KUSTIAWAN. Dosen Tetap Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial Dan Politik Universitas Maritim Raja Ali Haji.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III KESIMPULAN DAN SARAN. 2. Pelaksanaan fungsi Pengawasan DPRD Kabupaten Katingan dapat

FUNGSI BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM PENETEPAN PERATURAN DESA DI DESA TUMALUNTUNG SATU KECAMATAN TARERAN KABUPATEN MINAHASA SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. Desa adalah unit lembaga terkecil pemerintahan di Negara Kesatuan

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi Daerah merupakan fenomena yang sangat dibutuhkan dalam era

BAB I PENDAHULUAN. demorasi secara langsung, desa juga merupakan sasaran akhir dari semua program

BAB I PENDAHULUAN. Pencabutan undang-undang No.22 tahun 1999, oleh undang-undang No 32

EFEKTIFITAS BADAN PERMUSYAWARATAN DESA SEBAGAI MITRA DAN PENGAWAS KEPALA DESA DALAM PELAKSANAAN PEMBANGUNAN DESA. Oleh : Hendi Budiaman, S.H., M.H.

DAFTAR PUSTAKA , 2001, Menyongsong Fajar Otonomi Daerah, Pusat Studi Hukum (PSH) Fakultas Hukum UII, Yogyakarta

PELAKSANAAN FUNGSI BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DI DESA TOAPAYA UTARA KECAMATAN TOAPAYA KABUPATEN BINTAN

BAB I PENDAHULUAN. mendasar dimana disetiap daerah berdasarkan kewenangan otonomi dibentuk Dewan

Lex et Societatis, Vol. V/No. 5/Jul/2017

PENUTUP. penulis akan menyimpulkan penelitian ini sebagai berikut :

DAFTAR PUSTAKA. AAGN Ari Dwipayana dan Sutoro Eko, Membangun Good Governance Di Desa (IRE Press, Yogyakarta,2003)

BAB I PENDAHULUAN. Setelah Orde Baru jatuh dikarenakan reformasi maka istilah Good

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia selalu berusaha untuk mencapai kemajuan di segala bidang untuk

Volume 11 Nomor 1 Maret 2014

HUKUM PEMERINTAHAN DAERAH : Sistem Pemerintahan Desa

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. otonomi di Desa Aglik, memuat tiga agenda, yaitu pertama, merupakan sebuah sistem perencanaan sendiri (self-planning) yang

BAB I PENDAHULUAN. dipungkiri sangat bergantung pada konfigurasi politik pemerinthan pada saat

PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM MENJALANKAN FUNGSI PENGAWASAN PEMERINTAHAN DI DESA LOMPAD KECAMATAN RANOIAPO KABUPATEN MINAHASA SELATAN

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan data dalam penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut :

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. 1. Penyelenggaraan otonomi daerah yang sehat dapat diwujudkan dengan

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

BAB I PENDAHULUAN. 1. Wilayah Indonesia dibagi ke dalam daerah-daerah, baik yang bersifat otonom maupun

HUBUNGAN EKSEKUTIF DAN LEGISLATIF DI ERA OTONOMI DAERAH

PLUS-MINUS PEMBENTUKAN PROVINSI SUMATERA TENGGARA 1. Effan Zulfiqar 2 ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia Tahun Dalam rangka penyelenggaraan

(The Decentralization of Investment: a Legal Study based on the Law Number 25 of 2007 regarding the Investment)

PEMERINTAH KABUPATEN PONOROGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PONOROGO NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR TAHUN 2014 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG,

BAB I PENDAHULUAN. yang ditetapkan oleh lembaga legislatif.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Batu Bacan merupakan batu hidup yang akan berubah warnanya

BAB I PENDAHULUAN. optimalisasi peran Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (selanjutnya disebut

BAB I PENDAHULUAN. yang diyakini mampu memberikan nafas segar dari keterpurukan politik

I. PENDAHULUAN. demikian besar dan luasnya, maka dibutuhkan strategi pemerintahan yang mantap.

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

BAB I. tangganya sendiri (Kansil, C.S.T. & Christine S.T, 2008). perubahan dalam sistem pemerintahan dari tingkat pusat sampai ke desa.

