MASUKAN KOALISI PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN ATAS PERUBAHAN UU NO. 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II PENGATURAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB II PENGATURAN HAK RESTITUSI TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA

2018, No terhadap korban tindak pidana pelanggaran hak asasi manusia yang berat, terorisme, perdagangan orang, penyiksaan, kekerasan seksual, da

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2018 TENTANG PEMBERIAN KOMPENSASI, RESTITUSI, DAN BANTUAN KEPADA SAKSI DAN KORBAN

2018, No terhadap korban tindak pidana pelanggaran hak asasi manusia yang berat, terorisme, perdagangan orang, penyiksaan, kekerasan seksual, da

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MAKALAH. Pengadilan HAM dan Hak Korban Pelanggaran Berat HAM. Oleh: Eko Riyadi, S.H., M.H.

-2- Di dalam Pasal 7 ayat (4) dinyatakan bahwa pemberian Kompensasi bagi Korban tindak pidana terorisme dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Undang-Un

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG PEMBERIAN KOMPENSASI, RESTITUSI, DAN BANTUAN KEPADA SAKSI DAN KORBAN

NOMOR : M.HH-11.HM th.2011 NOMOR : PER-045/A/JA/12/2011 NOMOR : 1 Tahun 2011 NOMOR : KEPB-02/01-55/12/2011 NOMOR : 4 Tahun 2011 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG PEMBERIAN KOMPENSASI, RESTITUSI, DAN BANTUAN KEPADA SAKSI DAN KORBAN

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia

Institute for Criminal Justice Reform

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG PEMBERIAN KOMPENSASI, RESTITUSI, DAN BANTUAN KEPADA SAKSI DAN KORBAN

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

2017, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Restitusi adalah pembayaran ganti kerugian yang d

Dengan Persetujuan Bersama. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN:

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. mengadakan wawancara terhadap responden yang telah ditentukan oleh penulis,

Penanganan dan Perlindungan Justice Collaborator Dalam Sistem Hukum Pidana di Indonesia. Disampaikan oleh : A.H.Semendawai, SH, LL.

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENEGAKAN HUKUM. Bagian Kesatu, Wewenang-Wewenang Khusus Dalam UU 8/2010

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2017 TENTANG PELAKSANAAN RESTITUSI BAGI ANAK YANG MENJADI KORBAN TINDAK PIDANA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA TINDAK PIDANA OLEH KORPORASI

INDONESIA CORRUPTION WATCH 1 Oktober 2013

Rabu, 24 September 2014

Draft RPP pemberian Kompensasi & Restirusi Korban Pemerintah 2006

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERAMPASAN ASET TINDAK PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENDAMPINGAN SAKSI LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

Aktivitas Perlindungan Saksi Dan Korban Dalam Lingkup Kerja Lpsk. Disusun Oleh: Kombes Pol (Purn). basuki Haryono, S.H., M.H.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PIMPINAN LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PIMPINAN LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN REPUBLLIK INDONESIA,

PP 2/2002, TATA CARA PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN DAN SAKSI DALAM PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA YANG BERAT

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN A. UMUM

BAB III LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN MENURUT UNDANG-UNDANG RI NO 13 TAHUN 2006

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERAMPASAN ASET PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KOALISI PERLINDUNGAN SAKSI

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 41/PUU-XIII/2015 Pembatasan Pengertian dan Objek Praperadilan

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN INISIATIF DPR RI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB III PERAN LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN (LPSK) A. Kedudukan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK)

PEMETAAN LEGISLASI INDONESIA TERKAIT DENGAN PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN. Supriyadi Widodo Eddyono

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN. Restitusi. Permohonan. Pelaksanaan.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Sistem Peradilan Pidana Anak adalah keseluruhan proses penyeles

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RUU Perlindungan Korban dan Saksi Draft Sentra HAM UI dan ICW, Juni 2001 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2015 TENTANG

II. TINJAUAN PUSTAKA. Peradilan Pidana di Indonesia di selenggarakan oleh lembaga - lembaga peradilan

PENEGAKAN HUKUM. Bagian Keempat, Penyidikan Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 3.4 Penyidikan Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 41/PUU-XIII/2015 Pembatasan Pengertian dan Objek Praperadilan

BAB I PENDAHULUAN. orang berhak atas pengakuan, jaminan perlindungan dan kepastian hukum yang

