EFEKTIFITAS PENGGUNAAN JEMBATAN PENYEBERANGAN ORANG (JPO) DAN VARIABEL-VARIABEL YANG MEMPENGARUHI PENYEBERANG JALAN DALAM MENGGUNAKANNYA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. komponen lalu lintas yang sangat penting terutama di perkotaan.

Jurnal Kalibrasi Sekolah Tinggi Teknologi Garut Jl. Mayor Syamsu No. 1 Jayaraga Garut Indonesia

KAJIAN KINERJA JALAN ARTERI PRIMER DI SIMPUL JALAN TOL JATINGALEH KOTA SEMARANG (Studi Kasus : Penggal Ruas Jalan Setia Budi)

PERENCANAAN WILAYAH KOMERSIAL STUDI KASUS RUAS JALAN MARGONDA DEPOK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tercapainya suatu tujuan yang terlebih dahulu ditentukan. Menurut Sondang

ANALISIS KESELAMATAN DAN KENYAMANAN PEMANFAATAN TROTOAR BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PEJALAN KAKI DI PENGGAL JALAN M.T. HARYONO KOTA SEMARANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi bertambah banyaknya kebutuhan akan sarana dan prasarana

IDENTIFIKASI KINERJA JARINGAN JALAN ARTERI PRIMER DI KOTA SRAGEN TUGAS AKHIR. Oleh : S u y a d i L2D

I. PENDAHULUAN. Berbagai aktivitas perkotaan terutama di kota-kota besar dimana mobilitas. lintas dan pergerakan manusia didaerah tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Alternatif Pemecahan Masalah Transportasi Perkotaan

TINGKAT PEMANFAATAN DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMAKAIAN JEMBATAN PENYEBERANGAN ORANG DI DEPAN MEGA MALL JALAN A.YANI KOTA PONTIANAK

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM

FAKTOR-FAKTOR PENDORONG TERJADINYA KEMACETAN LALU LINTAS DI JALAN ARTERI PRIMER KAWASAN PASAR UNGARAN KABUPATEN SEMARANG TUGAS AKHIR

BAB III LANDASAN TEORI. diangkut selalu bertambah seperti pertambahan jumlah penduduk, urbanisasi,

BAB ll TINJAUAN PUSTAKA

ARAHAN DESAIN JALUR LALU LINTAS YANG AMAN BAGI PENGENDARA SEPEDA (Studi Kasus: Pekerja Bersepeda di Jalan Raya Kaligawe Semarang) TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

STUDI EFEKTIFITAS JEMBATAN PENYEBERANGAN ORANG (JPO) DIRUAS JALAN MERDEKA UTARA KOTA MALANG TUGAS AKHIR

Manajemen Fasilitas Pejalan Kaki dan Penyeberang Jalan. 1. Pejalan kaki itu sendiri (berjalan dari tempat asal ke tujuan)

BAB I PENDAHULUAN. Dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk, maka semakin banyak

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Indonesia sebagai negara berkembang saat ini sedang giat melaksanakan

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG BAB V PENUTUP

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) 1997, jalan perkotaan

BAB V PENUTUP. Dari hasil analisis dan perhitungan yang telah dilakukan pada bab. sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

ANALISIS BIAYA-MANFAAT SOSIAL PERLINTASAN KERETA API TIDAK SEBIDANG DI JALAN KALIGAWE, SEMARANG TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. berpenduduk di atas 1-2 juta jiwa sehingga permasalahan transportasi tidak bisa

Iin Irawati 1 dan Supoyo 2. Program Studi Teknik Sipil, Universitas Semarang, Jl. Soekarno Hatta Tlogosari Semarang

BAB III LANDASAN TEORI. hanya melibatkan satu kendaraan tetapi beberapa kendaraan bahkan sering sampai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN. Dunia oleh WHO (World Health Organization) pada tahun 2004 merupakan

KINERJA LALU LINTAS JALAN DIPONEGORO JALAN PASAR KEMBANG TERHADAP PEMBANGUNAN JEMBATAN FLY OVER PASAR KEMBANG SURABAYA

BAB I PENDAHULUAN. Kota Semarang yang merupakan Ibukota Jawa Tengah adalah salah satu

