PENETAPAN UNDANG-UNDANG DARURAT TENTANG PENIMBUNAN BARANG-BARANG (UNDANG-UNDANG DARURAT NOMOR 17 TAHUN 1951) SEBAGAI UNDANG-UNDANG

dokumen-dokumen yang mirip
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1953 TENTANG

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA (UUDRT) NOMOR 17 TAHUN 1951 (17/1951) TENTANG PENIMBUNAN BARANG-BARANG. Presiden Republik Indonesia,

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 1951 TENTANG PENIMBUNAN BARANG-BARANG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1952 TENTANG PENETAPAN "UNDANG-UNDANG DARURAT TENTANG PINJAMAN DARURAT" SEBAGAI UNDANG- UNDANG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1950 TENTANG PINJAMAN DARURAT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA SERIKAT,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UANG LOGAM LARANGAN MENGUMPULKAN PENETAPAN SEBAGAI UNDANG-UNDANG.

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1957 TENTANG PERATURAN UMUM RETRIBUSI DAERAH. Presiden Republik Indonesia,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1961 TENTANG PENGELUARAN DAN PEMASUKAN TANAMAN DAN BIBIT TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1958 TENTANG PENEMPATAN TENAGA ASING PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat; Memutuskan :

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA SELAKU PENGUASA PERANG TERTINGGI

UNDANG-UNDANG NOMOR 08 TAHUN 2010 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG [LN 2010/122, TLN 5164]

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1958 TENTANG PENEMPATAN TENAGA ASING *) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA SELAKU PENGUASA PERANG TERTINGGI,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Tentang: VETERAN PEJUANG KEMERDEKAAN REPUBLIK INDONESIA *) VETERAN PEJUANG KEMERDEKAAN REPUBLIK INDONESIA.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Pelaksanaan Pidana Mati kemudian juga diatur secara khusus dalam Peraturan Kapolri Nomor 12 Tahun 2010 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1970 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN POKOK KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN [LN 1995/64, TLN 3612]

UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN [LN 1983/49, TLN 3262]

UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 1948 TENTANG SUSUNAN DAN KEKUASAAN BADAN-BADAN KEHAKIMAN DAN KEJAKSAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1981 TENTANG METROLOGI LEGAL [LN 1981/11, TLN 3193]

KAWAT TEMBAGA. SURAT IDZIN. ANCAMAN HUKUMAN. PENETAPAN SEBAGAI UNDANG-UNDANG.

UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG KEPABEANAN [LN 2006/93, TLN 4661]

Tentang: ACARA PIDANA KHUSUS UNTUK ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT ACARA PIDANA KHUSUS. ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 1953 TENTANG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 3 TAHUN 1982 TENTANG WAJIB DAFTAR PERUSAHAAN

NOMOR 3 TAHUN 1950 TENTANG PERMOHONAN GRASI

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 44 TAHUN 1960 TENTANG PERTAMBANGAN MINYAK DAN GAS BUMI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG RAHASIA DAGANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1955 TENTANG PENGUSUTAN, PENUNTUTAN DAN PERADILAN TINDAK PIDANA EKONOMI

UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 1958 Tentang PENEMPATAN TENAGA KERJA ASING (Lembaran Negara No. 8 Tahun 1958) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1955 TENTANG KEPENDUDUKAN ORANG ASING. Presiden Republik Indonesia,

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1958 TENTANG KEDUDUKAN HUKUM APOTEK DARURAT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI [LN 1999/140, TLN 3874]

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 1957 TENTANG VETERAN PEJUANG KEMERDEKAAN REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II PENGATURAN HAK RESTITUSI TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 20 TAHUN 1997 (20/1997) Tanggal: 23 MEI 1997 (JAKARTA)

UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG C U K A I [LN 1995/76, TLN 3613]

Dengan mencabut Koninklijk Besluit van 8 Mei 1883 No. 26 (Staatsblad ) tentang "Uitlevering van Vreemdelingen".

