BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS. menganalisis susunan kontraktual di antara dua atau lebih individu, kelompok,

dokumen-dokumen yang mirip
Jurnal Akuntansi dan Bisnis Vol. 16, No. 2, Agustus 2016:

BAB I PENDAHULUAN. Setelah otonomi daerah digulirkan tahun 1999, pemerintah daerah mempunyai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. keuangan tahunan pemerintah daerah yang memuat program program yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berakar pada teori ekonomi, teori keputusan, sosiologi, dan teori organisasi. Teori

BAB I PENDAHULUAN. Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang menjadi dasar dalam

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pada era otonomi sekarang ini terjadi pergeseran wewenang dan tanggung

TELAAH PUSTAKA. dan Belanja Daerah (APBD), belanja bantuan sosial, belanja hibah dan belanja

PEMERINTAH KOTA BUKITTINGGI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (suplementer) dan saling terkait antar dokumen kebijakan. (APBD) merupakan dokumen yang saling berkaitan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Bagi Hasil (DBH), Sisa

ANALISIS RASIO ALOKASI BELANJA ANTARA DAERAH INCUMBENT DAN DAERAH NON INCUMBENT SEBELUM DAN PADA SAAT PEMILUKADA (Studi Kasus di Indonesia)

BAB II KAJIAN PUSTAKA. prinsipal dan agen untuk menganalisis hubungan antara perusahaan dengan

2015 ANALISIS STRATEGI BIAYA PENGALOKASIAN BELANJA LANGSUNG PADA APBD PEMERINTAH DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. sangat mendasar terhadap hubungan Pemerintah Daerah (eksekutif) dengan

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan UU nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah memisahkan

HIBAH DAN BANTUAN SOSIAL YANG BERSUMBER DARI APBD PEMERINTAH PROVINSI DKI JAKARTA DALAM KOORDINASI DINAS PENDIDIKAN PROVINSI DKI JAKARTA TAHUN

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 63 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN HIBAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG,

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. kinerja kepala daerah beserta wakil rakyat di kursi dewan.

BAB I PENDAHULUAN. diberlakukannya desentralisasi fiskal. Penelitian Adi (2006) kebijakan terkait yang

BAB I PENDHULUAN. kebijakan otonomi daerah yang telah membawa perubahan sangat besar terhadap

BAB I PENDAHULUAN. Berakhirnya masa orde baru merupakan awal mula demokrasi di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Nomor 39 Tahun 2012 (Permendagri 39/2012) Perubahan atas Peraturan. Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011 (Permendagri 32/2012)

I. PENDAHULUAN. Alam, 2010), untuk penyelenggaraan pemilukada setidaknya menelan biaya

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya Otonomi daerah yang berlaku di Indonesia Berdasarkan

PERATURAN BUPATI SUMBA TIMUR NOMOR 216 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA DAN MEKANISME PEMBERIAN HIBAH DAN BANTUAN SOSIAL DI KABUPATEN SUMBA TIMUR

SEMINAR AKUNTANSI. Teori Agensi (AgenCy Theory)

PERMENDAGRI NOMOR 32 TAHUN 2011 PERMENDAGRI NOMOR 39 TAHUN 2012 PERMENDAGRI NOMOR 14 TAHUN 2016

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. prinsipal (Jensen dan Meckling, 1976). Scott (2000) dalam Bangun (2009)

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 66 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN BANTUAN KEUANGAN KHUSUS DI KABUPATEN BADUNG

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi yang mensyaratkan perlunya pemberian otonomi seluas-luasnya

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi sektor publik yang disertai adanya demokratisasi menjadi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pusat dan pemerintah daerah, yang mana otonomi daerah merupakan isu strategis

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN BUPATI BANDUNG BARAT NOMOR 39 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENGANGGARAN, PELAKSANAAN DAN PENATAUSAHAAN, PERTANGGUNGJAWABAN DAN PELAPORAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI,

PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI TANAH LAUT NOMOR 89 TAHUN 2014 TENTANG STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PENCAIRAN BELANJA HIBAH BERUPA UANG

