BAB 2 BAMBU LAMINASI

dokumen-dokumen yang mirip
TEKNIK PEMBUATAN BAMBU LAMINASI BERSILANG SEBAGAI BAHAN MEBEL DAN BANGUNAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pembuatan bambu laminasi untuk rangka sepeda. 3. Perlakuan serat (alkali &bleaching)

SABUT KELAPA SEBAGAI ALTERNATIF MATERIAL BANGUNAN

ANALISA EKONOMIS PERBANDINGAN KAPAL KAYU SISTEM LAMINASI DENGAN SISTEM KONVENSIONAL

ANALISISTEKNISDAN EKONOMIS PEMBUATAN BAMBU LAMINASI IKAN TRADISIONAL

Pada waktu panen peralatan dan tempat yang digunakan harus bersih dan bebas dari cemaran dan dalam keadaan kering. Alat yang digunakan dipilih dengan

BAB III METODE PENELITIAN

II. PENGAWETAN IKAN DENGAN PENGGARAMAN & PENGERINGAN DINI SURILAYANI

Soal :Stabilitas Benda Terapung

PENANGANAN PANEN DAN PASCA PANEN

TATA LAKSANA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu. Penelitian ini dilakukan di daerah Minggir, Sleman, Yogyakarta dan di

PENANGANAN PASCA PANEN YANG BAIK (GOOD HANDLING PRACTICES/GHP) RIMPANG

III. METODE PENELITIAN. dan di Ruang Gudang Jurusan Teknik Pertanian Fakultas Pertanian Universitas

Lampiran 1. Perhitungan bahan baku papan partikel variasi pelapis bilik bambu pada kombinasi pasahan batang kelapa sawit dan kayu mahoni

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN. sesuai dengan SNI no. 03 tahun 2002 untuk masing-masing pengujian. Kayu tersebut diambil

TEKNOLOGI KOMPOSIT KAYU SENGON DENGAN PERKUATAN BAMBU LAMINASI

III. METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN A.

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei - Oktober Pembuatan

ANALISA TEKNIK DAN EKONOMIS VARIASI JENIS BAMBU SEBAGAI BAHAN LAMINASI UNTUK PEMBUATAN KAPAL IKAN

BAB III METODELOGI PENELITIAN

CARA MEMBUAT KOMPOS OLEH: SUPRAYITNO THL-TBPP BP3K KECAMATAN WONOTIRTO

TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH PASCA

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini berlangsung dalam 2 (dua) tahap pelaksanaan. Tahap pertama

III.METODOLOGI PENELITIAN. Tempat penelitian ini dilakukan adalah: 1. Persiapan serat dan pembuatan komposit epoxy berpenguat serat ijuk di

Cara Membuat Alat Untuk Membakar Sekam Padi (Cerobong)

Study Penggunaan Bambu Sebagai Material Alternative Pembuatan Kapal Kayu dengan Metode Wooden Ship Planking System

III.METODOLOGI PENELITIAN. 1. Persiapan serat dan pembuatan komposit epoxy berpenguat serat ijuk di

TINJAUAN PUSTAKA. Batang kelapa sawit mempunyai sifat yang berbeda antara bagian pangkal

BAB IV HASIL PEMBUATAN DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan proses pembuatan rangka pada incinerator terlebih

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November Desember 2013 di

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Badan Standardisasi Nasional (2010) papan partikel merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kabupaten Boyolali merupakan salah satu dari 35 Kabupaten di Provinsi

MANISAN KERING JAHE 1. PENDAHULUAN 2. BAHAN

BAB III METODE PENELITIAN

III. METODOLOGI. 3.3 Pembuatan Contoh Uji

Dalam proses ekstraksi tepung karaginan, proses yang dilakukan yaitu : tali rafia. Hal ini sangat penting dilakukan untuk memperoleh mutu yang lebih

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

TEKNIK BUDIDAYA JAMUR TIRAM

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DIKTAT PENGERINGAN KAYU. Oleh: Efrida Basri

III. METODOLOGI PENELITIAN. a. Motor diesel 4 langkah satu silinder. digunakan adalah sebagai berikut: : Motor Diesel, 1 silinder

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Alat dan Bahan Test Specification SNI

BAB III METODE PENELITIAN

Kayu lapis untuk kapal dan perahu

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Produksi Kayu Gergajian dan Perkiraan Jumlah Limbah. Produksi Limbah, 50 %

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. proses pertumbuhannya yaitu berkisar antara ºc dan baik di tanam pada

BAB III METODE PENELITIAN

Study Penggunaan Bambu Sebagai Material Alternative Pembuatan Kapal Kayu dengan Metode Wooden Ship Planking System

