ANALISIS KINERJA KEPALA DAERAH BERLATAR BELAKANG PENGUSAHA: WUJUD REFORMASI SEKTOR PUBLIK DI INDONESIA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. pada perubahan di segala aspek. Mulai dari sistem pemerintahan, peraturan

PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN DANA ALOKASI UMUM TERHADAP BELANJA MODAL (Studi Empiris di Wilayah Karesidenan Surakarta)

PENGARUH BELANJA MODAL DAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) TERHADAP PENDAPATAN PER KAPITA

ANALISIS PERBEDAAN KINERJA PEMERINTAH DAERAH ANTARA PEMERINTAH DAERAH YANG DIPIMPIN OLEH PENGUSAHA DAN NON-PENGUSAHA

BAB III METODE PENELITIAN. deskriptif dan komparatif. Dalam penelitian ini langkah pertama yang akan

BAB III METODE PENELITIAN. dan ringkasan anggaran. Sampel adalah sebagian dari elemen-elemen populasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

AKUNTANSI PEMERINTAHAN. Saiful Rahman Yuniarto, S.Sos, M.AB

PENGARUH ANGGARAN PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN DANA ALOKASI UMUM TERHADAP PENGALOKASIAN ANGGARAN BELANJA MODAL SKRIPSI

BAB 1 PENDAHULUAN. pengaruhnya terhadap nasib suatu daerah karena daerah dapat menjadi daerah

BAB I PENDAHULUAN. keberhasilan reformasi sosial politik di Indonesia. Reformasi tersebut

BAB 1 PENDAHULUAN. upaya-upaya secara maksimal untuk menciptakan rerangka kebijakan yang

BAB I PENDAHULUAN. birokrasi dalam berbagai sektor demi tercapainya good government. Salah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Dengan dikeluarkannya UU No. 22 Tahun 1999 yang kemudian direvisi

JURNAL SKRIPSI EVALUASI POTENSI PENDAPATAN PAJAK DAN RETRIBUSI DAERAH DI KABUPATEN WONOGIRI

ANALISIS FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENDAPATAN DAERAH DI KOTA SURAKARTA TAHUN

UPAYA MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DALAM ERA OTONOMI DAERAH

BAB III METODE PENELITIAN. terhadap pertumbuhan ekonomi di Jawa Tengah adalah kuantitatif. Penelitian

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH DALAM MENGHADAPI OTONOMI DAERAH DI SURAKARTA. (Studi Empiris di Surakarta Tahun Anggaran )

PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN DANA ALOKASI UMUM TERHADAP ALOKASI BELANJA DAERAH PADA PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA PROVINSI JAWA TIMUR

FIKA RI UTAMI B / I

PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH, PERTUMBUHAN EKONOMI, DAN DANA ALOKASI UMUM TERHADAP PENGALOKASIAN ANGGARAN BELANJA MODAL

PENGARUH DANA ALOKASI UMUM (DAU), PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DAN PERTUMBUHAN EKONOMI TERHADAP BELANJA PEMERINTAH KABUPATEN KLATEN TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dengan meningkatkan pemerataan dan keadilan. Dengan

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan perkembangan gagasan yang terjadi di berbagai negara,

Sri Mulyani Hardiyanto Wibowo Universitas Muhammadiyah Purwokerto ABSTRACT

PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DAN DANA ALOKASI UMUM (DAU) TERHADAP BELANJA MODAL

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH PADA KOTA KEDIRI SEBELUM DAN SESUDAH OTONOMI DAERAH SKRIPSI. Oleh :

BAB I PENDAHULUAN. menyampaikan laporan pertanggungjawaban yang terdiri atas Laporan Perhitungan

BAB III METODE PENELITIAN. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Pemerintahan Kota/Kabupaten

PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD), DANA BAGI HASIL (DBH), DANA ALOKASI UMUM (DAU), DAN ALOKASI KHUSUS (DAK) TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI (PDRB)

Powered by TCPDF (

PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD), DANA ALOKASI UMUM (DAU) TERHADAP BELANJA MODAL PADA

BAB I PENDAHULUAN. kapasitas fiskal yaitu pendapatan asli daerah (PAD) (Sidik, 2002)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ANALISIS PENGARUH FAKTOR-FAKTOR GOOD GOVERNANCE TERHADAP KUALITAS PELAYANAN BAGI WAJIB PAJAK (STUDI KASUS DI KPP PRATAMA JAKARTA PENJARINGAN) Oleh

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Organisasi sektor publik merupakan bagian dari sistem perekonomian negara

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengelola sumber daya ekonomi daerah yang berdaya guna dan berhasil

BAB I PENDAHULUAN. sejalan dengan dikeluarkannya Undang-undang No 22 Tahun 1999 dan

ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA KEUANGAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO APBD

ANALISIS EFISIENSI, EFEKTIVITAS, DAN KONTRIBUSI PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH TERHADAP PENINGKATAN PENDAPATAN ASLI DAERAH DI KOTA

MACHDANIYATUL AZIZAH B

BAB 1 PENDAHULUAN. antarsusunan pemerintahan. Otonomi daerah pada hakekatnya adalah untuk

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

PENGARUH KINERJA KEUANGAN TERHADAP

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sendiri berdasarkan pada prinsip-prinsip menurut Devas, dkk (1989) sebagai berikut.