3.1 Karakteristik Pusat Perbelanjaan Paris Van Java

TUGAS AKHIR. Oleh: RICO CANDRA L2D

PRIORITAS PENANGANAN PERMASALAHAN TRANSPORTASI PADA JALAN ARTERI PRIMER DI KOTA PEKALONGAN TUGAS AKHIR. Oleh : TRI AJI PEFRIDIYONO L2D

BAB III LANDASAN TEORI. diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2014 Tentang Angkutan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menjatuhkan sanksi. Sanksi hanya dijatuhkan pada warga yang benar-benar

Tugas Akhir Evaluasi Fungsi Halte Sebagai Tempat Henti Angkutan Umum BAB V PENUTUP

FENOMENA PASAR KREMPYENG MALAM HARI PETERONGAN KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR TKP 481. Oleh: VERA P.D. BARINGBING L2D

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I - 1 BAB I PENDAHULUAN TINJAUAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN. Lingkungan perkotaan yang manusiawi merupakan lingkungan perkotaan yang ramah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Studi Kemacetan Lalu Lintas Di Pusat Kota Ratahan ABSTRAK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kendaraan itu harus berhenti, baik itu bersifat sementara maupun bersifat lama atau

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN

BAB I PENDAHULUAN. lemahnya perencanaan dan kontrol membuat permasalahan transportasi menjadi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Hasil Penelitian Yang Pernah Dilakukan

BAB V KONSEP DAN RANCANGAN RUANG PUBLIK (RUANG TERBUKA)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Persimpangan. Persimpangan adalah simpul jaringan jalan dimana jalan-jalan bertemu dan

: PERHUBUNGAN : URUSAN PEMERINTAHAN ORGANISASI DINAS PERHUBUNGAN JUMLAH DASAR HUKUM URAIAN KODE REKENING

BAB III METODOLOGI 3.1 PENDEKATAN MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. perkotaan ditunjukan dengan adanya peningkatan jumlah pemakaian

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perhubungan Darat : SK.43/AJ 007/DRJD/97).

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB III LANDASAN TEORI. Jalan Wonosari, Piyungan, Bantul, banyak terjadi kecelakaan lalu lintas yang

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN. Transportasi merupakan salah satu elemen yang sangat penting bagi kebutuhan manusia

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

di kota. Persimpangan ini memiliki ketinggian atau elevasi yang sama.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dapat dipisahkan dari kehidupan manusia sehari-hari. Jalan sebagai prasarana

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. A. Karakteristik Kecelakaan. 1. Jumlah kecelakaan dan jumlah korban kecelakaan

ANALISIS KEMACETAN LALU LINTAS DI SUATU WILAYAH (STUDI KASUS DI JALAN LENTENG AGUNG)

MANAJEMEN LALU LINTAS AKIBAT BEROPERASINYA TERMINAL TIPE C KENDUNG BENOWO SURABAYA

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Kesimpulan dari penelitian ini adalah hasil analisis dan pembahasan terhadap

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Umum

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kabupaten Sleman merupakan salah satu daerah administrasi yang luas dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. karakteristik masing-masing kendaraan dengan disain dan lokasi parkir. (Direktorat Jendral Perhubungan Darat, 1998).

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Transportasi pada zaman sekarang ini bukanlah sesuatu hal yang

Bab I Pendahuluan I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1 TINJAUAN UMUM

PENGARUH BANGKITAN PERGERAKAN PADA GUNA LAHAN KOMERSIAL TERHADAP TINGKAT PELAYANAN JALAN DI PUSAT KOTA WONOGIRI TUGAS AKHIR

BAB IV KONDISI UMUM. Gambar Peta Dasar TPU Tanah Kusir (Sumber: Dinas Pertamanan dan Pemakaman DKI Jakarta, 2011) Perumahan Warga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TERMINAL PENUMPANG/TERMINAL BUS

PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

5. Konsep Urban Design Guidelines yang Memperhatikan Kebutuhan Pejalan Kaki Usia Kanak-Kanak dan Usia Lanjut

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam wilayah suatu negara akan ada kota yang sangat besar, ada kota

