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print)

Jurnal GeoEco ISSN: Vol. 3, No. 2 (Juli 2017) Hal

BAB 1 PENDAHULUAN I-1

Kuliah ke 5 BAB V PENATAAN RUANG KAWASAN BENCANA LONGSOR[11,12] 5.1. Pengertian dan Istilah

ANALISIS KERAWANAN DAN KEJADIAN TANAH LONGSOR DI KABUPATEN KULON PROGO DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Pemintakatan Risiko Bencana Banjir Bandang di Kawasan Sepanjang Kali Sampean, Kabupaten Bondowoso

PEMETAAN TINGKAT KERAWANAN TANAH LONGSOR JALUR SOLO- SELO-BOROBUDUR DI KECAMATAN CEPOGO DAN KECAMATAN SELO KABUPATEN BOYOLALI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Potensi bencana alam yang tinggi pada dasarnya tidak lebih dari sekedar

BAB I PENDAHULUAN. dikarenakan adanya kondisi geologi Indonesia yang berupa bagian dari rangkaian

PENGEMBANGAN MODEL SIG PENENTUAN KAWASAN RAWAN LONGSOR SEBAGAI MASUKAN RENCANA TATA RUANG Studi Kasus; Kabupaten Tegal TUGAS AKHIR

PENENTUAN TINGKAT KERAWANAN LONGSOR DAN ARAHAN KONSERVASI LAHAN DI SUB DAERAH ALIRAN SUNGAI SERAYU HULU KABUPATEN WONOSOBO TAHUN 2012

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan material. DAS kodil bagian tengah terdiri dari Kecamatan Bener,

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Cindy P. Welang¹, Windy Mononimbar², Hanny Poli³

TINGKAT KERAWANAN LONGSORLAHAN DENGAN METODE WEIGHT OF EVIDENCE DI SUB DAS SECANG KABUPATEN KULONPROGO. Aji Bangkit Subekti

KAJIAN KAPASITAS MASYARAKAT DALAM UPAYA PENGURANGAN RISIKO BENCANA BERBASIS KOMUNITAS DI KECAMATAN KOTAGEDE KOTA YOGYAKARTA TAHUN 2016

TINJAUAN PUSTAKA. yang merupakan kesatuan ekosistem dengan sungai dan anak-anak sungainya

PRIORITAS PENANGANAN BANJIR KECAMATAN TELANAIPURA KOTA JAMBI TAHUN 2012

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

Bencana Longsor yang Berulang dan Mitigasi yang Belum Berhasil di Jabodetabek

BAB III METODE PENELITIAN

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil analisis mengenai dampak perubahan penggunaan lahan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Tujuan

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan mereka, termasuk pengetahuan bencana longsor lahan.

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu wilayah rawan bencana.

Transkripsi:

ZONASI KERENTANAN LONGSOR DENGAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) DI DAS JLANTAH HULU KABUPATEN KARANGANYAR TAHUN 2014 (Implementasi Pada Kompentensi Dasar Menganalisa Hubungan Manusia dengan Lingkungan sebagai Akibat Dinamika dan Kecenderungan Perubahan Litosfer dan Pedosfer pada Materi Pokok Pengaruh Proses Eksogen Terhadap Kehidupan untuk Siswa SMA Kelas X) Lola Armelia Renaldy 1) Chatarina Muryani, Setya Nugraha 2) 1) Mahasiswa S1 Pendidikan Geografi FKIP Universitas Sebelas Maret Surakarta 2) Dosen Pendidikan Geografi FKIP Universitas Sebelas Maret Surakarta ABSTRACT This study is aimed to (1) know about the landslide zonation in Jlantah Upperland Karanganyar Regency 2014, (2) know the type of landslide in Jlantah Upperland Karanganyar Regency 2014, (3) know some mitigation steps for landlisdes phenomenons in Jlantah Upperland Karanganyar Regency 2014, (4) make an implementation On A Base Competencies For Analyzed Relationship Between Human and Environment As A Result Of Pedosfer and Lytosfer Dynamics at Main Principal on The Effect of Exogens For Humanity Process : For a Senior High School Grade X. This study use descriptive method with landunit as the unit analysis and organized with survey on a fields. Landunit are part of the land with similar land characteristics of geology, soils, slope and land use. Overlaying of these characteristics produced The Landunit Map, consist of 28 landunits, which the main study populations. Sampling Techniques with purposive sampling. Data collecting in this study done by field observations, interviews, laboratory test and documentation anlysis. Data Analysis Techniques with a qualitatives analysis with Analytical Hierarrchy Process (AHP) to get the vulnerability of landslide zonation in Jlantah Upperland, analyzed landlslide types with field observations to make mitigation steps of landlside phenomenons with the type of landslided on Jlantah Upperland. Based on data analysis, the conclusion of this research are : (1) Jlantah Upperland has 3 classes of vulnerabilities landslide, non vulnerable lanslide class, semi vulnerable landlside class and vulnerable landslide class, (2) Jlantah Upperland has 3 type of landslides, there was a translation landslide, debris avalances and earth flows, (3) The mitigation steps done by tehniqal ways and vegetational ways based on identified landslide types in Jlantah Upperland, (4) Final results of this research could use for Geographics Studies Media at Main Principal on The Effect of Exogens For Humanity Process : For a Senior High School Grade X. Keywords : Analytical Hierarchy Process (AHP), landslide types, mitigation steps, studies media 1

