GOOD CORPORATE GOVERNANCE DI INDUSTRI PERASURANSIAN

dokumen-dokumen yang mirip
PEDOMAN TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK (GOOD CORPORATE GOVERNANCE/GCG)

PEDOMAN PERILAKU Code of Conduct KEBIJAKAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN

DAFTAR ISI CHARTER KOMITE AUDIT PT INDOFARMA (Persero) Tbk

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 73 /POJK.05/2016 TENTANG TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK BAGI PERUSAHAAN PERASURANSIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Prinsip-prinsip GCG 1. Transparansi

PT. BUANA FINANCE, TBK PIAGAM KOMITE AUDIT (AUDIT COMMITTEE CHARTER)

Direksi Perusahaan Efek yang Melakukan Kegiatan Usaha sebagai Penjamin Emisi Efek dan/atau Perantara Pedagang Efek SALINAN

Direksi Perusahaan Efek yang Melakukan Kegiatan Usaha sebagai Penjamin Emisi Efek dan Perantara Pedagang Efek SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN

2012, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK BAGI PERUSAHAAN PERASURANSIAN. BAB I KETEN

Manajemen Risiko Bagi Perusahaan Perasuransian. disampaikan dalam acara WORKSHOP Manajemen Risiko Perusahaan Perasuransian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (2009 : 67) mencoba memberikan definisi dari kinerja, antara lain sebagai

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

Yth. 1. Direksi Perusahaan Pembiayaan; dan 2. Direksi Perusahaan Pembiayaan Syariah, di tempat.

RANCANGAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /SEOJK.05/2014

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN

SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN /SEOJK.04/20... TENTANG LAPORAN PENERAPAN TATA KELOLA MANAJER INVESTASI

NOMOR 152/PMK.010/2012 TENTANG TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK BAGI PERUSAHAAN PERASURANSIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEWRAUSAHAAN, ETIKA PROFESI dan HUKUM BISNIS

DAFTAR ISI CHARTER KOMITE AUDIT. I Pendahuluan 1. II Tujuan Pembentukan Komite Audit 1. III Kedudukan 2. IV Keanggotaan 2. V Hak dan Kewenangan 3

Tata Kelola Perusahaan Yang Baik Bagi Perusahaan Pembiayaan Syariah

PIAGAM KOMITE AUDIT (AUDIT COMMITTEE CHARTER) PT PERTAMINA INTERNASIONAL EKSPLORASI & PRODUKSI

PIAGAM KOMITE AUDIT DAN RISIKO USAHA (BUSINESS RISK AND AUDIT COMMITTEES CHARTER) PT WIJAYA KARYA BETON Tbk. BAGIAN I

BAB I PENDAHULUAN. efektivitas pencapaian tujuan perusahaan. Seiring dengan berkembangnya. mendorong kesinambungan dan kelangsungan hidup perusahaan.

KEBIJAKAN MANAJEMEN Bidang: Kepatuhan (Compliance) Perihal : Pedoman Tata Kelola Terintegrasi BAB I. No. COM/002/00/0116

KEBIJAKAN MANAJEMEN Bidang: Kepatuhan (Compliance) Perihal : Pedoman Pelaksanaan Good Corporate Governance (GCG) No.

I. PENDAHULUAN. 1. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan;

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

PEDOMAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE PERUSAHAAN ASURANSI DAN PERUSAHAAN REASURANSI INDONESIA

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 16 /POJK.05/2016 TENTANG PEDOMAN TATA KELOLA DANA PENSIUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

- 2 - PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Angka 1 sampai dengan angka 13 Cukup jelas.

PENERAPAN TATA KELOLA TERINTEGRASI

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 18/POJK.03/2014 TENTANG PENERAPAN TATA KELOLA TERINTEGRASI BAGI KONGLOMERASI KEUANGAN

- 1 - LAMPIRAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 7 /SEOJK.03/2016 TENTANG STANDAR PELAKSANAAN FUNGSI AUDIT INTERN BANK PERKREDITAN RAKYAT

LAMPIRAN II SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 15 /SEOJK.05/2016 TENTANG LAPORAN PENERAPAN TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK BAGI PERUSAHAAN

12Pasca. Kewirausahaan, Etika Profesi dan Hukum Bisnis

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG TATA KELOLA YANG BAIK BAGI DANA PENSIUN

PIAGAM AUDIT INTERNAL

PIAGAM KOMITE AUDIT (AUDIT COMMITTEE CHARTER) PT SUMBERDAYA SEWATAMA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

DAFTAR ISI CHARTER SATUAN PENGAWASAN INTERN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mengevaluasi kegiatan-kegiatan organisasi yang dilaksanakan.

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

KOMITE AUDIT CHARTER PT INDOFARMA (PERSERO) TBK

LAPORAN PENERAPAN TATA KELOLA PERUSAHAAN EFEK YANG MELAKUKAN KEGIATAN USAHA SEBAGAI PENJAMIN EMISI EFEK DAN PERANTARA PEDAGANG EFEK

PT Asuransi Chubb Syariah Indonesia. Laporan Tahunan Pelaksanaan Tata Kelola Perusahaan Yang Baik Tahun 2016

PEDOMAN DIREKSI DAN KOMISARIS PERSEROAN

-2- BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini yang dimaksud dengan: 1. Penjaminan adalah kegiatan pemberian jaminan oleh

RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.05/2014 TENTANG TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK BAGI PERUSAHAAN PEMBIAYAAN

09Pasca. Kewirausahaan, Etika Profesi dan Hukum Bisnis

Batang Tubuh Penjelasan Tanggapan TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK BAGI PERUSAHAAN PERASURANSIAN

SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 15/SEOJK.03/2015 TENTANG PENERAPAN TATA KELOLA TERINTEGRASI BAGI KONGLOMERASI KEUANGAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

Yth. 1. Perusahaan Asuransi; 2. Perusahaan Asuransi Syariah; 3. Perusahaan Reasuransi; dan 4. Perusahaan Reasuransi Syariah di tempat.