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. penduduk kota Surabaya lebih dari tiga juta jiwa. Dari sekitar 290 km 2 (29.000)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kebutuhan pengguna jalan dalam berlalu lintas. Menurut peranan pelayanan jasa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Tamin, Ofyar, Perencanaan, Permodelan, & Rekayasa, Transportasi:Teori, Contoh Soal, dan Aplikasi, (Bandung: ITB 2008), hlm 33.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Peningkatan arus lalu lintas kendaraan dan pergerakan orang di

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

EFEKTIFITAS PENGGUNAAN JEMBATAN PENYEBERANGAN ORANG (JPO) DAN VARIABEL-VARIABEL YANG MEMPENGARUHI PENYEBERANG JALAN DALAM MENGGUNAKANNYA (Studi Kasus: Kota Semarang) TUGAS AKHIR Oleh: HERLINSTA ASTRIE NUNGGRAENI L2D 001 427 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2006

ABSTRAK Pergerakan pejalan kaki meliputi pergerakan-pergerakan menyusuri jalan, memotong jalan dan persimpangan. Sebagaimana lazim yang terjadi di berbagai Kota besar, karena tuntutan perkembangan ekonomi, perdagangan dan kemudahan jangkauan pelayanan bagi masyarakat, maka fasilitas-fasilitas umum seperti hotel, pertokoan dan lain sebagainya biasanya mengelompok pada suatu daerah tertentu, karena letak gedung satu dengan gedung yang lain menyebar ke seluruh kawasan, maka suatu ketika pajalan kaki harus menyeberangi lalu lintas kendaraan untuk sampai ke tempat tujuan. Namun sering kali keberadaan penyeberang jalan tersebut pada tingkat tertentu akan mengakibatkan konflik yang tajam dengan arus kendaraan yang berakibat pada tundaan lalu lintas dan tingginya tingkat kecelakaan. Seperti halnya di Kota Semarang dengan tingkat kepadatan penduduk yang tinggi, penyediaan sarana tranportasi bagi pejalan kaki seperti jembatan penyeberangan sudah mulai disediakan dimana-mana. Penyediaan Jembatan Penyeberangan Orang (JPO) dimaksudkan untuk mempermudah pejalan kaki untuk menyeberang jalan dengan aman. Namun kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa pemanfaatan JPO tersebut dirasakan kurang efektif dalam memecahkan permasalahan sirkulasi antara pejalan kaki dalam menyeberang jalan dengan kendaraan bermotor. Hal ini bisa dilihat pada kenyataannya bahwa JPO jarang dipakai dan terkadang sering disalah fungsikan untuk dudukduduk, tempat mangkal gelandangan serta rawan kejahatan. Seperti yang tertulis pada Harian Suara Merdeka tanggal 24 Oktober 2001 yang menuliskan bahwa banyak warga Kota Semarang yang enggan memanfaatkan jembatan penyeberangan. Para pejalan kaki lebih suka melompat pagar pembatas daripada lewat jembatan penyeberangan. Keengganan penyeberang jalan dalam menggunakan JPO serta tingkat penggunaannya yang masih rendah tersebut menunjukkan bahwa keselamatan bukanlah satu-satunya variabel yang berpengaruh dalam penggunaan JPO. Masih ada variabel-variabel lain yang mempengaruhi penyeberang jalan dalam menggunakan fasilitas penyeberangan. Dari penjelasan di atas, maka pertanyaan penelitian yang menjadi pembahasan utama adalah Apakah penggunaan Jembatan Penyeberangan Orang (JPO) di Kota Semarang sudah efektif serta variabel-variabel apa sajakah yang mempengaruhi penyeberang jalan dalam menggunakannya?. Studi ini bertujuan untuk menganalisis efektifitas penggunaan JPO jalan di Kota Semarang serta variabel-variabel yang mempengaruhi penyeberang jalan dalam menggunakannya. Penelitian ini mengambil sampel di enam lokasi JPO di Kota Semarang yang didasarkan pada analisis kluster yang mengelompokkan JPO menurut tata guna lahan pada lokasi JPO, fungsi jalan dan desain jalan.. Metode analisis yang dipergunakan untuk mengetahiu efektifitas penggunaan JPO mempergunakan teknik analisis paired sample t-test, dari hasil analisis tersebut dapat diketahui dari enam JPO pengamatan yaitu JPO depan SMK Antonius, JPO depan RS. Panti Wiloso, JPO Pertigaan Ksatrian, JPO depan SMP N 2, JPO pasar Karangayu dan JPO depan Hotel Dibya Puri hanya JPO depan Pasar Karangayu yang efektif dalam penggunaannya sedangkan lima JPO yang lainnya belum efektif dalam penggunaannya. efektifitas jembatan penyeberangan orang (JPO) dapat diketahui bahwa 1 dari 6 JPO yang ada di Kota Semarang (16,67 %) efektif dalam penggunaannya, sedangkan 5 dari 6 JPO yang ada di Kota Semarang (83,33%) tidak efektif. Jadi dapat disempulkan bahwa efektifitas penggunaan JPO di Kota Semarang belum efektif. Sedangkan untuk menganalisis variabel-variabel yang mempengaruhi penggunaan JPO digunakan teknik analisis regresi berganda dengan metode backward selection, dari analisis ini dapat diketahui bahwa variabel-variabel yang mempengaruhi penyeberang jalan dalam menggunakan JPO beragam, yaitu: Variabel-variabel yang mempengaruhi penggunaan JPO depan SMK Antonius adalah lebar JPO, kelayakan, pemahaman peraturan dan karakteristik berjalan. Variabel-variabel yang mempengaruhi penggunaan JPO depan RS. Panti Wiloso adalah jarak JPO dari pusat aktivitas dan kondisi kepadatan lalu lintas. Variabel-variabel yang mempengaruhi penggunaan JPO Pertigaan Ksatrian adalah kemudahan pencapaian lokasi, usia dan pemahaman peraturan. Variabel-variabel yang mempengaruhi penggunaan JPO depan SMP N 2 adalah lebar JPO, kemudahan pencapaian lokasi, pemahaman peraturan dan karakteristik berjalan. Variabel-variabel yang mempengaruhi penggunaan JPO depan Pasar Karangayu adalah kondisi lingkungan sekitar (ada/tidaknya pagarpembatas median jalan), jarak JPO dari pusat aktivitas dan kelayakan. Variabel-variabel yang mempengaruhi penggunaan JPO depan Hotel Dibya Puri adalah kondisi lingkungan sekitar (ada/tidaknya pagar pembatas median jalan), tingkat pendidikan, jarak JPO dari pusat aktivitas, tinggi JPO dan kondisi kepadatan lalu lintas.. Kata Kunci : Efektifitas; Variabel; Jembatan Penyeberangan Orang (JPO).

