PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. NOMOR : P.14/Menlhk-II/2015 TENTANG

dokumen-dokumen yang mirip
2017, No Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Restorasi Ekosistem atau Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman Industri pada Hutan

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2 Pemberantasan Korupsi Tahun 2013, maka perlu pengaturan kembali mengenai Tata Cara Pemberian dan Peluasan Areal Kerja Izin Usaha Pemanfaatan Hasil H

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.9/Menlhk-II/2015 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN, PERLUASAN AREAL KERJA DAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.31/Menhut-II/2014 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.388, 2009 DEPARTEMEN KEHUTANAN. Izin Usaha. Kawasan Hutan Silvo Pastura. Hutan Produksi

2017, No Rencana Pengelolaan Hutan serta Pemanfaatan Hutan, setiap pemegang izin usaha pemanfaatan hutan wajib menyusun rencana kerja untuk se

2016, No dengan Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P. 61/Menhut-II/2008 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.50/Menhut-II/2010

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P. 13/Menhut-II/2009 TENTANG HUTAN TANAMAN HASIL REHABILITASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.59/Menhut-II/2011 TENTANG HUTAN TANAMAN HASIL REHABILITASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.26/Menhut-II/2012

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2 bidang pertanian secara transparan, terukur, perlu menetapkan syarat, tata cara, dan standar operasional prosedur dalam pemberian rekomendasi teknis

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P.19/Menhut-II/2007 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 26/Permentan/HK.140/4/2015 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 17/Menhut-II/2010 TENTANG PERMOHONAN, PEMBERIAN, DAN PENCABUTAN IZIN PENGUSAHAAN TAMAN BURU

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.27/Menhut-II/2014 TENTANG

2 yang dilimpahkan kepada Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, dan huruf b,

2 c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P. 61/Menhut-II/2008

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 05 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor P.93/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2016 TENTANG PANITIA TATA BATAS KAWASAN HUTAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 66 /Menhut-II/2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.1/Menhut-II/2015 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 14/Menhut-II/2013 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.28/Menhut-II/2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. NOMOR : P.20/MenLHK-II/2015 TENTANG

this file is downloaded from

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEHUTANAN. Hutan Produksi. Izin. Usaha. Perpanjangan. Tatacara. Pencabutan.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.33/Menhut-II/2014 TENTANG

2017, No kelestarian keanekaragaman hayati, pengaturan air, sebagai penyimpan cadangan karbon, penghasil oksigen tetap terjaga; c. bahwa revisi

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.73/Menlhk-Setjen/2015

2011, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik I

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEHUTANAN. Hutan Produksi. Pelepasan.

2 ekonomi biaya tinggi sebagaimana hasil kajian Komisi Pemberantasan Korupsi Tahun 2013, perlu pengaturan kembali mengenai Inventarisasi Hutan Menyelu

RENCANA KERJA USAHA PEMANFAATAN PENYERAPAN DAN/ATAU PENYIMPANAN KARBON PADA HUTAN PRODUKSI

2 Pemberantasan Korupsi Tahun 2013, perlu perbaikan dan pemisahan dalam Peraturan tersendiri menyangkut Inventarisasi Hutan Berkala dan Rencana Kerja

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P.4/Menhut-II/2008 TENTANG PENYELESAIAN HAK PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI SEMENTARA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

2015, No Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 161, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5183); 4. Peraturan Pemerintah Nomor

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

2 2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR. P.47/Menhut -II/2010 TENTANG PANITIA TATA BATAS KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 33/Menhut-II/2010 TENTANG TATA CARA PELEPASAN KAWASAN HUTAN PRODUKSI YANG DAPAT DIKONVERSI

2017, No Kehutanan tentang Kerja sama Pemanfaatan Hutan pada Kesatuan Pengelolaan Hutan; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tent

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.100, 2010 KEMENTERIAN KEHUTANAN. Iuran Izin Usaha Pemanfaatan. Prosedur. Hutam Produksi.

Draft 0 PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. /Menhut -II/2014 TENTANG PANITIA TATA BATAS KAWASAN HUTAN

2016, No Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehut

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN. Kewenangan. Izin. Pelayanan Terpadu Satu Pintu.