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 12 TAHUN 2001 T E N T A N G PERATURAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kedudukan negara Indonesia yang terdiri dari banyak pulau dan Daerah

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2007 NOMOR 3 LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG RUKUN TETANGGA DAN RUKUN WARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Implementasi Peraturan Desa Nomor 01 Tahun 2012 Tentang Anggaran Pendapatan Belanja Desa Di Desa Kauneran 1 Kecamatan Sonder

I. PENDAHULUAN. sendiri dalam mengatur kehidupan kemasyarakatannya. kecamatan (Widjaya, HAW 2008: 164). Secara administratif desa berada di

DAFTAR PUSTAKA. A.A Navis Alam Terkembang Jadi Guru, Adat dan Kebudayaan. Minangkabau. PT. Grafindo Pers. Jakarta.

BAB I PENDAHULUAN. terhadap sebuah kekuasaan dan lokasi yang berpusat pada satu titik saja.

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1945 disebutkan bahwa negara Indonesia adalah Negara Kesatuan yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pasal 18 Undang - Undang Dasar 1945 menyebutkan bahwa, Negara Kesatuan

BAB I PENDAHULUAN. Kesatuan yang berbentuk Republik. Penyelenggaraan pemerintahan daerah. pemerintahan terendah di bawah pemerintah Kabupaten/ Kota.

BAB I. PENDAHULUAN. bangsa, sejak kemerdekaan hingga sekarang, banyak pengalaman dan pelajaran

BAB I PENDAHULUAN. dengan Undang-Undang Nomor 5 tahun 1974 tentang Pokok-Pokok

HUKUM PEMERINTAHAN DAERAH : Asal Mula, Teori, Asas

Majalah Ilmiah DIAN ILMU Vol. 13 No. 1 Oktober

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN TENTANG FUNGSI BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DALAM PEMBENTUKANPERATURAN DESA

PEMERINTAHAN KABUPATEN BINTAN

PENUTUP. partai politik, sedangkan Dewan Perwakilan Daerah dipandang sebagai

BUPATI CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 8 TAHUN 2013

LEMBARAN DAERAH KOTA DEPOK

KEDUDUKAN DAN PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DESA DI KABUPATEN SUKOHARJO T E S I S

DAFTAR PUSTAKA. Abdul Gaffar Karim, Kompleksitas Persoalan Otonomi Daerah Di Indonesia, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003).

DAFTAR PUSTAKA. Agussalim Andi Gadjong, Pemerintahan Daerah; Kajian Politik dan Hukum, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan ketentuan Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat ditarik

DPD memberikan peran yang lebih maksimal sebagai perwakilan daerah yang. nantinya akan berpengaruh terhadap daerah-daerah yang mereka wakili.

BUPATI GROBOGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR TAHUN 2015 TENTANG KEWENANGAN DAN KELEMBAGAAN DESA

BAB I PENDAHULUAN. kesempatan dan keleluasaan kepada daerah untuk menyelenggarakan otonomi

BAB V P E N U T U P. Papua maka, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : pemerintah kabupaten/kota adalah :

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG

BAB III PENUTUP. Sebagai kesimpulan dapat di kemukakan bahwa : 1. DPR Kabupaten Sumba Barat Daya sudah berperan tetapi perannya belum

ANALISIS PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DALAM DEMOKRATISASI PEMERINTAHAN DESA PENAGA KECAMATAN TELUK BINTAN KABUPATEN BINTAN TAHUN 2014

SKRIPSI. Diajukan guna memenuhi syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Ilmu Administrasi Negara FISIP UPN veteran Jawa Timur

