BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENGADAAN TANAH, SISA BIDANG TANAH DAN PENDAFTARAN TANAH

dokumen-dokumen yang mirip
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

SKEMA PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM

1. Pemerintah dan pemerintah daerah menjamin tersedianya tanah untuk kepentingan umum dan pendanaannya.

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2005 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2005 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM

BAB II. Pada tahap pelaksanaan dalam pengadaan tanah yang dilakukan oleh. Pemerintah Kota Binjai, terjadi pada Tahun 2005, sehingga mengacu kepada

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2005 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM

KAJIAN ATAS DASAR HUKUM PENGADAAN TANAH BANJIR KANAL TIMUR TA 2008 DAN Landasan hukum pelaksanaan pengadaan tanah Banjir Kanal Timur (BKT)

RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGADAAN TANAH UNTUK PEMBANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEROLEHAN TANAH DALAM PENGADAAN TANAH BERSKALA KECIL

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2006 TENTANG

II. TINJAUAN PUSTAKA. Definisi hak atas tanah adalah hak yang memberi wewenang kepada seseorang

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 1993 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM

Undang-Undang No. 2 tahun 2012

BUPATI BANGKA SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DI DAERAH

Keputusan Presiden No. 55 Tahun 1993 Tentang : Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PEMBAGUNAN KEPENTINGAN UMUM

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI PASURUAN PERATURAN BUPATI PASURUAN NOMOR 40 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM

FUNGSI SOSIAL HAK ATAS TANAH. sumber gambar: flickr.com dan yahoo.com

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 1993 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM

TINJAUAN ATAS PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2012

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

DIKLAT PENGADAAN TANAH KATA PENGANTAR

UU No. 2 thn ASAS DAN TUJUAN POKOK-POKOK PENGADAAN TANAH PENYELENGGARAAN PENGADAAN TANAH

DIKLAT MANAJEMEN PROYEK. Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 5 TAHUN 2012 SERI E.1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM

PERATURAN DESA GIRIPANGGUNG NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN TANAH DESA

DIREKTORAT PENGATURAN DAN PENGADAAN TANAH PEMERINTAH

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 084 TAHUN 2014 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

GORR Dipastikan Tuntas 2019, Khusus Segmen I,II, Segmen III Tersendat Pembebasan Lahan

PUSAT HUKUM DAN HUMAS BPN RI

PERATURAN DESA ( PERDES ) NOMOR 01 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN TANAH KAS DESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,


KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

TENTANG BUPATI PATI,

Pusat Pendidikan dan Latihan (Pusdiklat) Laboratorium Fakultas Hukum. Universitas Islam Indonesia

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 112 TAHUN 2014 TENTANG PEMANFAATAN TANAH DESA

PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2004 TENTANG PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAM UMUM PROPINSI JAWA TIMUR

Lex et Societatis, Vol. I/No. 4/Agustus/2013. Umum Dalam Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan, Ed. 1, Cet. 2, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, hal.

Lex Administratum, Vol.I/No.3/Jul-Sept/2013

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 154/PMK.06/2011 TENTANG

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2010 NOMOR 38 SERI E

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 148 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 71

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 18 TAHUN 2013 TENTANG

BAB II TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENGADAAN TANAH UNTUK PERLUASAN KAWASAN TERMINAL PETI KEMAS PELABUHAN INTERNASIONAL TANJUNG PRIOK

BAB I PENDAHULUAN. Tanah adalah sumber daya alam terpenting bagi bangsa Indonesia untuk

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT NOMOR 15 TAHUN 2009

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13/PMK.02/2013 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. tidak bertambah akan tetapi justru makin berkurang. Dampaknya untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 8 TAHUN 2009 SERI : E NOMOR : 2

Lex Privatum, Vol.II/No. 3/Ags-Okt/2014

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 3 TAHUN 2017 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

ASPEK PAJAK DALAM PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM OLEH INSTANSI PEMERINTAH

BUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KEKAYAAN DESA BUPATI MADIUN,

BAB II PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM. A. Defenisi Pengadaan Tanah

dalam ketentuan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 yang mengatur

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL (Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul) Nomor : 16 Tahun : 2008 Seri : E

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2012

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 7

WALIKOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH

Laporan Akhir Feasibility Study Pengadaan Calon Lahan Kompensasi Pembangunan Jalan Lintas Selatan (JLS) KATA PENGANTAR

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

RATUMELA MARTEN SABONO N P M

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR.22 TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya,

BAB II KAJIAN TEORI TENTANG HAK ATAS TANAH DAN PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM

PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 32 TAHUN 2013 TENTANG

Lex Administratum, Vol. II/No.3/Jul-Okt/2014. PEMBERIAN GANTI RUGI ATAS PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM 1 Oleh : Trifosa Tuna 2

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGADAAN TANAH

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

WALIKOTA BANDAR LAMPUNG PERATURAN DAERAH KOTA BANDAR LAMPUNG NOMOR 08 TAHUN 2015 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. pemanfaatannya haruslah di dasarkan pada prinsip-prinsip yang tumbuh dan

Lex et Societatis, Vol. III/No. 5/Juni/2015

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 105 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN PEMERINTAH

DHARMMOTTAMA SATYA PRAJA PEMERINTAH KABUPATEN SEMARANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 18 TAHUN 2006 TENTANG SUMBER PENDAPATAN DESA

PEMINDAHTANGAN BMN YANG TIDAK PERLU MENDAPAT PERSETUJUAN DPR. Abstract

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENGADAAN TANAH, SISA BIDANG TANAH DAN PENDAFTARAN TANAH 2.1 Tinjauan Umum Mengenai Pengadaan Tanah Tanah adalah sumber daya alam yang terbatas, memiliki nilai yang tinggi dan merupakan fondasi sebuah pembangunan. Tanah menurut world university encyclopedia adalah Land, in law, any soil, ground, or earth whatsoever, regarded as being subject to ownership and including everything annexed or appertaining to it. 1 (Tanah, dalam hukum, adalah setiap tanah, permukaan tanah, atau di bagian bumi apapun, dianggap sebagai subjek untuk kepemilikan dan termasuk segala sesuatu yang dapat dilampirkan atau yang mendekati itu.) Selanjutnya Joseph R. Nolan dan M.J Connolyy mendefinisikan tanah (land) sebagai berikut:. the material of the earth, whatever may be the ingredients of which it is composed, whether soil, rock, or other substance, and includes free or occupied space for an indefinite distance upwards as well as downwards, subject to limitations upon the use of airspace imposed, and rights in the use of airspace granted, by law. 2 (bahan material dari bumi, apa pun mungkin bahan dari yang terdiri, apakah tanah, batuan, atau zat lainnya, dan termasuk 1 Houma-Lidice, The World University Encyclopedia, Volume 6, Publisher Company, Washington DC, page 213. 2 Joseph R. Nolan dan M.J Connolly, Black s Law Dictionary. Fifth Edition, St. Paul Mminn: West Publishing Co. 1979, page 789.