PENDAHULUAN Dalam dua dasawarsa terakhir ini terdapat kecenderungan semakin meningkatnya kejadian bencana alam yang melanda berbagai pelosok dunia. Peningkatan kejadian bencana alam tersebut ternyata juga diikuti oleh peningkatan jumlah korban, baik jiwa manusia maupun harta benda. Degradasi lingkungan, khususnya lingkungan fisik akan memicu terjadinya bencana alam. Terjadinya degradasi ini karena pemanfaatan sumberdaya alam yang melebihi daya dukungnya akibat dari pertumbuhan penduduk yang cepat dan pembangunan yang pesat. Menurut Peraturan Kepala BNPB No. 02 Tahun 2012, bencana alam adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan baik oleh faktor alam dan/atau non alam maupun faktor manusia sehingga mengkibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Besar kecilnya kerugian akibat bencana alam setidaknya disebabkan oleh dua faktor, yaitu skala kejadian dan pengetahuan tentang bencana alam itu sendiri yang meliputi tipe, karakteristik, dan agihannya. Bencana alam sebagai peristiwa alam dapat terjadi kapan saja dan dimana saja.tanah longsor merupakan salah satu bencana alam yang tidak dapat diduga, disamping itu kerugian yang dihasilkan juga cukup tinggi. Kerugiankerugian yang dialami diantaranya kerugian harta benda maupun kerugian korban jiwa yang menimbulkan kerusakan sarana dan prasarana lain yang mempengaruhi aspek sosial dan ekonomi masyarakat setempat. Di Indonesia, bencana tanah longsor banyak ditimbulkan oleh pengaruh intensitas hujan yang besar atau gempa bumi. Berdasarkan posisi geografinya, Indonesia memiliki potensi yang besar untuk terjadinya tanah longsor. Di era saat ini, aktivitas manusia terhadap alam semakin mengarah pada eksploitasi alam secara berlebihan. Hal tersebut dilakukan guna memenuhi kebutuhan hidup secara berkelompok ataupun untuk kepentingan pribadi. Pemanfaatan sumberdaya alam dalam DAS secara sewenang-wenang seperti penggundulan hutan, pembukaan lahan lahan baru di lereng lereng bukit, tata kota yang tidak sesuai peruntukkannya, dan pemanfaatan lahan yang tidak 2

