UPAYA PEMAJUAN PENYELENGGARAAN PENYIARAN Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima : 22 November 2014; disetujui : 27 November 2014 Fungsi Media Penyiaran Penyiaran merupakan salah satu media informasi bagi masyarakat untuk memperoleh berbagai macam informasi. Salah satu hak dasar warga negara sebagaimana tercantum di dalam Pasal 28 F UUD NRI 1945 adalah hak memperoleh informasi. Penyiaran ini diselenggarakan dalam rangka guna mencerdaskan kehidupan bangsa, selaras dengan Alenia IV Pembukaan UUD NRI 1945. Mensejahterakan masyarakat bukan hanya dengan membuka lapangan pekerjaan, akan tetapi dengan adanya informasi yang mendidik maka masyarakat dapat belajar dari isi siaran tersebut, sehingga masayarakat menjadi lebih cerdas. Penyiaran sebagai salah satu wadah media informasi mempunyai peranan untuk membangun pendidikan di Indonesia. Dengan adanya kegiatan penyiaran, diharapkan dapat memajukan pendidikan bangsa dengan melalui media televisi atau radio, sehingga dapat menjangkau seluruh daerah yang ada di Indonesia. Penyiaran berperan pula sebagai media penyebarluasan kebudayaan dan pariwisata. Indonesia sebagai negara kepulauan, memiliki berbagai macam budaya dan objek wisata, baik wisata alam, maupun wisata kota. Dengan adanya penyiaran maka penyebarluasan kebudayaan dan juga adat istiadat yang dimiliki oleh masyarakat di Indonesia dapat dilestarikan serta menampilkan kebanggaan nasional dimata dunia internasional. Tujuan adanya penyiaran salah satunya untuk memperkokoh keutuhan bangsa, di mana masyarakat dapat menjadi lebih saling perduli satu sama lain dan meningkatkan sifat patriotisme bangsa. Penyiaran juga diharapkan dapat mempersatu bangsa dengan menyebarluaskan informasi mengenai budaya, pendidikan, dan pariwisata. Kondisi dunia penyiaran pada saat ini seperti tidak mempunyai aturan, di mana berbagai lembaga penyiaran masih saja melakukan pelanggaran atau menyiarkan informasi yang bersifat subjektif. Aturan yang ada dan berlaku di Indonesia justru dijadikan celah bagi lembaga penyiaran untuk melakukan berbagai macam pelanggaran atau dengan sengaja melakukan pelanggaran. Oleh karena itu dalam regulasi penyiaran, media penyiaran diatur agar dapat memenuhi berbagai fungsi, yaitu: a. Media informasi Penyiaran dilakukan untuk memberikan informasi kepada masyarakat. Informasi yang diberikan kepada masyarakat ini harus dilakukan dengan seimbang dan juga harus 1
bersifat objektif. Pemberitaan ataupun informasi yang diberikan kepada masyarakat harus dapat menjadi informasi yang sebenar-benarnya, bukan informasi yang dibuat untuk meningkatkan rating lembaga penyiaran semata. b. Pendidikan Dalam meberikan siaran atau melakukan kegiatan penyiaran, lembaga penyiaran harus dapat meberikan isi siaran yang mendidik masyarakat, sehingga dapat terciptanya pemerataan pendidikan kepada masyarakat di seluruh Indonesia. c. Hiburan Hiburan yang disiarkan oleh lembaga penyiaran adalah hiburan yang mendidik, dan tidak terlepas dari norma yang berlaku di masyarakat. d. Kontrol dan Perekat Sosial Penyiaran juga berfungsi sebagai perekat sosial, di mana penyiaran dapat mempersatukan bangsa. e. Ekonomi Penyiaran berfungsi untuk menyebarluaskan informasi mengenai peningkatan perekonomian yang terjadi di Indonesia. f. Budaya Penyebarluasan budaya dilakukan dengan kegiatan penyiaran g. Wahana pencerahan dan pemberdayaan masyarakat Penyiaran berfungsi untuk memberikan keterangan atau informasi yang benar dan memberikan pengetahuan dalam bermasyarakat dan bernegara dan juga memberdayakan masyarakat untuk menjunjung tinggi nilai kesatuan dan persatuan, juga berfungsi sebagai perekat sosial, serta dapat mempersatukan bangsa. Penyelenggaraan Penyiaran Penyiaran di Indonesia diselenggarakan dalam sistem penyiaran nasional