ruang bebas atau ditempati untuk jarak terbatas ke atas serta ke bawah, tunduk pada keterbatasan pada penggunaan wilayah udara, dan hak-hak dalam penggunaan wilayah udara yang diberikan oleh hukum.) Definisi tanah (land) ditulis oleh Judith Bray dalam bukunya unlocking land law adalah sebagai berikut: Land includes land of any tenure, and mines and minerals, whether or not held apart from the surface, buildings, or parts of buildings (whether the division is horizontal, vertical or made in any other way) and other corporeal hereditaments. 3 (Tanah termasuk tanah kepemilikan apapun, dan tambang dan mineral, apakah termasuk atau tidak diadakan terpisah dari permukaan, bangunan, atau bagian dari bangunan (apakah pembagian horizontal, vertikal atau dibuat dengan cara lain) dan pewarisan.) Dalam hukum tanah kata sebutan tanah dipakai dalam arti yuridis, sebagai suatu pengertian yang telah diberi batasan resmi oleh UUPA. Tanah dalam pengertian yuridis adalah permukaan bumi (Pasal 4 ayat 1 UUPA). 4 Pengadaan tanah untuk kepentingan umum merupakan salah satu manifestasi dari fungsi sosial hak atas tanah yang telah diamanatkan dalam Pasal 6 UUPA. Berdasarkan filosofi fungsi sosial hak atas tanah tersebut, ditetapkan dasar pembentukan UU Pengadaan Tanah, yakni menjamin tersedianya tanah untuk penyelenggaraan pembangunan dengan mendasarkan pada penghormatan hak rakyat atas tanah. 5 3 Judith Bray, 2004, Unlocking Land Law, first edition, hodder education, Milton Park, Abingdon, page 23 4 Boedi Harsono, 2008, Hukum Agraria Indonesia: sejarah pembentukan undang-undang pokok agraria, isi dan pelaksanaannya, cet. 12, Djambatan, Jakarta, hal. 18 5 Erman Rajaguguk, 2012, Serba-Serbi Hukum Agraria: Tanah Untuk Kepentingan Umum, Larangan Alih Fungsi Tanah Pertanian, Landreform Tanah Perkarangan, Cet. 1, Lembaga Studi Hukum dan Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, hal. 34

Dalam usaha untuk mendapatkan tanah dalam rangka penyelenggaraan atau keperluan pembangunan, harus dilaksanakan dengan hati-hati dan dengan cara yang bijaksana. Pengadaan tanah merupakan langkah pertama yang dapat dilakukan bilamana pemerintah memerlukan sebidang tanah untuk kepentingan umum. 6 Penggunaan tanah untuk kepentingan pembangunan hendaknya memperhatikan keseimbangan antara kepentingan perorangan, masyarakat, dan Negara. Kepentingan perorangan dapat diambil untuk kepentingan umum, jika kepada pemegang haknya diberikan ganti kerugian yang layak, karena tanah harus dipergunakan sesuai fungsi dan peruntukannya sehingga bermanfaat, baik bagi kesejahteraan yang memilikinya maupun bagi masyarakat luas dan negara. 7 Dalam Pasal 36 UU Pengadaan Tanah telah ditentukan dengan cukup baik tentang bentuk ganti kerugian, yaitu uang, tanah pengganti, pemukiman kembali, kepemilikan saham dan bentuk lain yang disepakati kedua belah pihak. Kelima bentuk ganti kerugian tersebut sejatinya cukup ideal apabila pemerintah melaksanakannya dengan sungguhsungguh sehingga tetap menyejahterakan masyarakat. 8 Pembangunan infrastruktur selama lebih dari 69 tahun Indonesia merdeka, pelaksanaannya selalu berbenturan dengan masalah klasik dan rumit, yakni 6 Adrian Sutedi, 2008, Implementasi Prinsip Kepentingan Umum Dalam Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan, Sinar Grafika, Jakata, (selanjutnya disingkat Adrian I), hal. 49 7 H. Muchsin dan Imam Koeswahyono, 2008, Aspek Kebijaksanaan Hukum Penatagunaan Tanah dan Penataan Ruang, Sinar Grafika, jakarta, hal. 28 8 Bernhard Limbong, 2014, Opini Kebijakan Agraria, PT. Dharma Karsa Utama, Jakarta, (selanjutnya disingkat Bernhard III), hal. 219

pengadaan tanah. 9 Pemerintah sebagai penyelenggara kegiatan pengadaan tanah juga harus melaksanakan amanat undang-undang yang mengutamakan kepentingan rakyat, sehingga akhirnya tidak terkikis dengan kepentingan-kepentingan investasi dan komersial yang menguntungkan segelintir kelompok sehingga kepentingan rakyat banyak yang seharusnya memperoleh prioritas utama akhirnya menjadi terabaikan. 10 Pengadaan tanah untuk kepentingan umum atau pembangunan diperlukan suatu pendekatan yang bersifat terpadu melalui legal aprroach (pendekatan dari segi hukum), prosperty approach (pendekatan dari segi kesejahteraan), security approach (pendekatan dari segi ketertiban umum) dan humanity approach (pendekatan dari segi kemanusiaan). Dengan legal approach dimaksudkan bahwa prinsip-prinsip dan ketentuan-ketentuan hukum tetap dijadikan landasan sesuai dengan prinsip bahwa negara Indonesia adalah negara hukum. Prosperty approach dimaksudkan untuk memperhatikan asas-asas ketertiban keamanan, sehingga stabilitas nasional akan tetap terpelihara. 11 2.1.1 Pengertian dan Dasar Hukum Pengadaan Tanah Pengertian pengadaan tanah menurut Pasal 1 angka 2 UU Pengadaan Tanah adalah kegiatan menyediakan tanah dengan cara memberi ganti kerugian yang layak 9 Sudjarwo Marsoem, Wahyono Adi dan Pieter G. Manoppo, 2015, Panduan Lengkap Ganti Untung Pengadaan Tanah, ReneBook, Jakarta, hal. 39 10 Arie Sukanti Hutagalung dan Markus Gunawan, 2009, Kewenangan Pemerintah di Bidang Pertanahan, Rajawali Pers, Jakarta, hal. 3 11 Abdurahman, 1995, Masalah Pencabutan Hak-Hak Atas Tanah, Pembebasan Tanah dan Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum di Indonesia, PT. Citra Aditya, Bandung, hal. 51

dan adil kepada pihak yang berhak. Pengertian tersebut senada dengan yang telah diatur dalam Pasal 1 angka 2 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 156), selanjutnya disingkat Perpres Pengadaan Tanah. Pengadaan tanah yang dilakukan oleh pemerintah dalam rangka pembangunan untuk kepentingan umum menurut Pasal 1 angka 9 UU Pengadaan Tanah dilaksanakan dengan cara pelepasan hak atas tanah masyarakat menjadi tanah Negara melalui lembaga pertanahan yang wajib dikuti dengan ganti rugi yang layak dan telah disepakati oleh para pihak. Pengadaan tanah secara umum telah diatur dalam UU Pengadaan Tanah, dan sebagai peraturan pelaksana dari UU Pengadaan Tanah yang mengatur teknis pembebasan lahan, maka pada tanggal 7 Agustus 2012 yang lalu, Presiden telah menerbitkan Perpres Pengadaan Tanah. Perpres ini mengatur tentang tata cara pengadaan tanah untuk kepentingan umum dari tahapan perencanaan, tahapan persiapan, tahapan pelaksanaan, sampai dengan penyerahan hasil. Belakangan, pemerintah dan lembaga legislatif menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 94), selanjutnya disingkat Perpres Nomor 40 Tahun 2014 dan Perpres Nomor 99 Tahun 2014 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan

Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 223) untuk menyempurnakan beberapa pasal dalam Perpres Pengadaan Tanah. Dalam Pasal 111 ayat (2) Perpres Pengadaan Tanah ditentukan perlunya penetapan mengenai petunjuk teknis tahapan pelaksanaan pengadaan tanah yang diatur oleh Kepala BPN, maka pada tanggal 30 Oktober 2012, kepala BPN telah menerbitkan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2012 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pengadaan Tanah Tanah, selanjutnya disingkat Perkaban 5 Tahun 2012. Peraturan ini mengatur tentang petunjuk teknis pengadaan tanah yang dilakukan di lembaga pertanahan dari tahapan penyiapan pelaksanaan, inventaris, pemantauan, pelaksanaan ganti rugi, musyawarah, evaluasi, koordinasi sampai dengan penyerahan hasil. Beberapa ketentuan hukum lainnya yang mendasari proses dan pelaksanaan pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum yaitu: 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Undang-Undang Pokok Agraria a. Pasal 14 ayat (1) dengan mengingat ketentuan-ketentuan dalam Pasal 2 ayat (2) dan (3), Pasal 9 ayat (2), Pasal 10 ayat (1) dan (2), Pemerintah membuat rencana umum mengenai persediaan, peruntukan dan penggunaan bumi, air dan ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya:

