BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan mendasar yang saat ini dialami oleh bangsa kita adalah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Penguasaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) saat ini menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan cara mencari

BAB I PENDAHULUAN. melalui pengalaman langsung dan nyata. Model ini memberi contoh bagi guru di kelas awal SD untuk menyusun

BAB I PENDAHULUAN. sebagai kerangka berpikir. Tatakerja pendekatan sistem menelaah masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. cerdas, terbuka dan demokratis. Pendidikan memegang peran dalam. tertuang dalam pembukaan Undang-undang Dasar 1945.

BAB I PENDAHULUAN. potensi dirinya melalui proses pembelajaran ataupun dengan cara lain yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. setiap manusia memiliki kemampuan yang berbeda-beda tergantung pada usia

BAB I PENDAHULUAN. Dalam upaya meningkatan mutu pendidikan pemerintah. mengeluarkan berbagai kebijakan. Salah satu kebijakannya adalah mengganti

I. PENDAHULUAN. Pendidikan Formal dalam memasuki era globalisasi ditandai dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang luas dari para penulis, maupun para penyusun kurikulum khususnya

BAB I PENDAHULUAN. memiliki tujuan secara khusus adalah mampu menguasai empat aspek

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kualitas pendidikan merupakan masalah yang harus diselesaikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dasar merupakan jenjang terbawah dari sistem pendidikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

2014 PENGEMBANGAN BUKU AJAR KIMIA SUB TOPIK PROTEIN MENGGUNAKAN KONTEKS TELUR UNTUK MEMBANGUN LITERASI SAINS SISWA SMA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Deni Ahmad Munawar, 2013 :

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Iva Sucianti, 2013

SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan Matematika. Oleh: ESTI FITRIYANI A

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PEDAHULUAN. Salah satu permasalahan krusial pendidikan Indonesia hingga saat ini

BAB IV PROSES PENGEMBANGAN MODEL PENILAIAN OTENTIK DALAM PEMBELAJARAN MEMBACA PEMAHAMAN

BAB I PENDAHULUAN. 183) mendefinisikan prestasi sekolah sebagai hasil atau tingkat keberhasilan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Erie Syaadah, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. harkat dan martabat manusia dapat ditingkatkan. Melalui pendidikan manusia

I. PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)

logis yang dapat diterapkan pada masalah-masalah kongkrit.

BAB I PENDAHULUAN. Remaja Rosda Karya, 2013) hlm. 16. aplikasinya (Jakarta : PT. Rajagrafindo Persada, 2009) hlm, 13

BAB I PENDAHULUAN. sorotan yaitu pada sektor pendidikan. Peningkatan mutu pendidikan pada

I. PENDAHULUAN. sains siswa adalah Trends in International Mathematics Science Study

Bab I Pendahuluan. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Setiap bangsa pasti mempunyai tujuan yang hendak dicapai sesuai undangundang

BAB I PENDAHULUAN. Bab 1 memaparkan beberapa cakupan yang dibahas dalam penelitian ini.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Purnama Adek, 2014

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,

BAB I PENDAHULUAN. pelajaran dengan mata pelajaran lain dalam satu tema. Alasannya adalah

BAB I PENDAHULUAN. empirik kita bisa mengamati bahwa bangsa-bangsa di Eropa dan Amerika,

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) telah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan sarana penting untuk meningkatkan kualitas. Sumber Daya Manusia (SDM) dalam menjamin kelangsungan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN BAB I

BAB I PENDAHULUAN. pasal 5 ayat (1) mengamanatkan bahwa setiap warga negara berhak. memperoleh pendidikan yang bermutu. Untuk dapat menyelenggarakan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi telah menyentuh segala aspek kehidupan dan melahirkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Wajib belajar 9 tahun menjadi kebutuhan mendasar bangsa Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. tujuan nasional bangsa Indonesia adalah mencerdaskan kehidupan bangsa.

BAB I PENDAHULUAN. martabat manusia secara holistik. Hal ini dapat dilihat dari filosofi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seiring dengan perkembangan jaman paradigma pendidikaan juga

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan bangsa suatu negara. Dalam penyelenggaraannya, pendidikan di

BAB I PENDAHULUAN. Penyelenggaraan pendidikan dimaksudkan untuk mengoptimalkan. potensi peserta didik dalam mewujudkan pembelajaran sepanjang hayat.