ANALISIS KINERJA KEUANGAN DAN PERTUMBUHAN EKONOMI SETELAH DIBERLAKUKANYA OTONOMI DAERAH DI KABUPATEN SUKOHARJO

BAB I PENDAHULUAN. berbagai hal, salah satunya pengelolaan keuangan daerah. Sesuai dengan Undang-

BAB I PENDAHULUAN. Daerah, penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh daerah otonom sesuai dengan

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu bidang dalam akuntansi sektor publik yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi (S.E.) pada Jurusan Akuntansi

PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN DANA ALOKASI UMUM TERHADAP BELANJA MODAL PADA KABUPATEN GORONTALO

ANALISIS BELANJA MODAL DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA (Studi Empiris pada Kabupaten dan Kota di Provinsi Jawa Tengah Tahun )

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Otonomi daerah atau sering disebut desentralisasi fiskal mengharuskan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Posisi manusia selalu menjadi tema sentral dalam setiap program

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses dimana pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan keuangan negara maupun daerah. sumber daya alamnya sendiri. Sumber dana bagi daerah antara lain terdiri dari

I. PENDAHULUAN. Kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh setiap daerah adalah bertujuan

ANALISIS KINERJA KEUANGAN DAERAH PROVINSI PAPUA PERIODE Ary Anjani Denis 1 Mesak Iek 2

BAB III METODELOGI PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Apabila kita membicarakan tentang pembangunan daerah maka akan erat

ANALISIS KINERJA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN DAN KOTA DI PROVINSI ACEH BERDASARKAN RASIO KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. daerah diharapkan mampu menciptakan kemandirian daerah dalam mengatur dan

Analisis Kinerja Pelayanan Publik (Studi kasusu Pada SKPD Kabupaten Sukoharjo) Evi Prismawati B

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah yang sedang bergulir merupakan bagian dari adanya

BAB I PENDAHULUAN. (United Nations Development Programme) sejak tahun 1996 dalam seri laporan

DRAFT RINGKASAN HASIL PENELITIAN DOSEN MUDA

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN KLATEN DILIHAT DARI PENDAPATAN DAERAH PADA APBD

BAB I PENDAHULUAN. diperbaharui dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 yang menjelaskan

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia. Seiring perkembangan zaman tentu kebutuhan manusia bertambah, oleh

ANALISIS KINERJA KEUANGAN DAN PERTUMBUHAN EKONOMI SEBELUM DAN SESUDAH DIBERLAKUKANNYA OTONOMI DAERAH DI KABUPATEN BOYOLALI APBD

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan adalah usaha menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan

NASKAH PUBLIKASI ILMIAH

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. berupa data kuantitatif, yaitu Data Laporan Realisasi Anggaran APBD pemerintah

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PADA DINAS PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASET DAERAH (DPKAD) KOTA SEMARANG TAHUN

I. PENDAHULUAN. pengelolaan pemerintah daerahnya, baik ditingkat propinsi maupun tingkat kabupaten

ANALISIS PERKEMBANGAN KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH. (Studi Kasus Kabupaten Klaten Tahun Anggaran )

Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi dan Memenuhi Tugas dan Syarat-Syarat Guna

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

ANALISIS BELANJA PEMERINTAH DAERAH KOTA BENGKULU

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses multidimensional yang

ANALISIS PENGARUH PEMBERLAKUAN ANGGARAN BERBASIS KINERJA TERHADAP KINERJA KEUANGAN DAERAH KOTA METRO

BAB V PENUTUP. Asli Daerah, Dana Alokasi Khusus dan Dana Alokasi Umum terhadap Alokasi

BAB I PENDAHULUAN. undang-undang di bidang otonomi daerah tersebut telah menetapkan

PEMERINTAH KOTA BANDUNG KECAMATAN BANDUNG KULON

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan peundang-undangan. Hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia pada awal tahun 1996 dan

ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

N A S K A H P U B L I K A S I

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia yang didasarkan pada

BAB II LANDASAN TEORI. perhatian tersendiri bagi sebuah organisasi sektor publik. Pendekatan-pendekatan

BAB III METODE PENELITIAN. mengambil lokasi di Kabupaten Brebes dan Pemalang dengan data yang

REINVENTING GOVERNMENT DAN PEMBERDAYAAN APARATUR PEMERINTAH DAERAH. Annisa Citra Fatikha 1

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Transkripsi:

ANALISIS KINERJA KEPALA DAERAH BERLATAR BELAKANG PENGUSAHA: WUJUD REFORMASI SEKTOR PUBLIK DI INDONESIA NASKAH PUBLIKASI Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi dan Memenuhi Tugas dan Syarat-Syarat Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Surakarta Disusun oleh : MUHAMMAD WILLIAMS RAHADITAMA B 200 080 224 FAKULTAS EKONOMI PROGRAM STUDI AKUNTANSI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2012

HALAMAN PENGESAHAN Yang bertanda tangan dibawah ini telah membaca naskah publikasi dengan judul : ANALISIS KINERJA KEPALA DAERAH BERLATAR BELAKANG PENGUSAHA: WUJUD REFORMASI SEKTOR PUBLIK DI INDONESIA Yang ditulis oleh : MUHAMMAD WILLIAMS RAHADITAMA B 200 080 224 Penandatangan berpendapat bahwa skripsi tersebut telah memenuhi syarat untuk diterima. Surakarta, Maret 2012 Pembimbing Utama, Co Pembimbing, (Banu Witono, SE, M.Si, Ak.) (Shinta Permata Sari, SE) Mengetahui Dekan Fakultas Ekonomi UMS, ( Dr. H. Triyono, M.Si.) 2