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi merupakan sektor pendukung dalam setiap aktivitas manusia baik kegiatan pekerjaan rutin, bisnis, pendidikan, sosial dan lain sebagainya. Sebagai prasarana pendukung, transportasi harus mendapatkan pelayanan yang baik sehingga diperoleh sistem pergerakan yang efektif dan efisien bagi pengguna transportasi. Peningkatan sistem transportasi memerlukan penanganan yang menyeluruh, mengingat bahwa transportasi timbul karena adanya perpindahan manusia dan barang. Meningkatnya perpindahan tersebut dituntut penyediaan fasilitas penunjang laju perpindahan manusia dan barang yang memenuhi ketentuan keselamatan bagi pejalan kaki dimana pejalan kaki merupakan salah satu komponen lalu lintas yang sangat penting terutama di perkotaan. Keberadaan pejalan kaki ini biasanya terkonsentrasi pada fasilitas umum seperti terminal, pusat pertokoan, pusat pendidikan serta tempat-tempat fasilitas umum lainnya. Keberadaan pejalan kaki tersebut memerlukan fasilitas bagi pejalan kaki, termasuk fasilitas penyeberangan jalan seperti Jembatan Penyeberangan Orang (JPO), dimana JPO tersebut dipasang apabila diharuskan tidak ada pertemuan sebidang antara arus pejalan kaki dengan arus lalu lintas. Agar pejalan kaki mau untuk menggunakan JPO harus dijamin keamanan dan jarak berjalan tidak terlalu bertambah jauh (Malkamah, 1995: 58) Pergerakan pejalan kaki meliputi pergerakan-pergerakan menyusuri jalan, memotong jalan dan persimpangan. Sebagaimana yang lazim terjadi di berbagai kota besar, karena tuntutan perkembangan ekonomi, perdagangan dan kemudahan jangkauan pelayanan bagi masyarakat, maka fasilitas-fasilitas umum seperti hotel, pertokoan dan lain sebagainya biasanya mengelompok pada suatu daerah tertentu, karena letak gedung satu dengan gedung yang lain menyebar ke seluruh kawasan, maka suatu ketika pajalan kaki harus menyeberangi lalu lintas kendaraan untuk sampai ke tempat tujuan. Namun sering kali keberadaan penyeberang jalan tersebut pada tingkat tertentu akan mengakibatkan konflik yang tajam dengan arus kendaraan yang berakibat pada tundaan lalu lintas dan tingginya tingkat kecelakaan. Seperti yang tertulis pada artikel pada sebuah situs internet www.pelangi.or.id pada tanggal 22 Oktober, 2003 yang menyebutkan bahwa kurangnya fasilitas pejalan kaki yang memadai di Jakarta, terutama Jembatan Penyeberangan Orang, sangat berdampak pada keselamatan jiwa pejalan kaki. Terbukti bahwa 65% kecelakaan di jalan raya melibatkan kematian pejalan kaki, dimana 35% nya adalah anak-anak.