I. PENDAHULUAN. sepanjang hayat (long life education). Hal ini sesuai dengan prinsip

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah terbatas pada aspek pembiayaan, sumber daya manusia dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Yossy Intan Vhalind, 2014

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan sebagai upaya meningkatkan kualitas pendidikan. Salah satunya adalah

ANALISIS PENGARUH BEBAN KERJA DAN KOMPENSASI TERHADAP PRODUKTIVITAS KERJA GURU SMP NEGERI SRAGEN (Studi Kasus di SMP Negeri 5 Sragen)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sendiri, karena pendidikan yang berkualitas dapat menghasilkan tenaga-tenaga

I. PENDAHULUAN. Belajar pada hakekatnya adalah proses interaksi terhadap semua situasi yang ada

PROGRAM MAGISTER MANAJEMEN PENDIDIKAN PASCA SARJANA UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. baik dalam penguasaan materi maupun metode pembelajaran selalu

BAB I PENDAHULUAN. di tingkat dasar dalam rangka mencapai tujuan pendidikan nasional.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

2014 PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN AKTIF TIPE KUIS TIM UNTUK ENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIS DAN SELF-CONFIDENCE SISWA SMP

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Elin Asrofah Qobtiah, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, pembelajaran

I PENDAHULUAN. Dalam pembangunan bangsa, pendidikan merupakan salah satu aspek penting

ANALISIS KURIKULUM DAN MODEL PEMBELAJARAN GEOGRAFI PERTEMUAN PERTAMA

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) merupakan aktifitas yang paling

BAB I PENDAHULUAN. Mutu pendidikan merupakan salah satu masalah nasional dan bahkan

BAB I PENDAHULUAN. potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,

SKRIPSI. Oleh : Wulan Sari Ningsih NIM PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

BAB I PENDAHULUAN. semakin pesat dan berkembang seiring dengan perkembangan zaman.

BAB I PENDAHULUAN. (Hamid, 2009: 1). Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah untuk

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Lamp 1. PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG STANDAR PROSES UNTUK SATUAN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH

BAB I PENDAHULUAN. Mulyasa, Pengembangan dan Implementasi Kurikulum 2013, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2013), hlm. 3.

BAB I PENDAHULUAN. tuntutan akan kebutuhan sumber daya manusia (SDM) yang dapat berkompetisi di

BAB I PENDAHULUAN. masalah kualitas pendidikan atau hasil belajar siswa merupakan topik yang sangat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pembenahan di segala bidang termasuk bidang pendidikan. Hal ini juga dilakukan

2015 PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN SAINS TEKNOLOGI MASYARAKAT UNTUK MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA SEKOLAH DASAR

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA. siswa yang tidak tergolong dalam berbagai kegiatan kelompoknya, tetapi siswa ini

BAB I PENDAHULUAN. memberi dukungan dan perubahan untuk perkembangan masyarakat, bangsa,

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan mendasar yang saat ini dialami oleh bangsa kita adalah rendahnya kualitas sumber daya manusia. Rendahnya kualitas sumber daya manusia dapat dilihat dari angka Human Development Index (HDI) tahun 2005 yang menempatkan negara kita pada urutan 110, jauh di bawah negara-negara Asia seperti Thailand, Malaysia, Philipina, Hongkong dan Korea Selatan (Human Development Report, 2005). Padahal angka HDI ini diperoleh dari indikator yang sangat penting, yang salah satunya adalah berhubungan dengan angka partisipasi pendidikan masyarakat suatu negara. Keterpurukan bangsa ini akan kualitas pendidikan terutama pendidikan dasar juga terlihat dari berbagai hasil penelitian yang dilakukan oleh lembaga internasional maupun data statistik nasional. Bank Dunia (1998) melaporkan tentang hasil pengukuran indikator mutu secara kuantitatif pada Sekolah Dasar (SD) di beberapa negara di Asia. Hasilnya menunjukkan bahwa hasil tes membaca murid kelas IV SD, Indonesia berada pada peringkat terendah di Asia Timur, berada di bawah Hongkong 75,5%, Singapura 74%, Thailand 65,1%, Filifina 52,6% dan Indonesia 51,7%. Dari hasil penelitian ini disebutkan pula bahwa para siswa di Indonesia hanya mampu menguasai 30% dari materi bacaan dan mengalami kesulitan menjawab soal-soal berbentuk uraian yang memerlukan penalaran. Ditambah hasil survei pengukuran dan penilaian pendidikan oleh