yang diselenggarakan oleh penyelenggara penyiaran. Adapun jasa penyiaran meliputi jasa penyiaran radio, jasa penyiaran televisi, dan jasa penyiaran penyelenggara penyiaran multipleksing. Yang dimaksud dengan penyelenggara penyiaran multipleksing adalah penyelenggara jasa multipleks yang mengumpulkan, mengusahakan dan memancarluaskan program-program siaran dalam kemasan format digital dari berbagai penyelenggara jasa penyiaran berdasarkan persyaratan tertentu kepada kelompok khalayak tertentu dan masyarakat luas. Penyelenggara penyiaran merupakan berbagai lembaga yang berkaitan atau melakukan berbagai kegiatan di bidang penyiaran. Lembaga-lembaga ini melakukan berbagai kegiatan yang di atur di dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran (UU Penyiaran) dan mematuhi UU Penyiaran tersebut. Adanya berbagai penyelenggara ini dapat dibedakan menurut jenis dan fungsinya. Penyelenggara penyiaran adalah Lembaga Penyiaran yang 2
terdiri dari Lembaga Penyiaran Publik (LPP), Lembaga Penyiaran Komunitas (LPK), Lembaga Penyiaran Swasta (LPS), Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), Lembaga Penyiaran Berbayar (LPB), dan Lembaga Penyiaran Penyelenggaraan Penyiaran Multipleksing (LPPPM). Dalam pengaturan sistem siaran jaringan, baik itu wajib atau pilihan, perusahaan lembaga penyiaran yang berposisi sebagai induk jaringan dapat memiliki lembaga penyiaran lokal yang merupakan anggota jaringan. Sehingga dapat dikatakan bahwa dilihat dari segi kepemilikannya, di setiap wilayah siar akan terdapat tiga jenis lembaga penyiaran yaitu: 1. lembaga penyiaran yang menjadi anggota jaringan dan dimiliki oleh lembaga penyiaran induk; 2. lembaga penyiaran yang menjadi anggota jaringan namun tidak dimiliki oleh lembaga penyiaran induk (disebut juga lembaga penyiaran afiliasi jaringan); 3. lembaga penyiaran yang tidak menjadi anggota jaringan. Ada dua pendapat lembaga penyiaran yang mempunyai jaringan di Indonesia. Pendapat pertama, lembaga penyiaran induk dapat memiliki lembaga penyiaran dengan anggota jaringan di seluruh provinsi di Indonesia tanpa batas. Lembaga penyiaran Induk diizinkan memiliki lembaga penyiaran anggota jaringan di seluruh provinsi di Indonesia, tanpa batas. Lembaga penyiaran induk bisa saja mendirikan lembaga penyiaran lokal baru, mengakuisisi atau bekerjasama dengan lembaga penyiaran lokal yang sudah ada. Untuk memastikan berlangsungnya pemerataan informasi, lembaga penyiaran induk harus juga membangun atau bekerjasama dengan lembaga penyiaran lokal di daerah dengan tingkat ekonomi rendah. Alternatif lain yaitu lembaga penyiaran induk membayar bagian kecil dari pendapatannya sebagai Universal Service Obligation (USO) atau Public Service Obligation (PSO) untuk disetorkan ke kas negara dan digunakan membangun Penyiaran Publik di daerah yang sangat terpencil. Pendapat kedua, jumlah lembaga penyiaran lokal yang dapat dimiliki lembaga penyiaran induk dibatasi pada daya jangkau maksimal 75% total penduduk di Indonesia. Lembaga penyiaran induk diizinkan memiliki lembaga penyiaran lokal anggota jaringan dengan jumlah terbatas, yakni menjangkau maksimal 75% total penduduk di Indonesia. Untuk 25% daerah lainnya, siaran lembaga penyiaran tersebut hanya dapat diperoleh melalui lembaga penyiaran lokal afiliasi jaringan yang tidak dimiliki lembaga penyiaran induk. Untuk memastikan berlangsungnya pemerataan informasi, dari 75% daerah tersebut, 20% di antaranya harus berada di daerah dengan tingkat ekonomi rendah. Implikasi apabila kewajiban sistem siaran jaringan (SSJ) ini dilaksanakan, setiap lembaga penyiaran yang dikenal sebagai 3