BUPATI BLORA PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 8A TAHUN 2012 TENTANG

PENDAHULUAN. Peningkatan kualitas pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

BAB I PENDAHULUAN. mengatur tentang otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam

BAB VIII PENUTUP 7.1 Kesimpulan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA METRO,

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Jurnal Magister Akuntansi ISSN Pascasarjana Universitas Syiah Kuala 11 Pages pp

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebijakan Pemerintah Indonesia tentang Otonomi Daerah, yang mulai

- 1 - BUPATI SERANG PERATURAN BUPATI SERANG NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN WALIKOTA TANGERANG NOMOR : 32 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN HIBAH DAN BANTUAN SOSIAL

BAB I PENDAHULUAN. Dengan dikeluarkannya undang-undang Nomor 22 Tahun kewenangan yang luas untuk menggunakan sumber-sumber keuangan

PERUBAHAN APBD PERTEMUAN 6

BAB I PENDAHULUAN. landasan hukum bagi yang dikeluarkannya UU No. 22 Tahun 1999 tentang


PERATURAN BUPATI KARANGASEM NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR,

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah tentang Otonomi Daerah, yang dimulai dilaksanakan secara efektif

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah pusat, dikarenakan tingkat kebutuhan tiap daerah berbeda. Maka

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BUPATI BLORA PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 8A TAHUN 2012 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. pendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Karena itu, belanja daerah dikenal sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah

BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 17 TAHUN 2017 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Menjadi UU 32/2004) tentang Pemerintah Daerah memisahkan dengan tegas

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

ANALISIS RASIO ALOKASI BELANJA ANTARA DAERAH INCUMBENT DAN DAERAH NON INCUMBENT SEBELUM DAN PADA SAAT PEMILUKADA (Studi Kasus di Indonesia)

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan perubahan peraturan perundangan yang mendasari pengelolaan

PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH, PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN DANA ALOKASI UMUM TERHADAP PENGALOKASIAN ANGGARAN BELANJA MODAL

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menurut UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam bidang pengelolaan keuangan negara maupun daerah. Akuntabilitas

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. setiap anggaran tahunan jumlahnya semestinya relatif besar. publik. Beberapa proyek fisik menghasilkan output berupa bangunan yang

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 67 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN BANTUAN KEUANGAN UMUM DI KABUPATEN BADUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI SLEMAN NOMOR 32.1 TAHUN 2015 TENTANG HIBAH DAN BANTUAN SOSIAL

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Tujuan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat, termasuk kewenangan untuk melakukan pengelolaan

BUPATI TOLITOLI PERATURAN BUPATI TOLITOLI NOMOR 8.C TAHUN 2014 TENTANG

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebijakan desentralisasi fiskal yang diberikan pemerintah pusat kepada

SISTEM DAN PROSEDUR PENYUSUNAN KEBIJAKAN UMUM PERUBAHAN APBD DAN PRIORITAS DAN PLAFON ANGGARAN SEMENTARA PERUBAHAN APBD

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Terjadinya krisis pada tahun 1996 merupakan faktor perubahan

I. PENDAHULUAN. suatu periode yang akan datang (Suraji, 2011: xiii). Pengertian anggaran

PROVINSI JAWA TENGAH

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI SRAGEN NOMOR 18 TAHUN 2015 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan dari Orde Baru ke Orde Reformasi telah membuat beberapa perubahan

BAB III PENYUSUNAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH DALAM PRAKTEK

BAB I PENDAHULUAN. keuangan tahunan pemerintah daerah yang memuat program - program yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang dijadikan pedoman

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Halim (2004 : 67) : Pendapatan Asli Daerah merupakan semua

Jawa Timur Tahun Anggaran )

BAB I PENDAHULUAN. Melalui Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrenbang) yang telah

TINJAUAN HUKUM TERHADAP PENYELENGGARAAN BELANJA HIBAH DAN BANTUAN SOSIAL YANG BERSUMBER DARI ANGGARAN PENDAPATAN BELANJA DAERAH