PEDOMAN DAN TATA TERTIB KERJA KOMITE AUDIT

PEDOMAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE PERUSAHAAN KONSULTAN AKTUARIA INDONESIA

INTERNAL AUDIT CHARTER 2016 PT ELNUSA TBK

PT. PYRIDAM FARMA Tbk. MANAJEMEN RISIKO

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 30/POJK.05/2014 TENTANG TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK BAGI PERUSAHAAN PEMBIAYAAN

PEDOMAN TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK PT SURYA CITRA MEDIA Tbk

2 d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c perlu menetapkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang

PEDOMAN DAN TATA TERTIB KERJA KOMITE AUDIT

PERMINTAAN TANGGAPAN ATAS RANCANGAN SURAT EDARAN OJK

PIAGAM KOMITE AUDIT 2015

PT. BUANA FINANCE, TBK PIAGAM KOMITE AUDIT (AUDIT COMMITTEE CHARTER)

SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 4/SEOJK.05/2015 TENTANG PENILAIAN TINGKAT RISIKO PERUSAHAAN PEMBIAYAAN

Pedoman Tata Kelola Perusahaan PT Nusa Raya Cipta Tbk PEDOMAN TATA KELOLA PERUSAHAAN

PEDOMAN KERJA KOMITE AUDIT

LAMPIRAN II SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /SEOJK.05/2017 TENTANG LAPORAN PENERAPAN TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK BAGI PERUSAHAAN MODAL

BAB IV PEMAHAMAN KARYAWAN TERHADAP SITEM MANAJEMEN SYARIAH DI KJKS BMT WALISONGO SEMARANG

LAMPIRAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 32 /SEOJK.04/2015 TENTANG PEDOMAN TATA KELOLA PERUSAHAAN TERBUKA

SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 2 /SEOJK.05/2015 TENTANG PENILAIAN TINGKAT RISIKO DANA PENSIUN

PIAGAM KOMITE AUDIT. ( AUDIT COMMITTE CHARTER ) PT FORTUNE MATE INDONESIA Tbk

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 55 /POJK.03/2016 TENTANG PENERAPAN TATA KELOLA BAGI BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 141 /PMK.010/2009 TENTANG PRINSIP TATA KELOLA LEMBAGA PEMBIAYAAN EKSPOR INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. sebagai wakil dari pemilik juga memiliki kepentingan pribadi sehingga perilaku

KOMITE AUDIT ( PIAGAM KOMITE AUDIT )

PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 73 /POJK.05/2016 TENTANG TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK BAGI PERUSAHAAN PERASURANSIAN

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 4/POJK.03/2015 TENTANG PENERAPAN TATA KELOLA BAGI BANK PERKREDITAN RAKYAT

PT MULTI INDOCITRA Tbk PIAGAM KOMITE AUDIT

SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 5 /SEOJK.03/2016 TENTANG PENERAPAN TATA KELOLA BAGI BANK PERKREDITAN RAKYAT

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 11/ 33 /PBI/2009 TENTANG PELAKSANAAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE BAGI BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH

PT. Heksa Eka Life Insurance PENDAHULUAN

SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG LAPORAN PENERAPAN TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK BAGI PERUSAHAAN PERASURANSIAN

PT Chubb General Insurance Indonesia. Laporan Tahunan Pelaksanaan Tata Kelola Perusahaan Yang Baik

BAB I PENDAHULUAN. digariskan. Audit internal modern menyediakan jasa- jasa yang mencakup

PT Wintermar Offshore Marine Tbk

FAKTOR PENILAIAN: PELAKSANAAN TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB DEWAN KOMISARIS

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Daftar Isi... i Tentang Panduan Good Corporate Governance... 1 Visi... 3 Misi... 3 Nilai-Nilai Dasar Perseroan... 4 Komitmen Perseroan...

PIAGAM KOMITE AUDIT PT DUTA INTIDAYA, TBK

NOMOR 32 /SEOJK.04/2015 TENTANG PEDOMAN TATA KELOLA PERUSAHAAN TERBUKA

2 Dalam rangka penerapan tata kelola terintegrasi yang baik, Konglomerasi Keuangan perlu memiliki Pedoman Tata Kelola Terintegrasi dengan mengacu pada

-1- LAPORAN PENERAPAN TATA KELOLA PERUSAHAAN EFEK YANG MELAKUKAN KEGIATAN USAHA SEBAGAI PENJAMIN EMISI EFEK DAN PERANTARA PEDAGANG EFEK

KONSEP PEDOMAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE PERUSAHAAN PIALANG ASURANSI DAN PIALANG REASURANSI INDONESIA

Laporan Tahunan Pelaksanaan Tata Kelola Perusahaan Yang Baik

PIAGAM KOMITE AUDIT (AUDIT COMMITTEE CHARTER) PT SINAR MAS AGRO RESOURCES & TECHNOLOGY Tbk.

KOMITE REMUNERASI DAN NOMINASI ( PIAGAM KOMITE REMUNERASI DAN NOMINASI )

Tentang Panduan Good Corporate Governance.

Transkripsi:

GOOD CORPORATE GOVERNANCE DI INDUSTRI PERASURANSIAN Oleh: Prihantoro Budi Hermana Abstrak Paper ini membahas risiko tata kelola dan risiko kepengurusan lebih terperinci. Ruang lingkup materinya dititikberatkan pada tahapan majemen risiko yang lebih lanjut, yaitu proses penilaian dan pengendalian risiko. Teknik penilaian risikonya menggunakan teknik kualitatif berupa matriks yang secara umum terdiri dari dua komponen utama, yaitu (1) risiko inheren dan (2) teknik pengendalian, dan risiko inherennya itu terdiri terdiri dari dua dimensi yaitu frekuensi (peluang kejadian) dan konsekuensi (dampak). Jadi, kombinasi ketiga unsur tadi frekuensi, konsekuensi, dan teknik pengendalian risiko menjadi prinsip penilaian kualitas manajemen risiko pada perusahaan perasuransian. Pengembangan matrik penilaian tersebut diterapkan pada beberapa contoh risiko yang termasuk pada kategori risiko tata kelola dan kategori risiko kepengurusan. Kata Kunci: tata kelola, risiko 1. Pendahuluan Perusahaan perasuransian merupakan suatu bentuk usaha yang berperan untuk memberikan perlindungan kepada pihak tertanggung dan atau pemegang polis (selanjutnya disebut pemegang polis) di masa mendatang dan sekaligus menghimpun dana masyarakat. Untuk dapat memenuhi kewajibannya, Perusahaan Perasuransian yang terdiri dari Perusahaan Asuransi, Perusahaan Reasuransi dan Perusahaan Penunjang Usaha Asuransi, termasuk yang beroperasi dengan sistem syariah, harus memegang prinsip-prinsip asuransi terutama prinsip utmost good faith dan pelaksanaan good corporate governance (GCG) atau tata kelola. Menurut issues paper on Corporate Governance dari International Association of Insurance Supervisor, Organization for Economics Cooperative Development (OECD), menyatakan bahwa: Corporate governance defines roles, responsibilities and accountabilities. It clarifies who possesses the duty and the legal power to act on behalf 1 P a g e