stasiun televisi nasional harus memililki/mendirikan lembaga penyiaran lokal di setiap wilayah siar atau mencari mitra di setiap wilayah siar yang akan menjadi stasiun afiliasi jaringan dan diperlukan masa transisi sehingga sistem ini dapat dijalankan secara penuh, maksimal 3 tahun. Sebuah perusahaan yang berbentuk holding company berhak untuk memiliki lebih dari satu jaringan lembaga penyiaran, akan tetapi harus terdapat batasan dalam hal kepemilikan tersebut. Ada beberapa pendapat dari beberapa pakar bahwa ada tiga kategori sehingga sebuah perusahaan dapat memiliki lebih dari satu jaringan lembaga penyiaran. Kategori pertama yaitu, dapat memiliki lebih dari satu dengan batasan sesuai dengan jumlah kepemilikan, akan tetapi pembatasan jumlah ini akan ditinjau kembali oleh badan regulator penyiaran setiap 5 tahun sekali dengan mempertimbangkan struktur industri penyiaran, keragaman kepemilikan, keragaman isi dan kompetisi yang berlangsung. Hal ini dikarenakan solusi realistis karena melepaskan kepemilikan atas jaringan yang sudah ada akan memakan biaya sangat mahal dan apabila migrasi ke penyiaran digital berlangsung maka konsep berubah menjadi memiliki satu jaringan dengan izin multi-saluran siaran. Kategori kedua yaitu boleh dengan batas maksimal 30%. Perhitungan 30% merujuk kepada realita yang ada pada saat ini. Hal ini dikarenakan kondisi riil saat ini tidak memungkinkan pemaksaan larangan pemilikan lebih dari satu jaringan. Kategori yang ketiga yaitu, boleh dengan syarat jaringan yang kedua tidak berada pada peringkat 1-4, dihitung dari pendapatan iklan secara nasional dan lokasi induk jaringan berada pada wilayah lain. Diperlukan masa transisi 3 tahun sehingga lembaga penyiaran yang sudah ada harus bersedia melepas jaringan stasiun atau stasiun yang selama ini dimilikinya, karena jumlahnya sudah melebihi satu dan dapat melepaskan stasiun yang dimilikinya pada perusahan lain. Hal ini dilakukan agar terciptanya keberagaman kepemilikan. Hal yang berbeda mengenai kepemilikan lembaga penyiaran lebih dari satu pada wilayah siar yang sama. Ada perbedaan pendapat mengenai kepemilikan lebih dari satu lembaga penyiaran yang berada di wilayah siar yang sama. Pendapat pertama yaitu, dapat diperbolehkan kepemilikan lembaga penyiaran di wilayah siar yang sama sesuai dengan jumlah kepemilikan, namun pembatasan jumlah ini akan ditinjau kembali oleh badan regulator penyiaran setiap 5 tahun sekali dengan mempertimbangkan struktur industri penyiaran, keragaman kepemilikan, keragaman isi dan kompetisi yang berlangsung. Apabila migrasi ke penyiaran digital berlangsung maka kepemilikan lebih dari satu lembaga penyiaran tidak relevan lagi, karena penyiaran terjadi melalui izin multi saluransiaran bagi setiap penyelenggara jaringan melalui penyelenggaraan multipleksing. Pendapat kedua mengatakan boleh akan tetapi 4
dengan batas maksimal 30%, dan pendapat ketiga mengatakan tidak boleh memiliki kepemilikan lebih dari satu di wilayah siar yang sama. Pendapat ketiga ini akan membawa implikasi bahwa adanya lembaga penyiaran yang harus bersedia untuk melepas stasiun yang selama ini dimilikinya, karena jumlahnya sudah melebihi dari satu. Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) KPI merupakan lembaga negara yang diamanatkan oleh UU Penyiaran dan bersifat independen yang berada di tingkat pusat dan di tingkat provinsi. KPI dibentuk karena pengelolaan sistem penyiaran merupakan ranah publik dan harus dikelola oleh sebuah badan independent yang bebas dari campur tangan pemodal maupun kepentingan kekuasaan. Tugas dan wewenang KPI yang diatur dalam UU Penyiaran merupakan wujud peran serta masyarakat di bidang penyiaran. KPI berkedudukan di ibukota Negara dan memiliki perwakilan di setiap provinsi. KPI berfungsi untuk mewakili kepentingan masyarakat dalam penyiaran dan mengatur penyiaran Indonesia. Dalam penyelenggaraan penyiaran, peranan dan keberadaan KPI yang berada di daerah