1. Untuk keperluan negara; 2. Untuk keperluan peribadatan dan keperluan-keperluan suci lainnya sesuai dengan dasar Ketuhanan Yang Maha Esa; 3. Untuk keperluan pusat-pusat kehidupan masyarakat, sosial, kebudayaan dan lain-lain kesejahteraan; 4. Untuk keperluan memperkembangkan produksi pertanian, peternakan dan perikanan serta sejalan dengan itu; 5. Untuk keperluan memperkembangkan industri, transmigrasi dan pertambangan. b. Pasal 18 menyatakan bahwa untuk kepentingan umum, termasuk kepentingan bangsa dan negara serta kepentingan bersama dari seluruh rakyat, Hak-Hak Atas Tanah dapat dicabut dengan memberikan ganti kerugian yang layak dan menurut cara yang diatur dengan undang-undang. 2. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1961 tentang Pencabutan Hak-Hak Atas Tanah dan Benda-Benda Yang Ada Di Atasnya. Jika keadaan mengharuskan dilakukannya pencabutan Hak Atas Tanah maka Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 Jo Nomor 65 Tahun 2006 tidak lagi dapat diterapkan dan langkah berikutnya adalah dengan menggunakan instrumen Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1961 dan peraturan pelaksanaannya. 3. Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 1973 tentang Pelaksanaan Pencabutan Hak-Hak Atas Tanah dan Benda-Benda Yang Ada Di Atasnya. 4. Beberapa Peraturan Menteri Dalam Negeri, antara lain: a. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 1975 tentang Ketentuan- Ketentuan Mengenai Tata Cara Pembebasan Tanah.

b. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 2 Tahun 1976 tentang Penggunaan Acara Pembebasan Tanah Untuk Kepentingan Pemerintah Bagi Pembebasan Tanah Oleh Pihak Swasta. c. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 2 Tahun 1985 tentang Tata Cara Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan Proyek Di Wilayah Kecamatan. Ketiga Peraturan Menteri Dalam Negeri di atas dinyatakan tidak berlaku lagi dengan dikeluarkannya: 5. Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1993 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum yang dinyatakan tidak berlaku lagi dengan dikeluarkannya: 6. Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, yang telah disempurnakan oleh: 7. Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum. Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun

2005 Jo Nomor 65 Tahun 2006 hanya mengatur mekanisme pengadaan tanah dan tidak digunakan untuk melakukan pencabutan Hak Atas Tanah. Secara yuridis, pengambilan tanah rakyat untuk keperluan pembangunan bisa dilakukan melaui tiga mekanisme, yakni pencabutan hak, pelepasan hak dan melalui tukar-menukar dan/atau jual beli. 12 Pasal 1 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1961 tentang Pencabutan Hak-hak Tanah dan Benda-benda yang Ada Di Atasnya (Lembaran Negara Tahun 1961 Nomor 288; Tambahan Lembaran Negara Nomor 2324), selanjutnya disingkat UU Pencabutan Hak Tanah, menentukan bahwa untuk kepentingan bangsa dan negara serta kepentingan bersama rakyat dan kepentingan pembangunan, Presiden dalam keadaan memaksa, setelah mendengar Menteri Agraria, Menteri Kehakiman dan Menteri yang bersangkutan dapat mencabut hakhak atas tanah dan benda-benda yang ada di atasnya. Dalam ketentuan Pasal 18 UUPA hanya menentukan jaminan bagi rakyat mengenai hak-haknya atas tanah. Pencabutan hak dimungkinkan, tetapi diikat dengan syarat-syarat, misalnya harus disertai pemberian ganti rugi yang layak. Hal ini dapat dilihat dengan diterbitkannya UU Pencabutan Hak Tanah. Ketentuan yang menyatakan bahwa hak atas tanah masyarakat yang dicabut haknya itu tidak dapat menyatakan tidak bersedia haknya dicabut, dan kalau diberikan hak untuk banding maka bandingnya ke Pengadilan Tinggi, hanya mengenai jumlah ganti rugi yang 12 Bernhard Limbong, 2011, Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan:Regulasi, Kompensasi Penegakan Hukum, Pustaka Margareta, Jakarta, (Selanjutnya disingkat Bernhard Limbong IV), hal. 338

ditawarkan pemerintah. Hakim Pengadilan Tinggi akan menetapkan apakah tetap pada jumlah yang ditawarkan pemerintah ataupun menaikkan jumlah uang ganti rugi tersebut. Prosedurnya seperti tersebut dalam Pasal 2 dan 3 UU Pencabutan Hak Tanah, yaitu melalui Kepala Inspeksi Agraria dengan mengajukan antara lain rencana permohonan dan alasan-alasan pencabutan hak atas tanah, keterangan nama yang berhak beserta luas dan jenis hak atas tanah disertai rencana penampungan masyarakat yang ada di atasnya. Selain itu, Kepala Kantor Wilayah BPN akan meminta pertimbangan dari Kepala Daerah yang bersangkutan tentang permohonan tersebut dan penampungan masyarakat, kemudian agar tim penaksir bersidang menetapkan ganti rugi. Menurut Pasal 6 UU Pencabutan Hak Tanah maka Kepala Kantor Wilayah BPN dapat saja langsung mengajukan permohonan tersebut kepada Kepala BPN tanpa rekomendasi dari Kepala Daerah dan tim penaksir. Kepala BPN akan menetapkan suatu keputusan mendahului keputusan Presiden tersebut. Keputusan tentang pencabutan hak atas tanah harus dimuat dalam Berita Negara Republik Indonesia dan isinya juga dimuat dalam surat kabar. Pasal 8 UU Pencabutan Hak Tanah menyatakan bahwa yang bersangkutan jika tidak dapat menerima jumlah uang ganti rugi yang ditetapkan tim penaksir maka yang bersangkutan dapat mengajukan permohonan banding pada Pengadilan Tiggi dengan membayar biaya perkara, yang juga sebagai Pengadilan Pertama dan terakhir selambat-lambatnya 1 (satu) bulan

sejak tanggal keputusan Presiden yang menyatakan hak atas tanah dan benda-benda yang ada di atasnya dinyatakan dicabut. Undang-undang tidak dapat menjelaskan suatu kondisi tertentu, beberapa penyelenggara pemerintahan sering mengambil keuntungan dari istilah kepentingan umum untuk mengambil tanah milik pribadi yang jelas-jelas bertentangan dengan konstitusi dan kepastian hukum. Kepentingan umum diberikan suatu pembatasan hak pribadi. Untuk menggambarkan kepentingan umum dengan tepat, pembuat undangundang harus mengemukakan beberapa hal dasar. Pertama, perwujudan kepentingan umum sebagian besar merupakan sistem publik sebagai government centered dibandingkan dengan suatu sistem pribadi market led. Kedua, definisi kepentingan publik harus layak atau mempunyai alasan. Ketika kepuasan kepentingan umum sering dimasukkan ke dalam beberapa hal kepentingan pribadi, pembuat undangundang perlu membatasi kepentingan publik kepada suatu lingkup yang layak di dalam hak pribadi atas tanah yang dimilikinya. 13 13 Putu Mia Rahmawati, 2013, Pengaturan Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum oleh Badan Usaha Swasta, tesis Program Studi Magister (S2) Magister Kenotariatan Universitas Udayana, Denpasar, hal. 70

2.1.2 Pengadaan Tanah Sebelum dan Pasca Berlakunya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum Pada era pemerintahan orde baru terdapat tiga masalah pokok dalam rangka pelaksanaan UUPA. Tiga pokok permasalahan tersebut adalah pembuatan peraturan pelaksanaan, penyesuaian kembali beberapa materi peraturan perundang-undangan tertentu di bidang agraria dan pelaksanaan proses pembebasan tanah. Pada masa orde baru tuntutan pembangunan nasional semakin memperbesar kapasitas tuntutan atas tanah dan volume pengambilan tanah dari masyarakat. Hal ini menjadi masalah karena kriteria kepentingan umum sebagai alasan pencabutan hak belum diatur dalam peraturan perundang-undangan yang proporsional. Pada tahun 1973 Presiden mengeluarkan Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1973 tentang Pelaksanaan Pencabutan Hak-Hak Atas Tanah Dan Benda-Benda Yang Ada di Atasnya, yang berisi pedoman jenis-jenis kegiatan yang dapat dikategorikan kepentingan umum. Secara material Inpres tersebut dapat dipakai tetapi secara formal, seharusnya materi yang begitu penting tidak hanya diatur dalam sebuah Inpres yang biasanya bersifat teknis. Materi Inpres itu seharusnya diatur dengan undang-undang karena menyangkut hak rakyat banyak.