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Demokrasi adalah salah satu tuntutan terciptanya penyelenggaraan

KEKURANGAN DAN KELEBIHAN KEBIJAKAN OTONOMI DAERAH

~ 1 ~ BUPATI KAYONG UTARA PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA

BAB I PENDAHULUAN. Era Reformasi yang lahir pasca runtuhnya Orde Baru mengemban. tugas yang tidak mudah, salah satunya untuk mencari solusi alternatif

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BINTAN TAHUN 2008 NOMOR 4

BUPATI BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 8 TAHUN 2017 TENTANG

PERATURAN DESA NANGGUNG PEDOMAN PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA NANGGUNG

B U P A T I T A N A H L A U T PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT

BAB III PENUTUP. dimaksudkan sebagai jalan untuk mewujudkan gagasan meniadakan. kedudukan MPR sebagai lembaga tertinggi negara.

2 alamat, pindah datang untuk menetap, tinggal terbatas, serta perubahan status orang asing tinggal terbatas menjadi tinggal tetap. Sedangkan Peristiw

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERUYAN NOMOR 25 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. berkedaulatan rakyat dalam suasana perikehidupan bangsa yang aman,

HUKUM PEMERINTAHAN DAERAH

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. pembahasan, akhirnya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa

BAB I PENDAHULUAN. Secara historis desa merupakan cikal bakal terbentuknya masyarakat politik dan

DAFTAR PUSTAKA. Abdul Aziz Hakin, 2011, Negara Hukum dan Demokrasi di Indonesia, Yogyakarta, Cetakan Pertama, Pustaka Pelajar.

BAB I PENDAHULUAN. yang pada masa ini hampir secara global dianut adalah asas demokrasi. Pada

PERANAN BPD DALAM PEMBUATAN KEBIJAKAN DI DESA BARATAKU KECAMATAN LOLODA KABUPATEN HALMAHERA BARAT 1. Oleh : Merson 2. Abstrak

FUNGSI BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DESA DI KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA

DAFTAR PUSTAKA. Alwi Hasan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta, Balai Pustaka, Unsur-unsurnya, Jakarta, UI-Press, 2007.

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

DAFTAR PUSTAKA. Asshiddiqie, Jimly. Format Kelembagaan Negara dan Pergeseran Kekuasaan dalam UUD Yogyakarta: FH UII Press, 2005.

BAB I PENDAHULUAN. direalisasikan melalui wakil-wakilnya di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

B A B I P E N D A H U L U A N

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG LEMBAGA ADAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HULU SUNGAI SELATAN

Peranan Majelis Tua-Tua Kampung Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Desa ( Suatu Studi di Kampung Bungalawang Kec. Tabukan Tengah, Kep.

Transkripsi:

PERANAN DAN FUNGSI BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM DEMOKRATISASI PEMERINTAHAN DESA TAHUN 2011 DI DESA MALANG RAPAT KECAMATAN GUNUNG KIJANG KABUPATEN BINTAN KUSTIAWAN Dosen Tetap Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial Dan Politik Universitas Maritim Raja Ali Haji. E-mail: anto2002sg@yahoo.com ABSTRAK Penelitian ini mempokuskan pada permasalahan, yaitu: 1) Bagaimanakah Peranan dan Fungsi Badan Permusyawaratn Desa (BPD) Dalam Demokratisasi Pemerintahan Desa Tahun 2011 di Desa Malang Rapat? 2) Faktor kendala apa saja yang mempengaruhi pelaksanaan peranan dan fungsi BPD di Desa Malang Rapat dan bagaimanakah penyelesaian kendala dihadapi BPD dalam proses demokratisasi di Desa Malang Rapat?. Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini, yaitu Pertama, Mendeskripsikan peranan dan fungsi BPD di desa Malang Rapat. Kedua, mengetahui kendala yang dihadapi BPD dan penyelesaiannya dalam pelaksanaan proses demokratisasi di desa. Kemudian luaran yang ingin dihasilkan dari penelitian ini adalah mengetahui bentuk peranan dan fungsi BPD sebagai wadah pembangunan demokratisasi di desa. Metode yang akan dipakai dalam penelitian ini menggunakan metode wawancara dan tinjauan pustaka. Sumber-sumber yang kemudian menjadi respoden data penelitian ini adalah a) Kepala Desa, Sekretaris Desa, Ketua BPD, Anggota BPD, tokoh Masyarakat, Ketua RT, Warga Masyarakat. (b) Data Sekunder yaitu pelengkap yang terdiri dari literatur-literatur, antara lain Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, PP Nomor 72 tahun 2005 Tentang Desa, dan Peraturan pelaksana lainnya. Kesimpulan dari penelitian ini adalah pertama, BPD dalam menjalankan fungsi dan peranannya sebagai penyalur aspirasi masyarakat sudah berjalan dengan baik. Meskipun masih ada aspirasi masyarakat yang belum bisa direalisasikan. Hal ini lebih disebabkan karena kurangnya pemahaman dari masyarakat mengenai fungsi dan peranan BPD dan adanya perbedaan cara pandang antara BPD dan pemerintah desa serta masyarakat. Kedua, Pemahaman masyarakat yang kurang dan minim mengenai fungsi dan peranan BPD. Ketiga, Sebagian besar anggota BPD mempunyai pekerjaan tetap diluar pekerjaannya sebagai anggota BPD. Sehingga anggota BPD dalam meluangkan waktunya untuk masyarakat dan tugasnya kecil. Keempat, Fasilitas operasional dan sarana prasarana yang tidak memadai. Kelima, Pola hubungan kerja sama BPD dengan pemerintah desa yang tidak terbuka dan tidak profesional. Penyelesaian kendala yang dihadapi BPD adalah A) Anggota BPD mengadakan rapat rutin dengan masyarakat untuk menyelesaikan masalah dengan cara yang demokratis, terbuka, yaitu musyawarah. B) Pemerintah pusat dan Kabupaten mengusahakan pendapatan/insentif yang diterima anggota BPD ditingkatkan sesuai standar upah minimun daerah, mempersiapkan kantor permanen BPD dan balai pertemuan. C) BPD melakukan pelatihan bagi masyarakat dan pemerintah desa untuk meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap fungsi dan peranan BPD. E) Pola hubungan kerja sama anggota BPD dengan pemerintah desa dan lembaga kemasyarakatan seperti RT, RW, PKK, dan lain-lain dilakukan dengan saling berkoordinasi dan membangun budaya demokrasi yang sehat. 1