2 The Thrids International Mathematics and Science Study - Repeat ( TIMSS-R ) 1999 terhadap 38 negara disimpulkan bahwa nilai matematika dan IPA siswa Sekolah Lanjutan Pertama (SLTP) Indonesia juga sangat rendah (Suderajat, 2002). Pada mata pelajaran matematika anak Indonesia menduduki urutan 34, dan IPA urutan ke 32 dari 38 negara yang diteliti. Data hasil pengukuran daya serap kurikulum siswa secara nasional oleh Direktorat Pendidikan TK dan SD tahun 2000/2001 juga menunjukkan bahwa rata-rata daya serap kurikulum secara nasional juga masih rendah, yaitu 5,1 untuk lima mata pelajaran. Kondisi ini menunjukkan bahwa reformasi dalam sistem pendidikan nasional kita sudah menjadi suatu keharusan yang tidak bisa ditunda lagi, terutama pada jenjang pendidikan dasar yang menjadi landasan bagi pengembangan pendidikan pada jenjang selanjutnya. Menurut Sujanto, A. (1986:98) kuatnya pendidikan dasar akan menjiwai pendidikan selanjutnya, sebab pendidikan sesudah Sekolah Dasar adalah sekedar pengembangan dari pada apa yang telah dikuasai anak pada tingkat Sekolah Dasar. Langkah pertama yang telah dilakukan pemerintah untuk memperbaiki sistem pendidikan nasional sejak reformasi digulirkan adalah dengan ditetapkannya Undang-Undang No 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, menggantikan Undang-Undang No 2 tahun 1989 tentang sistem pendidikan nasional yang dianggap sudah tidak relevan lagi dengan tuntutan jaman. Dalam visi pendidikan nasional yang tercantum dalam Undang-Undang No 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional menyebutkan bahwa pendidikan nasional mempunyai visi terwujudnya sistem pendidikan sebagai

3 pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan jaman yang selalu berubah. Visi pendidikan nasional ini menyiratkan bahwa pembaharuan dalam bidang pendidikan haruslah dimulai sejak awal. Pendidikan dasar yang menjadi landasan bagi pengembangan pendidikan di tingkat selanjutnya, haruslah mampu berfungsi mengembangkan potensi diri peserta didik dan juga sikap serta kemampuan dasar yang diperlukan peserta didik untuk hidup dalam masyarakat, terutama untuk menghadapi perubahan-perubahan dalam masyarakat, baik dari sisi ilmu pengetahuan, teknologi, sosial maupun budaya, di tingkat lokal maupun global. Penguasaan terhadap kemampuan dasar bagi lulusan Sekolah Dasar juga menjadi keharusan, sebagaimana disyaratkan dalam Peraturan Menteri No 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan Sekolah Dasar adalah Siswa mampu menunjukkan keterampilan menyimak, berbicara, membaca, menulis, dan berhitung. Kemampuan dasar yang harus dimiliki peserta didik dan menjadi tujuan utama dalam pembelajaran di sekolah dasar adalah kemampuan dalam membaca, menulis dan berhitung atau sering kali disebut dengan istilah the 3Rs. Menurut Tilaar (1998:390) membaca dan menulis merupakan suatu keterampilan yang harus dimiliki oleh setiap anggota masyarakat modern, karena masyarakat modern dewasa ini, dikatakan sebagai masyarakat ilmu pengetahuan. Artinya masyarakat tidak akan dapat berkembang tanpa ilmu pengetahuan. Lebih lanjut Jarolimek and Foster (1985:230), menyebutkan bahwa kemampuan membaca, menulis dan berhitung telah disepakati sebagai sesuatu yang fundamental dalam