Pemberian bentuk Inpres atas kriteria kepentingan umum lebih merupakan tindakan pragmatis pemerintah dalam melancarkan program-programnya. 14 Sebelum diberlakukannya UU Pengadaan Tanah, pengaturan tentang pengadaan tanah didasarkan pada Perpres Nomor 36 Tahun 2005 yang kemudian diubah menjadi Perpres Nomor 65 Tahun 2006 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum, selanjutnya disingkat Perpres 65 Tahun 2006. Sesuai Perpres tersebut, pengadaan tanah dilakukan oleh tim pelaksana pengadaan tanah, yang dalam prosesnya pelaksanaannya sering terhambat oleh diskontinuitas anggaran. Selain itu, masalah lain yang sering muncul adalah definisi pembangunan untuk kepentingan umum yang masih banyak diperdebatkan. Penyelenggaraan pengadaan tanah juga sering bersinggungan dengan isu hukum mendasar seperti hak asasi manusia, prinsip keadilan, prinsip keseimbangan antara kepentingan Negara dengan kepentingan masyarakat baik secara individu maupun kelompok. 15 Jika ditelaah secara seksama, pada bagian konsiderans UU Pengadaan Tanah, termaktub politik perundang-undangan (legal politics) sebagai berikut: a. Bahwa dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pemerintah perlu melaksanakan pembangunan; 14 Adrian Sutedi I, op. cit., hal. 89 15 Adi Suara, 2013, Tinjauan Atas Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum Berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012. http://bpk.go.id, diakses pada 4 Juni 2015.

b. Bahwa untuk menjamin terselenggaranya pembangunan untuk kepentingan umum, diperlukan tanah yang pengadaannya dilaksanakan dengan mengedepankan prinsip kemanusiaan, demokratis, dan adil; c. Bahwa peraturan perundang-undangan di bidang pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum belum dapat menjamin perolehan tanah untuk pelaksanaan pembangunan; d. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu membentuk Undang-Undang tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum. Perbaikan yang signifikan dari UU Pengadaan Tanah maupun Perpres Pengadaan Tanah sebagai peraturan pelaksananya dibandingkan dengan peraturan sebelumnya yaitu Perpres 65 Tahun 2006 tidak dapat dipungkiri. Sebagai contoh, ketentuan Pasal 35 UU Pengadaan Tanah yang menyatakan apabila dalam hal bidang tanah tertentu yang terkena pengadaan tanah terdapat sisa yang tidak lagi dapat difungsikan sesuai dengan peruntukan dan penggunaannya, pihak yang berhak dapat meminta penggantian secara utuh atas bidang tanahnya. Ketentuan pasal ini belum pernah muncul di peraturan peraturan sebelumnya, dan tujuan pasal ini muncul adalah dalam rangka mewujudkan pengadaan tanah yang adil. Selain itu, dalam UU Pengadaan Tanah maupun Perpres Pengadaan Tanah telah diatur mengenai jangka waktu pelaksanaan pengadaan tanah yang jelas dari mulai tahapan perencanaan, tahapan persiapan, tahapan pelaksanaan, sampai dengan penyerahan hasil, termasuk di dalamnya pihak-pihak yang berperan dalam masingmasing tahapan. Peraturan ini juga mengatur durasi waktu setiap tahapan dalam proses pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum. Batasan waktu sebenarnya juga telah diatur dalam Perpres Nomor 65 Tahun 2006, namun dalam UU

Pengadaan Tanah maupun Perpres Pengadaan Tanah sudah secara tegas mengatur durasi waktu keseluruhan penyelenggaraan pembebasan tanah untuk kepentingan umum paling lama (maksimal) 583 hari. Berdasarkan UU Pengadaan Tanah maupun Perpres Pengadaan Tanah juga diatur keharusan instansi yang memerlukan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum agar menyusun dokumen perencanaan pengadaan tanah. Isi dari dokumen tersebut di antaranya adalah tujuan rencana pembangunan, kesesuaian dengan Rancangan Tata Ruang Wilayah (RTRW), letak tanah, luas tanah yang dibutuhkan, gambaran umum status tanah, dan perkiraan nilai tanah. Dokumen perencanaan pengadaan tanah tersebut selanjutnya diserahkan kepada Gubernur yang melingkupi wilayah di mana letak tanah berada. Lebih lanjut, peraturan ini juga menyinggung soal pengaturan ganti kerugian, pengalihan hak tanah, dan lainnya. Selain itu, terdapat pengaturan soal penolakan dari pihak yang berhak untuk penggantian rugi atas lahan tersebut dan sengketa lahan di pengadilan. Terkait pengaturan sumber dana pengadaan tanah, termasuk pengadaan tanah berskala kecil maupun pengadaan tanah untuk pembangunan infrastruktur minyak, gas, dan panas bumi juga tidak luput diatur di dalamnya. UU Pengadaan Tanah ini telah mendefinisikan sendiri dan menentukan jenisjenis pembangunan yang dikategorikan untuk kepentingan umum. Berdasarkan ketentuan Pasal 10 UU Pengadaan Tanah dicontohkan bahwa pembangunan jalan tol

dan semua jenis proyek pelabuhan tidak tepat jika dikategorikan sebagai kepentingan umum karena dikelola secara bisnis dan melayani kalangan tertentu saja. Selain itu, dalam UU Pengadaan Tanah ini tidak ditemukan mengenai definisi kepentingan pembangunan dan kepentingan masyarakat yang menjadi syarat penyelenggaraan kepentingan umum sebagaimana dicantumkan dalam ketentuan Pasal 9 ayat (1) UU Pengadaan Tanah. Hal ini menunjukkan masih terdapatnya kekaburan definisi pembangunan untuk kepentingan umum dalam UU Pengadaan Tanah seperti halnya peraturan-peraturan sebelumnya. 16 Selain itu, ketentuan dalam Pasal 39, Pasal 42 ayat (1) dan Pasal 43 UU Pengadaan Tanah diatur bahwa dalam hal pihak yang berhak menolak bentuk dan/atau besarnya ganti kerugian, tetapi tidak mengajukan keberatan dalam waktu 14 hari kerja setelah musyawarah penetapan ganti kerugian, karena hukum pihak yang berhak (masyarakat) dianggap menerima bentuk dan besarnya ganti kerugian. Ganti kerugian tersebut kemudian dititipkan di pengadilan negeri setempat, dan pada saat pelaksanaan pelepasan hak, kepemilikan atau hak atas tanah dari pihak yang berhak menjadi hapus dan alat bukti haknya dinyatakan tidak berlaku dan tanahnya menjadi tanah yang dikuasai langsung oleh Negara. Hapusnya hak atas tanah dari pihak yang berhak adalah hak atas tanah tersebut berakhir tanpa kerja sama ataupun persetujuan 16 Ibid.

seperti dalam sahnya suatu persetujuan, dan pihak yang berhak dalam hal ini kehilangan sama sekali haknya secara paksa. 17 Hapusnya kepemilikan atau hak atas tanah dari pihak yang berhak yang menolak hasil musyawarah tetapi tidak mengajukan keberatan sebagaimana ditentukan dalam Pasal 39, 42 ayat (1) dan 43 UU Pengadaan Tanah di atas, menunjukkan represifnya undang-undang ini yang sengaja dibenturkan dengan UU Pencabutan Hak Tanah. Ketentuan Pasal 43 UU Pengadaan Tanah ini jelas tidak sesuai dengan apa yang telah diuraikan dalam diktum Menimbang, Ketentuan Umum Pasal 1 angka 2 dan angka 10 serta Pasal 2 UU Pengadaan Tanah yaitu pengadaan tanah untuk kepentingan umum harus memperhatikan asas kemanusiaan, keadilan, kesepakatan, dan asas-asas lain. 18 Berdasarkan kelebihan dan kekurangan di atas, UU Pengadaan Tanah merupakan sebuah langkah perbaikan dibandingkan dengan Perpres Nomor 65 Tahun 2006, karena peraturan perundang-undangan sebelumnya dianggap belum memenuhi rasa keadilan bagi pihak yang kehilangan tanahnya. Diterbitkannya undang-undang tersebut memberi harapan permasalahan-permasalahan dalam pengadaan tanah dapat diatasi ke depannya. Beberapa permasalahan mendasar dalam proses pengadaan tanah dan menjadi penghambat untuk mencapai tujuan pembangunan untuk kepentingan umum selama ini antara lain: 17 A.P. Parlindungan, 1990, Berakhirnya Hak-Hak Atas Tanah Menurut Sistem UUPA, Mandar Maju, Bandung, (selanjutnya di singkat Parlindungan II), hal. 1 18 Adi Suara, loc. it.