sangat penting terutama terkait dengan pengawasan program siaran dan dalam rangka evaluasi terhadap program siaran untuk kepentingan proses perizinan. KPI Pusat dengan KPI yang berada di daerah adalah satu kesatuan, oleh karenanya hubungan di antara keduanya haruslah hierarkis koordinatif. Dengan bentuk hierakhis koordinatif tersebut maka KPI di tingkat pusat harus melakukan koordinasi dengan KPI daerah secara teratur dalam menjalankan fungsi, tugas, dan wewenang. Untuk sumber anggaran, KPI Pusat didukung oleh sebuah sekretariat jenderal yang dibiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan KPI Daerah didukung oleh sebuah Sekretariat yang dibiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Dalam melaksanakan tugasnya, KPI dibantu oleh tenaga ahli sesuai dengan kebutuhan. Anggota KPI di tingkat pusat berjumlah 9 (sembilan) orang dan perwakilan di setiap provinsi berjumlah 7 (tujuh) orang. Masa jabatan anggota KPI adalah 5 (lima) tahun, dan dapat dipilih kembali hanya untuk 1 (satu) kali masa jabatan, di mana dalam 5 (lima) tahun ini KPI maupun KPI yang berada di daerah dapat menyelesaikan permasalahan dalam bidang konten, sehingga tidak terjadi putus di tengah jalan. Sebagai salah satu regulator dalam bidang penyiaran maka KPI mempunyai hak dan kewajiban. KPI berhak untuk mencabut izin siaran, mengevaluasi izin dan konten penyiaran, memberikan sanksi teguran baik secara lisan maupun tertulis. KPI berkewajiban untuk memberikan penjelasan maupun laporan kepada masyarakat dari berbagai peristiwa yang terjadi dalam dunia penyiaran. Dalam rangka menjalankan fungsinya, KPI 5
memiliki kewenangan (otoritas) menyusun dan mengawasi berbagai peraturan penyiaran yang menghubungkan antara lembaga penyiaran, pemerintah dan masyarakat. Prinsip diversity of content dan diversity of ownership menjadi landasan bagi setiap kebijakan yang dirumuskan oleh KPI. Peraturan yang dikeluarkan oleh KPI mencakup semua proses kegiatan penyiaran, mulai dari tahap pendirian, operasionalisasi, pertanggungjawaban dan evaluasi. Dalam melakukan semua ini, KPI berkoordinasi dengan pemerintah dan lembaga negara lainnya, karena spektrum pengaturannya yang saling berkaitan. Koordinasi dengan pemerintah, dikarenakan adanya kewenangan yudisial dan yustisial apabila terjadi pelanggaran tindak pidana. Tugas dari KPI adalah sebagai berikut: a. menjamin masyarakat untuk memperoleh informasi yang layak dan benar sesuai dengan hak asasi manusia; b. menjamin masyarakat untuk menerima isi siaran yang sehat dan bermartabat; c. menciptakan tatanan informasi nasional yang adil, merata, dan seimbang; d. memberikan rekomendasi dalam hal pemanfaatan kanal frekuensi untuk penyiaran sesuai dengan konteks sosial; e. membangun iklim persaingan yang sehat antar Penyelenggara Penyiaran dan industri terkait; dan f. mewadahi, meneliti, dan menindaklanjuti aduan, sanggahan, serta kritik dan apresiasi masyarakat terhadap penyelenggaraan penyiaran. Dalam menjalankan fungsinya, KPI mempunyai kewenangan untuk: a. memberikan izin penyelenggaraan penyiaran; b. membuat peraturan penyelenggaraan penyiaran; c. menyusun dan menetapkan Standar Program Siaran; d. mengawasi penyelenggaraan penyiaran; e. memberikan sanksi administratif atas pelanggaran peraturan penyiaran dan standar program siaran; dan f. melakukan koordinasi dan/atau kerjasama dengan pemerintah, Penyelenggara Penyiaran, dan masyarakat. Sekarang, KPI bukan merupakan badan regulator tunggal dalam dunia penyiaran. Hal ini dikarenakan yang mengeluarkan peraturan pelaksanaan undang-undang sebagian besar adalah pemerintah, sementara KPI mengeluarkan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3-SPS) yang memuat ketentuan mengenai isi siaran. KPI memiliki kewajiban mengawasi penerapan P3- SPS yang dilakukan oleh lembaga penyiaran dan dapat memberikan sanksi terbatas (menegur dan meminta penghentian acara sementara dan permanen) terhadap pelanggaran dari P3-SPS. KPI terlibat dalam proses perizinan lembaga penyiaran, KPI menerima permohonan, melakukan evaluasi, mengeluarkan rekomendasi, serta terlibat 6