BUPATI JEMBRANA PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 79 TAHUN 2011 TENTANG

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Teori Agensi Halim dan Abdullah (2006) menjelaskan bahwa teori keagenan merupakan teori yang menjelaskan hubungan prinsipal dan agen yang salah satunya berakar pada teori ekonomi, teori keputusan, sosiologi, dan teori organisasi. Teori ini menganalisis susunan kontraktual di antara dua atau lebih individu, kelompok, atau organisasi. Salah satu pihak ( prinsipal) membuat suatu kontrak, baik secara implisit maupun eksplisit, dengan pihak lain (agen) dengan harapan bahwa agen akan bertindak/melakukan pekerjaan seperti yang diinginkan oleh prinsipal (dalam hal ini terjadi pendelegasian wewenang). Lupia dan McCubbins (2000) dalam Halim dan Abdullah (2006) menyatakan pendelegasian wewenang terjadi ketika seseorang atau salah satu kelompok orang (p rinsipal) memilih orang atau kelompok lain (agen) untuk bertindak sesuai dengan kepentingan prinsipal. Menurut Lane (2003) dalam Halim dan Abdullah (2006) menyatakan teori keagenan dapat diterapkan dalam organisasi publik. Ia menyatakan bahwa negara demokrasi modern didasarkan pada serangkaian hubungan prinsipal-agen. Dalam hubungan keagenan antara eksekutif (kepala daera h) dan publik (pemilih), eksekutif adalah agen dan publik adalah prinsipal. Eksekutif (agen) merupakan pemegang mandat dari masyarakat pemilih (prinsipal). Menurut Lupia dan McCubbins (2000) dalam Halim dan Abdullah (2006) menyatakan pemilih 9

10 adalah prinsipal yang memilih wakil untuk melayani sebagai agennya di pemerintahan. Berdasarkan hal ini, seharusnya ketika eksekutif akan melaksanakan pengambilan keputusan atas pengalokasian belanja dalam anggaran, maka keputusan yang diambil diharapkan lebih mengutamakan kepentingan publik atau prinsipal. Menurut Ritonga dan Alam (2010), pihak prinsipal dan agen memiliki kepentingan masing-masing, sehingga benturan atas kepentingan ini memiliki potensi terjadi setiap saat. Pihak agen berkemampuan untuk lebih menonjolkan kepentingannya karena memiliki informasi yang lebih dibandingkan pihak prinsipal. Hal ini disebabkan pihak agenlah yang memegang kendali operasional di lapangan sehingga pihak agen dapat lebih memilih alternatif yang menguntungkannya, dengan mengelabui dan membebankan kerugian pada pihak prinsipal (Fozard, 2001, dalam Ritonga dan Alam, 2010). 2.1.2 Penganggaran Belanja Hibah dalam APBD Belanja hibah merupakan pemberian uang/barang atau jasa dari pemerintah daerah kepada pemerintah atau pemerintah daerah lainnya, perusahaan daerah, masyarakat dan organisasi kemasyarakatan, yang secara spesifik telah ditetapkan peruntukannya, bersifat tidak wajib dan tidak mengikat, serta tidak secara terus menerus yang bertujuan untuk menunjang penyelenggaraan urusan pemerintah daerah. Pemerintah melalui Kementerian Dalam Negeri telah mengatur secara khusus terkait pengelolaan belanja hibah oleh pemerintah daerah, yaitu Permendagri Nomor 32 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang Bersumber dari APBD dan Permendagri Nomor 39 tahun