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.62/Menhut-II/2011 TENTANG

SOP PERIZINAN KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN RI

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : 6885/Kpts-II/2002 TENTANG TATA CARA DAN PERSYARATAN PERPANJANGAN IZIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.12/Menhut-II/2004 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P.14/Menhut-II/2006 TENTANG PEDOMAN PINJAM PAKAI KAWASAN HUTAN MENTERI KEHUTANAN,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.34/MENHUT-II/2009 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.29/Menhut-II/2014 TENTANG

MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

2 tentang Fasilitasi Biaya Operasional Kesatuan Pengelolaan Hutan; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.47/MENHUT-II/2013

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: P.25/Menhut -II/2014 TENTANG PANITIA TATA BATAS KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

~ 2 ~ C:\Documents and Settings\BAHAN WEB\Per-UU\NSPK hilang Agustus1.rtf

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 75 TAHUN 2014 TENTANG

-1- DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.23/Menhut-II/2007 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.525, 2015 KEMEN-LHK. Kawasan Hutan. Perubahan Fungsi. Tata Cara. Perubahan.

2018, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.30/Menhut-II/2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.12/Menhut-II/2004 TENTANG PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN LINDUNG UNTUK KEGIATAN PERTAMBANGAN MENTERI KEHUTANAN,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 20 TAHUN 2005 TENTANG KERJASAMA OPERASI (KSO) PADA IZIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU PADA HUTAN TANAMAN

MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P. 23/Menhut-II/2007

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN LINDUNG UNTUK PENAMBANGAN BAWAH TANAH

2015, No Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-Daerah Tertentu; c. bahwa sehubungan dengan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan hur

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2012 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL,

2015, No Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 112, Tambahan Lembar

2015, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tamb

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA : P.

KEMENTERIAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PLANOLOGI KEHUTANAN J A K A R T A : PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PLANOLOGI KEHUTANAN

PERATURAN MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

Transkripsi:

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA 013 NOMOR : P.14/Menlhk-II/2015 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN IZIN USAHA PEMANFAATAN KAWASAN SILVOPASTURA PADA HUTAN PRODUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 32 Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan serta Pemanfaatan Hutan, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2008, telah ditetapkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.63/Menhut-II/2009 tentang Tata Cara Pemberian Izin Usaha Pemanfaatan Kawasan Silvopastura pada Hutan Produksi; b. bahwa berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 97 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal mendapat pendelegasian atau pelimpahan wewenang dari Menteri teknis yang memiliki kewenangan perizinan yang merupakan urusan Pemerintah di bidang Penanaman Modal; c. bahwa berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.97/Menhut-II/2014 tentang Pendelegasian Wewenang Pemberian Perizinan dan Non Perizinan di bidang Lingkungan Hidup dan Kehutanan Dalam Rangka Pelaksanaan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kepada Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.1/Menhut- II/2015, IUPK-Silvopastura pada hutan produksi termasuk salah satu perizinan dibidang Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang didelegasikan kepada Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, dan untuk meningkatkan daya saing dan perbaikan tata kelola kehutanan dalam rangka mengurangi ekonomi biaya tinggi sebagaimana hasil kajian Komisi Pemberantasan Korupsi, perlu menetapkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan tentang Tata Cara Pemberian Izin Usaha Pemanfaatan Kawasan Silvopastura pada Hutan Produksi; Mengingat..

- 2 - Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4412); 2. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725); 3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4696) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 16, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4814); 5. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5285); 6. Keputusan Presiden Nomor 121/P Tahun 2014 tentang Pembentukan Kementerian dan Pengangkatan Menteri Kabinet Kerja Periode 2014-2019; 7. Peraturan Presiden Nomor 97 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 221); 8. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 8); 9. Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2015 tentang Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 17); 10. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.40/Menhut-II/2010 (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 405) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.33/Menhut- II/2012 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kehutanan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 779); 11. Peraturan..