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1982 TENTANG WAJIB DAFTAR PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA (UUDRT) NOMOR 13 TAHUN 1951 (13/1951) TENTANG BURSA. Presiden Republik Indonesia,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1951 TENTANG MENGATUR TENAGA DOKTER PARTIKULIR DALAM KEADAAN GENTING PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Oleh:PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor:74 TAHUN 1958 (74/1958) Tanggal:11 AGUSTUS 1958 (JAKARTA)

PERATURAN PENGUASA PERANG TERTINGGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1960 TENTANG KEGIATAN-KEGIATAN POLITIK SELAMA DALAM KEADAAN BAHAYA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1955 TENTANG PENGUSUTAN, PENUNTUTAN DAN PERADILAN TINDAK PIDANA EKONOMI

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1980 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia,

KEDUDUKAN HUKUM APOTEK DARURAT Undang-Undang Darurat Nomor 5 Tahun 1958 Tanggal 4 Oktober 1958 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH KABUPATEN PONTIANAK

HUKUM ACARA PERSAINGAN USAHA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Keuangan Negara perlu diperkuat; b. bahwa atas beberapa jenis tembakau belum dikenakan cukai;

Bab XII : Pemalsuan Surat

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1982 TENTANG WAJIB DAFTAR PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LAMPIRAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR : 8TAHUN 2010 TANGGAL : 6 SEPTEMBER 2010 TENTANG : TATA CARA PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

b. bahwa untuk menjaga kelestarian benda cagar budaya diperlukan langkah pengaturan bagi penguasaan, pemilikan,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1982 TENTANG WAJIB DAFTAR PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PENDAFTARAN PENDUDUK DAN PENCATATAN SIPIL

Dengan mencabut "Regeling meldingsplict bedrijven" (Staatsblad 1949 Nr 445), menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG KEWAJIBAN MELAPORKAN PERUSAHAAN.

Presiden Republik Indonesia Serikat,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II SUMEDANG NOMOR : 20 TAHUN : 1993 SERI :A.1

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA SERIKAT,

Mengingat : Dekrit Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Perang tertanggal 5 Juli 1959 dan pasal 4 ayat (1) Undang-undang Dasar;

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 15 TAHUN 2000 TENTANG

MATA UANG. INDISCE MUNTWET PENGHENTIAN. PENETAPAN SEBAGAI UNDANG-UNDANG.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1982 TENTANG WAJIB DAFTAR PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

file://\\ \web\prokum\uu\2003\uu panas bumi.htm

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN NOMOR 9 TAHUN 2009

LAMPIRAN 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1997 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Undang-Undang Nomor 11 tahun 1992 Tentang Dana Pensiun

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1975 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Transkripsi:

Bentuk: Oleh: UNDANG-UNDANG (UU) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 1 TAHUN 1953 (1/1953) Tanggal: 7 JANUARI 1953 (JAKARTA) Sumber: LN 1953/4 Tentang: PENETAPAN UNDANG-UNDANG DARURAT TENTANG PENIMBUNAN BARANG-BARANG (UNDANG-UNDANG DARURAT NOMOR 17 TAHUN 1951) SEBAGAI UNDANG-UNDANG Presiden Republik Indonesia, Menimbang: a. bahwa Pemerintah berdasarkan Pasal 96 dan Pasal 142 Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia menganggap perlu dan telah menetapkan "Undang-undang Darurat tentang Penimbunan Barangbarang" (Undang-undang Darurat Nomor 17 tahun 1951 tertanggal 16 September 1951); b. bahwa Dewan Perwakilan Rakyat Sementara Republik Indonesia menyetujui isi Undang-undang Darurat itu dengan beberapa perubahan dan tambahan yang dimajukan oleh Pemerintah dan oleh Dewan Perwakilan Rakyat tersebut; Mengingat: Pasal 97 dan Pasal 89 Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia. Dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Sementara Republik Indonesia: MEMUTUSKAN: PERTAMA: Mencabut: a. Hamsterordonnantie Suiker 1949 (Staatsblad 1949 No. 340): b. Hamsterordonnantie Koffie 1949 (Staatsblad 1949 No. 416): c. Undang-undang Republik Indonesia 1948 Nomor 29 tentang barangbarang penting (peraturan tentang pemberantasan penimbunan barangbarang penting) tertanggal 3 September 1948); d. Segala peraturan-peraturan lainnya mengenai penimbunan barangbarang yang bertentangan dengan Undang-undang ini. KEDUA: Menetapkan:

UNDANG-UNDANG TENTANG PENETAPAN "UNDANG-UNDANG DARURAT MENGENAI PENIMBUNAN BARANG-BARANG" (UNDANG-UNDANG DARURAT NO. 17 TAHUN 1951 TERTANGGAL 16 SEPTEMBER 1951) SEBAGAI UNDANG-UNDANG. PASAL I Peraturan-peraturan termaktub dalam-undang-undang Darurat tersebut diubah/ditambah, sehingga berbunyi sebagai berikut Pasal 1 Dalam undang-undang ini dan dalam peraturan-peraturan pelaksanaannya, yang dimaksud dengan : a. menteri : menteri yang mengurus soal-soal perekonomian b. barang-barang : barang-barang yang bergerak c. barang dalam pengawasan : barang-barang yang menurut undang-undang ini berada dalam pengawasan Pemerintah. d. mempunyai simpanan : menyimpan atau menguasai langsung atau tidak langsung baik untuk sendiri, maupun untuk orang lain atau bersamasama dengan orang lain: e. badan hukum : tiap perusahaan atau perseroan,perserikatan atau yayasan, dalam arti yang seluas-luasnya, juga jika kedudukan sebagai badan-hukum itu baik dengan jalan hukum ataupun berdasarkan kenyataan tidak diberikan kepadanya. Pasal 2 1 Oleh Menteri dapat ditunjuk untuk kepentingan persediaan barang yang teratur barang-barang yang tertentu, sebagai barang-barang dalam pengawasan. 2. Dilarang mempunyai persediaan barang dalam pengawasan dengan tiada surat izin oleh Menteri atau instansi yang ditunjuk olehnya

sejumlah yang lebih besar daripada jumlah yang ditetapkan pada waktu penunjukan barang itu sebagai barang dalam pengawasan. 3. Berlakunya peraturan-peraturan larangan ini dapat dibatasi dalam daerah-daerah tertentu. 4. Menteri berhak menetapkan, bahwa untuk pemberian surat izin termaksud dalam ayat 2 pasal ini dipungut retribusi setinggitingginya tiga per seribu dari harga barang-barang. 5. Menteri menetapkan cara diumumkannya penunjukan sebagai barang-barang dalam pengawasan menurut undang-undang ini. Pasal 3 1. Oleh Menteri atau pegawai yang dikuasakan olehnya dapat diberikan petunjuk-petunjuk tentang pembelian, penimbunan, penjualan, pengangkutan, penyerahan dan cara mengusahakannya, terhadap barang-barang dalam pengawasan. 2. Oleh Menteri atau pegawai yang dikuasakan olehnya dapat diberikan peraturan-peraturan terhadap administrasi barangbarang dalam pengawasan. Pasal 4 1. Oleh Menteri atau pegawai yang dikuasakan olehnya dapat diberikan pembebasan terhadap larangan yang dimaksud dalam pasal 2 Undang-undang ini. 2. Pada pembebasan ini dapat dihubungkan syarat-syarat. Pasal 5 1. Pelanggaran yang dilakukan dengan sengaja terhadap peraturanperaturan yang dikeluarkan berdasarkan pasal 2, 3 dan dan 4 undang-undang ini, termasuk mencoba atau ikut melakukan pelanggaran itu, dihukum dengan hukuman-penjara setinggitingginya 6 tahun dan hukuman denda sebanyak-banyaknya seratus ribu rupiah, atau salah satu dari hukuman ini. 2. Pelanggaran dari peraturan-peraturan berdasarkan pasal 2, 3 atau 4 undang-undang ini, termasuk mencoba atau ikut melakukan pelanggaran itu, dihukum dengan hukuman-penjara setinggitingginya 1 tahun dan hukuman-denda sebanyak-banyaknya seratus ribu rupiah, atau salah satu dari hukuman ini. 3. Perbuatan yang dapat dihukum berdasarkan ayat I pasal ini adalah kejahatan, perbuatan yang dapat dihukum berdasarkan ayat 2 pasal ini adalah pelanggaran. Pasal 6 1. Barang-barang dengan mana atau terhadap mana telah dilakukan perbuatan yang boleh dihukum menurut pasal 5 undang-undang