Aspek-Aspek Perlindungan Saksi dan Korban dalam RUU KUHAP

TOLAK PEMBATASAN SAKSI, PERLUAS BANTUAN BAGI KORBAN & LINDUNGI SAKSI AHLI Dalam RUU PERLINDUNGAN SAKSI

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

-2- dialami pihak korban dalam bentuk pemberian ganti rugi dari pelaku atau Orang Tua pelaku, apabila pelaku merupakan Anak sebagai akibat tindak pida

2011, No Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lemba

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA

EFEKTIVITAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PELINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN 1

Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG TATA CARA PERLINDUNGAN TERHADAP SAKSI, PENYIDIK, PENUNTUT UMUM, DAN HAKIM DALAM PERKARA TINDAK PIDANA TERORI

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

GUBERNUR BANTEN PERATURAN GUBERNUR BANTEN

Undang-Undang Republik Indonesia. Nomor 26 Tahun Tentang. Pengadilan Hak Asasi Manusia BAB I KETENTUAN UMUM

- Secara psikologis sang istri mempunyai ikatan bathin yang sudah diputuskan dengan terjadinya suatu perkawinan

Rekomendasi/Usulan Perubahan UU No. 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Aliansi Indonesia Damai (AIDA)

BAB II PRAPERADILAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA. A. Sejarah Praperadilan dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

V. PENUTUP. 1. Alasan yang menjadi dasar adanya kebijakan formulasi Hakim Komisaris. dalam RUU KUHAP Tahun 2009 atau hal utama digantinya lembaga pra

2013, No.50 2 Mengingat c. bahwa Indonesia yang telah meratifikasi International Convention for the Suppression of the Financing of Terrorism, 1999 (K

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

MASUKAN TERHADAP PERUBAHAN UU NO 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000

BERITA NEGARA. No.711, 2013 MAHKAMAH AGUNG. Penyelesaian. Harta. Kekayaan. Tindak Pidana. Pencucian Uang. Lainnya PERATURAN MAHKAMAH AGUNG

Transkripsi:

MASUKAN KOALISI PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN ATAS PERUBAHAN UU NO. 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN 26 Juni 2014 No Rumusan RUU Komentar Rekomendasi Perubahan 1 Pasal 1 Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan: 2. Saksi Pelaku adalah tersangka, terdakwa, atau terpidana yang bekerja sama dengan penegak hukum untuk mengungkap suatu tindak pidana dalam perkara yang sama. Frase kasus yang sama akan mempersempit pengertian dan peran Pelaku yang bekerjasama Harus dibuka peluang tidak hanya kasus yang sama namun juga di luar kasus lainnya Menghilangkan frase dalam perkara yang sama Pasal 1 Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan: 2. Saksi Pelaku adalah tersangka, terdakwa, atau terpidana yang bekerja sama dengan penegak hukum untuk mengungkap suatu tindak pidana. 1

2 Pasal 6 (1) Korban pelanggaran hak asasi manusia yang berat dan korban tindak pidana terorisme, selain berhak atas hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, juga berhak mendapatkan: a. bantuan medis; dan b. bantuan rehabilitasi psikososial dan psikologis. (2) Bantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan berdasarkan Keputusan LPSK. Ketentuan ini, secara definitif hanya diperuntukkan bagi korban pelanggaran HAM yang berat, dan terorisme terlalu terbatas Pengaturan yang terbatas terhadap korban yang mendapatkan bantuan medis dan rehabilitasi psiko-sosial ini, telah mengabaikan hak-hak korban kejahatan lainnya yang secara dampak memerlukan bantuan tersebut. Korban kejahatan lainnya yang juga seharusnya mendapatkan hak ini, misalnya adalah korban penyiksaan, pembunuhan dan kejahatan seksual. Memasukkan kategori lain bagi korban kejahatan di luar korban pelanggaran HAM berat dan Terorisme yakni Korban penyiksaan Korban Kejahatan seksual Korban penganiayaan berat Pasal 6 (1) Korban pelanggaran hak asasi manusia yang berat dan korban tindak pidana terorisme, Korban penyiksaan Korban tindak pidana seksual dan tindak penganiayaan berat selain berhak atas hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, juga berhak mendapatkan: a. bantuan medis; dan b. bantuan rehabilitasi psikososial dan psikologis. (2) Bantuan ayat (1) diberikan berdasarkan Keputusan LPSK. Koalisi setuju dengan usulan pemerintah untuk menambahkan bahwa korban yang berhak atas bantuan ini bukan saja korban pelanggaran HAM yang berat, tetapi korban terorisme, namun Koalisi menambahkan bahwa para korban kejahatan penyiksaan, seksual dan para korban kejahatan lain yang menghadapi dampak yang sama dengan kejahatankejahatan tersebut berhak mendapatkan bantuan medis, rehabilitasi psiko-sosial dan psikologis. 2