of the insurer and under which circumstances. It sets requirements for documenting decisions and actions, along with their rationale and for disclosing this to stakeholders. It provides for corrective actions for non-compliance or weak oversight, controls and management. Menurut pedoman pelaksanaan Good Corporate Governance di perusahaan perasuransian di Indonesia, yang diterbitkan oleh Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG) tahun 2009, menunjukkan bahwa dibandingkan dengan negaranegara lain di Asia penerapan Good corporate governance di Indonesia masih berada di bawah rata-rata. Laporan yang dipublikasi oleh KNKG tahun 2009 tersebut merupakan hasil survey tentang penerapan Good Corporate Governance di Asia. Survey tersebut dilakukan oleh ACGA (Asian Corporate Governance Association) pada tahun 2007, dengan menggunakan indicator prinsip dan praktek governance yang baik, penegakan peraturan, kondisi politik dan hukum, prinsip akuntansi yang berlaku, serta kultur perusahaan yang dianut. Tata kelola adalah pelaksanaan pengelolaan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi dengan pendekatan gaya manajemen yang tepat, lingkungan pengendalian internal yang memadai, dan perilaku yang baik dari Pemegang saham, Dewan Komisaris, Direksi, dan manajemen Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi (Peraturan OJK, No 2/POJK.05/2014). Penerapan tata kelola yang baik dan konsisten memerlukan dukungan penuh dan keterlibatan secara aktif dari seluruh pihak, seperti masyarakat, pelaku usaha, regulator dan pemerintah. Terlaksananya tata kelola yang baik akan mendorong terciptanya iklim usaha yang sehat dan pasar yang efisien serta transparan, dengan memberikan kesempatan yang sama kepada seluruh pihak untuk berkembang dan memberikan kontribusi yang maksimal dalam pertumbuhan perekonomian. Beberapa alasan dan manfaat lain terlaksananya tata kelola yang baik, diantaranya adalah: 1. Pemerintah dan regulator dapat menciptakan peraturan perundang-undangan yang menunjang iklim usaha yang sehat, efisien dan transparan, serta melaksanakan peraturan perundangan tersebut dan menegakkan hokum secara konsisten. 2. Penerapan good corporate governance dilandasi dengan etika bisnis yang baik 2 P a g e

3. Masyarakat dapat menunjukkan kepeduliannya dan control social secara objektif dan bertanggung jawab terhadap aktivitas bisnis dan pemerintahan. 4. Penerapan corporate governance dilaksanakan terintegrasi dan menyeluruh, yang bersifat segera untuk diterapkan, serta dimulai dari diri sendiri dengan tetap memperhatikan perbaikan iklim usaha yang sehat. Melalui penerapan Good Corporate Governance dan etika bisnis yang benar dan baik, akan mendorong setiap stakeholder dapat menjalankan kepentingannya dan fungsinya dengan baik. Sehingga dapat dikatakan penerapan Good Corporate Governance bukan hanya meningkatkan nilai tambah bagi pemegang saham saja namun juga memaksimalkan keuntungan yang berkelanjutan bagi perusahaan. Kendala dan tantangan utama penerapan tata kelola yang dihadapi saat ini, antara lain karena pendapat yang menyatakan bahwa penerapan Good Corporate Governance sangat sulit, berbiaya mahal dan menjauhkan dari peluang bisnis. Sehingga sebagian besar perusahaan perasuransian cenderung masih kurang aware dan perhatian terhadap risiko tidak terlaksananya tata kelola yang baik. Menurut peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Nomor 2/POJK.05/2014, tentang Tata Kelola Perusahaan yang Baik Bagi Perusahaan Perasuransian menyatakan bahwa prinsip tata kelola di perusahaan perasuransian meliputi: Keterbukaan (transparency) Prinsip keterbukaan mencerminkan keterbukaan dalam proses pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam pengungkapan dan penyediaan informasi yang relevan mengenai perusahaan, yang mudah diakses oleh pemangku kepentingan sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang perasuransian serta standar, prinsip dan praktek penyelenggaraan usaha perasuransian yang sehat. Akuntabilitas (accountability) Prinsip akuntabilitas merupakan kejelasan fungsi dan pelaksanaan pertanggungjawaban organ perusahaan perasuransian, sehingga kinerja perusahaan dapat berjalan secara transparan, wajar, efektif dan efisien. Pertanggungjawaban (responsibility) Pertanggungjawaban mencerminkan kesesuaian pengelolaan perusahaan perasuransian dengan peraturan perundang-undangan di bidang perasuransian dan nilai- 3 P a g e

nilai etika serta standar, prinsip dan praktek penyelenggaraan usaha perasuransian yang sehat. Kemandirian (independency) Kemandirian merupakan suatu keadaan perusahaan perasuransian yang dikelola secara mandiri dan profesional serta bebas dari benturan kepentingan dan pengaruh atau tekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang perasuransiandan nilai-nilai etika serta standar, prinsip dan praktek penyelenggaraan usaha perasuransian yang sehat. Kesetaraan dan kewajaran (fairness) Kesetaraan dan kewajaran merupakan kesetaraan, keseimbangan dan keadilan dalam memenuhi hak-hak pemangku kepentingan yang timbul berdasarkan perjanjian, peraturan perundang-undangan dan nilai-nilai etika serta standar, prinsip dan praktek penyelenggaraan asuransi yang sehat. Berdasarkan peraturan yang dikeluarkan oleh OJK tahun 2014, menunjukkan bahwa penerapan tata kelola perusahaan perasuransian bertujuan untuk Mengoptimalkan nilai perusahaan perasuransian bagi pemangku kepentingan khususnya pemegang polis, tertanggung, peserta dan atau pihak yang berhak memperoleh manfaat Meningkatkan pengelolaan perusahaan perasuransian secara professional, efektif dan efisien Meningkatkan kepatuhan organ perusahaan perasuransian dan Dewan Pengawas Syariah serta jajaran dibawahnya agar dalam membuat keputusan dan menjalankan tindakan dilandasi pada etika yang tinggi, kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan dan kesadaran atas tanggung jawab social perusahaan perasuransian terhadap pemangku kepentingan, maupun kelestarian lingkungan Mewujudkan perusahaan perasuransian yang lebih sehat, dapat diandalkan, amanah dan kompetitif Meningkatkan kontribusi perusahaan perasuransian dalam perekonomian nasional Pelaksanaan GCG oleh perusahaan perasuransian harus didukung oleh lima pilar yang saling berhubungan, yaitu regulator, Perusahaan itu sendiri, perusahaan penunjang dan mitra bisnis, pemegang polis serta asosiasi perusahaan sejenis. Sedangkan tugas dan 4 P a g e