ini, dapat dirampas beserta alat pembungkusnya, juga bilamana barang-barang tersebut bukan milik yang dihukum. 2. Hak untuk menjalankan rampasan itu tidak hilang dengan matinya yang dihukum. Pasal 7 1. Barang-barang terhadap mana perampasan dapat diperintahkan, pada waktu disita boleh dikuasai pula oleh pegawai yang berkuasa, yang ditunjuk oleh Menteri. Tentang penguasaan ini ia memberitahu kepada Menteri, dan seketika menyerahkan barangbarang itu kepada pemakai, kecuali apabila Menteri memberi petunjuk-petunjuk lain terhadap barang tersebut. 2. Jika barang-barang, yang menurut ayat 1 pasal ini dikuasai, ternyata kemudian tidak dihukum-rampas, maka yang berhak dapat menuntut untuk mendapat penggantian kerugian, yang jumlahnya di mana perlu ditentukan oleh Hakim, yang memeriksa perkara, atau yang berhak untuk memeriksanya. Pasal 8 Dalam menghukum berkenaan dengan suatu perbuatan yang boleh dihukum menurut pasal 5 Undang-undang ini, selanjutnya dapat dikenakan hukuman tambahan dan tindakan-tindakan seperti di bawah ini : a. pengumuman keputusan Hakim tentang perbuatan itu; b. kewajiban untuk membayar sejumlah uang-jaminan paling banyak seratus ribu rupiah. Pasal 9 1. Uang-jaminan itu atas tuntutan Kejaksaan dapat dirampas semuanya atau sebagiannya oleh Hakim, yang mewajibkan pembayaran uang-jaminan itu, bilamana yang dihukum dalam masa-percobaan setinggi-tingginya tiga tahun yang ditetapkan dalam keputusan Hakim itu, berulang melakukan suatu perbuatan yang boleh dihukum berdasarkan undang-undang ini. 2. Masa-percobaan ini mulai berlaku pada saat keputusan Hakim itu menjadi mutlak dan telah diberitahukan kepada yang dihukum dengan cara menurut hukum. Masa-percobaan ditunda selama masa yang dihukum menurut hukum kehilangan kemerdekaannya. 3. Hukuman-rampas tidak dapat lagi diputuskan, bilamana masa percobaan telah berakhir, kecuali apabila yang dihukum, sebelum masa-percobaan itu berakhir, dituntut karena dalam masapercobaan itu melakukan suatu perbuatan yang dapat dihukum dan tuntutan itu berakhir dengan suatu hukuman mutlak. Dalam keadaan demikian karena melakukan perbuatan itu, dalam masa

dua bulan sesudah hukumannya menjadi mutlak, hukuman-rampas uang-jaminan masih dapat dilakukan. Pasal 10 1. Hukuman-denda yang dijatuhkan berdasarkan undang-undang ini, demikian pula uang-jaminan, termaksud dalam waktu yang ditetapkan oleh pegawai yang diserahi menjalankan keputusan Hakim itu. 2. Bilamana pembayaran tidak dipenuhi dalam waktu yang ditetapkan, penagihan ganti kerugian atas kekayaan yang dihukum dilakukan dengan cara yang sama dengan yang ditetapkan untuk menjalankan hukuman membayar ongkos perkara. 3. Bilamana penagihan ganti kerugian juga tidak mungkin, maka hukuman-denda, dan uang-jaminan diganti dengan hukumankurungan. Atas hukuman-kurungan pengganti itu berlaku pasal 30 ayat 3,4,5 dan 6 dan pasal 31 ayat 2 dan 3 dari kitab Undangundang Hukum Pidana. Pasal 11 1. Bilamana suatu perbuatan yang boleh dihukum berdasarkan undang-undang ini, dilakukan oleh suatu badan-hukum, maka tuntutan itu dilakukan dan hukuman dijatuhkan terhadap badanbadan hukum itu atau terhadap orang-orang termaksud dalam ayat 2 pasal ini, atau terhadap kedua-duanya. 2. Suatu perbuatan yang dapat dihukum berdasarkan undang-undang ini dilakukan oleh suatu badan-hukum, jika dilakukan oleh seorang atau lebih yang dapat dianggap bertindak masing-masing atau bersama-sama melakukan atas nama badan-hukum itu. Pasal 12 1. Bilamana satu tuntutan-hukuman dilakukan terhadap suatu badanhukum, maka badan-hukum ini selama tuntutan, diwakili oleh seorang pengurus, yang jika perlu ditunjuk oleh Kejaksaan 2. Surat-surat pengadilan yang berhubungan dengan tuntutan ini, diberitahukan dengan resmi di kantor badan-hukum atau di rumah pengurus itu. Pasal 13 1. Menteri atau pegawai yang ditunjuk olehnya, untuk menghindarkan tuntutan pengadilan terhadap semua perbuatan yang boleh dihukum berdasarkan pasal 5 ayat 2 Undang-undang ini, dapat memperdamaikan atau memerintahkan memperdamaikan. 2. Menteri atau pegawai yang ditunjuk olehnya, yang mengadakan