dalam Forum Rapat Bersama dengan pemerintah. Keputusan final mengenai izin dikeluarkan pemerintah. KPI merupakan badan regulator pernyiaran independen tertinggi. Pemerintah hanya memiliki kewenangan dalam hal teknis dan infrastuktur, pemerintah menetapkan alokasi frekuensi yang dapat dimanfaatkan untuk penyiaran, namun keputusan tentang siapa yang berhak menggunakan frekuensi tersebut adalah KPI. Pemerintah mengawasi/memonitor aspek teknis penggunaan frekuensi. KPI dapat mengeluarkan peraturan pelaksanaan UU seperti P3SPS. KPI merupakan badan tunggal dalam pemberian Izin Penyelenggaraan Penyiaran. Untuk mencegah agar kekuasaan KPI tidak menjadi tak terbatas, harus ada mekanisme banding yang dapat diambil lembaga penyiaran terhadap keputusankeputusan KPI berisikan sanksi terhadap lembaga penyiaran dan dalam hal perizinan. Pemerintah seharusnya tidak memiliki kewenangan terlalu jauh dalam mengatur media massa mengingat media massa adalah pilar demokrasi. Apabila pemerintah memiliki kewenangan mengatur media penyiaran, dikhawatirkan kewenangan itu akan dimanfaatkan pemerintah untuk melanggengkan kekuasaannya. Di negaranegara demokratis, penyiaran diatur oleh badan regulator penyiaran independen yang bersifat quasi-yudisial. Terdapat hubungan hierarkis antara KPI Pusat dengan KPI Daerah. Bahwa KPI Daerah bukan hanya perwakilan KPI Pusat di daerah. KPI Daerah bukan sekadar kantor perwakilan. KPI Daerah tetap merupakan lembaga pengaturan penyiaran di setiap daerah. Hubungan KPI Pusat dengan KPI Daerah bersifat hierarkis-konsultatif. KPI Pusat memang merupakan supraordinat KPI Daerah, namun KPI Pusat harus melibatkan KPI Daerah dalam proses pengambilan keputusan. Peran KPIP lebih bersifat koordinatif atas KPI Pusat - KPI Daerah. KPID tetap tidak berhak menetapkan ketentuan sendiri di luar kebijakan yang sudah digariskan KPI Pusat. KPI Daerah sepenuhnya dipilih oleh DPRD dan bertanggungjawab pada DPRD. Panitia Seleksi anggota KPI Daerah adalah KPI Pusat yang mengajukan nama calon sebanyak dua kali jumlah anggota yg kemudian dipilih DPRD. Anggaran KPI Daerah datang dari APBN dan APBD. Prinsip desentralisasi dan otonomi daerah. Hubungan keduanya tetap hierarkis, namun lebih bersifat koordinatif. Dalam rangka memberikan penguatan terhadap kewenangan KPI maka perlu diatur bahwa KPI dapat memberikan sanksi administratif berupa teguran atau peringatan; menghentikan; memberi sanksi denda adminsitratif; dan mencabut izin penyelenggaraan penyiaran, yang pelaksanannya harus melewati proses pengadilan. 7
Pengawasan Masyarakat Masyarakat merupakan salah satu sasaran diadakannya penyiaran. Masyarakat menikmati dan menggunakan berbagai informasi yang diberikan oleh lembaga penyiaran melalui program-program yang disiarkan. Perlunya perlindungan kepada masyarakat dari berbagai siaran yang dapat merugikan masyarakat tersebut maka dibentuk pengaturan mengenai penyiaran. Masyarakat juga dapat berperan sebagai pengawas terhadap isi siaran. Isi siaran yang disiarkan oleh berbagai lembaga penyiaran perlu diawasi oleh masyarakat, sehingga masyarakat tidak dapat dirugikan oleh isi siaran yang dilakukan lembaga penyiaran. Bentuk pengawasan masyarakat ini dapat dilakukan dengan melaporkan/pengaduan kepada KPI terhadap isi siaran yang dianggap merugikan masyarakat tersebut. * Penulis adalah Perancang Peraturan Perundang-Undangan Bidang Politik Hukum dan Hak Asasi Manusia, Deputi Perundang-Undangan Sekretariat Jenderal DPR RI. 8