ANALISIS KINERJA KEPALA DAERAH BERLATAR BELAKANG PENGUSAHA: WUJUD REFORMASI SEKTOR PUBLIK DI INDONESIA Muhammad Williams Rahaditama / NIM B200080224 Fakultas Ekonomi Jurusan Akuntansi Universitas Muhammadiyah Surakarta Abstraksi Penelitian ini bertujuan untuk menguji dan memberikan bukti empiris tentang kinerja Pemerintah Daerah yang dipimpin oleh Kepala Daerah berlatar belakang pengusaha dan nonpengusaha ditinjau dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), tingkat kemiskinan, dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Selain itu juga untuk menilai kinerja Kepala Daerah berlatar belakang pengusaha lebih baik dibandingkan dengan non-pengusaha ditinjau dari PAD, PDRB, tingkat kemiskinan, dan IPM. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pemerintah daerah (kabupaten/kota) di Indonesia. Adapun sampel dalam penelitian ini adalah Kabupaten/Kota di Jawa Tengah dan D.I. Yogyakarta. Di Jawa Tengah terdapat 35 Kabupaten dan Kota, sedangkan D.I. Yogyakarta memiliki 5 Kabupaten dan Kota. Metode pemilihan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan pendekatan judgement sampling. Metode analisis data dalam penelitian ini menggunakan Uji Independent Sample t-test. Selanjutnya dilakukan analisis rumusan masalah kedua dengan membandingkan nilai mean dari masing-masing variabel. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh hasil bahwa tidak terdapat perbedaan antara kinerja Kepala Daerah yang berlatar belakang pengusaha dibandingkan dengan non-pengusaha yang ditinjau dari pertumbuhan PAD, PDRB, tingkat kemiskinan, dan IPM. Hasil dari uji t dari semua variabel menunjukkan nilai p-value diatas > 0,05 (α) sehingga semua H 0 diterima dan hipotesis dalam penelitian ini tidak terdukung secara statistik. Namun pada rumusan masalah kedua, diperoleh hasil Kepala Daerah berlatar belakang pengusaha memiliki kinerja yang lebih baik dibandingkan dengan non-pengusaha ditinjau dari PAD, PDRB, tingkat kemiskinan dan IPM. Hal ini ditunjukkan dengan nilai mean yang dimiliki Kepala Daerah berlatar belakang pengusaha lebih besar dibanding non-pengusaha, terkecuali mean variabel tingkat kemiskinan. Kata kunci: kinerja kepala daerah, pendapatan asli daerah, produk domestik regional bruto A. Pendahuluan Perubahan di sektor publik diawali dengan penerapan New Public Management (NPM) di Inggris sebagai pemula tren perubahan sistem administrasi publik yang kemudian menginspirasikan berbagai negara di Eropa, Asia, dan Afrika melakukan perubahan manajemen sektor publik (Hood, 1991). Sementara itu, Amerika Serikat juga telah melakukan reformasi sektor publik di elemen pemerintahannya dengan mengusung konsep reinventing government yang diusulkan oleh David Osborne pada 1992. 3

Konsep NPM dan reinventing government, pada dasarnya sama-sama mengusung bagaimana mewirausahakan birokrasi yang lebih berorientasi pada output sehingga lebih efektif dan efisien. Christopher Hood (1991) mengungkapkan tujuh doktrin NPM yang terdiri dari: profesionalisme dalam manajemen sektor publik, standar dan pengukuran yang jelas terhadap kinerja, perhatian lebih terhadap kontrol output, pemecahan unit-unit kerja (disaggregation unit) di organisasi sektor publik, perubahan menuju peningkatan kompetisi sektor publik, mengadopsi gaya manajemen swasta di sektor publik, dan lebih berdisiplin dan berhemat dalam penggunaan sumber daya. Kedua konsep yang telah dijelaskan sebelumnya secara langsung maupun tidak langsung telah memberikan inspirasi bagi reformasi sektor publik di Indonesia. Walaupun NPM dan reiventing government tidak secara detail diterapkan di Indonesia, namun hal tersebut telah mengilhami perubahan manajemen sektor publik dari yang sebelumnya tradisional menuju lebih modern. Hal tersebut ditunjukkan melalui Undang-Undang (UU) otonomi daerah dan desentralisasi fiskal yang telah berlaku di Indonesia. Titik berat otonomi daerah terletak di daerah tingkat kabupaten/kota (UU No.32 Tahun 2004). Selain itu juga keluar produk UU No.13 tahun 2003 yang kemudian diperbaharui melalui UU No. 22 tahun 2007 yang mengatur tentang mekanisme baru pemilihan Kepala Daerah, bahwa Kepala Daerah mulai dari Gubernur dan Bupati/Walikota dapat secara langsung dipilih oleh rakyat. Setelah diberlakukannya Undang-Undang baru tentang pemilihan Kepala Daerah tersebut, memungkinkan berbagai kalangan mulai dari pengusaha, birokrat, teknokrat, ataupun militer untuk mencalonkan dirinya menjadi Gubernur maupun Bupati/Walikota. Akan tetapi, muncul fenomena yang menarik yaitu banyak dari kalangan pengusaha yang mencalonkan dirinya dan terpilih menjadi Kepala Daerah. Diantaranya adalah, Ir. Fadel Muhammad (mantan Gubernur Gorontalo), Ir. Joko Widodo (Walikota Solo), Herry Zudianto (Walikota Jogjakarta), dan masih banyak lagi. Sejalan dengan pendapat Van Mierlo (1996) bahwa timbulnya konsep wirausaha sebagai karakterisitik di organisasi sektor publik memiliki hubungan dengan faktor sosiologis atau sociological rule-concept. Beberapa penelitian yang telah dilakukan mengenai reformasi sektor publik menunjukkan hasil bahwa transformasi nilai-nilai sektor swasta kedalam sektor publik 4