3 Pasal 7 a. Korban pelanggaran hak asasi manusia yang berat, selain mendapatkan hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dan Pasal 6, juga berhak atas Kompensasi. b. Permohonan untuk memperoleh Kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh Korban, Keluarga, atau kuasanya dengan surat kuasa khusus kepada pengadilan hak asasi manusia melalui LPSK. c. Pengajuan permohonan Kompensasi dapat dilakukan pada tahap penyelidikan atau sebelum dibacakannya tuntutan oleh Penuntut Umum. d. Dalam hal korban pelanggaran hak asasi manusia yang berat meninggal dunia, Kompensasi diberikan kepada Keluarga Korban yang merupakan ahli waris Korban. e. Dalam hal LPSK menyetujui permohonan Kompensasi ayat (2), LPSK mengajukan Kompensasi kepada Penuntut Umum untuk dimuat dalam tuntutannya. Koalisi berpandangan bahwa pengaturan kompensasi ini masih jauh dari standar HAM sebagaimana yang dituangkan dalam berbagai instrumen HAM Internasional maupun regional. 1 Berbagai instrumen HAM internasional menyatakan bahwa kompensasi seharusnya diberikan kepada korban pelanggaran HAM (yang berat), tanpa melihat apakah pelaku diadili atau dihukum, sepanjang diketahui bahwa ada korban dan terbukti perbuatan yang menunjukkan pelanggaran HAM telah terjadi. Kompensasi adalah kewajiban yang harus dilakukan negara terhadap korban pelanggaran hak asasi manusia (yang berat) untuk melakukan pembayaran secara tunai atau diberikan dalam berbagai bentuk, seperti perawatan kesehatan mental dan fisik, pemberian pekerjaan, perumahan, pendidikan dan tanah. seharusnya, pengertian dari kompensasi itu diberikan kepada korban bukan karena pelaku tidak mampu, tetapi sudah menjadi kewajiban negara (state Harus di buat aturan khusus mengenai kompensasi bagi korban pelanggaran HAM yang kasusnya pernah di adili oleh Pengadilan HAM dapat menerima kompensasi Harus di buat aturan Kompensasi yang secara jelas tidak digantungkan kepada putusan bersalah terdakwa Pasal 7 a. Korban pelanggaran hak asasi manusia yang berat, selain mendapatkan hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dan Pasal 6, juga berhak atas Kompensasi. b. Permohonan untuk memperoleh Kompensasi ayat (1) diajukan oleh Korban, Keluarga, atau kuasanya dengan surat kuasa khusus kepada pengadilan hak asasi manusia melalui LPSK. c. Pengajuan permohonan Kompensasi dapat dilakukan pada tahap penyelidikan atau sebelum dibacakannya tuntutan oleh Penuntut Umum. d. Dalam hal korban pelanggaran hak asasi manusia yang berat meninggal dunia, Kompensasi diberikan kepada Keluarga Korban yang merupakan ahli waris Korban. e. Dalam hal LPSK menyetujui permohonan Kompensasi ayat (2), LPSK mengajukan Kompensasi kepada Penuntut Umum untuk dimuat dalam tuntutannya. f. Pemberian Kompensasi dilakukan berdasarkan putusan pengadilan hak asasi manusia yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. g. Dalam hal Putusan pengadilan yang memperoleh kekuatanan hukum tetap dimaksud tidak terbatas kepada putusan 1 Lihat misalnya dalam Prinsip-prinsip Dasar dan Pedoman Hak Atas Pemulihan untuk Korban Pelanggaran Hukum HAM Internasional dan Hukum Humaniter (Basic Principles and Guidelines on the Right to Remedy and Reparation for Victims of Violations of International Human Rights and Humanitarian Law 1995); dan Deklarasi Prinsip-prinsip Dasar Keadilan Bagi Korban Kejahatan dan Penyalahgunaan Kekuasaan (Declaration of Basic Principles of Justice for Victims of Crimes and Abuses of Power) 3