1. Belum tersedianya aturan dasar, prinsip, prosedur dan mekanisme pengadaan tanah; 2. Belum ditetapkannya kelembagaan pengadaan tanah; 3. Tidak adanya peraturan khusus pembiayaan pengadaan tanah; dan 4. Belum jelasnya kriteria kegiatan yang dapat dikategorikan sebagai kepentingan umum. 19 Menurut M. Yamin Lubis dalam bukunya Pencabutan hak, pembebasan dan pengadaan tanah, beberapa prinsip pengadaan tanah dapat dimasukkan dalam materi undang-undang yang akan datang, antara lain dengan mempertimbangkan beberapa prinsip yaitu: a. Prinsip penghormatan terhadap hak-hak atas tanah yang dimiliki rakyat yang merupakan bagian dari hak asasi warga negara, sehingga tidak dengan sedemikian rupa dapat dengan mudah diambil untuk kepentingan-kepentingan tertentu termasuk untuk kepentingan umum, tanpa mengindahkan aturan hukum yang ada. b. Prinsip kepastian hukum baik dalam pengaturannya (ketentuan materiil) dan proses pengadaan tanah untuk kepentingan umum (ketentuan formil/hukum acaranya) maupun dalam proses pemberian hak atas tanah kepada instansi yang membutuhkan sebagai pemangku dari kepentingan umum. c. Prinsip kepastian atas kepentingan umum, menyangkut pengertian, penetapan bidang kegiatan yang masuk dalam kategori kepentingan umum, dengan penegasan adanya kepentingan seluruh lapisan masyarakat, kegiatan benar-benar dilakukan dan dimiliki oleh pemerintah, nyata-nyata tidak digunakan untuk 19 Ibid.

mencari keuntungan (tidak ada unsur komersil/bisnis), perencanaan dan pelaksanaannya sesuai dengan Rencana Umum Tata Ruang Wilayah. d. Prinsip pelaksanaannya dengan cara tepat dan transparan, dengan pembentukan tim pelaksana yang kompeten baik untuk tim pengadaan tanah maupun tim penaksir harga tanah, lengkap dengan susunan dan uraian tugasnya secara limitatif. e. Prinsip musyawarah dengan para pemegang hak atas tanah, terutama emngenai hal yang berkaitan dengan kegiatan dan tujuan dari pengadaan tanah tersebut dan juga mengenai penentuan bentuk dan besarnya ganti kerugian. f. Prinsip pemberian ganti kerugian yang layak dan adil atas setiap pengambilan hak atas tanah rakyat, sebab hak atas tanah tersebut sebagai bagian dari aset seseorang yang diperoleh dengan pengorbanan tertentu dan pabila sudah terdaftar telah ada legalitas aset yang diberikan oleh Negara dan kepada penerima haknya biasanya membayar kompensasi kepada Negara baik dalam bentuk kewajiban uang pemasukan ke kas Negara maupun kewajiban perpajakan. Selain itu, harus ditegaskan pengertian ganti rugi yang layak dan adil, sehingga diperoleh tolak ukur yang dapat dipedomani dalam pemberian ganti kerugian yang mana telah diatur dalam UU Pengadaan Tanah. g. Prinsip pembedaan ketentuan pengadaan tanah untuk kepentingan umm sesuai dengan kriteria yang ditentukan secara limitatif dengan pengadaan tanah bukan untuk kepentingan umum (kepentingan pemerintah dengan unsur bisnis), serta penetapan kriteria luasan tanah skala kecil dengan prosedur pengadaan tanahnya,

termasuk dalam hal penggunaan standar dan normanya seperti kemungkinan penggunaan bantuan tim pengadaan tanah. 20 Berikut adalah perbedaan singkat mengenai peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pengadaan tanah, dimulai dari Keppres No. 55 Tahun 1993, Perpres No. 36 Tahun 2005, Perpres No. 65 Tahun 2006 dan UU Pengadaan Tanah, dengan demikian dapat diketahui perubahan-perubahan dalam pengaturan pelaksanaan pengadaan tanah di Indonesia. Perbedaan tersebut dapat dilihat dalam tabel di bawah ini: Perbandingan Regulasi Pengadaan Tanah Pokok Perbanding an Keppres No. 55 Tahun 1993 Perpres No. 36 Tahun 2005 Perpres No. 65 Tahun 2006 UU No 2 Tahun 2012 20 M. Yamin Lubis dan A. Rahim Lubis, 2011, Pencabutan Hak, Pembebasan dan Pengadaan Tanah, Mandar Maju, Bandung, (selanjutnya disingkat M. Yamin Lubis I), hal. 100-101

Pengadaan Tanah Pengadaan tanah adalah setiap kegiatan untuk mendapatkan tanah dengan cara memberikan ganti kerugian kepada yang berhak atas tanah tersebut. Pengadaan tanah adalah setiap kegiatan untuk mendapatkan tanah dengan cara memberikan ganti rugi kepada yang melepaskan atau menyerahkan tanah, bangunan, tanaman, dan benda-benda yang berkaitan dengan tanah atau pencabutan hak atas tanah Pengadaan tanah adalah setiap kegiatan untuk mendapatkan tanah dengan cara memberikan ganti rugi kepada yang melepaskan atau menyerahkan tanah, bangunan, tanaman dan benda-benda yang berkaitan dengan tanah. Pengadaan Tanah adalah kegiatan menyediakan tanah dengan cara memberi ganti kerugian yang layak dan adil kepada pihak yang berhak Mekanisme Pengadaan Tanah Pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum oleh pemerintah dilaksanakan dengan cara pelepasan atau penyerahan hak atas tanah. Pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum oleh Pemerintah atau pemerintah daerah dilaksanakan dengan cara : a.pelepasan atau penyerahan hak Pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah dilaksanakan dengan cara pelepasan atau penyerahan hak Pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembanguna n untuk kepentingan umum oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah dilaksanakan dengan cara pelepasan atau

atas tanah, atau b. pencabutan hak atas tanah atas tanah penyerahan hak atas tanah Kepentingan umum Kepentingan umum adalah kepentingan seluruh lapisan masyarakat. Kepentingan umum adalah kepentingan sebagian besar lapisan masyarakat. Kepentingan umum adalah kepentingan sebagian besar lapisan masyarakat. Kepentingan umum adalah kepentingan bangsa, negara dan masyarakat yang harus diwujudkan oleh pemerintah dan digunakan sebesarbesarnya untuk kemakmuran rakyat. Cakupan kepentingan umum a. jalan umum, saluran pembuangan air; b. waduk, bendungan dan bangunan pengairan lainnya termasuk saluran irigasi. c. rumah sakit umum dan a. jalan umum, jalan tol, rel kereta api (di atas tanah, di ruang atas tanah, ataupun di ruang bawah tanah), saluran air minum/air bersih, saluran pembuangan air dan sanitasi. b. waduk, a. jalan umum dan jalan tol, rel kereta api (di atas tanah, di ruang atas tanah, ataupun di ruang bawah tanah), saluran air minum/air bersih, saluran pembuangan air dan sanitasi. b. waduk, a. pertahanan dan keamanan nasional b. jalan umum, jalan tol, terowongan, jalur kereta api, stasiun kereta api dan fasilitas operasi