Dari hasil penelitian, maka peneliti memberikan saran: A) Peningkatan pola hubungan komunikasi antara anggota BPD dan masyarakat sebaiknya harus dilakukan secara intensif dan terkoordinasi dengan terjun langsung ke tengah masyarakat mendengar keluhan masyarakat. B) Pemerintahan daerah diharapkan memberikan pendapatan/insentif yang diterima BPD sesuai dengan standar upah daerah, memperhatikan fasilitas operasional dan sarana prasarana seperti kantor permanen BPD dan balai pertemuan, C) anggota BPD sebaiknya lebih sering berkoordinasi dengan melakukan inisiatif awal mengadakan rapat musyawarah dengan kepala desa dan perangkatnya. BPD diharapkan dapat menyelesaikan kendala yang dihadapi BPD seperti mekanisme kerja yang kurang terbuka diantara BPD dan pemerintah desa. Kata Kunci : Badan Permusyawaratan Desa (BPD), Demokratisasi, Pemerintah Desa I. PENDAHULUAN Persoalan otonomi daerah dan desentralisasi merupakan masalah yang paling ramai dibicarakan di negeri ini, disamping integrasi nasional, korupsi, partai politik, dan kohesi nasional. Kalau kita lacak perkembangan otonomi daerah dan desentralisasi, ternyata peraturan perundang-undangan tentang pemerintahan daerah sudah mengalami perubahan sebanyak 8 (delapan) kali 1, sejak UU Nomor 1 Tahun 1945 hingga UU Nomor 32 Tahun 2004, hanya dalam rentang waktu 65 tahun menunjukan permasalahan otonomi daerah yang begitu kompleksitas. Dari 8 (delapan) Undang-Undang Tentang Pemerintahan Daerah, hanya UU Nomor 5 Tahun 1974, yang dibuat pemerintahan Suharto yang berlaku paling lama yaitu 24 tahun dengan kawalan tangan besi Presiden Suharto. Pada saat itu, pusat sangat mendominasi terhadap daerah baik dari segi kewenangan maupun perimbangan keuangan pusat - daerah. Melihat kenyataannya pada masa lalu, proses demokratisasi hampir sulit dijumpai atau ditemui. Maka dalam era otonomi daerah ini semestinya kita mencoba mengembangkan kehidupan masyarakat yang demokratis, dimana setiap orang mempunyai hak, kewajiban, dan kesempatan sama untuk bereksperesi, berpendapat, dan lain sebagainya. Oleh karena itu, yang menarik 1 Peraturan perundang-undangan tentang Pemerintahan Daerah yang dimaksud sebanyak delapan kali mengalami perubahan itu adalah UU Nomor 1 tahun 1945, UU Nomor 22 Tahun 1948, UU Nomor 1 Tahun 1957, Penetapan Presiden Nomor 6 Tahun 1959, UU Nomor 18 Tahun 1965, UU Nomor 5 Tahun 1974, UU Nomor 22 Tahun 1999, UU Nomor 32 Tahun 2004. 2

kemudian bagaimana meletakkan desa dalam desentralisasi dan demokrasi. Desa, sebagai basis kehidupan masyrakat akar-rumput, mempunyai dua wilayah berbeda tetapi saling berkaitan. Pertama, wilayah internal desa, yang secara politik menunjuk pada relasi antara pemerintah desa, Badan Perwakilan Desa (BPD), institusi lokal, dan warga masyrakat. Kedua, wilayah eksternal desa, yaitu wilayah hubungan antara desa dengan pemerintah supra desa (pusat, propinsi, kabupaten dan kecamatan) dalam konteks formasi negara yang hierarkhis-sentralistik. Dua wilyah desa itu merupakan titik masuk krusial pembaharuan desa yang sekarang paralel dengan agenda besar reformasi politik. (Karim, (Ed), 2006: 257) Dalam wilayah internal desa, dahulu sebelum reformasi istilah BPD dinamakan Badan Perwakilan Desa, namun berubah namanya saat ini menjadi Badan Permusyawaratan Desa (BPD) 2. Peranan dan fungsi Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dalam Pemerintahan Desa dalam rangka menunjang pembangunan yang sejahtera, adil, dan makmur adalah produk dari Undang-undang nomor 32 tahun 2004 pasal 200. Perbedaannya sangat menyolok pada Undang-undang nomor 22 tahun 1999, yaitu tidak adanya Badan Perwakilan Desa. Menurut Sarundajang (Sarundajang, 2012:290) Pro kontra mengenai perubahan ini terjadi terutama dari asosiasi Badan Perwakilan Desa di beberapa daerah. Yang menjadi pertanyaan apakah hal ini merupakan penyempurnaan,padahal sosialisasi proses pembuatan UU ini ditenggarai tidak melibatkan Stakehoulder secara luas, maka timbul tuntutan agar UU ini segera direvisi. Berkaitan dengan keberadaan BPD, tidak ketinggalan juga peranan dan fungsi BPD di Desa Malang Rapat Kecamatan Gunung Kijang Kabupaten Bintan yang merupakan studi kasus penelitian ini. Ada beberapa faktor yang melatarbelakangi penulis untuk melakukan penelitian tentang Peranan dan fungsi BPD terhadap penyelenggaraan Pemerintahan Desa di desa Malang Rapat Kecamatan Gunung Kijang Kabupaten Bintan, pertama, Pro kontra terhadap keberadaan peranan BPD dalam Pemerintahan Desa dewasa ini masih sangat kuat, apakah lembaga BPD (yang tercantum dalam pasal 200 UU 32 Tahun 2 Untuk selanjutnya Istilah Badan Permusyawaratan Desa disingkat dengan BPD. 3