f. Pemberian Kompensasi dilakukan berdasarkan putusan pengadilan hak asasi manusia yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. g. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara permohonan dan pemberian Kompensasi diatur dengan Peraturan Pemerintah. obligation) untuk memenuhinya ketika terjadi pelanggaran hak asasi manusia yang berat dan mengakibatkan adanya korban. bersalah terdakwa, namun termasuk putusan pengadilan yang membebaskan atau melepaskan terdakwa maka kompensasi tetap dapat diberikan kepada korban h. Dalam Hal pelanggaran HAM yang kasusnya pernah di adili oleh Pengadilan HAM, Korban dapat menerima kompensasi Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara permohonan dan pemberian Kompensasi diatur dengan Peraturan Pemerintah 4 Pasal 7A (1) Korban tindak pidana berhak memperoleh Restitusi berupa: a. ganti kerugian atas kehilangan kekayaan atau penghasilan; b. ganti kerugian yang ditimbulkan akibat penderitaan yang berkaitan langsung sebagai akibat tindak pidana; dan/atau c. penggantian biaya perawatan medis dan/atau psikologis. (2) Permohonan untuk memperoleh Restitusi ayat (1) diajukan oleh Korban, Keluarganya, atau kuasanya dengan surat kuasa khusus kepada pengadilan melalui LPSK. (3) Pengajuan permohonan Restitusi dapat dilakukan Penegakan hukum restitusi masih kurang memadai, termasuk peran serta aparat penegak hukum Harus memuat perampasan aset pelaku buat pembayaran restitusi, dan dapat dilakukan segera saat penyidkan, lihat RUU KUHA Harus memuat hukuman tambahan bagi pelaku yang tidak membayarkan restitusi Harus memuat tanggungjawab JPU untu memasukkan restitusi dalam tuntutan Harus memuat tanggungjawan Hakim pengadilan agar tidak menolak permohonan resititusi yang diajukan korban Harus memuat tugas JPU sebagai baik sebagai perampas asset pelaku juga sebagai eksekutor pembayaran restitusi Menambahkan pasal baru 7B 7C dan 7D Pasal 7B (1) Pemberian restitusi sebagaimana dilaksanakan sejak dijatuhkan putusan pengadilan tingkat pertama. (2) Restitusi dapat dititipkan terlebih dahulu di pengadilan tempat perkara diputus. (3) Pemberian restitusi dilakukan dalam 14 (empat belas) hari terhitung sejak diberitahukannya putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. (4) Dalam hal pelaku diputus bebas oleh pengadilan tingkat banding atau kasasi, maka hakim memerintahkan dalam putusannya agar uang restitusi yang dititipkan dikembalikan kepada yang bersangkutan. 4

sebelum atau setelah pelaku dinyatakan bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. (4) Dalam hal Korban tindak pidana meninggal dunia, Restitusi diberikan kepada Keluarga Korban yang merupakan ahli waris Korban. (5) Dalam hal LPSK menyetujui permohonan Restitusi dan permohonan diajukan sebelum putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, LPSK mengajukan Restitusi kepada Penuntut Umum untuk dimuat dalam tuntutannya. (6) Dalam hal LPSK menyetujui permohonan Restitusi dan permohonan diajukan setelah putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, LPSK mengajukan Restitusi kepada Pengadilan. (7) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara permohonan dan pemberian Restitusi diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 7C (1) Dalam hal terpidana tidak mau atau tidak dapat membayar Restitusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7A, hakim wajib memerintahkan penyitaan dan lelang terhadap harta benda dan/atau aset terpidana. (2) Dalam hal harta benda dan/atau aset terpidana ayat (1) tidak dapat dilakukan penyitaan dan lelang karena terpidana: a. berupaya menghindari dan/atau mengahalang-halangi pembayaran Restitusi; atau b. terpidana tidak mampu membayar, terpidana tidak mendapatkan hak pengurangan masa pidana dan pembebasan bersyarat dan/atau dikenai pidana kurungan pengganti paling lama 1 (satu) tahun. (3). Dalam hal putusan hakim berupa penjatuhan pidana bersyarat, hakim dapat menetapkan syarat khusus berupa kewajiban terpidana untuk membayar Restitusi kepada Korban 5 Pasal 10 (1) Saksi, Korban, Saksi Pelaku, Pengertian whistleblower yang Harus memasukkan ketentuan Pasal 10 1) Saksi, Korban, Saksi Pelaku, dan/atau 5