memperhatikan kaidah konservasi telah menyebabkan beban pada lereng semakin berat. Kondisi tersebut lambat laun akan memicu terjadinya bencana alam seperti tanah longsor. Berdasarkan rekapan kejadian, daerah yang seringkali mengalami longsor berada di Kecamatan Tawangmangu dan Kecamatan Jatiyoso. DAS Jlantah adalah salah satu DAS yang terletak di Kabupaten Karanganyar. DAS Jlantah hulu terletak di sebagian Kecamatan Tawangmangu dan Kecamatan Jatiyoso. Di bagian hulu, DAS tersebut memiliki ketinggian yang berkisar antara 500 1000 m dpal dengan kemiringan lereng landai sangat curam (8 >45%), sehingga mengindentifikasikan bahwa sebagian daerahnya adalah terjal yang berpotensi longsor. Hujan yang lebat turut memicu terjadinya longsor di lokasi tersebut. Berdasarkan kaidah konservasi, daerah dengan kemiringan >45% seharusnya hanya diperuntukkan menjadi kawasan lindung dimana permukiman dan tanaman budidaya tidak diperbolehkan. Akan tetapi, saat ini kawasan lindung dan kawasan penyangga di beberapa DAS bagian hulu yang seharusnya tercipta telah berubah menjadi area perkebunan sayur ataupun tanaman tahunan, bahkan sudah berkembang menjadi area permukiman di relief yang terjal. Longsor dalam skala kecil maupun besar selalu terjadi dari waktu ke waktu, bahkan akhir-akhir ini semakin tinggi intensitasnya. Korban jiwa yang ditimbulkan semakin bertambah dengan klasifikasi longsor mulai dari ringan hingga berat. Dengan demikian, perlu adanya penelitian tindak lanjut guna mengetahui penyebab longsor yang terjadi di wilayah tersebut. Penelitian tersebut dapat digunakan untuk penyusunan informasi penanggulangan bencana yang digunakan sebagai masukan bagi perencanaan dan pembangunan wilayah maupun penyempurnaan tata ruang wilayah. Potensi terjadinya longsoran ini dapat diminimalkan dengan memberdayakan masyarakat untuk mengenali tipologi lereng yang rawan longsor tanah, gejala awal lereng akan bergerak, serta upaya antisipasi dini yang harus dilakukan. Pembelajaran mengenai potensi dan dampak yang ditimbulkan ketika bencana alam terjadi juga penting bagi para siswa yang masih duduk di bangku sekolah. Hal ini ditujukan agar para siswa mengerti akan tindakan apa yang harus 3

mereka lakukan saat kejadian. Disamping itu, peran serta para siswa dalam menjaga keseimbangan ekosistem akan memperkecil kemungkinan bencana longsor terjadi. Dengan demikian, pembelajaran mengenai zonasi kerentanan longsor diajarkan pada siswa SMA kelas X kompetensi dasar menganalisa dinamika dan kecenderungan perubahan litosfer dan pedosfer. Berdasarkan dari latar belakang yang telah dikemukakan, dapat diketahui tujuan penelitian ini yaitu (1) Untuk mengetahui zonasi kerentanan longsor di DAS Jlantah Hulu Kabupaten Karanganyar Tahun 2014; (2) Untuk mengetahui tipe longsoran di DAS Jlantah Hulu Kabupaten Karanganyar Tahun 2014; (3) Untuk mengetahui upaya mitigasi yang dapat dilakukan di DAS Jlantah Hulu Kabupaten Karanganyar Tahun 2014; (4) Untuk menyusun implementasi untuk pengayaan bahan ajar hasil zonasi kerentanan longsor terhadap Kompentensi Dasar menganalisa hubungan manusia dengan lingkungan sebagai akibat dinamika dan kecenderungan perubahan litosfer dan pedosfer pada Materi Pokok pengaruh proses eksogen terhadap kehidupan untuk siswa SMA kelas X. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan unit analisis satuan lahan. Satuan lahan didapat berdasarkan hasil overlay atau tumpangsusun antara peta geologi, peta tanah, peta kemiringan lereng dan peta penggunaan lahan sehingga didapatkan 28 satuan lahan di DAS Jlantah Hulu. Dalam penelitian ini yang dijadikan populasi adalah seluruh unit lahan di Daerah Aliran Sungai Jlantah Hulu, yaitu sebanyak 28 satuan lahan. Teknik penentuan sampel ini menggunakan (purposive sampling/judgemental sampling). Sampling purposif yaitu sampel yang dipilih secara cermat dengan mengambil satu sampel dari tiap satuan lahan yang mempunyai ciri-ciri yang spesifik. Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan yang digunakan yakni pendekatan keruangan (spatial approach). Metode yang digunakan dalam pengambilan data yaitu metode survei dengan analisis data menggunakan metode deskriptif. Untuk mengetahui zonasi kerentanan longsor digunakan teknik analisis hirarki proses (AHP). Sebelum melakukan analisis data, terlebih dahulu dilakukan pembobotan masing-masing indikator untuk menentukan prioritas setiap indikator terhadap indikator lainnya yang kemudian dihitung dengan metode AHP. Analisis 4