tanggung jawab yang harus dilaksanakan oleh masing-masing pilar dalam melaksanakan hubungan usaha perasuransian adalah sebagai berikut: Regulator menerbitkan peraturan yang diperlukan untuk mengembangkan iklim usaha dan kesehatan Perusahaan serta melakukan pembinaan dan pengawasan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Perusahaan menerapkan GCG sebagai pedoman dasar dalam melaksanakan usahanya. Perusahaan penunjang dan mitra bisnis menerapkan GCG sebagai pedoman dasar dalam melaksanakan usahanya sehingga tercipta hubungan usaha yang sehat dengan Perusahaan. Pemegang polis mentaati peraturan yang berlaku, melakukan hubungan bisnis secara etis serta menunjukkan kepedulian dan melakukan kontrol sosial secara objektif terhadap pelaksanaan GCG Perusahaan. Asosiasi perusahaan sejenis menciptakan hubungan yang harmonis antar anggota dan membangun etika bisnis serta pengawasannya Menurut panduan Risk Based Supervison Otoritas Jasa Keuangan (RBS-OJK) tahun 2014, menyatakan bahwa beberapa faktor yang berkaitan dengan risiko tata kelola perusahaan perasuransian, diantaranya adalah pedoman tata kelola, keterbukaan, akuntabilitas, responsibilitas, independensi, responsibilitas, independensi, kewajaran dan kesetaraan, serta manajemen risiko. 2. Pedoman Tata Kelola 5 P a g e Dalam rangka pelaksanaan tata kelola yang baik pada perusahaan perasuransian, diperlukan suatu pedoman yang mengatur sistem dan prosedur dari segala aspek kegiatan usaha dan fungsi organisasi di perusahaan perasuransian. Pelaksanaan tata kelola yang baik dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan yang dituangkan dalam suatu pedoman sebagai acuan bagi perusahaan perasuransian dalam melaksanakan tata kelola yang baik. Pelaksanaan kegiatan usaha yang baik, perusahaan perasuransian harus memiliki pedoman tata kelola yang ditetapkan secara formal oleh direksi agar dapat mengikat pihak-pihak yang terlibat dalam kegiatan proses bisnis perusahaan perasuransian, dan sekaligus untuk mendorong terlaksananya praktek tata kelola yang baik. Risiko belum

ditetapkannya pedoman tersebut, maka akan berakibat tidak dipatuhinya pedoman tata kelola oleh Direksi, Dewan Komisaris, maupun Pemegang saham. Pedoman tata kelola sekurang-kurangnya memuat: Maksud dan tujuan pedoman Kaidah-kaidah perilaku, diantaranya memuat prinsip tata kelola dan kode etik sesuai praktek yang berlaku umum. Pengaturan kedudukan, tugas, fungsi, wewenang, tanggung jawab, hak, dan kewajiban setiap pihak yang terkait dengan perusahaan perasuransian serta hubungan antar pihak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pedoman teknis yang memuat antara lain pedoman akuntansi, investasi, sistem pengendalian internal, perilaku dan kode etik, organisasi dan tata kerja, pengadaan barang dan jasa, pengambilan keputusan, pelayanan kepada pemegang polis, surat menyurat, sistem informasi, penjualan/pelepasan atau penghapusan aktiva investasi yang bermasalah, penyusunan anggaran, perpajakan, pengelolaan risiko, pendanaan, dan kearsipan. Pelaksanaan tata kelola yang baik, dapat berjalan secara efektif apabila didukung dengan adanya proses keikutsertaan semua pihak dalam perusahaan perasuransian. Untuk itu, tahapan-tahapan yang harus dilakukan perusahaan perasuransian antara lain: Membangun pemahaman, kepedulian, dan komitmen untuk melaksanakan tata kelola yang baik oleh semua anggota Direksi, Dewan Komisaris, serta Pemegang Saham Pengendali, dan semua pegawai. Melakukan internalisasi pelaksanaan tata kelola yang baik sehingga terbentuk rasa memiliki dari semua pihak dalam perusahaan, serta pemahaman atas pelaksanaan pedoman tata kelola yang baik dalam kegiatan sehari-hari. Melakukan penilaian mandiri (self assessment) untuk memastikan penerapan tata kelola yang baik secara berkesinambungan. 3. Keterbukaan (Transparansi) 6 P a g e Perusahaan perasuransian harus dikelola dengan prinsip keterbukaan atau transparansi, agar dalam menjalankan kegiatan usahanya perusahaan perasuransian bersikap objektif dan profesional. Direksi harus menerapkan prinsip keterbukaan dalam proses pengambilan keputusan dan pengungkapan informasi yang relevan mengenai

perusahaan perasuransian bagi pemangku kepentingan (stakeholders) sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, serta standar, prinsip, dan praktik penyelenggaraan usaha yang sehat. 7 P a g e Direksi harus menerapkan prinsip transparansi dalam proses pengambilan keputusan. Keputusan dimaksud mencakup setiap jenis kegiatan usaha perusahaan perasuransian. Proses pengambilan keputusan yang wajar dan transparan, serta melibatkan seluruh pemangku kepentingan yang terkait, menunjukkan bahwa perusahaan perasuransian telah menerapkan prinsip transparansi dalam proses pengambilan keputusan. Untuk melakukan penilaian proses atas pengambilan keputusan yang transparan, dilakukan melalui review mekanisme persiapan dan pelaksanaan rapat direksi serta notulen rapat. Transparansi dalam penerapan kebijakan, mengandung pengertian bahwa kebijakan-kebijakan yang ditetapkan harus jelas dan disosialisasikan kepada pihakpihak yang berkepentingan pada internal perusahaan perasuransian, sehingga akan mempermudah dalam penerapannya. Penetapan kebijakan harus merupakan keputusan perusahaan perasuransian yang didokumentasikan secara tertulis. Dalam implementasinya, kebijakan tersebut harus disosialisasikan secara berjenjang di internal perusahaan perasuransian dan dilaksanakan sesuai dengan yang telah ditetapkan.selanjutnya, dilakukan evaluasi terhadap efektivitas penerapan kebijakan yang telah dilakukan apakah telah sesuai dengan kebutuhan masing-masing perusahaan perasuransian. Transparansi harus diterapkan oleh perusahaan perasuransian dengan memberikan informasi yang relevan kepada para pemangku kepentingan, antara lain pemegang polis, Dewan Komisaris, regulator, dan pemerintah. Perusahaan perasuransian harus mempunyai kebijakan tertulis tentang pengungkapan berbagai informasi penting yang diperlukan oleh pemangku kepentingan. Selanjutnya, pengungkapan informasi oleh perusahaan perasuransian paling sedikit harus meliputi hal-hal sebagai berikut: Visi, misi, nilai-nilai, tujuan, sasaran usaha, dan strategi perusahaan perasuransian; Kondisi keuangan; Pemegang saham pengendali, eksekutif, dan struktur organisasi;