memberikan dampak positif bagi kinerja Pemerintah. Penelitian Hoque dan Moll (2001) menjelaskan bahwa Australia telah menerapkan reformasi di bidang sektor publik dengan membuat kebijakan yang dinamakannational competition policy (NCP). Dengan penerapan NCP, maka entitas sektor publik harus beroperasi sesuai dengan prinsipprinsipkomersial yang sama dengan sektor swasta, sehingga mereka dituntut untuk menjadi lebih ekonomis, efisien, dan efektif. Begitupula dengan Greilling (2005) mengungkapkan bahwa Pemerintah Jerman pun banyak mengkaji tentang reformasi sektor publik melalui pengukuran kinerja secara bertahap, terutama pada sektor pemerintah daerah (local government). Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian Mahmudi (2010) untuk mengetahui kinerja kepala daerah yang berlatar belakang pengusaha dan yang bukan pengusaha. Adapun perbedaan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Mahmudi (2010) adalah pertama, obyek penelitian yang digunakan Mahmudi adalah seluruh Kabupaten dan Kota di Pulau Jawa, sedangkan pada penelitian ini menggunakan Kabupaten dan Kota di Jawa Tengah dan D.I. Yogyakarta. Kedua, penelitian Mahmudi dilakukan pada tahun anggaran 2005, 2006, dan 2007, sedangkan penelitian ini menggunakan tahun anggaran 2007, 2008, dan 2009. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji dan memberikan bukti empiris tentang: 1. Kinerja Pemerintah Daerah yang dipimpin oleh Kepala Daerah berlatar belakang pengusaha dan non-pengusaha ditinjau dari PAD, PDRB, tingkat kemiskinan, dan IPM. 2. Kinerja Kepala Daerah berlatar belakang pengusaha lebih baik dibandingkan yang bukan pengusaha ditinjau dari PAD, PDRB, tingkat kemiskinan, dan IPM. B. Tinjauan Pustaka 1. New Public Management Tujuan NPM adalah memperbaiki efisiensi dan efektivitas, meningkatkan responsivitas, dan memperbaiki akuntabilitas manajerial. Meski penerapan NPM di 5

berbagai negara cukup beragam, namun tetap mengarah ke tujuan yang sama seperti diharapkan NPM. Bahkan dalam pemilihan kebijakanjuga hampir sama, yaitu desentralisasi (devolved management), pergeseran dari pengendalian input menjadi pengukuran output dan outcome, spesifikasi kinerja yang lebih ketat, dan pemberian reward and punishment yang jelas (Hood, 1991). Christopher Hood (1991) mengungkapkan tujuh doktrin NPM yang terdiri dari: profesionalisme dalam manajemen sektor publik, standar dan pengukuran yang jelas terhadap kinerja, perhatian lebih terhadap kontrol output, pemecahan unit-unit kerja(disaggregation unit) di organisasi sektor publik, perubahan menuju peningkatan kompetisi sektor publik, mengadopsi gaya manajemen swasta di sektor publik, dan lebih berdisiplin dan berhemat dalam penggunaan sumber daya. 2. Reinventing Government Reinventing government pertama kali dikenalkan di Amerika Serikat oleh David Osborne dan Theodore Gaebler pada tahun 1992. Reinventing government adalah era baru pengelolaan sektor publik di Amerika setelah meninggalkan sistem birokrasi tradisional. Sehingga semenjak tahun 1992-1997 lebih dikanal sebagai reinventing era (Cohen dan Eimike, 1998). Osborne dan Plastrik mengungkapkan bahwa yang dimaksud reinventing government adalah transformasi atau perubahan yang mendasar bagi organisasi sektor publik untuk menciptakan peningkatan efisiensi dan efektifitas, serta kemapuan untuk melakukan inovasi. Transformasi ini dicapai dengan merubah tujuan, intensif, struktur maupun kultur di lingkungan organisasi sektor publik. Reinventing Government memiliki sepuluh prinsip utama yaitu, pemerintah katalis: mengarahkan ketimbang mengayuh; pemerintah milik masyarakat; pemerintah yang kompetitif; pemerintah yang digerakkan oleh misi; pemerintah berorientasi hasil; pemerintah berorientasi pelanggan; pemerintah wirausaha; pemerintah antisipatif; pemerintah berorientasi mekanisme (Collins dan Byrne, 2004; Osborne, 1992). 6

3. Kinerja Pemerintah Pengukuran kinerja pemerintah daerah dilakukan untuk memenuhi tiga tujuan yaitu, memperbaiki kinerja pemerintah, mengalokasikan sumber daya dan pembuatan keputusan, dan mewujudkan pertanggungjawaban publik dan memperbaiki komunikasi kelembagaan (Mardiasmo, 2002; 67). Kinerja Pemerintah dapat ditinjau dari beberapa capaian-capaian, diantaranya yaitu Pendapatan Asli Daerah (PAD), Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), tingkat kemiskinan, dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM). C. METODE PENELITIAN Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan metode deskriptif komparatif, yaitu suatu metode yang bertujuan untuk mengumpulkan, menyusun, membandingkan, menganalisis, dan interpretasi data yang akhirnya memberikan kesimpulan berdasarkan pada penilitian data (Sugiyono, 1999: 143). Hasilnya ditekankan untuk memberikan gambaran secara obyektif tentang keadaan sebenarnya dari obyek penelitian (Pemerintah Kabupaten dan Kota di Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta). Populasi, Sampel dan Metode Pengambilan Sampel Populasi dari penelitian ini adalah seluruh pemerintah daerah (kabupaten/kota) di Indonesia. Semenjak kebijakan desentralisasi fiskal dan otonomi daerah pada 1 Januari 2001 sampai tahun 2010, terdapat 33 propinsi di Indonesia dengan jumlah Kabupaten dan Kota sekitar 514. Sampel dalam penelitian ini adalah Kabupaten/Kota di Jawa Tengah dan D.I. Yogyakarta. Di Jawa Tengah terdapat 35 Kabupaten dan Kota, sedangkan D.I. Yogyakarta memiliki 5 Kabupaten dan Kota. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah judgement sampling. Pengambilan sampel di kabupaten dan kota di Jawa Tengah dan D.I. Yogyakarta didasarkan pada ketersediaan dan kemudahan akses data penelitian. Jenis Data dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Sumber data penelitian ini diambil dari Badan Pusat Statistik (BPS) berupa data Produk Domestik 7