tipe longsor dilakukan berdasarkan tipe longsoran di lapangan. Arahan mitigasi bencana longsor dilakukan dengan memperhatikan dan mempertimbangkan jenis atau tipe longsor di lapangan. HASIL PENELITIAN Penilaian kerentanan dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode Analytical Hierarchy Process (AHP). Metode ini digunakan untuk melakukan penilaian bobot masing-masing indikator.hal ini dikarenakan masing-masing indikator memiliki tingkat kepentingan atau kontribusi yang berbeda-beda dalam penilaian kerentanan longsor. Penggunaan metode AHP diharapkan dapat membantu memberikan bobot indikator sesuai tingkat kepentingannya sehingga penilaian kerentanan longsor dapat dilakukan sesuai kondisi di DAS Jlantah Hulu. Terdapat 15 indikator dalam penentuan zonasi kerentanan longsor diantaranya presentase penduduk lansia, presentase penduduk <5 tahun, presentase ibu hamil, sikap masyarakat menghadapi bencana, partisipasi komunitas, kerusakan lahan pertanian, tertutupnya akses jalan, jarak bangunan dari lokasi longsor, kemiringan lereng, curah hujan, tekstur tanah, kedalaman pelapukan, solum tanah, penggunaan lahan, dan erosi. Seluruh indikator tersebut merupakan gabungan 3 parameter kerentanan yaitu kerentanan sosial, kerentanan fisik, dan kerentanan lingkungan. Perhitungan AHP Peta Zonasi Kerentanan Longsor Gambar 1. Diagram Alir Penentuan Zonasi Kerentanan Longsor 5

Tingkat zonasi kerentanan longsor tidak rentan longsor di DAS Jlantah Hulu seluas 590.88 Ha (26.18%), tingkat zonasi kerentanan longsor agak rentan longsor di DAS Jlantah Hulu seluas 1493.63 Ha (66.19%), dan tingkat zonasi kerentanan longsor rentan longsor di DAS Jlantah Hulu 172.02 Ha (7.63%) dari seluruh luas wilayah DAS Jlantah Hulu. Secara spasial tingkat zonasi kerentanan longsor di DAS Jlantah Hulu akan disajikan pada tabel 1 dan pada peta 1. Tabel 1. Luasan Tingkat Zonasi Kerentanan Longsor di DAS Jlantah Hulu Tahun 2014 No Tingkat Kerentanan Longsor Luas (ha) Luas (%) 1 Tidak Rentan Longsor 590.88 26.18 2 Agak Rentan Longsor 1493.63 66.19 3 Rentan Longsor 172.02 7.63 Jumlah 2256,53 100,00 Sumber: Analisis Data Tahun 2014 Peta 1. Zonasi Kerentanan Longsor di DAS Jlantah Hulu Tahun 2014 Setelah diketahui zonasi kerentanan longsor, maka selanjutnya dicari tahu tipe longsor apa saja yang terdapat pada DAS Jlantah Hulu. Tipe longsor yang terjadi di DAS Jlantah Hulu umumnya berbeda-beda. Hal tersebut dikarenakan faktor pendukung yang menyebabkan terjadinya longsor juga 6

berbeda-beda. Untuk itu perlu dilakukan pemetaaan guna mengetahui tipe longsor apa saja yang terbentuk akibat bencana longsor. Terdapat 3 tipe longsor di lokasi penelitian yaitu longsor translasi (translational landslide), runtuhan tanah (debris avalance), dan aliran tanah (earth flow). Dari tabel 2 diketahui bahwa di lokasi penelitian tipe longsor yang teridentifikasi didominasi oleh tipe longsor translasi (translational landslide) dengan luas 1126,67 Ha (49,93%), tipe longsor aliran tanah memiliki luas 377,62 Ha (16,73%), dan tipe longsor aliran tanah menjadi tipe longsor teridentifikasi dengan luas terkecil yakni 132,21 Ha (5,86%). Terdapat tipe longsor yang tidak teridentifikasi dengan luas 620,02 Ha (27,48%). Tabel 2. Luas Tiap Tipe Longsorl di DAS Jlantah Hulu Tahun 2014 No Tipe Longsor Luas (ha) Luas (%) 1 Tidak Teridentifikasi 620.02 27.48 2 Translasi (translational landslide) 1126.67 49.93 3 Runtuhan Tanah (debris avalance) 377.62 16.73 4 Aliran Tanah (earthflow) 132.21 5.86 Jumlah 2256,53 100,00 Sumber: Analisis Lapangan Tahun 2014 Peta 2. Tipe Longsor DAS Jlantah Hulu Tahun 2014 7