4 literasi. Seseorang yang tidak menguasai cukup baik kemampuan ini akan mengalami kelumpuhan dalam melakukan pekerjaan sekolahnya dan memiliki keterbatasan dalam membuat keputusan dalam kehidupannya di luar sekolah. Di samping itu, penguasaan terhadap kemampuan ini juga akan membuat anak menjadi manusia yang komunikatif. Berdasarkan uraian di atas, dapat dipahami bahwa penguasaan terhadap kemampuan membaca, menulis dan berhitung pada siswa sekolah dasar, yang menjadi tujuan utama dalam pembelajaran di sekolah dasar menjadi hal yang sangat penting. Upaya untuk meningkatkan proses pembelajaran harus dilaksanakan demi tercapainya tujuan penyelenggaraan pendidikan dasar. Karena inti dari peningkatan mutu pendidikan adalah terjadinya peningkatan kualitas dalam proses pembelajaran yang berlangsung di dalam kelas. Permasalahannya, proses pembelajaran yang terjadi masih banyak menggunakan pendekatan pembelajaran yang kurang memperhatikan kebutuhan dan pengembangan potensi siswa, serta cenderung bersifat sangat teoritik (Blazely dkk, 1997 dalam Suderajat, 2002:3). Peran guru masih sangat dominan (teacher centered), dan gaya mengajar cenderung bersifat satu arah. Akhirnya, proses pembelajaran yang terjadi hanya sebatas pada penyampaian informasi saja (transfer of knowledge), kurang terkait dengan lingkungan sehingga siswa tidak mampu memanfaatkan konsep kunci keilmuan dalam proses pemecahan masalah kehidupan yang dialami siswa sehari-hari. Misalnya dalam pembelajaran matematika, yang merupakan mata pelajaran untuk pencapaian kemampuan berhitung. Dikatakan oleh Sugiman (2001:165) dan Zulkardi (2000)

5 pembelajaran yang terjadi, terkesan seolah-olah mengakibatkan lepasnya anak tersebut dari lingkungannya, mereka belajar sesuatu yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan lingkungan hidupnya. Pendidikan yang terjadi hanya menekankan pada penguasaan keilmuan berdasarkan disiplin keilmuan dan bersifat mekanistik yang menyebabkan skemata anak menjadi terbelenggu sehingga dapat menurunkan daya kreativitas anak terutama ketika menghadapi masalah matematika yang terkait dengan kehidupan nyata. Hasil studi pendahuluan yang dilakukan oleh Aminarti, N. (2004) tentang cara guru mengajarkan matematika menunjukkan bahwa hanya 31,52% siswa menyatakan bahwa guru matematikanya memiliki banyak metode (variasi kegiatan) dalam pembelajaran, sisanya menyatakan guru mengajar matematika dengan cara terlalu banyak menulis dan menghapal rumus (52,17%,). Kondisi ini sangat memprihatinkan karena studi pendahuluan pada penelitian tersebut dilakukan pada sekolah yang berdasarkan pengakuan guru matematika sekolah tersebut, pembelajaran yang mereka lakukan sudah berorientasi pada student centered. Hal serupa juga terjadi dalam pelajaran Bahasa Indonesia yang merupakan mata pelajaran untuk pencapaian kemampuan membaca dan menulis. Hasil studi pendahuluan penelitian Prihantini (2002) pada siswa kelas II SD tentang pengembangan model pembelajaran dengan pendekatan interdisipliner yang menggunakan pelajaran bahasa Indonesia sebagai principal organizer menyatakan bahwa aktivitas belajar siswa tidak ada variasi lain kecuali membaca dan menulis. Kegiatan membaca terbatas pada membaca bacaan yang disertai menjawab pertanyaan-pertanyaan ingatan. Bahkan jawaban sudah tersurat dalam bacaan.

6 Dalam proses pembelajaran juga, menurut pemerhati pendidikan asal Inggris, Stuart Weston, yang juga konsultan Bank Dunia menangani proyek pendidikan dasar untuk Indonesia, siswa SD lebih banyak mendapat pelajaran menghafal, daripada praktik termasuk mengarang, Kondisi inilah yang menurut pemerhati tersebut yang menyebabkan rendahnya kemampuan membaca, menulis siswa SD di Indonesia (Republika, 2 Maret 1999). Kondisi ini menurut Pusat Kurikulum (2004) telah berlangsung selama beberapa dekade, sejak diperolehnya hasil penelitian Badan Penelitian dan Pengembangan Pendidikan dan Kebudayaan, Depdiknas di Sekolah Dasar pada tahun 1979 yang menunjukkan bahwa gaya guru mengajar adalah berceramah sementara siswa mendengarkan dan sebagian besar waktu digunakan untuk menyampaikan informasi. Keadaan ini yang disinyalir oleh Suderajat (2002 : 3) sebagai salah satu penyebab rendahnya mutu pendidikan kita selain kurikulum yang berlaku terlalu sarat dengan materi. Berdasarkan kondisi di atas, dapat dipahami bahwa pembaharuan dalam proses belajar mengajar di Sekolah Dasar sudah menjadi suatu keharusan, terutama pada kelas rendah Sekolah Dasar yang menjadi landasan dalam pembentukan kemampuan dasar siswa. Permasalahan ini, telah ditangkap oleh pemerintah melalui Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP), yang tertuang dalam Peraturan Menteri No 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi dengan menetapkan pendekatan tematik sebagai pendekatan pembelajaran yang harus dilakukan pada siswa Sekolah Dasar terutama pada siswa kelas rendah (kelas I s.d III). Penetapan ini bukan tanpa alasan, menurut BSNP (2006:35) peserta didik