Regional Bruto (PDRB), pendapatan asli daerah (PAD), indeks pembangunan manusia (IPM) dan tingkat kemiskinan. Sementara itu, data latar belakang Kepala Daerah diambil dari Curriculum Vitae masing-masing yang terdapat pada situs Pemda, artikel di koran maupun internet, dan informasi pendukung lainnya. Semua data yang digunakan diteliti selama 3 tahun terakhir yaitu pada 2007, 2008, dan 2009. Definisi Operasional Variabel Penelitian ini akan mengamati tentang kinerja Kepala Daerah ditinjau dari variabel PAD, PDRB, tingkat kemiskinan dan IPM. Adapun definisi operasional variabelnya adalah sebagai berikut: 1. Kepala Daerah dan Latar Belakangnya Kepala Daerah yang dimaksud dalam penelitian ini adalah Walikota atau Bupati sebagai pimpinan puncak di pemerintah daerah. Latar belakang Kepala Daerah dikategorikan menjadi Kepala Daerah yang berlatar belakang pengusaha dan nonpengusaha. 2. Pendapatan Asli Daerah (PAD) Di dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan, Pendapatan Asli Daerah terdiri dari: pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengolahan kekayaan daerah yang dipisahkan, lain-lain PAD yang sah. Dalam penelitian ini, pengukuran PAD dilihat dari pertumbuhannya tiap tahun seperti yang dilakukan dalam penelitian Mahmudi (2010) dengan menggunakan rumus sebagai berikut: Keterangan: PAD t = PAD tahun anggaran ke-t PAD t-1 = PAD tahun anggaran ke-t-1 t = tahun anggaran 3. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Dalam penelitian ini, perhitungan pertumbuhan PDRB yang digunakan adalah PDRB atas dasar harga konstan. Dengan perhitungan ini, akan diketahui pertumbuhan 8

ekonomi suatu daerah dari tahun ke tahun seperti yang dilakukan dalam penelitian Mahmudi (2010). Untuk itu, rumus perhitungannya adalah: Keterangan: PDRB t = PDRB tahun anggaran ke-t PDRB t-1 = PDRB tahun anggaran ke-t-1 t = tahun anggaran 4. Tingkat Kemiskinan Dalam penelitian ini, tingkat kemiskinan menggunakan definisi yang digunakan oleh Badan Pusat Statistik. BPS menjabarkan pengertian kemiskinan adalah suatu kondisi ketika jumlah rupiah yang dikeluarkan atau dibelanjakan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi kurang dari 2.100 kalori perkapita. Ukuran tingkat kemiskinan ditunjukkan dengan menggunakan persentase (0-100) sesuai yang dilakukan dalam penelitian Mahmudi (2010). 5. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Menurut BPS, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan indikator komposit yang menggabungkan tiga aspek penting, yaitu peningkatan kualitas fisik (kesehatan), intelektualitas (pendidikan), maupun kemampuan ekonominya (daya beli) seluruh komponen masyarakat dalam kurun waktu tertentu. Sedangkan angka indeks yang digunakan untuk melihat IPM adalah dari 1 sampai 100. Indeks ini juga telah digunakan dalam penelitian Mahmudi (2010). Metode Analisis Data 1. Uji Normalitas Uji normalitas data dalam penelitian ini dilakukan dengan pengujian One Sample Kolmogorov-Smirnorv (K-S). Hasil dari pengujian ini akan dibandingkan dengan nilai signifikansi yang telah ditentukan yaitu sebesar 5% atau 0,05. Jika nilai probabilitas yang diperoleh lebih dari 0,05 maka data tersebut terdistribusikan normal (Ghozali, 2005: 110). Setelah diketahui hasil dari pengujian One Sample Kolmogorov-Smirnorv (K-S), maka baru dapat disimpulkan metode pengujian hipotesis penelitian. Apabila data setiap variabel berdistribusi normal, maka 9