perdamaian termaksud dalam ayat 1 pasal ini, memberitahukan hal itu kepada Jaksa Agung atau kepada Pegawai yang ditunjuk olehnya sebagai orang yang berkuasa. Pasal 14 Barangsiapa dengan sengaja menghindarkan kekayaan dari penagihan pengganti kerugian atau pelaksanaan hukuman atau tindakan yang dikenakan karena sesuatu perbuatan yang boleh dihukum berdasarkan pasal 5 undang-undang ini, dihukum dengan hukuman-penjara setinggitingginya dua tahun. Perbuatan ini adalah kejahatan. Pasal 15 1. Perbuatan-perbuatan hukum bertentangan dengan pasal 14 undang-undang ini, adalah batal. 2. Pembatalan ini tidak mempunyai akibat-akibat hukum terhadap seseorang yang tidak mengetahui tentang hukuman atau tindakan itu, kecuali, jika patut diduga, bahwa ia mengetahui akan hal itu. 3. Terhadap suami, keluarga sedarah atau keluarga lantaran perkawinan sampai dalam derajat ketiga dari, dan orang-orang yang bekerja pada orang, kepada siapa hukuman atau tindakan itu dijatuhkan, dianggap patut dapat menyangka adanya hukuman atau tindakan itu, kecuali kalau ada bukti sebaliknya. Pasal 16 Pengusutan perbuatan-perbuatan yang boleh dihukum berdasarkan undang-undang ini juga turut diwajibkan kepada mereka, yang telah ditunjuk untuk itu oleh Menteri. Pasal 17 Mereka yang diwajibkan mengusut perbuatan-perbuatan yang boleh dihukum menurut undang-undang ini senantiasa berhak : a. mensita, demikian pula untuk pensitaan menuntut penyerahan dari semua barang, yang perampasannya dapat diperintahkan b. menuntut diperlihatkan semua surat, yang perlu diperiksanya untuk melakukan kewajibannya dengan baik: c. menuntut semua keterangan yang diperlukan untuk kepentingan pengawasan barang-barang., d. mengambil contoh-contoh barang., e. memasuki tempat-tempat yang dianggap perlu dimasukinya untuk melakukan kewajibannya dengan baik, dalam hal mana mereka boleh disertai orang-orang yang ditunjuk oleh mereka. Pasal penutup Undang-undang ini disebut "Undang-undang Barang-barang 1951"

PASAL II Undang-undang ini mulai berlaku pada hari diundangkan. Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan undang-undang ini dengan penempatan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Disahkan di Jakarta pada tanggal 7 Januari 1953 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd SUKARNO MENTERI PEREKONOMIAN, ttd. SUMANANG MENTERI KEHAKIMAN, ttd LOEKMAN WIRIADINATA Diundangkan pada tanggal 1O Januari 1953 MENTERI KEHAKIMAN, ttd LOEKMAN WIRIADINATA -------------------------------- CATATAN Kutipan: LEMBARAN NEGARA TAHUN 1953 YANG TELAH DICETAK ULANG