7 pada kelas rendah Sekolah Dasar, pada umumnya berada pada tingkat perkembangan yang masih melihat segala sesuatu sebagai satu keutuhan (holistik) serta baru mampu memahami hubungan antara konsep secara sederhana. Karenanya proses pembelajaran masih bergantung kepada objek konkret dan pengalaman yang dialami secara langsung. Pembelajaran yang dilakukan dengan mata pelajaran terpisah akan menyebabkan kurang mengembangkan anak untuk berpikir holistik dan membuat kesulitan bagi peserta didik mengaitkan konsep dengan kehidupan nyata mereka sehari-hari. Akibatnya, para siswa tidak mengerti manfaat dari materi yang dipelajarinya untuk kehidupan nyata. Sistem pendidikan seperti ini membuat manusia berpikir secara parsial, terkotak-kotak, yang menurut David Orr dalam (Megawangi, 2005) adalah akar dari permasalahan yang ada : Isu-isu terbesar saat ini pasti berakar dari kegagalan kita untuk melihat segala sesuatu secara keseluruhan. Kegagalan tersebut terjadi ketika kita terbiasa berpikir secara terkotak-kotak dan tidak diajarkan bagaimana untuk berpikir secara keseluruhan dalam melihat keterkaitan antar kotak-kotak tersebut, atau untuk mempertanyakan bagaimana suatu kotak (perspektif) dapat terkait dengan kotak-kotak lainnya. (David Orr) Penetapan pendekatan tematik dalam proses pembelajaran juga diharapkan dapat menjembatani pendidikan yang telah dialami anak di Taman Kanak-Kanak (TK), sehingga dapat menekan angka mengulang kelas yang masih tinggi terutama pada kelas rendah. Menurut Balai Penelitian dan Pengembangan Departemen Pendidikan Nasional angka mengulang SD/MI tahun 2004, menunjukkan bahwa rata-rata angka mengulang dari kelas 1-6 sebesar 3,82%, dengan perincian dari kelas 1 s/d 6 berturut-turut 7,92%, 4,68%, 4,07%, 2,96%, 1,93%, 0,26%. Makin tinggi tingkat kelas, angka mengulang makin rendah.

8 Berdasarkan pemikiran tersebut, maka pembelajaran pada kelas rendah Sekolah Dasar lebih sesuai jika dikelola dalam pembelajaran terpadu melalui pendekatan pembelajaran tematik. Gavelek, dkk. (2000) menyatakan bahwa pemikiran tentang pendekatan terpadu ditujukan untuk mengatasi tiga kebutuhan pendidikan. Pertama, otensitas artinya kegiatan pembelajaran bersifat otentik, yakni terkait dengan tugas-tugas dalam kehidupan nyata, bukan semata-mata untuk kegiatan persekolahan. Kedua, kebermaknaan artinya kegiatan pembelajaran harus bermakna, yaitu pengetahuan atau informasi yang dipelajari siswa disajikan dalam sebuah konteks, tidak isolatif. Ketiga, efisien artinya pembelajaran menawarkan daya cakup kurikulum yang lebih luas. Menurut Subroto dan Herawati (2004:1.9) yang dimaksud dengan pembelajaran terpadu adalah suatu pendekatan yang memadukan satu atau beberapa mata pelajaran dalam pembelajaran yang diawali dari suatu pokok bahasan atau tema tertentu yang dikaitkan dengan pokok-pokok bahasan lain, konsep tertentu dikaitkan dengan konsep lain, yang dilakukan secara spontan atau direncanakan, baik dalam satu bidang studi atau lebih, dan dengan beragam pengalaman belajar anak sehingga pembelajaran yang dilakukan menjadi lebih bermakna. Berdasarkan pengertian ini dapat dipahami bahwa pelbagai aktivitas belajar dalam pembelajaran terpadu dihubungkan oleh sebuah tema. Tema merupakan payung keterpaduan dari pelbagai kegiatan belajar sehingga satu sama lain memiliki keterkaitan yang erat. Penggunaan tema yang sangat menonjol dalam pendekatan terpadu ini mengakibatkan pendekatan ini kerap disebut juga sebagai Pendekatan Tematik.