2004) ini perlu direvisi atau dihapus. Hal yang sama juga di lakukan pada UU 22 Tahun 1999 yang meniadakan lembaga BPD di tingkat desa. Kedua, sepanjang sejarah penerapan otonomi daerah dan desentralisasi di Indonesia hanya pada UU 32 tahun 2004 ini posisi BPD diperkuat, sama halnya juga penguatan peran masyarakat dalam pemilihan langsung kepala daerah yang baru pertama kali diselenggarakan di Indonesia. Ketiga, Masalah proses demokratisasi BPD hampir sulit ditemukan dalam penyelenggaraan pemerintahan desa. Padahal dalam era otonomi daerah saat ini sangat besar kesempatan pemerintahan desa dan masyarakatnya mengembangkan kehidupan secara demokratis. Berdasarkan penjelasan bagian pendahuluan di atas, maka penulis menarik kesimpulan untuk perlu kiranya dirumuskan permasalahan sebagai berikut. 1) Bagaimanakah Peranan dan Fungsi Badan Permusyawaratn Desa (BPD) Terhadap Proses Demokratisasi Pemerintahan Desa Tahun 2011 di Desa Malang Rapat Kecamatan Gunung Kijang Kabupaten Bintan? 2) Faktor kendala apa saja yang mempengaruhi pelaksanaan peranan dan fungsi BPD di Desa Malang Rapat Kabupaten Bintan dan bagaimanakah penyelesaian kendala yang dihadapi BPD dalam proses demokratisasi di Desa Malang Rapat Kabupaten Bintan? II. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif dilakukan agar data yang terkumpul lebih representatif dan tepat guna, serta memberi gambaran sejelas mungkin mengenai pelaksanaan peranan dan fungsi Badan Permusyawaratan Desa (BPD). penelitian ini memanfaatkan wawancara terbuka untuk menelaah dan memahami sikap, pandangan, perasaan dan perilaku sekelompok orang. Metodologi berbagai jenis penelitian dipengaruhi oleh jenis dan kualitas permasalahan yang dihadapi. Menurut Subana & Sudrajat, Penelitian kualitatif umumnya tidak memiliki metodologi penelitian 4