BAB III METODE PENELITIAN

Pengaruh Variasi Sambungan Satu Ruas dan Dua Ruas Bambu Terhadap Kekuatan Balok Laminasi Bambu Tali MUJAHID

Menanan Jamur Merang di Dalam Kumbung

BAB III METODE PENELITIAN. Utara. Adapun pengujian yang akan dilakukan adalah pengujian kuat lentur,

BAB III BAHAN DAN METODE

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan selama 3 bulan pada bulan Sebtember - Desember

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

BAB IV HASIL DAN ANALISA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pembuatan produk merupakan proses pembuatan material produk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

III. METODE PENELITIAN. 2. Air yang berasal dari Laboratorium Mekanika Tanah Fakultas Teknik

III. BAHAN DAN METODE

Meningkatkan Nilai Tambah Bawang Merah Oleh: Farid R. Abadi

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH LUBANG DALAM BETON TERHADAP KEKUATAN MEMIKUL BEBAN AKSIAL

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III INDUSTRI KERUPUK RAMBAK DWIJOYO DESA PENANGGULAN KECAMATAN PEGANDON KABUPATEN KENDAL

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

METODE PENELITIAN. Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini diantaranya : 1. Sampel tanah yang digunakan berupa tanah lempung yang berasal dari

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN

ANALISIS TEKNIS DAN EKONOMIS PENGGUNAAN LAMINASI BAMBU ORI DENGAN VARIASI UMUR UNTUK PEMBUATAN KAPAL KAYU Oleh : NUR FATKHUR ROHMAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

METODE PENGUJIAN CAMPURAN ASPAL DENGAN ALAT MARSHALL

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

PEMBUATAN BALOK DAN PAPAN DARI LIMBAH INDUSTRI KAYU BOARD AND WOOD BLOCK MAKING FROM WASTE OF WOOD INDUSTRIES

III. METODE PENELITIAN. Tanah yang akan diuji adalah jenis tanah lempung/tanah liat dari YosoMulyo,

KAYU LAMINASI DAN PAPAN SAMBUNG

III. METODE PELAKSANAAN. bulan April 2013 sampai dengan pertengahan Juni 2013.

JURNAL TEKNIK PERKAPALAN Jurnal Hasil Karya Ilmiah Lulusan S1 Teknik Perkapalan Universitas Diponegoro

III. MATERI DAN METODE

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Juni 2013 di

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Kecamatan Bangsri Kabupaten Jepara Provinsi Jawa Tengah. Ketinggian tempat

BAB III BAHAN DAN METODE

Teknologi Gewang. Laminasi. sil Kajian Balai Pengembangan Teknologi Perumahan Tradisional DENPASAR, PUSKIM,BALITBANG PU

III. METODOLOGI PENELITIAN. : Motor Diesel, 1 silinder

BAB III LANDASAN TEORI. Kayu memiliki berat jenis yang berbeda-beda berkisar antara

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL

LAMPIRAN C DOKUMENTASI

Transkripsi:

BAB 2 BAMBU LAMINASI 2.1 Pengertian Bambu Laminasi Bambu Laminasi adalah balok/papan yang terdiri dari susunan bilah bambu yang melintang dengan diikat oleh perekat tertentu. Pada tahun 1942 bambu laminasi telah digunakan sebagai papan ski di daerah Amerika Serikat. Seiring dengan perkembangan teknologi, bambu laminasi telah dapat digunakan sebagi lantai, kursi, dan furnitur lainnya. [Bogi, Tugas Akhir. 2006] Balok laminasi ini memiliki kekuatan yang lebih tinggi dibanding balok biasa, karena pada proses pembuatannya bambu tersebut sudah disortir terlebih dahulu untuk mengurangi bagian yang tidak bagus. Gambar 2.1 Bambu Laminasi Sumber: Bogi Sukmono, Tugas Akhir ITS Surabaya, 2006 2.2 Pembuatan Bambu Laminasi Berikut merupakan proses pembuatan bambu laminasi: 8

9 Bambu Batang Bambu Cross Cutting Di potong Potongan Bambu Dirajang Bilah Bambu Yang telah dibentuk Oven Glue-ing Pengeringan Planer Perekatan Bilah Bambu Cold Press Gerinda, Cutting Pembentukan Di pres Finishing Smoothing, painting Proses Packaging Produk Bambu Laminasi Gambar 2.2 Breakdown Structure Bambu Laminasi Sumber: Bogi Sukmono, Tugas Akhir ITS Surabaya, 2006 Uraian mengenai detail proses pembuatan bamboo laminasi ini dapat dilihat sebagai berikut [Sumber: Bogi Sukmono, Tugas Akhir, 2006]:

10 1) Pemotongan Batang Bambu Sebelum memotong bambu, kita harus memperhatikan umur dari bambu tersebut. Pada umumnya waktu yang tepat untuk memotong bambu adalah setelah 1,5 ~ 2 tahun dan dilakukan pada waku subuh pada saat bulan tua (seperempat terakhir sebelum bulan genap), karena batang bambu pada waktu tersebut adalah yang paling kering. Hal ini memberikan dua keuntungan, yaitu bambu menjadi tidak berat,sehingga mempermudah pemindahan batang bambu dari tempat pemotongan ke storage; dan juga lebih mempercepat proses pengeringan. Batang bambu yang dipotong sekitar 15 30 cm di atas tanah, langsung pada bagian atas sebuah ruas. Hal ini dilakukan supaya air tidak berkumpul pada tinggi ruas yang terbuka, yang akan merusak akar rimpangnya. Untuk menebang batang bambu harus selalu digunakan parang. Batang bambu yang baru dipotong sebaiknya disandarkan dalam keadaan berdiri pada bambu yang belum dipotong (ditempat yang teduh). Batang bambu tersebut dilindungi terhadap kelembaban tanah yang akan naik, sebaiknya dengan menggunakan sebuah batu di bagian bawah batang yang telah dipotong. Batang dalam kondisi ini dibiarkan selama 1 2 bulan. Untuk perawatan batang bambu secara tradisonal dapat dilakukan dengan merendam batang bambu sebelum digunakan selama 1 bulan didalam air tawar atau payau, baik yang tenang atau mengalir, sehingga kandungan kanji akan dicuci atau hilang. Karena didalam air, bakteri anaerob menyerang kanji dalam batang bambu dan mengubahnya menjadi zat yang kurang disukai hama ataupun jamur [Frick,Heinz. 2004]. Setelah selesai perendaman, batang bambu tersebut di simpan dalam storage dalam posisi horisontal. Tempat penyimpanan (strorage) ini harus dapat melindungi batang bambu dari sinar matahari, hujan dan kelembaban. Dalam menyusun rak untuk batang bambu juga harus diperhatikan masalah sirkulasi udara yang cukup.

11 2) Proses Cross Cutting Batang bambu dari storage dipotong sesuai kebutuhan mendapatkan ukuran bambu laminasi nantinya dengan menggunakan mesin cross cutting. Dalam proses ini, batang bambu dipotong dengan ukuran panjang 115 cm. Sehingga dari satu batang bambu petung yang panjangnya hingga 20 m didapatkan 17 potong batang bamboo. Gambar 2.3 Cross Cutting Pada Batang Bambu 3) Splitting Batang bambu yang telah dipotong-potong selanjutnya akan di rajang, yaitu membuat batang bambu menjadi bilah-bilah dalam arah memanjang. Untuk satu batang bambu yang telah dipotong sebelumnya, dirajang menjadi bilah-bilah berjumlah 6. Sehingga bila satu batang bambu pada awal pemotongan didapatkan menjadi 17 potong bambu, maka pada proses splitting ini didapatkan 102 bilah bambu. Gambar 2.4 Splitting Batang Menjadi Bilah

12 Setelah batang bambu dirajang menjadi bilah-bilah, maka perlu dilakukan penyortiran mengenai ukuran dari hasil proses perajangan tersebut. Karena Ukuran diameter batang bambu bisa tidak seragam dalam pembelian ataupun penyimpanannya. Tujuan dari penyortiran ini adalah memudahkan dalam proses pengeleman nantinya. Sehingga dapat membantu kemudahan memperoleh ukuran yang dibutuhkan dalam membuat bambu laminasi. 4) Four-side planning Pada proses ini, bilah bambu dibentuk menjadi empat persegi. Hal ini dilakukan agar pada proses pengeleman selanjutnya, bilah tidak mengalami gap. Sehingga proses pengeleman akan lebih baik dan rapi. Pada proses ini juga bentuk dari bilah disesuaikan dengan ukuran bambu laminasi yang akan dicapai. 5) Pengawetan Bilah Bambu Proses pengawetan yang dilakukan adalah dengan perendaman dalam larutan bahan pengawet. Bilah bambu dimasukkan ke dalam palungan yang berisi larutan bahan pengawet. Bahan pengawet bambu yang ramah lingkungan adalah 2.5% boraks (Natriumtetraborat) yang dilarutkan dalam air [Frick,Heinz. 2004]. Tumpukan bilah-bilah yang direndam dalam larutan pengawet ini ditahan dengan batu alam pada permukaan larutan agar bilah bambu tidak mengapung. Di atas permukaan palungan diberi penutup plastik untuk melindungi terhadap air hujan. Kedua sisi plastik ini dirapatkan dengan batu alam. Dan untuk menjaga kestabilan palungan diberi batu alam sebagai penahan. Proses ini memerlukan waktu 2 5 hari. Proses pengeringan dilakukan setelah perendaman, bilah bambu diletakkan di atas permukaan palungan dengan bantuan batang melintang sebagai alas. Untuk mengetahui kadar kesetimbangan air dalam bilah bambu, digunakan alat ukur kadar air elektronik. Prinsip kerja alat ini berdasarkan perhitungan hambatan listrik (resistan), yang terjadi antara jarum yang satu dengan jarum lainnya. Bila kedua jarum atau paku alat ukur tersebut dibenamkan ke bilah bambu, besar kandungan air dalam bilah akan