11 2012 tentang Perubahan atas Permendagri Nomor 32 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang Bersumber dari APBD. Penganggaran belanja hibah dimulai dengan penyampaian usulan hibah secara tertulis kepada kepala daerah oleh pemerintah, pemerintah daerah lainnya, perusahaan daerah, masyarakat dan organisasi kemasyarakatan. Kepala daerah kemudian menunjuk SKPD untuk melakukan evaluasi usulan tersebut. Hasil evaluasi usulan hibah disampaikan kepada kepala daerah melalui TAPD. TAPD memberikan pertimbangan dan rekomendasi sesuai dengan prioritas dan kemampuan keuangan daerah. Rekomendasi dan pertimbangan ini menjadi dasar pencantuman alokasi anggaran hibah dalam rancangan KUA dan PPAS. Kepala daerah menetapkan daftar penerima hibah beserta besaran uang atau jenis barang atau jasa yang akan dihibahkan dengan keputusan kepala daerah berdasarkan peraturan daerah tentang APBD dan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD. Hibah berupa uang dicantumkan dalam RKA-PPKD sedangkan hibah berupa barang atau jasa dicantumkan dalam RKA-SKPD. 2.1.3 Hubungan Teori Keagenan dalam Penganggaran Daerah Penganggaran dalam pemerintah daerah dikenal dengan istilah APBD. APBD merupakan rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah (eksekutif) dan DPRD yang ditetapkan dengan peraturan daerah. Sebelum APBD ditetapkan, dilakukan pembahasan atas rancangan APBD yang diusulkan oleh eksekutif kepada DPRD. Rancangan APBD disusun oleh pemerintah daerah dengan mempertimbangkan asumsi-

12 asumsi sehingga memudahkan eksekutif untuk mencapai target yang telah ditetapkan. Hal ini dikarenakan eksekutif merupakan pihak pelaksana, maka eksekutif memiliki keunggulan informasi dibanding legislatif maupun publik sehingga dalam kaitannya dengan alokasi belanja hibah, eksekutif dapat mengalokasikan belanja hibah yang lebih besar untuk mengakomodir kepentingan eksekutif. 2.1.4 Teori Pilihan Publik Von Hogen (2002) dalam Halim dan Abdullah (2006) menyatakan bahwa dalam teori pilihan publik, politisi lebih berkepentingan untuk memaksimalkan prospek untuk dipilih kembali dan birokrat terutama berkepentingan dengan memaksimalkan kenikmatan yang berasal dari pemanfaatan fasilitas tempat kerja. Caparasso dan Levine (2008) dalam Ritonga dan Alam (2010) menyebutkan bahwa di arena politik para politisi dan birokrat bertindak semata-mata untuk memperbesar kekuasaan yang dimilikinya. 2.1.5 Hubungan Teori Pilihan Publik dengan Penganggaran Belanja Hibah Sesuai dengan teori pilihan publik, kepala daerah merupakan jabatan politis. Jabatan ini dimaknai sebagai jabatan yang ditentukan dari sebuah proses politik, yaitu pemilukada. Menurut Prasojo (2009), pemilukada adalah proyek besar dan untuk berhasil dalam pemilukada para calon kepala daerah tidak sungkan-sungkan untuk mengeluarkan milyaran rupiah. Dengan tingginya biaya politik dalam pemilukada, maka penggunaan dana publik untuk kepentingan politik tidak dapat

13 dihindari. Kepala daerah yang maju kembali dalam pemilukada serentak tahun 2015 mempunyai peluang besar untuk memanfaatkan anggaran dalam rangka melancarkan kepentingan politiknya. Permendagri Nomor 39 tahun 2012 tentang Perubahan atas Permendagri Nomor 32 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang Bersumber dari APBD menyatakan bahwa kepala daerah mempunyai wewenang untuk menetapkan daftar penerima dan besaran hibah dan bantuan sosial. Menurut Rubin (2000) dalam Ritonga dan Alam (2010) menyatakan bahwa dalam penentuan besaran maupun alokasi dana publik senantiasa terdapat kepentingan politik yang diakomodasi oleh pejabat. Alokasi anggaran seringkali juga mencerminkan kepentingan perumus kebijakan terkait dengan konstituennya. Berdasarkan uraian di atas, maka dalam penelitian ini berusaha untuk menguji pengaruh faktor politik terhadap pengalokasian belanja hibah. Faktor politik yang dimaksud adalah status calon kepala daerah ( incumbent dan non incumbent) dan pemilukada. Selain faktor politik, penelitian ini juga akan menguji karakteristik pemerintah daerah dalam pengalokasian belanja hibah. Karakteristik daerah merupakan kekhasan pemerintah daerah yang mendasari dalam pengalokasian belanja hibah. Karakterisitik daerah dapat berupa letak geografis, kemampuan keuangan daerah, bentuk daerah, dan jumlah penduduk.