9 Strategi pembelajaran dengan menggunakan pendekatan tematik (selanjutnya disebut pembelajaran tematik) sebenarnya telah diisyaratkan sejak kurikulum 1994, akan tetapi karena keterbatasan kemampuan guru, baik yang disebabkan oleh proses pendidikan yang dilaluinya maupun kurangnya pelatihan tentang pembelajaran tematik mengakibatkan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan tematik tidak dapat diwujudkan dengan baik. Terlebih lagi disadari, bahwa penerapan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan ini memerlukan persiapan yang tinggi dari guru, dalam hal waktu, sumber, bahan ajar, serta perangkat pendukung lainnya. Keterbatasan guru dalam pembelajaran tematik ini dapat terlihat dalam sebuah penataran tentang pembelajaran tematik pada guru Sekolah Dasar di Propinsi Bengkulu. Dimana dari 76 peserta penataran yang sebagian besar adalah guru SD kelas rendah, hanya beberapa orang saja yang telah memiliki pemahaman akan pengembangan dan penerapan pembelajaran tematik. Hal ini berarti masih cukup banyak guru yang memerlukan peningkatan kemampuan dalam pembelajaran tematik. Apalagi dengan pemberlakuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), yang memberikan kewenangan bagi sekolah untuk melakukan pengembangan kurikulum, membutuhkan kesiapan dari semua pihak, terutama guru kelas rendah untuk meningkatkan kemampuan mereka dalam implementasi kurikulum dan pembelajaran tematik. Berdasarkan pemikiran ini, penulis tertarik untuk melakukan penelitian implementasi model pembelajaran tematik, dengan memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilannya, terutama untuk meningkatkan kemampuan dasar siswa SD dalam membaca, menulis dan berhitung.

10 B. Rumusan dan Pembatasan Masalah Berdasarkan uraian dari latar belakang permasalahan di atas, dapat dipahami bahwa peningkatan mutu pendidikan di Sekolah Dasar, terutama dalam hal peningkatan kemampuan dasar siswa Sekolah Dasar dapat dilakukan dengan cara meningkatkan mutu sistem pembelajaran yang terjadi di kelas. Karena merupakan suatu sistem maka komponen-komponen yang mempengaruhi pembelajaran saling terkait satu sama lain. Sebagaimana diungkapkan oleh Arikunto (2004:5) sistem adalah satu kesatuan dari beberapa bagian satu komponen program yang saling kait mengait dan bekerja satu dengan lainnya untuk mencapai tujuan yang sudah ditetapkan dalam sistem. Berikut ini adalah peta variabel-variabel yang mempengaruhi keberhasilan proses pembelajaran yang terjadi di dalam kelas SYSTEM INPUT UU No 20 Th 2003 tentang Sisdiknas PerMen No 22 Th 2006 tentang standar isi PerMen No 23 Th 2006 tentang standar kompetensi lulusan Manajemen sekolah RAW INPUT KONDISI SISWA - Kecerdasan - Latar Belakang Sosial - Psikologi Perkembangan - Kesiapan belajar KONDISI GURU - Pendidikan - Pengalaman mengajar - Penguasaan metode pembelajaran PROSES PEMBELAJARAN PERENCANAAN - Tujuan pembelajaran - Materi - Media/alat/sumber beljar - Pengalaman belajar - Assessment PELAKSANAAN - Interaksi guru & siswa berdasarkan rencana EVALUASI - Proses dan hasil belajar OUTPUT KEMAMPUAN DASAR SISWA ENVIROMENTAL INPUT Ketersediaan sarana dan prasarana Partisipasi masyarakat Gambar 1.1. Peta Variabel Implementasi Model Pembelajaran Tematik