Mitigasi bencana longsor yang ada di DAS Jlantah Hulu yang meliputi Kecamatan Tawangmangu dan Kecamatan Jatiyoso, perlu memperhatikan dan mempertimbangkan kemiringan lereng dan penggunaan lahan. Berikut ini adalah ulasan mitigasi pada tiap tipe longsor: Tabel 3. Arahan Mitigasi Longsor di Kecamatan Jatiyoso dan Kecamatan Tawangmangu No. Zona Arahan Mitigasi Kemiringan Lereng dan Penggunaan Lahan 1 Zona I Kemiringan lereng kurang dari 15% dengan penggunaan lahan permukiman dan nonpermukiman 2 Zona II Kemiringan lereng 15-25% dengan penggunaan lahan permukiman 3 Zona III Kemiringan lereng 15-25% dengan penggunaan lahan non permukiman Arahan Mitigasi a. Semua pembangunan, konstruksi, infrastruktur, dan permukiman diperbolehkan dengan mengikuti rencana pemerintah di wilayah ini, tidak ada syarat khusus untuk pembangunan di daerah ini b. Wilayah ini biasanya digunakan untuk pertanian, kegiatan ekonomi, dan kegiatan produksi. a. Bangunan dan infrastruktur diperbolehkan dengan beberapa pembatasan, dan peraturan yang harus dilaksanakan (misalnya pembatasan kepadatan permukiman, syarat tertentu untuk pembangunan) b. Rencana evakuasi seharusnya diperhitungkan untuk mengantisipasi penduduk yang menetap di wilayah bencana a. Bangunan dan infrastruktur diperbolehkan dengan beberapa pembatasan, dan peraturan yang harus dilaksanakan (misalnya pembatasan kepadatan permukiman, syarat tertentu untuk pembangunan) b. Rencana evakuasi seharusnya diperhitungkan untuk mengantisipasi penduduk yang menetap di wilayah bencana c. Dengan beberapa batasan, wilayah ini digunakan untuk beberapa aktivitas (misalnya perkebunan, pertanian), dan penelitian tambahan diperlukan untuk merinci pengguna lahan yang cocok, tingkat pembangunan yang diperbolehkan. Tujuan konservasi harus diperhitungkan pada wilayah ini. 4 Zona IV Kemiringan lereng lebih dari 25% dengan penggunaan lahan permukiman dan non permukiman. Sumber: Analisis Data a. Semua pembangunan, konstruksi infrastruktur, permukiman dan fasilitas umum dilarang b. Rencana evakuasi dan penyelamatan penduduk harus dilakukan untuk menjamin keselamatannya terkait dengan kegiatan darurat, melalui pengembangan rencana evakuasi c. Wilayah ini khusus digunakan untuk konservasi dengan tujuan non-teknis, semi teknis dan konservasi teknis penuh 8

Setelah dilakukan rincian arahan mitigasi seperti pada tabel 3, maka selanjutnya perlu dipetakan sehingga dapat lebih mudah dalam mengaplikasikannya di lapangan. Berikut ini adalah peta dan tabel luasan dari arahan mitigasi bencana longsor di DAS Jlantah Hulu: Peta 3. Arahan Mitigasi Bencana Longsor DAS Jlantah Hulu Tahun 2014 Berikut adalah luas masing-masing zona beserta arahan mitigasi longsor di DAS Jlantah Hulu : Tabel 4. Luas Zona Arahan Mitigasi Longsor No. Zona Arahan Mitigasi Luas Ha % 1 Zona I 53,62 2,38 2 Zona II 15,75 0,70 3 Zona III 281,08 12,46 4 Zona IV 1906,08 84,47 Jumlah 2256,53 100 Sumber : Hasil Analisis Data 9