- 3-11. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.97/Menhut-II/2014 tentang Pendelegasian Wewenang Pemberian Perizinan dan Non Perizinan di bidang Lingkungan Hidup dan Kehutanan Dalam Rangka Pelaksanaan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kepada Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 1992) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.1/Menhut-II/2015 (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 141); MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN TENTANG TATA CARA PEMBERIAN IZIN USAHA PEMANFAATAN KAWASAN SILVOPASTURA PADA HUTAN PRODUKSI. BAB I KETENTUAN UMUM Bagian Kesatu Pengertian Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan : 1. Pemanfaatan kawasan adalah kegiatan untuk memanfaatkan ruang tumbuh sehingga diperoleh manfaat lingkungan, manfaat sosial dan manfaat ekonomi secara optimal dengan tidak mengurangi fungsi utamanya. 2. Izin Usaha Pemanfaatan Kawasan Silvopastura yang selanjutnya disingkat IUPK- Silvopastura adalah kegiatan kehutanan yang dikombinasikan secara proporsional dengan usaha peternakan di dalam kawasan hutan produksi yang meliputi pelepasliaran dan/atau pengandangan ternak dalam rangka pengelolaan hutan produksi lestari untuk mendukung program kedaulatan pangan. 3. Izin Lingkungan yang selanjutnya disingkat IL adalah izin yang diberikan kepada setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan yang wajib Amdal atau UKL- UPL dalam rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagai prasyarat untuk memperoleh izin usaha dan/atau kegiatan. 4. Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup, yang selanjutnya disebut UKL-UPL adalah pengelolaan dan pemantauan terhadap usaha dan/atau kegiatan yang tidak berdampak penting terhadap lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan. 5. Kesatuan Pengelolaan Hutan yang selanjutnya disebut KPH adalah wilayah pengelolaan hutan sesuai fungsi pokok dan peruntukannya yang dapat dikelola secara efisien dan lestari. 6. Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi yang selanjutnya disebut KPHP adalah KPH yang luas wilayahnya seluruh atau sebagian besar terdiri dari kawasan hutan produksi. 7. Koperasi adalah koperasi masyarakat setempat yang bergerak di bidang usaha kehutanan atau peternakan. 8. Badan Usaha Milik Negara yang selanjutnya disingkat BUMN adalah badan usaha yang berbadan hukum sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan. 9. Badan Usaha Milik Swasta Indonesia yang selanjutnya disingkat BUMSI adalah perseroan terbatas yang berbadan hukum Indonesia meskipun modalnya berasal dari investor atau modal asing yang dapat diberikan IUPK pada hutan produksi. 10. Badan..

- 4-10. Badan Koordinasi Penanaman Modal yang selanjutnya disingkat BKPM adalah badan yang mendapatkan pendelegasian kewenangan penerbitan perizinan dan non perizinan di bidang lingkungan hidup dan kehutanan. 11. Pelayanan Terpadu Satu Pintu yang selanjutnya disingkat PTSP adalah pelayanan secara terintegrasi dalam satu kesatuan proses dimulai dari tahap permohonan sampai dengan tahap penyelesaian produk pelayanan melalui satu pintu. 12. Menteri adalah Menteri yang diserahi tugas dan bertanggung jawab di bidang lingkungan hidup dan kehutanan. 13. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal yang diserahi tugas dan bertanggung jawab di bidang pengelolaan hutan produksi lestari. 14. Kepala Dinas Provinsi adalah kepala dinas yang diserahi tugas dan bertanggung jawab di bidang kehutanan di wilayah provinsi. 15. Kepala Dinas Kabupaten/Kota adalah kepala dinas yang diserahi tugas dan bertanggung jawab di bidang kehutanan di wilayah kabupaten/kota. Bagian Kedua Maksud dan Tujuan Pasal 2 (1) Maksud pengaturan pemberian IUPK-Silvopastura pada hutan produksi adalah sebagai acuan dalam penyelenggaraan pemanfaatan kawasan silvopastura pada hutan produksi untuk mendukung program kedaulatan pangan. (2) Tujuan pengaturan pemberian IUPK-Silvopastura pada hutan produksi adalah untuk menjamin pengelolaan hutan lestari dengan menerapkan prinsip tata kelola yang baik. Bagian Ketiga Ruang Lingkup Pasal 3 Ruang lingkup Peraturan Menteri ini adalah pengaturan pemberian IUPK-Silvopastura pada hutan produksi. BAB II SYARAT AREAL, PEMOHON DAN BIAYA PERIZINAN Bagian Kesatu Syarat Areal dan Pemohon Pasal 4 (1) Areal yang dimohon untuk IUPK-Silvopastura adalah kawasan hutan produksi yang tidak dibebani izin/hak selain wilayah kerja KPH yang telah ada lembaga dan rencana pengelolaan hutan. (2) Luas areal yang dimohon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling luas 500 (lima ratus) hektar. Pasal 5..