Pengelolaan risiko, sistem pengawasan dan pengendalian internal, sistem, dan pelaksanaan GCG serta tingkat kepatuhannya; Kejadian penting yang dapat mempengaruhi kondisi perusahaan perasuransian, contohnya adanya tuntutan hukum kepada perusahaan perasuransian yang sedang dalam proses atau adanya benturan kepentingan dalam pengambilan kebijakan strategis. 4. Akuntabilitas. Penerapan atas prinsip akuntabilitas merupakan pengelolaan perusahaan yang dilaksanakan dengan penetapan fungsi, kegiatan, dan tugas sesuai dengan arah dan tujuan pendirian perusahaan perasuransian. Kejelasan fungsi, pelaksanaan dan pertanggungjawaban perusahaan perasuransian tersebut harus ditetapkan secara tertulis serta dengan menerapkan sistem kontrol dan pengawasan serta penilaian kinerja bagi semua pihak yang terlibat. Semua pihak yang terkait dengan perusahaan perasuransian memiliki peran dan fungsinya masing-masing. Melalui penetapan masing-masing fungsi, diharapkan adanya pemisahan tugas dan kepentingan dari setiap fungsi. Berdasarkan hal tersebut, maka hal yang perlu untuk dihindari adalah adanya perangkapan fungsi oleh satu orang yang sama dan pada saat bersamaan. Penetapan fungsi, kegiatan dan tugas Dalam menjalankan tugas dan kewajiban dewan direksi, maka memerlukan penetapan fungsi secara jelas, sehingga diharapkan masing-masing pihak dapat melaksanakan tugasnya dengan baik. Deskripsi dan penetapan yang jelas akan mendorong Dewan Direksi perusahaan perasuransian menjalankan fungsinya sesuai dengan ketentuan yang berlaku atas dasar prinsip bahwa masing-masing memiliki tugas, tanggung jawab dan kewajibannya. Kode Etik dan Sistem Pendeteksian Dini (early warning system) 8 P a g e

Perusahaan perasuransian harus memiliki kode etik sebagai pedoman perilaku etis dari bagi Direksi, dewan komisaris, dan seluruh karyawan. Penerapan kode etik tersebut harus dilakukan secara berkesinambungan. Sistem pendeteksian dini adalah suatu sistem yang berfungsi untuk mengetahui suatu masalah/penyimpangan yang terjadi. Sistem ini dapat diterapkan melalui hubungan kerja yang baik di antara Direksi, dengan menerapkan kontrol dan pengawasan atas proses kegiatan perusahaan perasuransian, sehingga dapat mencegah terjadinya potensi kerugian Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi. Ketersediaan sistem pendeteksian dini, potensi suatu permasalahan atau penyimpangan terkait dengan tata kelola yang baik akan dapat segera diketahui sehingga perusahaan perasuransian dapat terhindar dari kerugian atau penyimpangan yang lebih besar. Sistem penghargaan dan hukuman (reward and punishment) Sistem penghargaan dan hukuman adalah suatu sistem yang mengatur mengenai penghargaan atas hasil kinerja yang dicapai dan penalti yang diterapkan apabila hasil kinerja tidak memenuhi target yang telah ditetapkan. Perusahaan perasuransian diwajibkan untuk memiliki ukuran kinerja untuk setiap individu dan satuan kerja berdasarkan ukuran yang disepakati secara konsisten dan memiliki reward and punishment system. Ketersediaan sistem ini, akan mendorong seluruh pihak untuk lebih termotivasi dalam melaksanakan tugasnya dengan baik dan menghindari setiap tindakan yang tidak menguntungkan bagi perusahaan perasuransian serta individu yang bersangkutan. Kelengkapan komite Direksi harus membentuk komite-komite yang bertugas untuk memastikan agar fungsi-fungsi pokok dan yang terkait dengan risiko pada perusahaan perasuransian dapat berjalan dengan pengawasan Direksi. Perusahaan perasuransian sekurang-kurangnya memiliki Komite Audit, yang berfungsi untuk membangun dan mengembangkan sistem pengendalian internal dan budaya kepatuhan di internal perusahaan perasuransian. Untuk perusahaan perasuransian yang memiliki jumlah aset yang cukup besar dan kompleksitas usaha, perusahaan perasuransian perlu membentuk komite lainnya seperti 9 P a g e

Komite Manajemen Risiko, Komite Investasi/Komite Pembiayaan, Komite Remunerasi, Komite Nominasi dan komite lainnya sesuai dengan kebutuhan. Seluruh kegiatan dari setiap komite akan dilaporkan kepada dewan direksi, kemudian selanjutnya akan diberikan review terhadap laporan dan aktivitas yang telah dilaporkan tersebut. Sistem Pengendalian Internal (SPI) SPI adalah pengendalian yang diterapkan oleh manajemen untuk mencapai tujuan perusahaan perasuransian, seperti mengamankan kekayaan, meningkatkan kinerja, serta mendorong dipatuhinya kebijakan-kebijakan yang telah ditetapkan. Dewan direksi harus menerapkan pengendalian intern dalam setiap proses manajemen, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, koordinasi, sampai pada proses evaluasi dan monitoring setiap kegiatan. Pedoman yang digunakan dalam menerapkan SPI di perusahaan perasuransian adalah 5 (lima) komponen pengendalian internal yang dikeluarkan oleh Committee of Sponsoring Organization of the Treatway Commission (COSO). Beberapa komponen pengendalian internal yang diterapka di perusahaan perasuransian sesuai dengan rekomendasi COSO, diantaranya adalah: a) Lingkungan pengendalian (Control environment) Lingkungan pengendalian mencakup sikap para manajemen dan karyawan terhadap pentingnya pengendalian manajemen, antara lain filosofi manajemen, gaya operasi manajemen, struktur organisasi serta praktek kepegawaian. b) Penilaian risiko (Risk assessment) Risiko yang ada diidentifikasi, dianalisis, dan dievaluasi sehingga dapat diperkirakan intensitas dan tindakan yang dapat meminimalkannya. c) Prosedur pengendalian (Control procedure) Prosedur pengendalian ditetapkan untuk menstandardisasi proses kerja sehingga menjamin tercapainya tujuan dan mencegah atau mendeteksi terjadinya penyimpangan dan kesalahan. d) Pemantauan (Monitoring) Pemantauan terhadap struktur pengendalian intern bertujuan untuk mencegah kekurangan dan kecurangan serta meningkatkan efektivitas pengendalian. e) Informasi dan komunikasi (Information dan communication) 10 P a g e