Zona I pada umumnya memiliki kemiringan lereng kurang dari 15% atau termasuk kategori landai. Penggunaan lahan pada zona arahan mitigasi ini adalah sawah irigasi dan permukiman dengan bangunan permanen yang tidak dapat dilakukan perubahan secara paksa. Rekomendasi untuk zona mitigasi I adalah semua pembangunan, konstruksi, infrastruktur, dan permukiman diperbolehkan dengan mengikuti rencana pemerintah di wilayah zona I ini. Tidak ada syarat khusus untuk pembangunan di daerah ini. Untuk pengembangan tata ruang yang lebih optimal diperlukan penelitian lanjutan di daerah ini. Pemberlakuan mitigasi secara teknis seperti pembangunan bangunan penahan longsor belum mutlak diperlukan. Zona II memiliki kemiringan 15 25% dengan penggunaan lahan yang dijumpai adalah permukiman warga, sehingga tidak memungkinkan dilakukan berbagai perencanaan karena sifat bangunan warga yang permanen. Karakteristik fisik lahan yang masuk zona II dapat memicu terjadinya longsor dan rentan menimbulkan korban jiwa maupun material yang cukup signifikan. Berdasarkan pertimbangan kondisi fisik lahan yang termasuk dalam zona II, rekomendasi yang diberikan berupa diperbolehkannya bangunan dan infrastruktur dengan beberapa pembatasan. Peraturan yang harus dilaksanakan (misalnya pembatasan kepadatan permukiman, syarat tertentu untuk pembangunan). Kemudian Rencana evakuasi seharusnya diperhitungkan untuk mengantisipasi penduduk yang menetap di wilayah bencana ini. Pertimbangan khusus terkait penggunaan lahan yang sesuai untuk kawasan zona II, tidak dapat dilakukan karena permukiman warga bersifat permanen dan menjadi lokasi aktifitas warga sehari-hari. Zona III memiliki kemiringan lereng 15-25%. Karakteristik lahan yang masuk dalam kategori ini memiliki penggunaan lahan non permukiman yakni kebun, tegalan, sawah irigasi dan semak belukar. Arahan mitigasi yang dapat diberikan berdasarkan pertimbangan karakteristik fisik lahannya yakni berupa pembangunan bangunan dan infrastruktur diperbolehkan dengan beberapa pembatasan. Pembatasan tersebut menggunakan peraturan yang harus dilaksanakan (misalnya pembatasan kepadatan permukiman, syarat tertentu untuk pembangunan). Kemudian rekomendasi berikutnya, zona ini diperkirakan berada di area agak rentan hingga rentan mengalami longsor sehingga rencana evakuasi 10

seharusnya diperhitungkan untuk mengantisipasi penduduk yang menetap di wilayah bencana. Hal ini dimaksudkan karena area yang berbatasan langsung dengan permukiman warga akan berpengaruh terhadap besarnya kerentanan longsor untuk kawasan permukiman tersebut. Rekomendasi yang berkaitan dengan pengembangan wilayah tentu dilakukan dengan beberapa batasan, untuk mendapatkan hasil yang optimal. Penelitian lebih lanjut di area ini akan lebih baik guna merinci penggunanaan lahan yang sesuai beserta arah pembangunan yang diperbolehkan. Tujuan dari konservasi harus diperhitungkan pada wilayah ini. Zona IV merupakan zona dengan kemiringan lereng >25% dengan kondisi tertentu sangat dapat menyebabkan terjadinya longsor. Arahan pertama yang dapat diberikan adalah semua pembangunan, konstruksi infrastruktur, permukiman dan fasilitas umum dilarang. Berdasarkan karakteristik lahan, rekomendasi ini dimaksudkan agar tidak merubah kondisi lahan secara signifikan sehingga berpengaruh pada besarnya kerentanan longsor. Rekomendasi kedua adalah rencana evakuasi dan penyelamatan penduduk harus dilakukan untuk menjamin keselamatannya terkait dengan kegiatan darurat, melalui pengembangan rencana evakuasi di kawasan permukiman. Kegiatan mitigasi yang dilakukan pada kawasan non-permukiman dimaksudkan untuk menekan besarnya pengaruh rentan longsor yang ada di sekitar permukiman. Bentuk mitigasi di kawasan non-permukiman adalah pembangunan bangunan penahan longsor, pemberian peringatan bahaya longsor dan sebagainya. Rekomendasi yang ketiga adalah wilayah ini khusus digunakan untuk konservasi dengan tujuan non-teknis, semi teknis dan konservasi teknis penuh. Rekomendasi ini merupakan bentuk upaya untuk meminimalisir kemungkinan terjadinya longsor di daerah tersebut. Zona IV memiliki luas 1906,08 Ha atau 84,47% dari luas keseluruhan DAS Jlantah Hulu dan merupakan area zona mitigasi terluas yang tersebar di seluruh wilayah administrasi yang tercakup di DAS Jlantah Hulu yakni Desa Tlobo, Karangsari, Wonorejo dan Beruk di Kecamatan Jatiyoso; Kelurahan Tawangmangu, Kalisoro, Blumbang dan Desa Gondosuli di Kecamatan Tawangmangu. Arahan mitigasi pada dasarnya diberikan guna memperkecil terjadinya bencana yang ada di daerah tersebut. Efektivitas dampak mitigasi yang dirasakan 11