- 5 - Pasal 5 (1) Syarat Pemohon: a. Perorangan; atau b. Koperasi; atau c. Badan Usaha Milik Swasta Indonesia (BUMSI); atau d. Badan Usaha Milik Negara (BUMN); atau e. Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). (2) Pemohon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, dan huruf c, harus memiliki akta pendirian beserta perubahan-perubahannya yang disahkan oleh Notaris setempat. (3) Pemohon IUPK-Silvopastura sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, modalnya dapat berasal dari investor asing. Bagian Kedua Biaya Perizinan Pasal 6 (1) Proses perizinan yang tidak dikenakan biaya meliputi: a. Surat keterangan dari Gubernur; b. pelayanan/pendaftaran pada loket PTSP; c. pemeriksaan administrasi; d. penilaian proposal; e. pemeriksaan lapangan oleh Balai; f. pembuatan peta areal kerja (working area); dan g. penerbitan Keputusan IUPK-Silvopastura. (2) Biaya yang menjadi tanggung jawab pemohon, berupa: a. pembuatan proposal teknis; b. inventarisasi lapangan; c. pembuatan koordinat geografis dan peta skala 1:5.000 atas areal yang dimohon; dan d. pengurusan Izin Lingkungan (IL) beserta dokumen UKL-UPL. (3) Biaya perizinan yang dikenakan sebagai penerimaan negara bukan pajak (PNBP) berupa iuran izin usaha pemanfaatan kawasan yang besarnya ditentukan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB III PERMOHONAN Pasal 7 (1) Permohonan diajukan oleh pemohon kepada Menteri u.p. Kepala BKPM, dan ditembuskan kepada Direktur Jenderal, Gubernur dan Bupati/Walikota, dengan dilengkapi: a. Fotocopy KTP dari pemohon perorangan; b. Surat izin usaha berupa SIUP bagi BUMSI, BUMN dan BUMD dari instansi yang berwenang; c. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP); d. Pernyataan yang dibuat di hadapan Notaris, yang menyatakan kesediaan untuk membuka kantor di Provinsi dan/atau Kabupaten/Kota; e. Peta Areal Permohonan IUPK-Silvopastura skala 1:5.000 beserta electronic file format shp; f. Berita acara hasil pembuatan koordinat geografis batas areal yang dimohon dengan bimbingan teknis Unit Pelaksana Teknis (UPT) yang membidangi pemantapan kawasan hutan; g. Izin..

- 6 - g. Izin Lingkungan (IL) dan dokumen UKL-UPL yang telah disetujui oleh pejabat yang berwenang; h. Surat Keterangan Gubernur yang menyangkut nama pemohon, lokasi, jenis ternak dan kesanggupan pemerintah provinsi untuk pembinaan usaha ternak yang dibudidayakan; dan i. Proposal teknis, yang berisi antara lain: 1) Kondisi umum areal dan sosial ekonomi dan budaya masyarakat setempat pada areal yang dimohon; 2) Kondisi umum badan usaha; 3) Maksud dan tujuan, rencana teknis kegiatan usaha pemanfaatan kawasan silvopastura, organisasi, pembiayaan (cashflow), kelayakan finansial dan sosial ekonomi, rencana investasi, prospek usaha, serta perlindungan dan pengamanan hutan. (2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disampaikan melalui loket PTSP BKPM secara online. Pasal 8 (1) Dalam hal surat keterangan Gubernur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf h, tidak diterbitkan dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari kerja sejak diajukan permohonan, Kepala BKPM memproses permohonan izin. (2) Dalam hal Gubernur tidak menerbitkan surat keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemohon melampirkan bukti permohonan surat keterangan yang diterima oleh instansi yang bersangkutan sebagai pemenuhan kelengkapan persyaratan. (3) Dalam hal suatu Provinsi telah terbentuk badan pelayanan perizinan terpadu, surat keterangan dari Gubernur dapat diterbitkan oleh badan pelayanan perizinan terpadu. Pasal 9 (1) Kepala BKPM dalam jangka waktu 1 (satu) hari kerja melakukan pemeriksaan atas kelengkapan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, yang pelaksanaannya dilakukan oleh Pegawai Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang ditempatkan pada BKPM (Liaison Officer). (2) Dalam hal permohonan tidak memenuhi kelengkapan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, permohonan dikembalikan. (3) Dalam hal permohonan memenuhi kelengkapan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, BKPM (Liaison Officer) meneruskan permohonan kepada Sekretaris Jenderal untuk disampaikan kepada Direktur Jenderal dalam jangka waktu 1 (satu) hari kerja. (4) Direktur Jenderal melalui Direktur sesuai tugas pokok dan fungsinya melakukan penilaian proposal teknis dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari kerja, dan menyampaikan hasil penilaian kepada Direktur Jenderal. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai penilaian proposal teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal. Pasal 10 (1) Dalam hal hasil penilaian proposal teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (4) dinyatakan tidak memenuhi syarat penilaian teknis, Direktur Jenderal menyampaikan hasil penilaian tersebut kepada Kepala BKPM melalui Sekretaris Jenderal. (2) Berdasarkan hasil penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala BKPM dalam jangka waktu 1 (satu) hari kerja menerbitkan surat penolakan permohonan izin. Pasal 11..