pusat-pusat kesehatan masyarakat d. pelabuhan atau bandar udara atau terminal. e. peribadatan. f. pendidikan atau sekolahan. g. pasar umum atau pasar INPRES h. fasilitas pemakaman umum i. fasilitas keselamatan umum seperti tanggul penanggulanga n bahaya banjir, lahar dan lain-lain j. pos dan telekomunikasi k. sarana olah raga l. stasiun penyiaran radio, televisi bendungan, irigasi dan bangunan pengairan lainnya. c. rumah sakit umum dan pusat kesehatan masyarakat. d. pelabuhan, bandar udara, stasiun kereta api dan terminal. e. peribadatan. f. pendidikan atau sekolah g. pasar umum h. fasilitas pemakaman umum i. fasilitas keselamatan umum j. pos dan telekomunikasi k. sarana olah raga l.stasiun penyiaran radio dan televisi dan sarana bendungan, bendungan irigasi dan bangunan pengairan lainnya; c. pelabuhan, bandar udara, stasiun kereta api, dan terminal. d. fasilitas keselamatan umum, seperti tanggul penanggulangan bahaya banjir, lahar, dan lainlain e. tempat pembuangan sampah f. cagar alam dan cagar budaya g. pembangkit, transmisi, distribusi tenaga listrik. kereta api c. waduk, bendungan, bendung, irigasi, saluran air minum, saluran pembuangan air dan sanitasi dan bangunan pengairan lainnya d. pelabuhan, bandar udara dan terminal e. infrastuktur, minyak gas dan panas bumi f. pembangkit, transmisi, gardu, jaringan dan distribusi tenaga listrik g. jaringan telekomunik asi dan informatika

beserta pendukungnta. m. kantor Pemerintah n. fasilitas Angkatan Bersenjata Republik Indonesia pendukungnya. m. kantor Pemerintah, pemerintah daerah, mperwakilan negara asing, Perserikatan Bangsa-Bangsa dan atau lembagalembaga internasional di bawah naungan Perserikatan Bangsa-Bangsa. n.fasilitas Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya. o. lembaga permasyarakatan dan rumah tahanan p. rumah susun sederhana q. tempat Pemerintah h. tempat pembuangan dan pengolahan sampah i. rumah sakit Pemerintah/ Pemerintah Daerah j. fasilitas keselamatan umum k. tempat pemakaman umum Pemerintah/ Pemerintah Daerah l. fasilitas sosial, fasilitas umum dan ruang terbuka hijau publik m. cagar alam dan cagar budaya n. kantor Pemerintah/

pembuangan sampah r. cagar alam dan cagar budaya. s. pertamanan t. panti sosial u. pembangkit, tansmisi, distribusi tenaga listrik Pemerintah Daerah/desa o. Penataan pemukiman kumuhperkot aan dan/atau konsolidasi tanah, serta perumahan untuk masyarakat berpenghasil an rendah dengan status sewa p. prasarana pendidikan atau sekolah Pemerintah/ Pemerintah Daerah q. Prasarana olahraga Pemerintah/ Pemerintah Daerah; dan r. pasar umum dan lapangan parkir umum.

2.1.3 Cara dan Proses Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Tata cara atau prosedur pengadaan tanah untuk kepentingan umum telah diatur secara jelas dalam UU Pengadaan Tanah dan peraturan pelaksananya, mulai dari tahapan perencanaan, tahapan persiapan, tahapan pelaksanaan yang dijabarkan sebagai berikut: a. Tahap Perencanaan Setiap instansi yang memerlukan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum, sesuai ketentuan Pasal 15 ayat (1) UU Pengadaan Tanah agar menyusun dokumen perencanaan pengadaan tanah, yang sedikitnya memuat: 1. Maksud dan tujuan rencana pembangunan, 2. Kesesuaian dengan rancangan tata ruang wilayah (rtrw) dan prioritas pembangunan, 3. Letak tanah, 4. Luas tanah yang dibutuhkan, 5. Gambaran umum status tanah, 6. Perkiraan jangka waktu pelaksanaan pengadaan tanah dan pelaksanaan pembangunan, 7. Perkiraan nilai tanah, dan 8. Rencana penganggaran. Dokumen perencanaan pengadaan tanah tersebut sesuai ketentuan Penjelasan Atas Pasal 15 ayat (2) UU Pengadaan Tanah disusun berdasarkan studi kelayakan yang mencakup: 1. Survei sosial ekonomi, 2. Kelayakan lokasi, 3. Analisis biaya dan manfaat pembangunan bagi wilayah dan masyarakat, 4. Perkiraan harga tanah,

5. Dampak lingkungan dan dampak sosial yang mungkin timbul akibat pengadaan tanah dan bangunan, serta 6. Studi lain yang diperlukan. Dokumen Perencanaan tersebut selanjutnya diserahkan oleh instansi yang memerlukan tanah kepada Gubernur yang melingkupi wilayah di mana letak tanah berada. b. Tahap Persiapan Dalam tahapan persiapan, sesuai dengan ketentuan Pasal 8 ayat (2) dan Pasal 9 ayat (1) Perpres Pengadaan Tanah, Gubernur membentuk tim persiapan dalam waktu paling lama 10 hari kerja, yang beranggotakan: 1. Bupati/Walikota, 2. SKPD Provinsi terkait, 3. instansi yang memerlukan tanah, dan 4. instansi terkait lainnya. Untuk kelancaran pelaksanaan tugas tim persiapan, Gubernur membentuk sekretariat persiapan pengadaan tanah yang berkedudukan di sekretariat daerah provinsi. Adapun tugas tim persiapan sebagaimana ditentukan dalam Pasal 10 Perpres Pengadaan Tanah adalah sebagai berikut: 1. Melaksanakan pemberitahuan rencana pembangunan Sesuai ketentuan Pasal 11 Perpres Pengadaan Tanah, pemberitahuan rencana pembangunan ditandatangani ketua tim persiapan dan diberitahukan kepada

masyarakat pada lokasi rencana pembangunan, paling lama 20 hari kerja setelah dokumen perencanaan pengadaan tanah diterima resmi oleh Gubernur. Sesuai ketentuan Pasal 12 ayat (2) dan (3) Perpres Pengadaan Tanah, pemberitahuan dapat dilakukan secara langsung baik melalui sosialisasi, tatap muka, dan/atau surat pemberitahuan, atau melalui pemberitahuan secara tidak langsung melalui media cetak maupun media elektronik. 2. Melakukan pendataan awal lokasi rencana pengadaan Pendataan awal lokasi rencana pengadaan meliputi kegiatan pengumpulan data awal pihak yang berhak dan objek pengadaan tanah bersama aparat kelurahan/desa sesuai ketentuan Pasal 18 ayat (1) dan (2) UU Pengadaan Tanah, paling lama adalah 30 hari kerja sejak pemberitahuan rencana pembangunan. Sesuai ketentuan Pasal 28 ayat (1) dan (2) Perpres Pengadaan Tanah, hasil pendataan dituangkan dalam bentuk daftar sementara lokasi rencana pembangunan yang ditandatangani ketua tim persiapan sebagai bahan untuk pelaksanaan konsultasi publik rencana pembangunan. 3. Melaksanakan konsultasi publik rencana pembangunan Konsultasi publik rencana pembangunan dilakukan untuk mendapatkan kesepakatan lokasi rencana pembangunan dari pihak yang berhak dan masyarakat yang terkena dampak pengadaan tanah, sesuai ketentuan Pasal 29 ayat (4) Perpres