Informasi dan komunikasi merupakan elemen penting dari pengendalian internal dan harus menjadi perhatian manajemen terutama kepada pihak eksternal. Penilaian terhadap SPI perlu juga didasarkan pada pertimbangan kondisi perusahaan perasuransian, seperti jumlah aset yang dimiliki, jenis investasi, dan struktur kepengurusan. 5. Responsibilitas 11 P a g e Pengelolaan perusahaan perasuransian harus dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, nilai etika standar, prinsip dan praktek penyelenggaraan kegiatan usaha yang sehat serta pedoman manajemen risiko. Sesuai dengan tujuan perusahaan perasuransian, dewan direksi bertugas dan bertanggung jawab secara langsung terhadap pengelolaan risiko perusahaan perasuransian kepada tertanggung/pemegang polis, pemegang saham, dan masyarakat. Tanggung jawab Direksi dalam penerapan manajemen risiko Dewan direksi perusahaan perasuransian bertanggung jawab terhadap pengelolaan risiko dalam menjalankan kegiatan usahanya melalui pengembangan dan penerapan kerangka manajemen risiko di lingkungan internal. Pada prinsipnya penerapan manajemen risiko yang memadai dapat dilihat dari kerangka manajemen risiko yang mampu memberikan keyakinan kepada dewan direksi dan regulator bahwa risiko atas kegiatan usaha yang dijalankan dapat dikelola secara baik dan prudent. Implementasi manajemen risiko di perusahaan perasuransian yang menjadi tugas dan tanggung jawab dewan direksi tercermin dalam beberapa hal, antara lain sejauhmana peran dewan direksi dalam mendorong penerapan manajemen risiko secara efektif. Penilaian terhadap penerapan manajemen risiko dilakukan melalui review struktur organisasi, kebijakan, strategi bisnis, SOP, dan pengendalian internal. Beberapa parameter yang mencerminkan tanggung jawab dewan direksi dalam penerapan manajemen risiko, diantaranya adalah: a. Direksi harus memimpin penyusunan kerangka manajemen risiko. Dalam proses penyusunannya, sudang melibatkan peran Komite Audit atau Komite lain yang ditunjuk untuk melakukan review atas efektivitas kerangka pelaporan keuangan dan penerapan manajemen risiko.

b. Direksi harus memberikan persetujuan atas kerangka manajemen risiko yang dituangkan secara lebih detail dalam pedoman manajemen risiko. Pedoman manajemen risiko merupakan arahan bagi manajemen dan karyawan mengenai pengelolaan risiko. Dalam penyusunan kerangka manajemen risiko, dewan direksi harus mencantumkan risk appetite secara jelas sebagai dasar dalam pengelolaan risiko, yang memberikan gambaran batasan risiko secara jelas dan rasional yang dapat diambil oleh perusahaan perasuransian dalam rangka mencapai tujuan perseroan c. Penerapan manajemen risiko seharusnya dievaluasi secara berkala sekurangkurangnya sekali dalam satu tahun. Tanggung Jawab kepada Tertanggung/Pemegang Polis Pada prinsipnya tanggung jawab perusahaan perasuransian terhadap tertanggung/pemegang polis memiliki standar pelayanan yang transparan dan menjamin terpenuhinya kewajiban. Tanggung Jawab kepada Pemegang Saham Pemegang saham memiliki hak sesuai dengan ketentuan anggaran dasar dan peraturan perundang-undangan. Dewan direksi harus melaporkan perkembangan kegiatan usahanya secara berkala sebagai bukti pertanggungjawaban yang dapat diterima oleh pemegang saham. Pelaporan kepada Pemegang Saham yang dibuat berguna sebagai dasar dewan direksi dalam menyusun rencana-rencana dan strategi kegiatan usaha periode berikutnya. Sehingga, segala tindakan dan kebijakan dewan direksi menjadi terarah dan diharapkan sejalan dengan visi dan misi perusahaan. Tanggung Jawab Sosial Perusahaan perasuransian harus menjadi bagian dari masyarakat. Untuk itu perusahaan asuransi harus dapat berinteraksi dengan masyarakat di luar perusahaan. Implementasi interaksi perusahaan dan masyarakat adalah adanya tanggung jawab sosial perusahaan. Dalam rangka mempertahankan kesinambungan perusahaan, Direksi harus memastikan dipenuhinya tanggung jawab sosial Perusahaan dan mempunyai perencanaan tertulis yang jelas dan fokus dalam melaksanakan tanggung jawab social Perusahaan. 12 P a g e

6. Independensi Penerapan prinsip independensi menekankan bahwa perusahaan perasuransian harus dikelola secara profesional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh atau tekanan dari pihak manapun dengan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip penyelenggaraan usaha yang sehat. Benturan kepentingan (conflict of interest) Agar dapat menjalankan fungsinya dengan baik, masing-masing organ perusahaan perasuransian beserta satuan kerja di bawahnya harus menghindari dominasi dari pihak manapun, tidak terpengaruh oleh kepentingan tertentu, bebas dari benturan kepentingan dan dari segala pengaruh atau tekanan, sehingga pengambilan keputusan dapat dilakukan secara objektif. Intervensi Pemegang Saham Terdapat praktik-praktik intervensi Pemegang Saham terhadap kegiatan usaha Perusahaan yang bertujuan untuk kepentingan pribadi. Intervensi Pemegang Saham yang tidak pada tempatnya dapat membuat jalannya kegiatan usaha perusahaan perasuransian menjadi tidak sehat. Intervensi Pemegang Saham mengindikasikan bahwa Direksi tidak diberikan haknya secara penuh oleh Pemegang Saham dalam melaksanakan tugasnya. Pengambilan keputusan lebih didasarkan pada kehendak Pemegang Saham. Intervensi Dewan Komisaris Terdapat praktik-praktik intervensi Dewan Komisaris terhadap kegiatan usaha perusahaan perasuransian yang bertujuan untuk kepentingan pribadi Dewan Komisaris. Intervensi Pihak Selain Pemegang Saham dan Dewan Komisaris Terdapat praktik-praktik intervensi pihak selain Pemegang Saham dan Dewan Komisaris terhadap kegiatan usaha perusahaan perasuransian yang bertujuan untuk kepentingan pribadi pihak selain Pemegang Saham dan Dewan Komisaris. 7. Kewajaran dan Kesetaraan 13 P a g e