pengujian hipotesis menggunakan statistik parametrik (independent- samples t-test), namun apabila data tidak berdistribusi normal maka menggunakan statistik nonparametrik. 2. Pengujian Hipotesis Pengujian hipotesis akan dilakukan dengan independent-samples t-test. Akan tetapi sebelumnya akan dilakukan pengujian homogenitas data. Untuk menguji homogenitas data ditentukan berdasarkan hasil levene s test untuk menguji apakah variance kedua sampel sama (equal variance assumed) ataukah berbeda (equal variance not assumed). Apabila probabilitas > 0,05, maka sampel sehingga memiliki variance sama, namun apabila nilai probabilitas < 0,05 maka sampel disimpulkan memiliki variance berbeda (Ghozali, 2005; 57-58). Pengujian independent-samples t-test digunakan untuk melihat kesamaan rata-rata dan variansi kelompok data pada sebuah sampel independen. Tujuannya adalah untuk mengetahui apakah kedua kelompok data pada sebuah sampel bersumber dari populasi yang sama atau berbeda. Bila ditemukan berbeda, maka kelompok pada sampel tersebut adalah independen (Amir, 2006; 101). Pengujian dalam penelitian ini menggunakan level of significance 0,05. Hasil pengujian hipotesis akan ditentukan apabila nilai signifikansi statistik t < 0,05, atau H 0 diterima dan H a tidak terdukung atau sebaliknya. Alat analisis yang digunakan adalah SPSS 16. 3. Analisis Rumusan Masalah Kedua Dalam menjawab rumusan masalah kedua tentang Kepala Daerah berlatar belakang pengusaha memiliki kinerja yang lebih baik dibanding non-pengusaha ditinjau dari pertumbuhan PAD, pertumbuhan PDRB, tingkat kemiskinan, dan IPM dianalisis dengan membandingkan mean dari masing-masing kinerja pemerintah daerah berdasarkan hasil dari statistik deskriptif. Apabila nilai mean dari PAD, PDRB, dan IPM menunjukkan hasil yang lebih besar maka dapat disimpulkan memiliki kinerja yang lebih baik. Namun untuk tingkat kemiskinan, nilai mean menunjukkan jumlah yang lebih kecil jumlahnya sehingga memiliki kinerja yang lebih baik. 10

D. Hasil Penelitian Hasil uji normalitas dari penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 1 Hasil Uji Normalitas Variabel p-value Kriteria Kesimpulan PAD Pengusaha 0,856 p > 0,05 Data terdistribusinormal Growth Non Pengusaha 0,615 p > 0,05 Data terdistribusinormal PDRB Pengusaha 0,948 p > 0,05 Data terdistribusinormal Growth Non Pengusaha 0,242 p > 0,05 Data terdistribusinormal TM Pengusaha 0,854 p > 0,05 Data terdistribusinormal Non Pengusaha 0,998 p > 0,05 Data terdistribusinormal IPM Pengusaha 0,724 p > 0,05 Data terdistribusinormal Non Pengusaha 0,734 p > 0,05 Data terdistribusinormal Sumber: Data Diolah, 2012 Berdasarkan hasil uji normalitas dengan menggunakan one-sample kolmogorov smirnov pada tabel 1 diatas menunjukkan nilai p-value untuk masing-masing variabel, baik pengusaha maupun non pengusaha. Untuk variabel Pertumbuhan PAD, Pertumbuhan PDRB, TM dan IPM masing-masing menunjukkan nilai p-value diatas 0,05 (α) atau p >0,05. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa seluruh data dalam penelitian ini terdistribusi normal. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah independentsamples t-test. Hasil uji hipotesis disajikan pada tabel berikut ini: Tabel 2 Hasil Uji Independent Sample t-test Levene s test Uji t Variabel Kesimpulan F p-value t p-value PAD 4,564 0,039 0,686 0,497 H 0 diterima PDRB 0,49 0,826 0,152 0,880 H 0 diterima TM 2,652 0,112-0,515 0,613 H 0 diterima IPM 0,120 0,731 1,326 0,200 H 0 diterima Sumber: Data Diolah, 2012 Uji kesamaan variansi (Levene s test) dilakukan sebagai persyaratan untuk uji t dan ditemukan bahwa melalui uji F variabel PAD menunjukkan nilai p-value sebesar p = 0,039 11

< 0,05 (α), maka dapat disimpulkan bahwa kedua variansi tersebut tidak sama atau berbeda (equal variances not assumed). Variabel PDRB menunjukkan nilai p-value sebesar p = 0,826 > 0,05 (α), maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan pada kedua variansi tersebut. Variabel TM menunjukkan nilai p-value sebesar p = 0,112 > 0,05 (α), maka dapat disimpulkan bahwa kedua variansi tersebut adalah sama. Variabel IPM menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan pada kedua variansi tersebut dengan nilai p-value sebesar p = 0,731 > 0,05 (α). Oleh karena itu, variabel PDRB, TM dan IPM menggunakan equal variances assumed. Berdasarkan tabel 2, variabel PAD menunjukkan nilai p-value sebesar p= 0,497 > 0,05 (α)sehingga H 0 diterima dan H a.1 tidak terdukung secara statistik. Hal ini berarti bahwa tidak terdapat perbedaan antara kinerja pemerintah daerah yang dipimpin oleh kepala daerah berlatar belakang pengusaha dan non-pengusaha ditinjau dari Pendapatan Asli Daerah (PAD). Akan tetapi penelitian ini dapat menunjukkan bahwa pertumbuhan PAD yang dicapai Kepala Daerah berlatar belakang pengusaha lebih baik daripada Kepala Daerah yang berlatar belakang non pengusaha dilihat dari nilai mean difference sebesar 0,01590 meskipun secara statistik tidak signifikan. Variabel PDRBmenunjukkan nilai p-value sebesar p = 0,893> 0,05 (α) sehingga H 0 diterima dan H a.2 tidak terdukung secara statistik. Hal ini berarti bahwa tidak terdapat perbedaan antara kinerja pemerintah daerah yang dipimpin oleh kepala daerah berlatar belakang pengusaha dan non-pengusaha ditinjau dari PDRB. Penelitian ini menunjukkan bahwa kepala daerah berlatar belakang pengusaha memiliki kinerja yang lebih baik apabila dibandingkan dengan kepala daerah yang berlatar belakang non-pengusaha dilihat dari PDRB yang ditunjukkan oleh nilai mean difference sebesar 0,00328. Variabel Tingkat Kemiskinan (TM) menunjukkan nilai p-value sebesar p= 0,613> 0,05 (α)sehingga H 0 diterima dan H a.3 tidak terdukung secara statistik. Hal ini berarti bahwa tidak terdapat perbedaan antara kinerja pemerintah daerah yang dipimpin oleh kepala daerah berlatar belakang pengusaha dan non-pengusaha ditinjau dari Tingkat Kemiskinan (TM). Akan tetapi penelitian ini berhasil menunjukkan bahwa kepala daerah berlatar belakang pengusaha memiliki kinerja yang lebih baik apabila dibandingkan dengan kepala daerah yang berlatar belakang non pengusaha dilihat dari nilai mean difference sebesar -1,20168. 12