Seperti halnya di Kota Semarang dengan tingkat kepadatan penduduk yang tinggi, penyediaan sarana tranportasi bagi pejalan kaki seperti jembatan penyeberangan sudah mulai disediakan dimana-mana. Penyediaan Jembatan Penyeberangan Orang (JPO) dimaksudkan untuk mempermudah pejalan kaki untuk menyeberang jalan dengan aman. Namun kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa penggunaan JPO tersebut dirasakan kurang efektif dalam memecahkan permasalahan sirkulasi antara pejalan kaki dalam menyeberang jalan dengan kendaraan bermotor. Hal ini bisa dilihat pada kenyataannya bahwa jembatan penyeberangan sebagai salah satu fasilitas penyeberangan jarang dipakai dan terkadang sering disalah fungsikan untuk duduk-duduk, tempat mangkal gelandangan serta rawan kejahatan. Seperti yang tertulis pada Harian Suara Merdeka tanggal 24 Oktober 2001 yang menuliskan bahwa banyak warga Kota Semarang yang enggan memanfaatkan jembatan penyeberangan. Para pejalan kaki lebih suka melompat pagar pembatas daripada lewat jembatan penyeberangan. Padahal, kegemaran lompat pagar itu sangat membahayakan pejalan kaki dan pengendara yang lewat di jalan-jalan tersebut. Lebih memprihatinkan lagi, pagar pembatas jalan di lokasi-lokasi itu sering dirusak pejalan kaki. Selain itu kondisi jembatan penyeberangan yang ada di Kota Semarang sangat memperhatinkan, antara lain papan geladak banyak yang rusak, warna cat yang memudar dan kusam dan banyak bagian konstruksi yang berkartat karena tidak dilindungi dengan baik serta keadaan jembatan penyeberangan yang kurang terang dan tidak dilengkapi dengan kanopi. Seperti yang tertulis pada Harian Suara Merdeka pada tanggal 30 April 2004 yang menuliskan jembatan penyeberangan di Jalan MT Haryono, tepatnya di depan Pasar Peterongan, kini kondisinya makin memprihatinkan, tangga dan lantai fasilitas penyeberangan itu kini banyak yang berlubang dan kerusakan terlihat di beberapa tempat. Seperti pada anak tangga sebelah timur, terlihat lantainya yang terbuat dari papan sudah berlubang-lubang selebar kurang lebih 30 cm. Hal serupa juga terlihat pada anak tangga sebelah barat. Umumnya penyeberang memang memilih untuk melintasi Jalan MT. Haryono yang cukup padat dengan cara melompati pot taman median jalan. Namun masih ada pula warga yang patuh dan memilih menggunakan jembatan penyeberangan itu. Namun, tentu saja mereka harus ekstra hati-hati agar kakinya tidak terperosok. Selain itu jalan naik JPO tersebut sangat curam sehingga pejalan kaki enggan untuk menggunakannya. Sama halnya dengan kondisi yang ada di jembatan penyeberangan di depan Pasar Jatingaleh yang digunakan untuk mangkalnya para pengangguran, dan aksesnya tertutup oleh PKL dan calon penumpang angkutan kota, sehingga ada banyak pejalan kaki yang menyeberang di badan jalan dan menyusup di sela-sela pagar pengaman yang sudah banyak dirusak orang. Padahal di jalur tersebut ada banyak kendaraan yang melaju dengan kecepatan ± 60 km/jam. Jadi pejalan kaki tidak menghiraukan bakal tertabrak kendaraan (Sudiarto, 2004).