Penerapan atas prinsip kewajaran dan kesetaraan mengandung pengertian bahwa perusahaan perasuransian senantiasa memperhatikan kepentingan seluruh pihak terkait berdasarkan asas perlakukan yang setara dan asas manfaat yang wajar. Pihak terkait sebagaimana dimaksud tersebut mencakup, antara lain: mitra bisnis dan karyawan. Dasar penilaian kesetaraan dan kewajaran tersebut adalah mengacu kepada perjanjian yang dibuat antara perusahaan perasuransian dan mitra bisnis dan peraturan perundangundangan yang berlaku. Kerja sama dengan mitra bisnis Perusahaan perasuransian seharusnya memiliki pedoman yang mengatur hubungan bisnis dengan mitra bisnis.pedoman yang disusun harus mengatur hak dan kewajiban kedua pihak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Perusahaan perasuransian dan mitra bisnis berhak memperoleh informasi yang relevan sesuai dengan kebutuhan masing-masing sehingga dapat membuat keputusan yang dapat dipertanggungjawabkan. Perlakuan terhadap karyawan Kewajaran dan kesetaraan perlakuan terhadap karyawan harus diterapkan dengan menetapkan peraturan kepegawaian, yang di dalamnya mengatur kewajiban dan hak karyawan. Dalam praktiknya, perusahaan perasuransian harus dapat menciptakan lingkungan kerja yang kondusif, untuk mendorong agar setiap karyawan dapat bekerja secara produktif. 8. Manajemen Risiko Risiko akan selalu muncul dalam pengelolaan perusahaan perasuransian, sehingga penerapan manajemen risiko bertujuan untuk mengidentifikasikan risiko perusahaan perasuransian, mengukur dan mengatasinya pada tingkat toleransi tertentu. Dalam rangka penerapan tata kelola yang baik, diperlukan manajemen risiko. Pemahaman Manajemen Risiko Untuk dapat meningkatkan nilai tata kelola perusahaan, dewan direksi harus memahami risiko dan menerapkan strategi pengelolaan risiko tersebut dengan baik, sehingga perusahaan perasuransian dapat menjalankan kegiatan usahanya secara berkelanjutan (on-going basis). a.. Pemahaman dan kepedulian Direksi atas risiko dan pengendalian 14 P a g e

Pemahaman dan kepedulian dewan direksi atas penerapan manajemen risiko dapat diketahui melalui beberapa pendekatan, antara lain melakukan diskusi atau wawancara dengan dewan direksi atau jajaran manajemen, menelaah notulen rapat Direksi, menelaah kebijakan perencanaan dan strategis perusahaan perasuransian, terutama dalam hal penerapan manajemen risiko. b.. Penelaahan dan persetujuan kebijakan strategis perusahaan perasuransian Proses pengambilan keputusan oleh dewan direksi atas kebijakan strategis perusahaan perasuransian seharusnya dilakukan melalui proses yang cermat dan mendalam, serta dilengkapi dengan hasil kajian atau dokumen pendukung yang memadai. c.. Due diligence Proses due diligence atas aksi korporasi baru yang bersifat strategis sangat penting untuk mendapatkan perhatian dari dewan direksi perusahaan perasuransian, seperti penunjukkan auditor baru, rencana penerbitan obligasi, atau rencana penerbitan produk baru. Kerangka kerja manajemen risiko Kerangka kerja manajemen risiko harus disusun dengan memperhatikan aspek terkait dalam pengelolaan kegiatan usaha perusahaan perasuransian. 15 P a g e Pedoman Manajemen Risiko Perusahaan perasuransian harus memiliki pedoman manajemen risiko yang menjabarkan penilaian jenis risiko, cara dan tahapan penilaian, prinsip-prinsip utama, dan penetapan tanggung jawab di antara semua aspek kegiatan usaha perusahaan perasuransian, yang meliputi: a) Sistem yang efisien dalam mengidentifikasi, menilai, mengukur, mengendalikan, mengurangi, dan memonitor risiko. b) Strategi, kebijakan, dan prosedur yang tepat untuk memastikan dipenuhinya kebijakan internal dan peraturan perundang-undangan. c) Sistem pengendalian internal yang memadai untuk memastikan bahwa manajemen risiko dan kepatuhan dapat dilaksanakan dengan baik.

d) Fungsi audit internal yang mampu menelaah dan menilai kecukupan dan efektifitas dari manajemen risiko termasuk pelaporan tentang pelaksanaan strategi, kebijakan, dan prosedur. e) Tenaga pelaksana manajemen risiko yang berintegritas tinggi, kompeten, berpengalaman, memenuhi kualifikasi yang ditetapkan. Unit pengendalian manajemen risiko Dalam menerapkan manajemen risiko, perlu dibentuk suatu unit/bagian, yang khusus ditugaskan untuk melakukan pengendalian manajemen risiko.unit tersebut melakukan identifikasi, analisis, mengukur dan mengendalikan risio yang mungkin/akan terjadi. Tujuan pembentukan unit khusus ini, diharapkan dapat mencegah terjadinya risiko yang merugikan perusahaan atau memperkecil tingkat risiko yang akan terjadi. Prosedur dan kebijakan yang mendukung manajemen risiko Pedoman pengelolaan risiko yang dimiliki perusahaan perasuransian harus ditunjang dengan prosedur dan kebijakan lainnya sehingga manajemen risiko menjadi lebih terarah dan komprehensif. 9. PENILAIAN RISIKO TATA KELOLA Menurut Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan, No../SEOJK.05/2014, menyatakan bahwa risiko tata kelola merupakan potensi kegagalan dalam pelaksanaan tata kelola yang baik (GCG), ketidaktepatan gaya manajemen, lingkungan pengendalian dan perilaku dari setiap pihak yang terlibat langsung atau tidak langsung dengan perusahaan. Faktor utama pendorong keberhasilan good corporate governance di perusahaan perasuransian ditentukan oleh beberapa hal, diantaranya adalah Komitmen dari organ perusahaan yang dilandasi oleh itikad baik untuk menerapkan GCG secara sistematis, konsisten dan berkelanjutan. 16 P a g e