yang ketat tetapi lebih bergantung pada hasil eksplorasi (Subana & Sudrajat, 2001:10). III. ANALISA HASIL PENELITIAN Berdasarkan dari hasil olah data lapangan melalui wawancara, penulis dapat menyimpulkan bahwa BPD dalam menjalankan fungsi dan peranannya sebagai agen demokratisasi dan penyalur aspirasi masyarakat sudah berjalan dengan baik. Meskipun masih ada aspirasi masyarakat yang belum bisa direalisasikan. Hal ini lebih disebabkan karena kurangnya pemahaman dari masyarakat mengenai fungsi dan peran BPD berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku dan adanya perbedaan cara pandang antara BPD dan pemerintah desa. Pada sisi lain, BPD jarang mengadakan pertemuan-pertemuan atau temu wicara dengan warga masyarakat yang digagas oleh pihak BPD sendiri untuk mendengarkan keluhan dan masalah di tengah masyarakat. Di sisi lain peran tersebut diambil alih oleh Ketua RT. Meskipun dari pihak Ketua BPD dan Anggota BPD sendiri menanggapinya dengan menyatakan sudah melakukan sosialisasi mengenai peranannya dan fungsi pada kesempatan Rapat Desa dan rapat yang diselenggarakan oleh pemerintahan kabupaten. Berdasarkan keterangan dari beberapa respoden diatas mengenai permasalahan yang ada di Desa Malang Rapat dengan adanya permintaan masyarakat tentang kepemimpinan kepala desa yang efektif, maka BPD dituntut untuk menampung aspirasi masyarakat dan melakukan cara yang demokratis untuk memecahkan masalah tersebut karena peranan BPD sebagai wadah mediator antara masyarakat dan Kepala Desa dengan sesering mungkin mengadakan pertemuan tiga pilar penting dalam pemerintahan desa, yaitu Kepala Desa, BPD, dan masyarakat. Di samping itu juga untuk mengatasi masalah masyarakat yang jarang langsung menyerahkan persoalannya ke BPD, melainkan masyarakat langsung menyerahkan persoalannya ke RT masing-masing. Karena masyarakat menganggap BPD tersebut hanya badan perwakilan saja sehingga tidak perlu langsung menyerahkan persoalan ke BPD. Berdasarkan olah data lapangan dapat disimpulkan BPD harus sesering mungkin mengadakan sosialisasi dengan 5

masyarakat mengenai apa-apa yang menjadi fungsi dan perannya dalam pembangunan desa. IV. PENUTUP 4.1. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, maka fungsi dan peranan BPD terhadap proses demokratisasi pemerintahan desa di Desa Malang Rapat adalah: a. Peranan BPD sebagai penyalur aspirasi masyarakat sudah dilakukan dengan baik. Meskipun masih banyak juga masyarakat menyalurkan aspirasinya ke RT. Hal ini disebabkan ketidakpaham masyarakat mengenai fungsi BPD. BPD dalam menjalankan fungsi dan peranannya sebagai agen demokratisasi dan penyalur aspirasi masyarakat sudah berjalan dengan baik. Meskipun masih ada aspirasi masyarakat yang belum bisa direalisasikan. Hal ini lebih disebabkan karena kurangnya pemahaman dari masyarakat mengenai fungsi dan peranan BPD berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan adanya perbedaan cara pandang antara BPD dan pemerintah desa serta masyarakat. Akibatnya penampungan aspirasi masyarakat dilakukan oleh RT. b. BPD sudah melakukan fungsinya sesuai dengan peraturan yang berlaku. BPD di Desa Malang Rapat melakukan fungsi menetapkan peraturan desa, membentuk panitia pemilihan kepala desa (PILKADES) dan mengawal tahapan pelaksanaan PILKADES dari awal sampai pemungutan suara, pengawasan pelaksanaan peraturan desa dan keputusan kepala desa, pengawasan terhadap pelaksanaan APBDes. 4.2. SARAN Dari hasil penelitian tentang pelaksanaan fungsi dan peranan BPD terhadap demokratisasi pemerintahan desa di desa Malang Rapat, maka peneliti memberikan saran: 6

a. Peningkatan pola hubungan komunikasi antara anggota BPD dengan masyarakat di Desa Malang Rapat sebaiknya harus dilakukan secara intensif dan terkoordinasi dengan terjun langsung ke tengah masyarakat mendengar keluhan masyarakat. Hal ini dilakukan supaya masyarakat lebih memahami lagi fungsi dan peranan BPD berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku. b. Pemerintah pusat dan Kabupaten diharapkan memperhatikan dengan sungguh-sungguh pendapatan/insentif yang diterima BPD, fasilitas operasional dan sarana prasarana seperti kantor permanen BPD dan balai pertemuan yang akan digunakan BPD dalam melakukan sosialisasi fungsi dan peranannya dengan masyarakat. c. Berkaitan dengan hubungan dengan pemerintah desa, anggota BPD sebaiknya lebih sering berkoordinasi dengan melakukan inisiatif awal mengadakan rapat musyawarah dengan kepala desa dan perangkatnya. BPD diharapkan dapat menyelesaikan kendala yang dihadapi BPD seperti mekanisme kerja yang kurang terbuka diantara BPD dan pemerintah desa.. 7

