Oleh : Deny Juanda PURADIMAJA 1, D. Erwin Irawan 2. Institut Teknologi Bandung, Jalan Ganesa No. 10 Bandung.

dokumen-dokumen yang mirip
SISTEM PENGEMBANGAN DAN PENGUSAHAAN AIR BERSIH DI JAWA BARAT POTENSI DAN POLA BISNIS AIR BERSIH DAN AIR MINUM

Week 10 AKIFER DAN BERBAGAI PARAMETER HIDROLIKNYA

HIDROGEOLOGI UMUM (GL-3081) MINGGU KE-3

BAB I PENDAHULUAN I.1

GEOLOGI AIRTANAH (GROUNDWATER GEOLOGY)

PROGRAM PERENCANAAN PENDAYAGUNAAN AIRTANAH

Week 4. Struktur Geologi dalam Hidrogeologi. (Geological structure in hydrogeology)

BAB I PENDAHULUAN. ini, ketidakseimbangan antara kondisi ketersediaan air di alam dengan kebutuhan

Bab 1 Pendahuluan I - 1

I. PENDAHULUAN. dengan tidak mengorbankan kelestarian sumberdaya alam itu sendiri.

4.1. PENGUMPULAN DATA

KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL Nomor : 1451 K/10/MEM/2000 Tanggal : 3 November 2000

KERANGKA ACUAN KERJA ( TERM OF REFERENCE TOR )

PEDOMAN TEKNIS PENENTUAN NILAI PEROLEHAN AIR DARI PEMANFAATAN AIR BAWAH TANAH DALAM PENGHITUNGAN PAJAK PEMANFAATAN AIR BAWAH TANAH

Bab 1 Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i. KATA PENGANTAR... ii. DAFTAR ISI... iv. DAFTAR TABEL... vii. DAFTAR GAMBAR... ix. A Latar Belakang...1

SUMBERDAYA HIDROGEOLOGI

SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM BERBASIS MASYARAKAT REGIONAL PASIGALA SEBAGAI ANTISIPASI DEGRADASI KETERSEDIAAN AIR PERMUKAAN DI KOTA PALU

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang I.2 Perumusan Masalah

Peran Ilmu Hidrogeologi dalam Menanggulangi Dampak Kekeringan di Jawa Barat

Materi kuliah dapat didownload di

HIDROGEOLOGI DAERAH RENCANA PENAMBANGAN BATUBARA OPEN- PIT PT. BHARINTO EKATAMA KABUPATEN KUTAI BARAT PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. Airtanah merupakan salah satu komponen dari siklus hidrologi yang ada di

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

PENYELIDIKAN HIDROGEOLOGI CEKUNGAN AIRTANAH BALIKPAPAN, KALIMANTAN TIMUR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Perkembangan jumlah penduduk dan industri pada CAT Karanganyar-Boyolali

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB IV KONDISI HIDROGEOLOGI

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 78 TAHUN 2002 TENTANG

3,28x10 11, 7,10x10 12, 5,19x10 12, 4,95x10 12, 3,10x xviii

BAB I PENDAHULUAN. lereng, hidrologi dan hidrogeologi perlu dilakukan untuk mendapatkan desain

Lembar Kerja Hidrogeologi Umum

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i. KATA PENGANTAR... ii. DAFTAR ISI... iii. DAFTAR TABEL... vi. DAFTAR GAMBAR... xi BAB I PENDAHULUAN... 1

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 4 SUBSTANSI DATA DAN ANALISIS PENYUSUNAN RTRW KABUPATEN

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i. KATA PENGANTAR... iii. UCAPAN TERIMA KASIH... iv. DAFTAR ISI... v. DAFTAR TABEL... viii. DAFTAR GAMBAR...

ASPEK FINANSIAL Skenario I

RANCANGAN GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI PROVINSI JAWA TENGAH

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI KULON PROGO PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR : 4 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH BUPATI KULON PROGO,

III. METODE PENELITIAN

Gambar 2.1. Diagram Alir Studi

<Lampiran> KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 1451 K/10/MEM/2000 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PENYELENGGARAAN TUGAS PEMERINTAHAN

DAFTAR ISI. Halaman ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... iii DAFTAR TABEL... v DAFTAR GAMBAR... vii

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Bab V Pengembangan Model

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Menurut Kadariah (2001), tujuan dari analisis proyek adalah :

Syarat Penentuan Lokasi TPA Sampah

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL...