Variabel Indeks Pembangunan Manusia (IPM)menunjukkan nilai p-value sebesar p= 0,200> 0,05 (α)sehingga H 0 diterima dan H a.4 tidak terdukung secara statistik. Hal ini berarti bahwa tidak terdapat perbedaan antara kinerja pemerintah daerah yang dipimpin oleh kepala daerah berlatar belakang pengusaha dan non-pengusaha ditinjau dari Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Penelitian ini juga menunjukkan bahwa kinerja kepala daerah berlatar belakang pengusaha lebih baik apabila dibandingkan dengan kepala daerah yang berlatar belakang non pengusaha yang dapat dilihat dari nilai mean difference sebesar 1,25128. Berdasarkan pembahasan sebelumnya dapat diketahui bahwa hasil dari penelitian ini belum mampu mendukung penelitian Mahmudi (2010) yang menyatakan bahwa terdapat perbedaan antara kinerja Kepala Daerah berlatar belakang pengusaha dan non-pengusaha ditinjau dari PAD, PDRB, tingkat kemiskinan, dan IPM. Pembahasan Rumusan Masalah Kedua Untuk menjawab rumusan masalah kedua, yaitu apakah Kepala Daerah berlatar belakang pengusaha memiliki kinerja yang lebih baik dibanding non- pengusaha maka dilakukan analisis sebagai berikut: Tabel 3 Hasil Uji Kinerja Kepala Daerah Variabel N Mean Mean Difference Pengusaha 13 0,1292 0,1590 PAD Non Pengusaha 27 0,1133 0,1590 Pengusaha 13 4,6808 0,00328 PDRB Non Pengusaha 27 4,7100 0,00328 Pengusaha 13 17,3146-1,201168 TM Non Pengusaha 27 18,5163-1,201168 Pengusaha 13 72,7246 1,25128 IPM Non Pengusaha 27 71,4733 1,25128 Sumber: Data Diolah, 2012 Berdasarkan tabel 3 diatas dapat disimpulkan bahwa 13 Kepala Daerah berlatar belakang pengusaha memiliki kinerja yang lebih baik dibandingkan dengan 27 Kepala Daerah berlatar belakang non-pengusaha ditinjau dari nilai mean PAD yang dimilki oleh Kepala Daerah berlatar belakang pengusaha sebesar 0,1292 lebih besar dari nilai mean 13

PAD yang dimiliki oleh Kepala Daerah non-pengusaha sebesar 0,1133. Adapun nilai mean difference PAD menunjukkan angka positif sebesar 0,1590 yang juga mendukung bahwa kinerja Kepala Daerah berlatar belakang pengusaha lebih baik dibanding Kepala Daerah non-pengusaha. Hasil dari penelitian ini konsisten dengan penelitian Mahmudi (2010) yang juga menjelaskan bahwa kinerja Kepala Daerah berlatar belakang pengusaha lebih baik dibanding non-pengusaha. Hasil tersebut menunjukkan bahwa sumber potensial suatu daerah yang berasal dari PAD dapat diperoleh secara maksimal oleh Kepala Daerah berlatar belakang pengusaha. Kinerja Kepala Daerah yang ditinjau dari PDRB menunjukkan hasil yang sama dengan PAD. Kepala Daerah berlatar belakang pengusaha memiliki kinerja yang lebih baik dibanding Kepala Daerah berlatar belakang non-pengusaha. Hal tersebut ditunjukkan oleh nilai mean PDRB 13 Kepala Daerah berlatar belakang pengusaha sebesar 0,4685 lebih besar dari nilai mean 27 Kepala Daerah berlatar belakang nonpengusaha (0,4652). Sementara itu, nilai mean differance PDRB juga menunjukkan angka positif sebesar 0,00328,sehingga Kepala Daerah pengusaha memiliki kinerja yang lebih baik. Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian Mahmudi (2010) yang menyatakan bahwa kinerja Kepala Daerah berlatar belakang pengusaha lebih baik dibanding non-pengusaha ditinjau dari PDRB. Ditinjau dari tingkat kemiskinan, Kinerja Kepala Daerah berlatar belakang pengusaha lebih baik dibandingkan dengan Kepala Daerah berlatar belakang nonpengusaha. Hali ini dilihat dari nilai mean tingkat kemiskinan (TM) pengusaha sebesar 17,3146 lebih kecil dari non-pengusaha yang berjumlah 18,5163 serta nilai mean difference variabel tingkat kemiskinan (TM) yang menunjukkan angka negatif yaitu sebesar -0,02923. Hal ini dikarenakan tingkat kemiskinan di suatu daerah yang dipimpin oleh Kepala Daerah yang berlatar belakang non-pengusaha lebih besar apabila dibandingkan dengan Kepala Daerah berlatar belakang pengusaha, sehingga dapat disimpulkan bahwa Kepala Daerah berlatar belakang pengusaha memiliki kinerja yang lebih baik ditinjau dar segi pengentasan kemiskinan di daerah. Hasil ini sejalan dengan penelitian Mahmudi (2010) yang juga menemukan bahwa Kepala Daerah Berlatar belakang pengusaha lebih baik ditinjau dari tingkat kemiskinan. 14