14 2.1.6 Karakteristik Pemerintah Daerah Menurut Poerwadarminta ( 2006), karakteristik didefinisikan sebagai ciri-ciri atau sifat yang khusus yang terdapat dalam suatu individu atau kelompok/organisasi. Penelitian tentang karakteristik daerah dapat dipilih tergantung dengan apa yang ingin diketahui. Dasar pemikiran tentang karakteristik pemerintah daerah dalam penelitian ini mengadopsi pada penelitian sebelumnya. Penelitian Abdullah dan Asmara (2006) menggunakan kar akteristik pemerintah daerah yang direpresentasikan dengan letak geografis, pendapatan sendiri dan jenis pemerintah daerah untuk mengetahui pengaruhnya terhadap perilaku oportunistik legislatif dalam penganggaran. Penelitian Rochmatullah dan Probohudono (2014) menggunakan karakteristik pemerintah daerah yang direpresentasikan dengan letak geografis Jawa dan luar Jawa, ukuran daerah, SiLPA dan intergovernmental revenues/dana transfer untuk mengetahui pengaruhnya terhadap pengalokasian belanja bantuan sosial di Indonesia. Berdasarkan pada beberapa penelitian sebelumnya, maka penelitian ini mencoba untuk menguji beberapa karakteristik pemerintah daerah seperti letak geografis Jawa-Bali dan luar Jawa-Bali, pendapatan sendiri, dan intergovernmental revenues/dana transfer untuk mengetahui faktor penentu pengalokasian belanja hibah pada pemerintah daerah di Indonesia.

15 2.2 Pengembangan Hipotesis 2.2.1 Faktor Politik Kepala daerah merupakan jabatan politis yang ditentukan dari sebuah proses politik yaitu pemilukada. Tingginya biaya politik dalam pemilukada menyebabkan penggunaan dana publik untuk kepentingan politik tidak dapat dihindari. Logika yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah bahwa alokasi dana belanja hibah semakin tinggi pada pemerintah daerah yang melaksanakan pemilukada dan kepala daerahnya maju kembali dalam pemilukada. Hasil penelitian Ritonga dan Alam (2010) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan alokasi belanja hibah pada daerah yang mengikuti pemilukada dan kepala daerahnya maju kembali pada pemilukada sebelum dan saat pemilukada. Berdasarkan penjelasan tersebut, maka pada penelitian ini dirumuskan hipotesis sebagai berikut: H1: Status calon kepala daerah dan pemilukada berpengaruh positif terhadap alokasi belanja hibah pemerintah daerah di Indonesia 2.2.2 Karakteristik Pemerintah Daerah Menurut Poerwadarminta (2006), karakter merupakan ciri-ciri atau sifat yang khusus yang ada dalam suatu individu atau kelompok/organisasi. Pada penelitian ini, karakteristik pemerintah daerah yang digunakan adalah letak geografis Jawa- Bali dan luar Jawa-Bali, pendapatan sendiri, dan transfer dana perimbangan pemerintah daerah untuk mengetahui faktor penentu pengalokasian belanja hibah pada pemerintah daerah di Indonesia.