oleh penduduk di wilayah tersebut bergantung kepada sikap dan upaya penduduk dalam menyikapi bencana. Dengan demikian tujuan pemberian mitigasi adalah untuk memperkecil tingkat kerentanan bencana tersebut KESIMPULAN Pertama, DAS Jlantah Hulu terdapat 3 tipe keretanan longsor yaitu tingkat zonasi kerentanan longsor Tidak Rentan longsor seluas 590.88 Ha (26.18%), tingkat zonasi kerentanan longsor Agak Rentan longsor seluas 1493.63 Ha (66.19%), dan tingkat zonasi kerentanan longsor Rentan longsor 172.02 Ha (7.63%) dari seluruh luas wilayah DAS Jlantah Hulu. Kedua, DAS Jlantah Hulu memiliki 3 tipe longsor yakni longsoran translasi (translational landslide), runtuhan tanah (debris avalance), dan aliran tanah (earth flow) serta daerah yang tidak teridentifikasi. Di lokasi penelitian tipe longsor yang teridentifikasi didominasi oleh tipe longsor translasi (translational landslide) dengan luas 1126,67 Ha (49,93%), tipe longsor aliran tanah memiliki luas 377,62 Ha (16,73%), dan tipe longsor aliran tanah menjadi tipe longsor teridentifikasi dengan luas terkecil yakni 132,21 Ha (5,86%). Terdapat tipe longsor yang tidak teridentifikasi dengan luas 620,02 Ha (27,48%). Ketiga, DAS Jlantah Hulu memiliki 4 arahan mitigasi yakni Zona I dengan luas 53,62 Ha (2,38%), Zona II dengan luas 15,75 Ha (0,70%), Zona III dengan luas 281,08 Ha (12,46%), dan Zona IV dengan luas 1.906,08 Ha (84,47%). DAFTAR PUSTAKA Asdak, Chay. 2007. Hidrologi dan Pengelolaan DAS. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Hardiyatmo, Hary Christady. 2012. Tanah Longsor dan Erosi (Kejadian dan Penanganan). Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 1452/K/10/MEM Tahun 2000. Peraturan Kepala BNPB Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Pedoman Umum Pengajian Risiko Bencana. 12

Peraturan Kepala BNPB Nomor 4 Tahun 2008 Tentang Pedoman Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana. Peraturan Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral Nomor 15 Tahun 2011 Tentang Pedoman Mitigasi Becana Gunungapi, Gerakan Tanah, Gempabumi, dan Tsunami. R. Hatamifar et al. 2011. Landslide hazard zonation using AHP model and GIS technique in Khoram Abad City. International Journal Volume 47 No 3. Renaldy, Lola Armelia. 2015. Zonasi Kerentanan Longsor dengan Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) di DAS Jlantah Hulu Kabupaten Karanganyar Tahun 2014 (Implementasi Pada Kompentensi Dasar Menganalisa Hubungan Manusia dengan Lingkungan sebagai Akibat Dinamika dan Kecenderungan Perubahan Litosfer dan Pedosfer pada Materi Pokok Pengaruh Proses Eksogen Terhadap Kehidupan untuk Siswa SMA Kelas X). Skripsi. Surakarta: Universitas Sebelas Maret Varnes, David J. 1984. Landslide Hazard Zonation: A Review of Principles and Practice. France: United nations Educational. 13