dan/atau Pelapor tidak dapat dituntut secara hukum, baik pidana maupun perdata atas kesaksian dan/atau laporan yang akan, sedang, atau telah diberikannya, kecuali kesaksian atau laporan tersebut diberikan tidak dengan itikad baik. (2) Dalam hal terdapat tuntutan hukum terhadap Saksi, Korban, Saksi Pelaku, dan/atau Pelapor atas kesaksian dan/atau laporan yang akan, sedang, atau telah diberikan, tuntutan hukum tersebut wajib ditunda. kurang komprehensif karena hanya terbatas sebagai pelapor tindak pidana Model dan jenis Perlindungan bagi whistleblower Masih harus di perkuat Tidak mengatur Reward yang cukup memadai bagi whistleblower pelapor tidak hanya dalam aspek laporan pidana, namun mencakup laporan-laporan yang tidak berupa laporan pidana tidak hanya ke aparat penegak hukum namun jika pihak-pihak lainnya, misalnya DPR, Ombusdman, KPU, KPPU dan lain lain Perlu memasukkan ketentuan seperti: Kerahasiaan. sebuah pengungkapan whistleblower akan menyebabkan terbukanya informasi ketika sedang memeriksa yang akhirnya dapat mengungkapkan identitas whistleblower. Pembatasan atas pembalasan. Melarang pembalasan kepada whistleblower agar dihukum dan diancam pidana maksimal Tindakan atau Perintah-perintah Pengadilan. agar mendapatkan perintah pengadilan yang melarang pembuatan pembalasan terhadap whistleblower. Mendapat Prosedur penggatian kerusakan atau ganti rugi. Hak untuk direlokasi atau mendapatkan penggatian pekerjaan Civil and criminal indemnity yakni ganti rugi melalui pidana Dan perdata Absolute privilege against Pelapor tidak dapat dituntut secara hukum, baik pidana maupun perdata atas kesaksian dan/atau laporan yang akan, sedang, atau telah diberikannya, kecuali kesaksian atau laporan tersebut diberikan tidak dengan itikad baik. 2) Dalam hal terdapat tuntutan hukum terhadap Saksi, Korban, Saksi Pelaku, dan/atau Pelapor atas kesaksian dan/atau laporan yang akan, sedang, atau telah diberikan, tuntutan hukum tersebut wajib ditunda 3) Terhadap pelapor dalam kapasitasnya sebagai whistleblower diberikan penanganan secara khusus dalam proses pemberian pelaporan berupa a. Dalam proses pemberian pelaporan berupa kerahasiaan identitasnya b. Dilarang dengan cara apapun upaya pembalasan terhadapnya c. mendapatkan ganti rugi dalam kapasitasnya sebagai whisteblower akibat pembalasan yang dilakukan d. relokasi atau penggantian pekerjaan e. bebas atas pembalasan pencemaran atas nama baik. f. Mendapatkan reward atas pengungkapan yang telah dilakukannya. 6