11 Dari peta variabel di atas dapat diketahui bahwa proses pembelajaran tergantung dari (1) System Input; merupakan acuan atau pedoman dalam pembuatan perencanaan model pembelajaran tematik. Berdasarkan system input guru membuat pengembangan kurikulum. Dalam KTSP, pengembangan kurikulum yang dibuat oleh guru didasarkan pada standar kompetensi kelulusan dan standar isi yang telah ditetapkan oleh BSNP. Berdasarkan kebijakan inilah kemudian guru mengembangkan desain kurikulum. Pengembangan desain pembelajaran dimulai dengan menganalisis standar kompetensi, kompetensi dasar dan indikator yang harus dicapai siswa dalam tiap bidang studi yang akan dipadukan, untuk kemudian dipadukan dalam suatu tema sebagai topik sentral yang selanjutnya dapat dijadikan dasar sebagai penentuan sub-sub tema berikutnya, dari bidang studi lain yang terkait. (2) Raw Input; maksudnya dalam melakukan perencanaan, pelaksanaan kegiatan belajar mengajar di kelas dan evaluasi pembelajaran yang telah dilakukan dipengaruhi oleh pertama, kondisi guru, baik yang berhubungan dengan pengetahuan dan pemahaman guru akan model pembelajaran tematik, maupun keterampilan dan pengalaman mengajar guru. Kedua, kondisi siswa, adanya motivasi dan kemauan siswa dalam memahami materi pembelajaran serta mengikuti proses pembelajaran merupakan faktor pendukung keberhasilan proses pembelajaran. Faktor siswa ini dapat diketahui dari kemampuan, sikap, minat, dan motivasinya dalam mengikuti proses pembelajaran. (3) enviromental input; yang kondusif sangat mempengaruhi proses pembelajaran yang terjadi di kelas. Masukan lingkungan ini meliputi

12 adanya sarana dan prasarana yang dibutuhkan selama proses pembelajaran, serta dukungan dari pihak sekolah maupun masyarakat (komite sekolah) dalam bentuk material maupun moril. (4) Dalam proses pembelajaran, terjadi interaksi antara siswa dan guru yang dipengaruhi oleh masukan dari sistem, kondisi guru dan siswa, serta lingkungan sekolah, masyarakat maupun ketersediaan sarana yang mendukung pembelajaran. Proses pembelajaran dilakukan dalam kerangka pencapaian tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Pencapaian terhadap tujuan pembelajaran ini dilakukan melalui pemberian pengalaman belajar terhadap siswa yang dapat diupayakan melalui penggunaan model pembelajaran tematik. Selama proses pembelajaran juga dilakukan evaluasi terhadap proses pembelajaran itu sendiri dan juga hasil belajar yang dapat diukur dari sikap mapun unjuk kerja yang diberikan oleh siswa. (5) Output; berkenaan dengan perolehan hasil belajar siswa, yang dapat dilihat segera ataupun dalam jangka panjang. Variabel output ini juga dapat dijadikan sebagai indikator bagi efektifitas dan efisiensi suatu kegiatan pembelajaran. Oleh karena itu, keberhasilan dari implementasi model pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan dasar siswa SD juga dapat dilihat dari variabel ini. Berdasarkan pemikiran di atas, penelitian ini akan diarahkan pada implementasi model pembelajaran tematik yang dapat memperbaiki dan meningkatkan proses pembelajaran serta meningkatkan kemampuan dasar siswa Sekolah Dasar.

13 Implementasi model pembelajaran tematik ini dibatasi oleh : 1. Desain, pelaksanaan dan evaluasi model pembelajaran tematik yang akan digunakan beserta faktor-faktor yang mempengaruhinya. 2. Penerapan model pembelajaran tematik yang dilakukan oleh guru di kelas II SD. 3. Dampak dari penerapan model pembelajaran tematik terhadap kemampuan dasar siswa kelas II SD. Berdasarkan batasan masalah tersebut di atas maka penelitian ini difokuskan pada Implementasi model pembelajaran tematik yang dapat meningkatkan kemampuan dasar siswa Sekolah Dasar C. Pertanyaan Penelitian Permasalahan dalam penelitian ini adalah Bagaimana implementasi model pembelajaran tematik untuk meningkatkan kemampuan dasar siswa?. Untuk lebih mengarahkan penelitian ini, maka permasalahan dalam penelitian ini diuraikan dalam beberapa pertanyaan penelitian berikut ini : 1. Bagaimana mendesain model pembelajaran tematik yang dapat meningkatkan kemampuan dasar siswa Sekolah Dasar? 2. Bagaimana desain model pembelajaran tematik diimplementasikan pada siswa kelas II Sekolah Dasar? 3. Bagaimana hasil belajar yang diperoleh siswa selama implementasi model pembelajaran tematik dalam bidang membaca, menulis dan berhitung?