DAFTAR PUSTAKA Anderson, Benedict R.O G, (1999), Indonesian Nationalism Today and in the Future.Indonesia, no. 67, April. Sarundajang, (2012), Babak Baru Sistem Pemerintahan. Kata Hasta Pustaka, Jakarta Riwukaho, Josef, (2001), Prospek Otonomi Daerah di Negara Republik Indonesia. RajaGrafindo Persada, Jakarta Marbun, B.N, (2010), Otonomi Daerah 1945 2010 Proses dan Realita, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta Abdul Gaffar Karim (Ed), (2006), Kompleksitas Persoalan Otonomi Daerah Di Indonesia, Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada, Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Gaffar, Affan, (2006). Politik Indonesia. Transisi Menuju Demokrasi. Pustaka Pelajar.Yogyakarta. Riyanto, Adi Metodologi Penelitian Social Dan Hukum, Jakarta Granit, 2004. Widjaja, HAW, (2009), Otonomi RajaGrafindo persada, Jakarta. Daerah Dan Daerah Otonom, Huda, Ni matul, (2007), Pengawasan Pusat Terhadap Daerah Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, Fakultas Hukum UII, Yogyakarta. Syaukani, Afan Gaffar, dan Ryaas Rasyid (2009), Otonomi Daerah dalam Negara Kesatuan. Pustaka Pelajar, Yogyakarta Mariun, (1975), Azas-azas Ilmu Pemerintahan, Fakultas Sosial dan Politik UGM, Yogyakarta. Cheema, g. Shabbir and Rondinelli, Dennis A. (Eds), (1983), Decentralization and Development: Policy Implementation in Developing Countries, Beverly Hills: Sage Publications. Richad Batley dan Gerry Stoker, (1991), Local Government in Europe. Lubis, M Solli, (1983), Pergeseran Garis Politik dan Perundangundangan Mengenai Pemerintah Daerah, Alumni, Bandung Wasistiono, Sadu, (2004), Kajian Hubungan Antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah (Tinjauan dari Sudut Pandang Manajemen Pemerintahan), dalam Jurnal Administrasi Pemerintahan Daerah, Vol. I, Edisi Kedua. 8

Said, Mas ud, (2007), Driving Forces dan Arah Baru Otonomi Daerah di Indonesia, Jurnal Ilmu Pemerintahan, Masyarakat Ilmu Pemerintahan Indonesia (MIPI), No. 24. Manan, Bagir, (2004), Menyongsong Fajar Otonomi Daerah, Pusat Studi Hukum UII, Yogyakarta Wasistiono, Sadu dan Tahir, Irawan, (2007). Prospek Pengembangan Desa. CV Fokus Media. Bandung Fauzan, Ali, (2010), Implementasi PP Nomor 72 Tahun 2005 Tentang Desa Terkait dengan Peran BPD dalam menyusun dan menetapkan Peraturan Desa menyusun dan menetapkan Peraturan Desa, Tesis, Universitas Diponegoro, Semarang Rasyid, Ryas, (2006), Memahami Ilmu Pemerintahan, PT. Grafindo Persada, Jakarta Widjaja, HAW, (2003), Otonomi Desa Merupakan Otonomi Asli, bulat dan Utuh, PT. Raja Grafindo, Jakarta Suhartono, (2000), Politik Lokal Parlemen Desa: Awal Kemerdekaan Sampai Jaman Otonomi Daerah, Lapera Pustaka Umum, Yogyakarta Dokumen-Dokumen: Undang-Undang Dasar 1945 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 194( Amandemen 1999 2002) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 juncto Peraturan Pemerintah No 72 Tahun 2005 Tentang Desa 9