defamation, bebas terhadap ancaman pencemaran nama baik Harus dibuat mekanisme reward dari Negara atau pemerintah atas laporan atau pengungkapan dari whistleblower. Baik berupa uang atau reward lainnya 6 Pasal 10A (1) Saksi Pelaku dapat diberikan penanganan secara khusus dalam proses pemeriksaan dan penghargaan atas kesaksian yang diberikan. (2) Penanganan secara khusus ayat (1) berupa: a. pemisahan tempat penahanan atau tempat menjalani pidana antara Saksi Pelaku dengan tersangka, terdakwa, dan/atau narapidana yang diungkap tindak pidananya; b. pemisahan pemberkasan antara berkas Saksi Pelaku dengan berkas tersangka dan terdakwa dalam proses penyidikan, dan penuntutan atas tindak pidana yang belum mengatur apa yang menjadi syarat khusus dalam memberikan perlindungan maupun reward bagi pelaku yang bekerjasama. Revisi hanya mengtur persyaratan umum yakni syarat umum bagi saksi Pelaku adalah "...yang bekerja sama dengan penegak hukum untuk mengungkap suatu tindak pidana dalam perkara yang sama ketentuan penanganan khsuss melupakan ketentuan Pasal 9 UU No 13 tahun 2006 yang memberikan model perlindungan tambahan kepada saksi misalnya: pelaku bekerjasama sebaiknya dapat memberikan kesaksian tanpa hadir langsung di pengadilan tempat perkara tersebut sedang diperiksa, atau kesaksian tertulis yang disampaikan di hadapan pejabat yang berwenang. Perlu menambahkan syarat khusus bagi reward Harus mengakui kejahatan yang dilakukannya, Bukan pelaku utama dalam kejahatan tersebut. Pengungkapan tersebut mencakup Pengungkapan tindak pidana dimaksud secara efektif, dalam hal mengungkap pelaku-pelaku lainnya yang memiliki peran lebih besar Adanya syarat perjanjian antara PB dan aparat penegak hukum ( JPU) Adanya syarat dimana Jaksa Penuntut Umum didalam tuntutannya yang menyatakan bahwa pelaku yang bekerjasama yang bersangkutan telah memberikan keterangan dan bukti-bukti yang sangat signifikan membantu mengungkapkan keterlibatan tersangka lain yang Pasal 10A (4) Saksi Pelaku dapat diberikan penanganan secara khusus dalam proses pemeriksaan dan penghargaan atas kesaksian yang diberikan. (5) Penanganan secara khusus ayat (1) berupa: d. pemisahan tempat penahanan atau tempat menjalani pidana antara Saksi Pelaku dengan tersangka, terdakwa, dan/atau narapidana yang diungkap tindak pidananya; e. pemisahan pemberkasan antara berkas Saksi Pelaku dengan berkas tersangka dan terdakwa dalam proses penyidikan, dan penuntutan atas tindak pidana yang diungkapkannya; dan/atau f. memberikan kesaksian di depan persidangan tanpa berhadapan langsung dengan terdakwa yang diungkap tindak pidananya. g. memberikan kesaksian tanpa hadir langsung di pengadilan 7

diungkapkannya; dan/atau c. memberikan kesaksian di depan persidangan tanpa berhadapan langsung dengan terdakwa yang diungkap tindak pidananya. (3) Penghargaan atas kesaksian ayat (1) berupa: a. pembebasan dari tuntutan pidana; b. keringanan penjatuhan pidana; atau c. pembebasan bersyarat, remisi tambahan, dan hak narapidana lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan bagi Saksi Pelaku yang berstatus narapidana. patut dipidana dalam tindak pidana tersebut Memasukkan ketentuan perlindungan yakni: pelaku bekerjasama sebaiknya dapat memberikan kesaksian tanpa hadir langsung di pengadilan tempat perkara tersebut sedang diperiksa, atau kesaksian tertulis yang disampaikan di hadapan pejabat yang berwenang. penundaan penuntutan atas dirinya; penundaan proses hukum (penyidikan dan penuntutan) yang mungkin timbul karena informasi, laporan dan/atau kesaksian yang diberikannya; dan/atau Menggunakan nama yang berbeda untuk saksi narapidana; tempat perkara tersebut sedang diperiksa, atau h. dapat memberikan kesaksian tertulis yang disampaikan di hadapan pejabat yang berwenang. i. Mendapatkan penundaan penuntutan atas dirinya; j. penundaan proses hukum (penyidikan dan penuntutan) yang mungkin timbul karena informasi, laporan dan/atau kesaksian yang diberikannya; dan/atau k. Menggunakan nama yang berbeda untuk saksi narapidana (6) Penghargaan atas kesaksian ayat (1) berupa: d. pembebasan dari tuntutan pidana; e. keringanan penjatuhan pidana; atau pembebasan bersyarat, remisi tambahan, dan hak narapidana lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan bagi Saksi Pelaku yang berstatus narapidana 7 Pasal 10B (1) Untuk memperoleh penghargaan berupa pembebasan dari tuntutan pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10A ayat (3) huruf a, LPSK mengajukan permohonan tertulis kepada Tidak Ada Kepastian dalam Pemberian pembebasan tuntutan dan Peran Jaksa Penuntut Umum karena mengharuskan adanya surat permohonan, harusnya sudah otomatis, karena PB membantu penuntutan Jaksa Seharusnya yang dibuat adalah perjanjian kerjasama antara PB dan JPU yang disaksikan oleh LPSK Perjanjian ini penting bagi para pihak untuk mengukur kepastian kolaborasi dan Pasal 10B 1) Untuk memperoleh penghargaan berupa pembebasan dari tuntutan pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10A ayat (3) huruf a, LPSK mengajukan permohonan tertulis kepada Penuntut Umum. 8