14 4. Faktor pendukung dan penghambat apakah yang ditemukan dalam penerapan model pembelajaran tematik di Sekolah Dasar? D. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menerapkan model pembelajaran tematik yang dapat memperbaiki dan meningkatkan kualitas pembelajaran serta meningkatkan kemampuan dasar siswa Sekolah Dasar. 2. Tujuan Khusus a. Mengetahui langkah-langkah dalam mendesain model pembelajaran tematik yang dapat meningkatkan kemampuan dasar siswa Sekolah Dasar. b. Mengetahui langkah-langkah yang dilakukan dalam mengimplementasikan model pembelajaran tematik di Sekolah Dasar. c. Mengetahui hasil belajar yang diperoleh siswa selama penerapan model pembelajaran tematik. d. Mengetahui faktor pendukung dan penghambat dalam penerapan dari model pembelajaran tematik untuk meningkatkan kemampuan dasar siswa Sekolah Dasar E. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Secara Teoritis Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan minimal menemukan prinsip-prinsip atau kaidah-kaidah mengenai implementasi model pembelajaran

15 tematik di sekolah dengan segala aspek-aspek yang mempengaruhi proses pengimplementasiannya. 2. Manfaat Secara Praktis a) Bagi Guru Dari hasil penelitian ini diharapkan guru mendapatkan pengetahuan dan wawasan tentang perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pembelajaran tematik. b) Bagi kepala Sekolah Dari hasil penelitian ini diharapkan kepala sekolah mengetahui pelaksanaan proses pembelajaran tematik yang dilakukan guru di dalam kelas, beserta aspek-aspek yang mempengaruhi proses pelaksanaan pembelajaran tematik, sehingga dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam melakukan perencanaan peningkatan mutu pembelajaran di sekolah. c) Bagi Dinas Pendidikan Dari hasil penelitian ini diharapkan dinas pendidikan mengetahui tentang pelaksanaan pembelajaran tematik di sekolah dan aspek-aspek yang mempengaruhi proses pembelajaran tematik, sehingga dapat dijadikan bahan masukan dan pertimbangan dalam perencanaan pengimplementasian pembelajaran tematik yang menjadi ketentuan dalam Permen No 23 tahun 2006 tentang standar isi untuk meningkatkan mutu pendidikan sekolah. F. Definisi Operasional a. Implementasi diartikan sebagai proses pelaksanaan kurikulum di dalam kegiatan belajar mengajar. Keadaan ini terutama berhubungan dengan

16 kemampuan guru dalam melakukan proses perencanaan sampai dengan evaluasi pembelajaran b. Model pembelajaran mengandung dua maksud, yaitu model mengajar oleh guru dan model belajar oleh siswa. Suatu model pembelajaran dapat diartikan sebagai suatu pola yang digunakan oleh guru dan siswa dalam melaksanakan proses pembelajaran. Menurut Joice dan Weil (2000: 6), bahwa model pembelajaran merupakan kerangka konseptual yang melukiskan prosedur pengorganisasian pengalaman belajar secara sistematis untuk mencapai tujuan belajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman dalam melaksanakan aktivitas belajar mengajar. c. Pembelajaran tematik adalah salah satu model dari pembelajaran terpadu yang menggunakan tema sebagai pemersatu dengan memadukan beberapa mata pelajaran yang bisa dikaitkan satu sama lain. Apabila tema sudah ditentukan maka selanjutnya tema ini dipakai sebagai dasar semua pelajaran. Model pembelajaran tematik ini juga dikenal dengan model jaring laba-laba (webbed). d. Kemampuan dasar diartikan sebagai unsur-unsur dasar yang diperlukan oleh seorang siswa untuk menunjang tugasnya sebagai seorang pembelajar. Kemampuan dasar ini mencakup kemampuan dalam hal membaca, menulis dan berhitung.