Disisi lain, keberadaan JPO kerap kali dipandang sebelah mata oleh beberapa pihak, oleh pemerintah kota JPO hanya dipandang sebagai media iklan yang dapat memberikan aset penerimaan pada Pendapatan Asli Daerah (PAD), sehingga mengundang pertanyaan apakah pemda berniat membangun papan reklame ataukah jembatan penyeberangan. Tangga jembatan yang melingkar dan memiliki lebar tak lebih dari satu meter, sementara seluruh badan jembatan ditutupi iklan. Hal tersebut salah satu penyebab masyarakat enggan menggunakan JPO, karena bentuk jembatan tertutup oleh papan reklame sehingga mengundang kriminalitas seperti penodongan terhadap pengguna (Sutarip, 2002). Ironisnya lagi yang sering menjadi suatu pemandangan umum, dimana polisi membantu menyeberangkan sekian banyak pelajar dan masyarakat walaupun didekatnya ada jembatan penyeberangan. Hal ini apakah tanda bahwa aparat kepolisian juga tidak mensosialisasikan penggunaan jembatan penyeberangan. Seyogyanya, aparat kepolisian dengan sabar dan konsisten memaksa masyarakat menyeberang pada tempatnya, kalau perlu dengan hukuman denda tertentu, yang dilaksanakan secara konsisten, adil, tanpa diskriminasi. Keengganan penyeberang jalan yang tidak menggunakan JPO tersebut yang mendasari penelitian ini dilakukan untuk menganalisis efektifitas penggunaaan JPO. Selain itu tingkat penggunaan JPO di Kota Semarang yang masih rendah tersebut menunjukkan bahwa keselamatan bukanlah satu-satunya variabel yang berpengaruh dalam penggunaan jembatan penyeberangan. Masih ada variabel-variabel lain yang mempengaruhi penyeberang jalan dalam menggunakan jembatan penyeberangan, sehingga diperlukan analisis mengenai variabel-variabel yang mempengaruhi pejalan kaki untuk menggunakan JPO. Sehingga dengan adanya analisis efektifitas penggunaan JPO dan variabel-variabel yang mempengaruhi penyeberang jalan dalam menggunakannya, diharapkan variabel-variabel tersebut dapat dijadikan masukan dalam penyediaan JPO yang lebih diminati. 1.2 Perumusan Masalah Jembatan Penyeberangan Orang (JPO) merupakan salah satu prasarana bagi pejalan kaki yang penyediaannya bertujuan bagi keselamatan pejalan kaki agar dapat menyeberang jalan dengan aman. Dimana JPO tersebut dipasang apabila diharuskan tidak ada pertemuan sebidang antara arus pejalan kaki dengan arus lalu lintas. Agar pejalan kaki mau untuk menggunakan JPO harus dijamin keamanan dan jarak berjalan tidak terlalu bertambah jauh (Malkamah, 1995: 58) Pada kondisi eksisting yang ada, JPO di Kota Semarang kurang dipergunakan serta kondisinya yang tidak kondusif seperti yang terjadi pada jembatan penyeberangan di depan Pasar Peterongan, dimana tangga dan lantai fasilitas penyeberangan itu kini banyak yang berlubang. kerusakan terlihat di beberapa tempat. Lantainya yang terbuat dari papan sudah berlubang-lubang