Hasil yang sama juga ditunjukkan oleh variabel IPM yang menunjukkan bahwa Kepala Daerah berlatar belakang pengusaha memiliki kinerja yang lebih baik dibandingkan dengan Kepala Daerah berlatar belakang non-pengusaha. Nilai mean IPM yang dimiliki oleh 13 Kepala Daerah berlatar belakang pengusaha sebesar 72,7246 lebih besar dari nilai mean IPM 27 Kepala Daerah berlatar belakang non-pengusaha sebesar 71,4733. Selain itu, nilai mean difference yang menunjukkan angka positif sebesar 1,25128 menunjukkan bahwa kinerja Kepala Daerah berlatar belakang pengusaha lebih baik apabila dibandingkan dengan Kepala Daerah berlatar belakng non-pengusaha. Hasil penelitian mengenai kinerja Kepala Daerah ditinjau dari IPM ini konsisten dengan penelitian Mahmudi (2010). E. Simpulan dan Saran Berdasarkan data yang diperoleh dan dari analisis data yang dilakukan pada bab sebelumnya terhadap kinerja Kepala Daerah yang berlatar belakang pengusaha dan nonpengusaha, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1. Kepala Daerah berlatar belakang pengusaha memiliki kinerja yang lebih baik dibandingkan dengan non-pengusaha ditinjau dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), tingkat kemiskinan dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Hal ini ditunjukkan dengan nilai mean yang dimiliki Kepala Daerah berlatar belakang pengusaha lebih besar dibanding non-pengusaha, terkecuali mean variabel tingkat kemiskinan. 2. Tidak terdapat perbedaan antara kinerja Kepala Daerah yang berlatar belakang pengusaha dibandingkan dengan non-pengusaha yang ditinjau dari pertumbuhan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Hal ini ditunjukkan dengan nilai p-value PAD sebesar p = 0,497 > 0,05 (α) sehingga H 0 diterima dan H a.1 tidak terdukung secara statistik. 3. Tidak terdapat perbedaan antara kinerja Kepala Daerah yang berlatar belakang pengusaha dibandingkan dengan non-pengusaha yang ditinjau dari pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDRB). Hal ini ditunjukkan dengannilai p-value sebesar p = 0,884> 0,05 (α) sehingga H 0 diterima dan H a.2 tidak terdukung secara statistik. 4. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara kinerja Kepala Daerah yang berlatar belakang pengusaha dibandingkan dengan non-pengusaha yang dilihat dari presentase 15

tingkat kemiskinan. Hal ini ditunjukkan dengannilai p-value sebesar p = 0,613> 0,05 (α) sehingga H 0 diterima dan H a.3 tidak terdukung secara statistik. 5. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara kinerja Kepala Daerah yang berlatar belakang pengusaha dibandingkan dengan non-pengusaha yang dilihat dari Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Hal ini ditunjukkan dengannilai p-value sebesar p = 0,200> 0,05 (α) sehingga H 0 diterima dan H a.4 tidak terdukung secara statistik. Berikut saran-saran yang dapat digunakan untuk peneliti selanjutnya : 1. Penelitian selanjutnya diharapkan menggunakan periode pengamatan yang lebih lama, sehingga akan memberikan kemungkinan yang lebih besar untuk menggambarkan kondisi yang sebenarnya. 2. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat menambahkan atau menggunakan variabel lain seperti laporan keuangan, indeks korupsi, jumlah pengangguran, dan lain sebagainya, sehingga dengan begitu dapat menjelaskan kinerja pemerintah yang lebih lengkap. DAFTAR PUSTAKA Amir, Muhammad Faisal. 2006. Mengolah dan Membuat Interpretasi Hasil Olahan SPSS untuk Penelitian Ilmiah. Jakarta: Penerbit Edsa Mahkota. Cohen, Steven dan Eimike, William B. 1998. Trends in 21th Century United States Government Ethics. Columbia: School of International and Public Affairs. Collins, Philip dan Byrne, Liam. 2004. Reinventing Government Again. London: The Social Market Foundation. Desember 2004. Ghozali, Imam, 2005. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Greiling, Dorothea. 2005. Performance measurement in the public sector: the German experience. International Journal of Productivity and Performance Management Vol.54 No.7. Hood, C. 1991. A public Management for All Seasons. Public Administration, Vol.69: 3-19. Hoque, Zahirul and Moll, Jodie.2001. Public Sector Reform: Implication for Accounting, Accountability and Performance of State-Owned Entities an Australian Perspective.The International Journal of Public Sector Management, Vol.14 No.4. 16

Mahmudi. 2010. The Analysis Enterpreneurial Leader on Local Government Performance. Proceeding SNA XIII Purwokerto, hal 1-24. Mardiasmo. 2002. Akuntansi Sektor Publik. Penerbit Andi. Yogyakarta. Muis, Ichwan. 2012. Definisi, Penyebab, dan Indikator Kemiskinan. Artikel Internet. www.ichwanmuis.com diunduh tanggal 06 Januari 2012. Nawawi, Hadari, 2000. Manajemen Stratejik Organisasi Non Profit Di bidang Pemerintahan dengan Ilustrasi Di Bidang Pendidikan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Osborne, David. 2007. Reinventing Government: What a Difference Strategy Makes. Paper presented at 7th Global Forum of Reinventing Government at Vienna, Austria, 26-29 June 2007. Van Mierlo, J.G.A. 1996. Public Entrepreneurship as Innovative Management Strategy in The Public Sector: A Public Choice-Approach. Paper presented at the 65th Annual Conference of The Southern Economic Association, Louisiana, USA. November 1995. 17