Pengadaan Tanah dilaksanakan paling lama 60 hari kerja sejak tanggal ditandatanganinya daftar sementara lokasi rencana pembangunan. Hasil kesepakatan atas lokasi rencana pembangunan dituangkan dalam berita acara kesepakatan. Sesuai ketentuan Pasal 34 ayat (1), (2), (3) dan (4) Perpres Pengadaan Tanah, apabila dalam konsultasi publik, pihak yang berhak dan masyarakat yang terkena dampak atau kuasanya tidak sepakat atau keberatan, maka dilaksanakan konsultasi publik ulang paling lama 30 hari kerja sejak tanggal berita acara kesepakatan. Sesuai ketentuan Pasal 35 ayat (1), (2) dan (3) Perpres Pengadaan Tanah, jika dalam konsultasi publik ulang masih terdapat pihak yang keberatan atas rencana lokasi pembangunan, instansi yang memerlukan tanah melaporkan keberatan kepada Gubernur melalui tim persiapan. Selanjutnya, Gubernur membentuk tim kajian keberatan yang terdiri atas: a. Sekretaris Daerah Provinsi atau pejabat yang ditunjuk sebagai ketua merangkap anggota; b. Kepala Kantor Wilayah BPN sebagai sekretaris merangkap anggota; c. Instansi yang menangani urusan pemerintahan di bidang perencanaan pembangunan daerah sebagai anggota; d. Kepala Kantor Wilayah Kementrian Hukum dan HAM sebagai anggota; e. Bupati/Walikota atau pejabat yang ditunjuk sebagai anggota; f. Akademisi sebagai anggota. Tugas tim kajian keberatan meliputi: a. Menginventarisasi masalah yang menjadi alasan keberatan; b. Melakukan pertemuan atau klarifikasi dengan pihak yang keberatan;

c. Membuat rekomendasi diterima atau ditolaknya keberatan yang ditandatangani Ketua Tim Kajian Keberatan kepada Gubernur. Berdasarkan rekomendasi dari tim kajian, sesuai ketentuan Pasal 39 dan Pasal 40 Perpres Pengadaan Tanah, Gubernur mengeluarkan surat diterima atau ditolaknya keberatan atas lokasi rencana pembangunan. Penanganan keberatan oleh Gubernur dilakukan paling lama 14 hari kerja sejak diterimanya keberatan. Dalam hal Gubernur memutuskan dalam suratnya menerima keberatan, instansi yang memerlukan tanah membatalkan rencana pembangunan atau memindahkan lokasi rencana pembangunan ke tempat lain. 4. Menyiapkan penetapan lokasi pembangunan Penetapan lokasi pembangunan dibuat berdasarkan kesepakatan yang telah dilakukan tim persiapan dengan pihak yang berhak atau berdasarkan karena ditolaknya keberatan dari pihak yang keberatan. Penetapan lokasi pembangunan dilampiri peta lokasi pembangunan yang disiapkan oleh instansi yang memerlukan tanah. Penetapan lokasi pembangunan berlaku untuk jangka waktu 2 tahun dan dapat dilakukan permohonan perpanjangan waktu 1 kali untuk waktu paling lama 1 tahun kepada Gubernur yang diajukan paling lambat 2 bulan sebelum berakhirnya jangka waktu penetapan lokasi pembangunan.

5. Mengumumkan penetapan lokasi pembangunan Pengumuman atas penetapan lokasi pembangunan untuk kepentingan umum sesuai ketentuan Pasal 46 ayat (1), (2), dan (3) Perpres Pengadaan Tanah, paling lambat adalah 3 hari sejak dikeluarkan penetapan lokasi pembangunan yang dilaksanakan dengan cara: a. Ditempelkan di kantor Kelurahan/Desa, dan/atau kantor Kabupaten/Kota dan di lokasi pembangunan; b. Diumumkan melalui media cetak dan/atau media elektronik. Pengumuman penetapan lokasi pembangunan dilaksanakan selama paling kurang 14 hari kerja. 6. Melaksanakan tugas lain yang terkait persiapan pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum yang ditugaskan oleh Gubernur. Sesuai ketentuan Pasal 47 ayat (1) Perpres Pengadaan Tanah, Gubernur dapat mendelegasikan kewenangan pelaksanaan tahapan persiapan pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum kepada Bupati/Walikota berdasarkan pertimbangan efisiensi, efektivitas, kondisi geografis, sumber daya manusia dan pertimbangan lain. c. Tahap Pelaksanaan

Berdasarkan penetapan lokasi pembangunan untuk kepentingan umum, sesuai ketentuan Pasal 52 Perpres Pengadaan Tanah, instansi yang memerlukan tanah mengajukan pelaksanaan pengadaan tanah kepada ketua pelaksana pengadaan tanah dengan dilengkapi/dilampiri dokumen perencanaan pengadaan tanah dan penetapan lokasi pembangunan. Ketentuan mengenai penyelenggaraan pengadaan tanah diserahkan kepada Kepala BPN, yang pelaksanaannya sesuai ketentuan Pasal 50 Perpres Pengadaan Tanah, dilaksanakan oleh Kepala Kantor Wilayah BPN selaku ketua pelaksana pengadaan tanah (dengan pertimbangan efisiensi, efektifitas, kondisi geografis dan sumber daya manusia, dapat didelegasikan kepada Kepala Kantor Pertanahan). Susunan keanggotaan pelaksana pengadaan tanah sesuai ketentuan Pasal 51 ayat (2) Perpres Pengadaan Tanah, berunsurkan paling kurang: 1. Pejabat yang membidangi urusan pengadaan tanah di lingkungan kantor wilayah BPN; 2. Kepala Kantor Pertanahan setempat di lokasi pengadaan tanah; 3. Pejabat SKPD Provinsi yang membidangi urusan pertanahan; 4. Camat setempat pada lokasi pengadaan tanah; 5. Lurah/Kepala Desa atau nama lain pada lokasi pengadaan tanah. Pelaksana pengadaan tanah kemudian melakukan penyiapan pelaksanaan pengadaan tanah yang dituangkan dalam rencana kerja, sesuai ketentuan Pasal 53 ayat (2) Perpres Pengadaan Tanah, memuat paling kurang: 1. Rencana pendanaan pelaksanaan; 2. Rencana waktu dan penjadwalan pelaksanaan; 3. Rencana kebutuhan pelaksana pengadaan; 4. Rencana kebutuhan bahan dan peralatan pelaksanaan;

5. Inventarisasi dan alternatif solusi faktor-faktor penghambat dalam pelaksanaan; 6. Sistem monitoring pelaksanaan. Pelaksanaan pengadaan tanah secara garis besar meliputi: 1. Inventarisasi dan identifikasi penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah. Sesuai ketentuan Pasal 28 ayat (1) dan (2) UU Pengadaan Tanah, dilakukan dengan jangka waktu paling lama 30 hari. Adapun kegiatannya meliputi: a. Pengukuran dan pemetaan bidang per bidang tanah; dan b. Pengumpulan data Pihak yang Berhak dan Objek Pengadaan Tanah. Hasil inventarisasi dan identifikasi penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah tersebut wajib diumumkan di kantor desa/kelurahan, kantor kecamatan dan tempat Pengadaan Tanah, sesuai ketentuan Pasal 29 ayat (1) dan (4) UU Pengadaan Tanah, dilakukan dalam waktu paling lama 14 hari kerja. Dalam hal tidak menerima hasil inventarisasi, Pihak yang Berhak dapat mengajukan keberatan kepada Ketua Pelaksana Pengadaan Tanah dalam waktu paling lama 14 hari kerja terhitung sejak diumumkan hasil inventarisasi, untuk kemudian dilakukan verifikasi dan perbaikan dalam waktu paling lama 14 hari kerja terhitung sejak diterimanya pengajuan keberatan atas hasil inventarisasi. 2. Penilaian Ganti Kerugian Hasil pengumuman dan/atau verifikasi serta perbaikan atas hasil inventarisasi dan identifikasi penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah

ditetapkan oleh ketua pelaksana pengadaan tanah dan sesuai ketentuan Pasal 62 Perpres Pengadaan Tanah, selanjutnya menjadi dasar penentuan pihak yang berhak dalam pemberian ganti kerugian. sesuai ketentuan Pasal 63 Perpres Pengadaan Tanah, penetapan besarnya nilai ganti kerugian oleh ketua pelaksana pengadaan tanah berdasarkan hasil penilaian jasa penilai atau penilai publik yang ditunjuk dan ditetapkan oleh ketua pelaksana pengadaan tanah yang penilaiannya dilaksanakan paling lama 30 hari kerja. Penilai bertugas melakukan penilaian besarnya ganti kerugian bidang per bidang tanah sesuai ketentuan Pasal 65 ayat (1) Perpres Pengadaan Tanah, meliputi tanah, ruang atas dan bawah tanah, bangunan, tanaman, benda yang berkaitan dengan tanah, dan/atau kerugian lain yang dapat dinilai. Sesuai ketentuan Pasal 67 ayat (1) Perpres Pengadaan Tanah, dalam hal terdapat sisa dari bidang tanah tertentu yang terkena pengadaan tanah terdapat sisa yang tidak lagi dapat difungsikan sesuai dengan peruntukan dan penggunaannya, pihak yang berhak dapat meminta penggantian secara utuh atas bidang tanahnya. 3. Musyawarah penetapan Ganti Kerugian Pelaksana Pengadaan Tanah melakukan musyawarah dengan pihak yang berhak sesuai ketentuan Pasal 68 ayat (1) dan (3) Perpres Pengadaan Tanah, dilaksanakan dalam waktu paling lama 30 hari kerja sejak hasil penilaian dari penilai disampaikan kepada ketua pelaksana pengadaan tanah untuk menetapkan bentuk dan/atau besarnya ganti kerugian berdasarkan hasil penilaian ganti kerugian. Hasil

kesepakatan dalam musyawarah tersebut sesuai ketentuan Pasal 72 Perpres Pengadaan Tanah, menjadi dasar pemberian ganti kerugian kepada pihak yang berhak/kuasanya yang dimuat dalam berita acara kesepakatan. Dalam hal tidak terjadi kesepakatan mengenai bentuk dan/atau besarnya ganti kerugian, sesuai ketentuan Pasal 73 ayat (1) dan (2) Perpres Pengadaan Tanah, pihak yang berhak dapat mengajukan keberatan kepada Pengadilan Negeri setempat dalam waktu paling lama 14 hari kerja setelah musyawarah penetapan ganti kerugian. Pengadilan Negeri memutus bentuk dan/atau besarnya ganti kerugian dalam waktu paling lama 30 hari kerja sejak diterimanya pengajuan keberatan. Sesuai ketentuan Pasal 73 ayat (3) dan (4) Perpres Pengadaan Tanah, pihak yang keberatan terhadap putusan Pengadilan Negeri, dalam waktu paling lama 14 hari kerja dapat mengajukan kasasi kepada Mahkamah Agung. Mahkamah Agung wajib memberikan putusan dalam waktu paling lama 30 hari kerja sejak permohonan kasasi diterima. Putusan Pengadilan Negeri/Mahkamah Agung yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap menjadi dasar pembayaran Ganti Kerugian kepada pihak yang mengajukan keberatan. 4. Pemberian Ganti Kerugian Pemberian ganti kerugian dapat dilakukan sesuai ketentuan Pasal 74 Perpres Pengadaan Tanah, dalam bentuk:

a. Uang b. Tanah Pengganti c. Pemukiman kembali d. Kepemilikan saham e. Bentuk lain yang disetujui kedua belah pihak Pelaksana pengadaan tanah membuat penetapan mengenai bentuk ganti kerugian berdasarkan berita acara kesepakatan dan/atau putusan Pengadilan Negeri/Mahkamah Agung. Sesuai ketentuan Pasal 83 ayat (1) dan (2) Perpres Pengadaan Tanah, pemberian ganti kerugian dibuat dalam berita acara pemberian ganti kerugian yang dilampiri dengan: a. Daftar pihak yang berhak penerima ganti kerugian b. Bentuk dan besarnya ganti kerugian yang telah diberikan c. Daftar dan bukti pembayaran/kwitansi d. Berita acara pelepasan hak atas tanah dan penyerahan bukti penguasaan atau kepemilikan objek pengadaan tanah kepada instansi yang memerlukan tanah melalui pelaksana pengadaan tanah. Dalam hal pihak yang berhak menolak bentuk dan/atau besarnya ganti kerugian berdasarkan hasil musyawarah atau putusan pengadilan negeri/mahkamah Agung, Sesuai ketentuan Pasal 86 ayat (1), (2) dan (3) Perpres Pengadaan Tanah, ganti kerugian dititipkan di Pengadilan Negeri setempat. Penitipan ganti kerugian juga dilakukan terhadap: a. Pihak yang berhak menerima Ganti Kerugian tidak diketahui keberadaannya; b. Objek Pengadaan Tanah yang akan diberikan ganti kerugian: 1. Sedang menjadi objek perkara di pengadilan; 2. Masih dipersengketakan kepemilikannya; 3. Diletakkan sita oleh pejabat yang berwenang; atau

4. Menjadi jaminan di bank. Pada saat pelaksanaan pemberian ganti kerugian dan pelepasan hak telah dilaksanakan atau pemberian ganti kerugian sudah dititipkan di Pengadilan Negeri, sesuai ketentuan Pasal 43 UU Pengadaan Tanah, kepemilikan atau hak atas tanah dari pihak yang berhak menjadi hapus dan alat bukti haknya dinyatakan tidak berlaku dan tanahnya menjadi tanah yang dikuasai langsung oleh Negara. d. Tahap Penyerahan Sesuai ketentuan Pasal 112 ayat (1) dan (4) Perpres Pengadaan Tanah, ketua pelaksana pengadaan tanah menyerahkan hasil pengadaan tanah kepada instansi yang memerlukan tanah disertai data pengadaan tanah paling lama 7 hari kerja sejak pelepasan hak objek pengadaan tanah dengan berita acara. Setelah proses penyerahan, paling lama 30 hari kerja instansi yang memerlukan tanah wajib melakukan pendaftaran/pensertifikatan untuk dapat dimulai proses pembangunan. Dalam rangka efisiensi dan efektivitas, sesuai ketentuan Pasal 121 Perpres Pengadaan Tanah sebagaimana telah diubah dalam Perpres Nomor 40 Tahun 2014, pengadaan tanah untuk kepentingan umum yang luasnya tidak lebih dari 5 (lima) hektar, dapat dilakukan secara langsung oleh instansi yang memerlukan tanah dengan para pemegang hak atas tanah dengan cara jual beli atau cara lain yang disepakati kedua belah pihak.

2.1.4 Hak, Kewajiban, dan Peran Serta Masyarakat dalam Pengadaan Tanah Pengadaan tanah untuk kepentingan umum tentunya melibatkan masyarakat yang tanahnya dibebaskan untuk pembangunan. Dalam penyelenggaraan pengadaan tanah, sesuai dengan ketentuan UU Pengadaan Tanah, masyarakat mempunyai hak yaitu: 1. Mengetahui rencana penyelenggaraan pengadaan tanah; 2. Memperoleh informasi yang lengkap mengenai pengadaan tanah; 3. Menerima ganti rugi dalam bentuk apapun sesuai dengan kesepakatan. Selain menerima hak di atas, sesuai ketentuan Pasal 56 UU Pengadaan Tanah, masyarakat diwajibkan untuk mematuhi semua ketentuan pengadaan tanah untuk kepentingan umum. Selain hak dan kewajiban di atas, Pasal 57 UU Pengadaan Tanah menentukan bahwa masyarakat dapat berperan serta dalam penyelenggaraan pengadaan tanah, yaitu di antara lainnya: 1. Memberikan masukan secara lisan atau tertulis mengenai pengadaan tanah; dan; 2. Memberikan dukungan dalam penyelenggaraan Pengadaan Tanah. 2.2 Sisa Bidang Tanah 2.2.1 Pengertian dan Dasar Hukum Sisa Bidang Tanah Sisa bidang tanah adalah sisa dari bidang tanah yang terkena proyek pengadaan tanah baik yang masih bisa maupun tidak bisa difungsikan sesuai dengan peruntukan dan penggunaannya. Contohnya adalah terdapat bidang tanah dengan luas 100m 2, kemudian bidang tanah tersebut digunakan untuk proyek pengadaan tanah