Penciptaan sistem pelaksanaan GCG di semua lapisan serta melakukan deseminasi dan sosialisasi secara sistematis, konsisten dan berkelanjutan dengan mengikutsertakan semua pihak yang ada dalam Perusahaan dan pemangku kepentingan lainnya. Penyesuaian peraturan dan kebijakan Perusahaan dengan sistim pelaksanaan GCG. Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab seluruh jajaran Perusahaan yang mengacu pada pedoman perilaku (code of conduct). Dukungan dari perusahaan penunjang usaha asuransi, pengguna jasa asuransi dan pemangku kepentingan lainnya. Evaluasi pelaksanaan GCG secara berkala baik oleh perusahaan sendiri maupun dengan menunjuk pihak lain yang kompeten dan independen. Deskripsi Risiko Tata Kelola Untuk mencapai keberhasilan dalam jangka panjang, pelaksanaan GCG di perusahaan perasuransian perlu dilandasi oleh integritas dan komitmen yang tinggi. Oleh karena itu, diperlukan pedoman penilaian yang dapat menjadi acuan bagi organ Perusahaan dan semua pegawai dalam menerapkan nilai-nilai (values) dan etika bisnis sehingga menjadi bagian dari budaya Perusahaan. Adapun beberapa faktor yang utama dari risiko tata kelola perusahaan perasuransian berdasarkan konsep Risk Based Supervision Otoritas Jasa Keuangan, diantara adalah pedoman tata kelola, keterbukaan (transparency), akuntabilitas, responsibilitas, independensi, kewajaran dan kesetaraaan, serta manajemen risiko. 10. Kesimpulan Deskripsi risiko beberapa faktor yang berkaitan dengan tata kelola perusahaan perasuransian, adalah sebagai berikut: 1. Pedoman tata kelola Beberapa faktor yang memerlukan perhatian tingkat risikonya adalah ketersediaan dan kelengkapan pedoman tata kelola, proses penyusunan pedoman tata kelola, penerapan pedoman tata kelola, dan evaluasi penerapan pedoman tata kelola. 17 P a g e

2. Keterbukaan Faktor risiko keterbukaan yang perlu diperhatikan diantaranya adalah keterbukaan dalam proses pengambilan keputusan, dan keterbukaan dalam pengungkapan, serta penyediaan informasi yang relevan mengenai peusahaan. 3. Akuntabilitas Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam risiko akuntabilitas adalah penetapan fungsi, kegiatan dan tugas, pedoman perilaku, system pendeteksian awal, penghargaan dan hukuman, serta struktur pengendalian internal 4. Responsibilitas Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam risiko responsibilitas adalah tanggung jawab kepada tertanggung dan pemegang polis, tanggung jawab kepada pemegang saham, serta tanggung jawab social. 5. Independensi Hal yang perlu diperhatikan dalam risiko independensi adalah benturan kepentingan (conflict of interest) dan intervensi pemegang saham, dewan komisaris, dan atau pihak lain. 6. Kewajaran dan kesetaraan Beberapa faktor yang memerlukan perhatian dalam kaitannya dengan risiko kewajaran dan kesetaraan, diantranya adalah kerjasama dengan mitra bisnis, perlakuan terhadap tertanggung dan pemegang polis, serta perlakuan terhadap karyawan. 7. Manajemen risiko Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam risiko ini, diantaranya adalah ketersediaan pedoman manajemen risiko, unit pengendalian manajemen risiko, dan penerapan manajemen risiko. 18 P a g e

Indikator dan Kriteria Risiko Tata Kelola Dalam melakukan penilaian tingkat risiko tata kelola, teradapat beberapa prinsip umum penilaian, diantaranya adalah: 1. Berbasis Risiko Penilaian tingkat risiko dilakukan dengan mengidentifikasi berbagai faktor yang dapat mempengaruhi probabilitas kegagalan perusahaan untuk mencapai tujuannya. 2. Materialitas Perusahaan perlu memperhatikan materialitas dan signifikansi risiko bawaan dan manajemen pengendalian dari setiap jenis risiko yang ada. Penentuan materialitas dan signifikansi tersebut didasarkan pada data dan informasi yang memadai mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat risiko perusahaan. 3. Komprehensif Proses penilaian tingkat risiko dilakukan terhadap seluruh area risiko perusahaan melalui analisis yang terstruktur dan terintegrasi. Pada penilaian risiko tata kelola terdapat beberapa criteria risiko yang merupakan hasil dari penilaian terhadap seluruh komponen tata kelola. Adapun beberapa criteria risiko yang dihasilkan dari kegiatan penilaian ini adalah adalah rendah, sedang rendah, sedang tinggi, tinggi, sangat tinggi. Hasil penilaian tersebut menggambarkan penilaian tingkat risiko yang bertahap dari yang paling baik risikonya (risiko rendah), sampai dengan tingkat risiko yang paling tidak baik (risiko sangat tinggi). DAFTAR PUSTAKA 1. Issues Paper On Corporate Governance, International Association of Insurance Supervisor, Organization for Economics Cooperative Development (OECD), July 2009 19 P a g e

2. Chartered Insurance Institute (CII) Working Paper, What will be the impact on Corporate Governance for The Insurance Industry post the Financial Crisis in Ireland, 2012 3. Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan, Nomor /SEOJK.05/2014, Tentang Pedoman Penilaian Tingkat Risiko Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi, 2014 4. Risk Based Supervison Insurance (ver 1.0), Modul 6. Risiko Dukungan Dana, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), tahun 2014. 5. Risk Based Supervison Insurance (ver 1.0), Modul 7. Risiko Asuransi, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), tahun 2014. 6. Heinz Peter Berg, 2012, Risk Management: Precedures, Method and Experiences; Bundesamt für Strahlenschutz, Salzgitter, Germany, Vol. 1, June 2012. 7. Luiz Carlos Di Serio, Luciel Henrique de Oliveira, Luiz Marcelo Siegert Schuch, 2011, Organizational Risk Management A Case Study in Companies that have won the Brazilian Quatity Award Prize, Journal of Risk Management and Assurance, Vol 6 Issue 2, February 2011. 8. Kasir Iskandar, Ketut Sendra, Faustinus Wirasadi, Noor Fuad; Dasar-dasar Asuransi: Jiwa, Kesehatan dan Annuitas, Asosiasi Ahli Manajemen Asuransi Indonesia, 2011. 20 P a g e