Penuntut Umum. (2) Permohonan tertulis ayat (1) memuat paling sedikit: a. identitas Saksi Pelaku; dan b. alasan yang menjadi dasar permohonan. (3) Dalam hal Penuntut Umum mengabulkan permohonan ayat (1), Penuntut Umum wajib mencantumkan dalam tuntutannya mengenai peran yang dilakukan oleh Saksi Pelaku dalam membantu proses penegakan hukum. (4) Untuk memperoleh penghargaan berupa pembebasan bersyarat, remisi tambahan, dan hak narapidana lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10A ayat (3) huruf c, Saksi Pelaku dan/atau LPSK mengajukan permohonan tertulis kepada Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum. Masih besarnya Peran Hakim dalam memastikan pengurangan hukuman atau keringan hukuman dari tuntutan Jaksa dan ini menimbulkan Kerentanan Posisi Peran pelaku yang bekerjasama dalam Pengadilan penilaian atas reward Dalam konteks PB harus ada kepastian peringanan tuntutan dari jaksa, yang diberikan Hakim di Pengadilan, karena ada beberapa perbedaan antara revisi uu dengan SEMA no 4 tahun 2011 2) Permohonan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat paling sedikit: a. identitas Saksi Pelaku; dan b. alasan yang menjadi dasar permohonan. 3) Dalam hal Penuntut Umum mengabulkan permohonan ayat (1), Penuntut Umum wajib mencantumkan dalam tuntutannya mengenai peran yang dilakukan oleh Saksi Pelaku dalam membantu proses penegakan hukum. 4) Dalam hal Penuntut Umum mengabulkan permohonan ayat (1), Penuntut Umum wajib membuat surat perjanjian dengan saksi pelaku dengan 5) surat perjanjian dengan saksi pelaku mencantumkan pula kewajibankewajiban saksi pelaku dan juga hakhaknya yang diberikan oleh jaksa 6) Untuk memperoleh penghargaan berupa pembebasan bersyarat, remisi tambahan, dan hak narapidana lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10A ayat (3) huruf c, Saksi Pelaku dan/atau LPSK mengajukan permohonan tertulis kepada Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum. 9

8 Pasal 16 (1) Pimpinan LPSK terdiri atas 7 (tujuh) orang Anggota LPSK. (2) Pimpinan LPSK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas: a. 1 (satu) orang Ketua merangkap Anggota LPSK; dan b. 6 (enam) orang Wakil Ketua masing-masing merangkap sebagai Anggota LPSK. (3) Pimpinan LPSK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bekerja secara kolektif. (4) Pimpinan LPSK dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya dibantu oleh tenaga ahli yang berjumlah paling banyak 14 (empat belas) orang. (5) Ketentuan mengenai sistem manajemen sumber daya manusia pada LPSK diatur dengan Peraturan Pemerintah. Perlu dipertimbangkan apakah model pimpinan LPSK seluruhnya mencakup ketua dan wakil ketua, apa sebenarnya yang menjadi masalah dengan struktur pimpinan yang ada dalam UU No 13 Tahun 2006 yang mencantumkan Ketua, Wakil dan Anggota? Frase Tenaga ahli pimpinan diubah menjadi staf khusus pimpinan 9 Pasal 16A 1) Ketua LPSK dipilih dari dan oleh Anggota LPSK. 2) Ketua LPSK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan penanggung jawab Apakah ketua LPSK sebagai penanggung jawab tertinggi, bukankah penanggung jawab tertinggi ada di pimpinan LPSK yang di klaim sebagai kolektif Kolegial 10

tertinggi LPSK. 3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemilihan Ketua LPSK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan LPSK. 10 Pasal 16B (1) Pimpinan LPSK berhak atas penghasilan dan hak lainnya. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penghasilan dan hak lainnya ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah. Perlu penjelasan mengenai penghasilan dan hak lainnya. Karena dalam Naskah akademsi tidak di paparkan. 11