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum. Ali Masduqi

Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 31 TAHUN 2006 TENTANG PENDAYAGUNAAN AIR TANAH GUBERNUR JAWA BARAT

~ 1 ~ BUPATI KAYONG UTARA PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA NOMOR 7 TAHUN TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI REMBANG,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

IV METODOLOGI PENELITIAN

Simulasi Dan Analisis Kebijakan

BAB I PENDAHULUAN. Air adalah sebutan untuk senyawa yang memiliki rumus kimia H 2 O. Air. Conference on Water and the Environment)

BUPATI KULON PROGO PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR : 5 TAHUN 2006 TENTANG IZIN SEMENTARA PEMANFAATAN AIR TANAH BUPATI KULON PROGO,

MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MEMTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 1451 K/10/MEM/2000 TENTANG

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR INTISARI

BAB I PENDAHULUAN. - Bagian barat dengan Kabupaten Jayapura. - Bagian selatan dengan Kecamatan Arso, Kabupaten Jayapura

BAB III METODOLOGI. 2. Mengumpulkan data, yaitu data primer dan data sekunder

POTENSI AIRTANAH DI CEKUNGAN AIRTANAH (CAT) PALU BERDASARKAN SATUAN HIDROMORFOLOGI DAN HIDROGEOLOGI. Zeffitni *)

BAB I PENDAHULUAN. Industri merupakan salah satu kegiatan ekonomi yang meliputi kegiatan

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. HALAMAN PENGESAHAN... ii. KATA PENGANTAR... iv. DAFTAR ISI... vi. DAFTAR GAMBAR... vii. DAFTAR TABEL...

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Data dan Instrumentasi 4.3. Metode Pengumpulan Data

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB IV PEMBAHASAN PENELITIAN DAN ANALISA SWOT

BAB I PENDAHULUAN. butiran batuan atau rekahan batuan yang dibutuhkan manusia sebagai sumber air

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. konstruksi yang baik dan tahan lama. Bandara merupakan salah satu prasarana

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH

This document has been created with TX Text Control Trial Version You can use this trial version for further 59 days.

4.2.3 URUSAN PILIHAN ENERGI DAN SUMBERDAYA MINERAL

BAB I PENDAHULUAN. air terjadi pada sumber-sumber air seperti danau, sungai, laut dan airtanah. Air

BAB I PENDAHULUAN. pembangkit tenaga listrik. Secara kuantitas, jumlah air yang ada di bumi relatif

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

STUDI PERENCANAAN PLTP 2X2,5 MW UNTUK KETENAGALISTRIKAN DI LEMBATA NUSA TENGGARA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

Ahli Hidrogeologi Muda. Ahli Hidrogeologi Tingkat Muda. Tenaga ahli yang mempunyai keahlian dalam Hidrogeologi Tingkat Muda

BAB I PENDAHULUAN. Peranan industri pertambangan batu andesit penting sekali di sektor konstruksi,

BAB I PENDAHULUAN. Cekungan Air Tanah Magelang Temanggung meliputi beberapa wilayah

III. KERANGKA PEMIKIRAN

PENELITIAN HYDROGEOLOGI TAMBANG UNTUK RENCANA DRAINASE TAMBANG BATUBARA BAWAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH

Tabel 1.1: Persentase Rumah Tangga dengan Sumber Air Minum Bukan Leding menurut Provinsi untuk Wilayah Pedesaan. Perdesaan

Dosen Pembimbing : Dr. ALI MASDUQI, ST. MT. oleh : TITIEK SUSIANAH

WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 56 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PELAYANAN PERIZINAN PENGELOLAAN AIR BAWAH TANAH

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

JURNAL GEOGRAFI Geografi dan Pengajarannya ISSN Volume 14, Nomor 1, Juni 2016

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Merapi sebagai gunungapi strato muda memiliki potensi mataair yang cukup besar. Polapersebaran mataair ini umumnya melingkari badangunungapi

Transkripsi:

POLA PENGEMBANGAN DAN PENGUSAHAAN BISNIS AIR BERSIH DI PROPINSI SULAWESI TENGAH Suatu Pandangan : Peran Perguruan Tinggi dalam Bisnis Air Kemasan di Kawasan Indonesia Timur Oleh : Deny Juanda PURADIMAJA 1, D. Erwin Irawan 2 1 Departemen Teknik Geologi, Fakultas Ilmu Kebumian dan Teknologi Mineral Institut Teknologi Bandung, Jalan Ganesa No. 10 Bandung. E-mail:denyjp@bdg.centrin.net.id 2 Asisten Laboratorium Hidrogeologi, Departemen Teknik Geologi, Fakultas Ilmu Kebumian dan Teknologi Mineral Institut Teknologi Bandung, Jalan Ganesa No. 10 Bandung. E-mail:r-win@centrin.net.id Disampaikan pada Acara Seperempat Abad Pendidikan Geologi di Universitas Hasanudin Makasar, Rabu 11 Desember 2002 I. PENDAHULUAN Sekitar 85% dari tubuh manusia terdiri dari air, sehingga dengan demikian air merupakan unsur terpenting dalam kehidupan manusia. Dalam perkembangan selanjutnya, air tidak hanya diperlukan untuk memenuhi kebutuhan kesehatan individu, tetapi juga menjadi tumpuan beroperasinya berbagai macam industri yang salah satunya adalah industri air bersih. Untuk jenis bisnis ini, Kawasan Indonesia Timur relatif belum mendapat perhatian sepenuhnya. Pada tabel 1 berikut ini, diberikan suatu ilustrasi rasio kebutuhan air dan ketersediaan air permukaan. Pada tabel tersebut angka-angka yang diberi kotak menunjukkan kondisi defisit air permukaan. Menurut tabel 1, Propinsi Sulawesi Tengah belum mengalami kondisi defisit. Tabel 1 Rasio kebutuhan air dan ketersediaan air permukaan (Sumber: Aspek Kajian Sumberdaya Air Nasional, 1994) 1

II. SEKILAS POTENSI SUMBERDAYA AIR DI PROPINSI SULAWESI TENGAH Air Hujan Secara regional, jumlah hujan rata-rata tahunan di P. Sulawesi mencapai 2000 mm/tahun (Lampiran 1). Distribusi curah hujan tersebut tidak mempunyai keteraturan, sehingga bulan kering dan bulan basah tidak dapat dipisahkan dengan jelas. Sementara itu khusus untuk Propinsi Sulawesi Tengah, distribusi bulan kering dan bulan basah seperti dalam Lampiran 2. Air sungai Potensi air sungai di Pulau Sulawesi dicerminkan dari jumlah Satuan Wilayah Sungai (SWS) yang telah berhasil dipetakan. Sejumlah 17 Satuan Wilayah Sungai telah berhasil dikenali, dengan perincian sebagai berikut (Tabel 2): 5 SWS di Propinsi Sulawesi Utara 4 SWS di Propinsi Sulawesi Tengah 3 SWS di Propinsi Sulawesi Selatan 5 SWS di Propinsi Sulawesi Tenggara Airtanah Potensi airtanah di Pulau Sulawesi digambarkan dengan jumlah cekungan airtanah makro yang telah dikenali, yaitu sebanyak 36 buah Cekungan Airtanah. Distribusi cekungan airtanah tersebut pada setiap propinsi di Pulau Sulawesi adalah sebagai berikut (Tabel 2): 7 Cekungan Airtanah di Propinsi Sulawesi Utara 10 Cekungan Airtanah di Propinsi Sulawesi Tengah 15 Cekungan Airtanah di Propinsi Sulawesi Selatan 4 Cekungan Airtanah di Propinsi Sulawesi Tenggara Selain jumlah cekungan airtanah, tinjauan potensi airtanah perlu ditunjang dengan pemahaman mengenai susunan dan geometri akifer yang terdapat di Pulau Sulawesi (Lampiran 3). Secara regional, di Pulau Sulawesi terdapat 4 jenis tipologi sistem akifer, yaitu: tipologi sistem akifer endapan aluvial, endapan gunungapi, sedimen terlipat, dan batuan kristalin. Selanjutnya secara lebih detail, pada Propinsi Sulawesi Tengah terdapat 7 jenis tipologi sistem akifer, yaitu: tipologi sistem akifer endapan aluvial, sedimen tak terlipat, karst, endapan gunungapi (volkanik), batuan kristalin (terdiri dari batuan metamorf dan beku), sedimen terlipat dan tersesarkan (Lampiran 4). Potensi airtanah yang cukup besar umumnya berada pada tipologi sistem gunungapi. Namun demikian, masih diperlukan penelitian lebih detail untuk mengetahui zonasi sistem akifer dan potensi airtanah (termasuk di dalamnya adalah jumlah kemunculan mataair). 2

Tabel 2 Data potensi sumberdaya air di Indonesia (Sumber: Aspek Kajian Sumberdaya Air Nasional, 1994) 3