16 2.2.2.1 Letak Geografis Pemerintah Daerah Perbedaan letak geografis/wilayah mempunyai tujuan yang berbeda dalam pengalokasian belanja hibah. Beberapa daerah yang masih tertinggal menginginkan agar hibah tersebut dialokasikan untuk pemberian akses fasilitas yang lebih lengkap sehingga diharapkan dapat menyeimbangkan dengan ketersediaan fasilitas di daerah yang lebih maju dan akhirnya kesejahteraan setiap daerah relatif sama. Penelitian oleh Kusumadewi (2010), dari hasil pengolahan data sekunder perekonomian provinsi di Indonesia yang dikelompokkan berdasarkan kepulauan, yaitu wilayah Jawa-Bali dan luar Jawa-Bali menunjukkan pertumbuhan ekonomi terbesar berada di wilayah Jawa-Bali. Hal ini terjadi karena industrialisasi di wilayah Jawa-Bali lebih berkembang pesat sehingga mengakibatkan juga fasilitas umum/akses yang diterima oleh masyarakat lebih lengkap di Jawa-Bali dari pada di luar Jawa-Bali. Berdasarkan penjelasan di atas, maka hipotesis dirumuskan sebagai berikut: H2a: Letak geografis/wilayah berpengaruh positif terhadap alokasi belanja hibah pemerintah daerah di Indonesia. 2.2.2.2 Pendapatan Sendiri Menurut Permendagri Nomor 39 tahun 2012 tentang Perubahan atas Permendagri Nomor 32 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang Bersumber dari APBD, pengalokasian belanja hibah harus mempertimbangkan kemampuan daerah. Kemampuan keuangan daerah ini berkaitan dengan kemampuan pemerintah daerah untuk menggali, mengelola dan menggunakan sumber-sumber keuangan sendiri untuk membiayai

17 penyelenggaraan pemerintahan. Kemampuan daerah direpresentasikan dengan jumlah pendapatan asli daerah (PAD). Logika yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah pendapatan asli daerah pemerintah daerah yang besar akan membuat pengalokasian belanja hibah menjadi semakin besar. Berdasarkan penjelasan di atas, maka hipotesis dirumuskan sebagai berikut: H2b: Pendapatan sendiri berpengaruh positif terhadap alokasi belanja hibah pemerintah daerah di Indonesia. 2.2.2.3 Transfer Dana Perimbangan Pemerintah Daerah Pemerintah daerah di Indonesia masih bergantung pada desentralisasi fiskal dari pemerintah pusat (Ihori, 2004 dalam Rochmatullah dan Probohudono, 2014). Desentralisasi fiskal direpresentasikan dengan jumlah transfer dana perimbangan dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah di Indonesia. Logika dalam penelitian ini adalah semakin besar transfer dana perimbangan yang diterima pemerintah daerah di Indonesia, maka semakin besar juga pengalokasian belanja hibah. Tujuan transfer dana perimbangan sebagaimana disebutkan dalam UU No. 33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah adalah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi fiskal. Berdasarkan penjelasan di atas, maka hipotesis dirumuskan sebagai berikut: H2c: Transfer dana perimbangan berpengaruh positif terhadap alokasi belanja hibah pemerintah daerah di Indonesia.

18 2.3 Kerangka Konseptual Penelitian Kerangka konseptual dalam penelitian ini menggambarkan tentang hubungan antara variabel dependen dan variabel independennya. Kerangka penelitian ini menjelaskan bahwa penelitian ini dilakukan untuk menguji faktor-faktor yang mempengaruhi pengalokasian belanja hibah dengan menggunakan alokasi belanja hibah sebagai variabel dependennya dan sebagai variabel independen adalah faktor politik dan karakteristik pemerintah daerah. Gambaran tentang kerangka konseptual penelitian adalah sebagai berikut: Gambar 2.1 Kerangka Konseptual Variabel Independen Variabel Dependen 1. Faktor Politik - Status calon kepala daerah dan pemilukada (+) 2. Karakteristik Pemerintah Daerah - Letak Geografis (+) - Pendapatan Sendiri (+) - Transfer Dana Perimbangan (+) H1 (+) H2a (+) H2b (+) H2c (+) Alokasi Belanja Hibah Pemda TA Gambar di atas menunjukkan bahwa pengujian yang dilakukan bersifat parsial atau menguji pengaruh dari variabel secara individu. Variabel independen dikatakan sebagai faktor yang mempengaruhi alokasi belanja hibah jika memiliki pengaruh terhadap variabel dependennya.