- 7 - Pasal 11 (1) Dalam hal hasil penilaian proposal teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (4) dinyatakan memenuhi syarat penilaian teknis, Direktur Jenderal menyiapkan peta areal kerja (working area/wa) paling lama 5 (lima) hari kerja. (2) Berdasarkan peta areal kerja (working area/wa) sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal menerbitkan Surat tentang pengenaan Iuran Izin Usaha Pemanfaatan Hutan terhadap IUPK-Silvopastura kepada calon pemegang izin untuk melunasi Iuran dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kerja. (3) Pelunasan Iuran Izin Usaha Pemanfaatan Hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui Sistem Informasi PNBP Online (SIMPONI). (4) Pelunasan Iuran Izin Usaha Pemanfaatan Hutan dianggap sah apabila kode billing yang tercantum pada Bukti Penerimaan Negara (BPN) baik berupa bukti transfer melalui ATM maupun bukti setor melalui bank sesuai dengan kode billing yang terdapat pada data base SIMPONI. (5) Berdasarkan bukti setor pelunasan Iuran sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Direktur Jenderal dalam jangka waktu 2 (dua) hari kerja menyiapkan dan menyampaikan konsep Keputusan Menteri tentang pemberian IUPK-Silvopastura kepada Sekretaris Jenderal. (6) Sekretaris Jenderal menelaah aspek hukum terhadap konsep Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (5), dalam jangka waktu 2 (dua) hari kerja sejak diterimanya konsep Keputusan Menteri dan menyampaikan kepada Kepala BKPM. (7) Kepala BKPM a.n. Menteri menerbitkan Keputusan tentang Pemberian IUPK- Silvopastura dalam jangka waktu 1 (satu) hari kerja. (8) Penyerahan dokumen asli Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (7), dilakukan pada loket PTSP BKPM. BAB IV KETENTUAN LAIN-LAIN Pasal 12 Jangka waktu IUPK-Silvopastura diberikan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan dapat diperpanjang bila tidak bertentangan dengan kepentingan umum. Pasal 13 (1) Usaha pemanfaatan kawasan Silvopastura dapat dilakukan di areal kerja IUPHHK-HA atau IUPHHK-HTI yang didasarkan atas rencana kerja usaha sesuai peraturan perundang-undangan. (2) Usaha pemanfaatan kawasan Silvopastura di wilayah KPH dapat dilakukan dengan skema kerjasama pemanfaatan antara KPH dengan masyarakat dan investor sesuai peraturan perundang-undangan. (3) Usaha pemanfaatan kawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) didasarkan atas rencana pengelolaan hutan jangka panjang (RPHJP) KPH yang telah disahkan sesuai peraturan perundang-undangan. BAB V KETENTUAN PERALIHAN Pasal 14 Proses permohonan IUPK-Silvopastura yang telah ada sebelum Peraturan Menteri ini berlaku, tetap diproses sesuai ketentuan Peraturan Menteri ini. BAB VI..

- 8 - BAB VI KETENTUAN PENUTUP Pasal 15 Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, maka Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.63/Menhut-II/2009 tentang Tata Cara Pemberian Izin Usaha Pemanfaatan Kawasan Silvopastura pada Hutan Produksi, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 16 Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 26 Maret 2015 Salinan sesuai dengan aslinya KEPALA BIRO HUKUM DAN ORGANISASI, MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. KRISNA RYA SITI NURBAYA Diundangkan di Jakarta pada tanggal 30 Maret 2015 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd. YASONNA H. LAOLY BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2015 NOMOR 47413 Salinan sesuai dengan aslinya KEPALA BIRO HUKUM DAN ORGANISASI, ttd. KRISNA RYA