13 berfungsi sebagai konduktor yang mengantarkan listrik dari jarum positif ke jarum negatif. Besarnya nilai kandungan air sangat mempengaruhi besarnya muatan listrik yang dapat dialirkan ke jarum yang satu. Struktur zat padat bilah bambu dan kandungan kadar air bilah merupakan hambatan listrik yang dapat diukur. Perbedaan hambatan listrik ini kemudian dikonversikan dalam nilai kadar air bilah bambu yang ditampilkan dalam skala digital analog/jarum. Bila ternyata kadar air yang ada belum memenuhi standar kebutuhan yang diizinkan, maka perlu dilakukan pengeringan ulang dengan menggunakan oven. 6) Sorting & Gluing Bilah bambu yang telah dikeringkan disortir kembali berdasarkan ukuran dan warna. Hal ini dilakukan untuk penyeragaman bentuk dan warna sebelum perekatan. Untuk material perekat serta penguat digunakan jenis Resornicol Phenol Formaldehyde (RPA-401) yang diproduksi oleh PT Pamolite Adhesive Industry Probolinggo [Tarkono, 2005]. Sesuai kebutuhan bidang perkapalan, RPA-401 mempunyai kemampuan rekat yang cukup tinggi dan tahan terhadap air serta segala cuaca. Adhesive ini digunakan untuk kayu dengan sistem pengeleman tempa dingin (cold press) atau juga bisa dengan menggunakan klem. Dalam penggunaannya harus dicampur dengan hardener jenis HRP-1, dengan komposisi pencampuran 1 : 1. Hal ini dimaksudkan untuk mempermudah penggunaan di lapangan [Bachtiar Fauzi, PT PAI]. Pengadukan campuran lem hanya membutuhkan waktu 3-5 menit. Waktu pengeleman lem realtif singkat yaitu sekitar 1-5 jam, tergantung suhu ruangan pada saat bekerja. Jika pencampuran telah rata, maka lem tersebut sudah dapat digunakan untuk pengeleman. Pada saat membuat campuran hendaknya mempertimbangkan luas permukaan yang akan dilem. Sebab jika terlalu banyak dan berlebih, maka dalam waktu 4 jam lem tersebut berubah menjadi gel, sehingga tidak bisa digunakan.

14 Kebutuhan RPA-401 adalah 40-50 gram/. Sehingga jika ingin membuat balok laminasi berukuran 2.5 x 1 x 100 cm, diasumsikan bahwa tiap layer mempunyai ketebalan 10 mm, maka luas permukaan yang hendak dilem adalah 15.1 gram/. Gambar 2.5 Proses Pengeleman Bilah Bambu 7) Cold Press Proses tempa dingin dilakukan dengan gaya tekan vertikal 10 kg/ serta beban samping 2.5 kg untuk laminasi arah horisontal. Dan juga 10 kg/cm2 untuk gaya tekan samping serta 2.5 kg gaya tekan vertikal untuk vertikal laminasi. Lamanya proses tekan panas ini tergantung dari ketebalan yang ingin dicapai dari laminasi. 8) Board Shaping Pada tahap ini bambu laminasi telah terbentuk, namun perlu dilakukan pengecekan terhadap bentuk yang dihasilkan. Bila ternyata masih terdapat bentuk pada laminasi dimana mesih terdapat sudut-sudut yang kurang baik, maka dilakukan pembentukan kembali dengan bantuan mesin fourside grinding. Dan kedua ujung laminasi dipotong untuk kemudian dibentuk lagi dalam shaping machine. 9) Sanding Bambu laminasi yang berupa papan permukaannya diperhalus, untuk kemudian dilakukan proses finishing yaitu pengecatan.