III. STRATEGI PEMENUHAN KEBUTUHAN AIR UNTUK BERBAGAI KEPERLUAN Berdasarkan gambaran potensi sumberdaya air di atas, maka masing-masing jenis air akan mempunyai kelebihan dan kekurangan. Kelebihan dan kekurangan masing-masing jenis air serta fungsinya untuk memenuhi kebutuhan manusia dapat dilihat pada Gambar 1 berikut ini. Pada gambar tersebut sumber air sungai mempunyai kelebihan, yaitu: lokasi pengambilan yang dekat mengingat lokasi pemukiman umumnya dibuat di dekat alur sungai, sehingga aksesibilitasnya cukup mudah. Sedangkan kekurangannya adalah kerentanannya terhadap polusi karena tidak mempunyai sistem proteksi alamiah yang baik. Kerentanan terhadap polusi tersebut menyebabkan biaya pengolahannya (treatment) pun menjadi tinggi. Di sisi lain, airtanah dapat menjadi pilihan, yaitu karena mempunyai tingkat kerentanan yang tinggi terhadap pencemaran, sehingga kualitasnya pun relatif konstan yang menyebabkan harga produksinya dapat ditekan; mempunyai debit reguler, terutama untuk airtanah tertekan. Namun airtanah mempunyai kekurangan yang terkait dengan konstruksi sumur bor dan perpipaan yang cukup mahal. Berdasarkan analisis diatas, maka terdapat 3 skenario pemanfaatan sumberdaya air, yaitu: 1. pemanfaatan airtanah saja 2. pemanfaatan air sungai 3. kombinasi pemanfaatan air sungai dan airtanah IV. SISTEM PENGEMBANGAN SERTA PENGUSAHAAN AIR BERSIH DAN AIR MINUM Sebelum membahas tentang hal ini lebih jauh, perlu ada kajian terminologi yang mencakup klasifikasi air berdasarkan kualitasnya. Sebagai acuan, digunakan klasifikasi umum golongan air, yaitu: Golongan A: Air yang dapat digunakan sebagai air minum secara langsung tanpa pengolahan terlebih dahulu Golongan B: Air yang dapat digunakan sebagai air baku untuk minum (harus dimasak dahulu) Golongan C: Air yang dapat digunakan untuk keperluan perikanan dan peternakan Golongan D: Air yang dapat digunakan untuk keperluan latihan dan dapat dimanfaatkan untuk usaha perkotaan, industri, pembangkit listrik tenaga air Meningkatnya kebutuhan akan air bersih dan air minum, menyebabkan suplai dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) setempat secara kuantitas menjadi tidak mencukupi lagi. Terlebih lagi secara kualitas, air produksi PDAM masih perlu diolah lagi sebelum dapat digunakan sebagai air minum. Sejalan dengan meningkatnya kebutuhan air minum tersebut, maka bisnis air minum, termasuk air minum dalam kemasan, menjadi sangat terbuka. Gambar 2 berikut ini merupakan evolusi jenis air dan perusahaan pengolahannya. Pada gambar tersebut dijelaskan bahwa air baku dapat menjadi air bersih dengan diolah oleh Perusahaan Air Bersih (PAB). Selanjutnya air bersih dapat menjadi air minum dengan diolah oleh Perusahaan Air Minum (PAM). 4

Gambar 1 Skenario pemanfaatan berbagai sumberdaya air Air Baku Air Bersih Air Minum P A B P A M Gambar 2 Evolusi jenis air dan jenis perusahaan pengolahannya 5

V.1 POLA KERJASAMA Industri air minum dalam kemasan memerlukan dukungan modal yang besar, manajemen yang profesional, dan teknologi pengolahan air yang handal. Untuk itu, ada beberapa bentuk pola kerjasama antar pihak yang dapat dikembangkan, yaitu: 1. Swasta (sebagai investor) Pemerintah Daerah (sebagai pemilik sumberdaya air dan lahan) SWASTA (investasi) PERUSAHAAN DAERAH PEMDA (sumber air & lahan) 2. Pemerintah Daerah (dengan DAU* besar) sebagai investor Pemerintah Daerah (sebagai pemilik sumberdaya air dan lahan) PEMDA 1 (Sumber DAU besarinvestasi) PERUSAHAAN DAERAH PEMDA 2 (sumber air & lahan) *Dana Alokasi Umum (Contoh Pemda dengan DAU besar: Pemda-pemda penghasil migas) 3. Pemerintah Daerah (sebagai pemilik sumber air dan lahan), Swasta (investor), Perguruan Tinggi (sebagai penjamin kualitas, alih teknologi, dan sumberdaya manusia) PEMDA (sumber air & lahan) PERUSAHAAN DAERAH PERGURUAN TINGGI (kualitas, teknologi, sumberdaya manusia) SWASTA (Investasi) 6

Penulis melihat bahwa dari sudut akademik, industri air minum dalam kemasan dapat mempunyai kontribusi yang besar kepada dunia pendidikan. Karena itu, pola kerjasama yang ketiga sangat direkomendasikan. Dengan pola kerjasama sebagaimana dalam bagan di atas, maka akan terjalin sinergi antara Pemerintah Daerah selaku pemilik lahan dan sumber air, swasta selaku investor, dan Perguruan Tinggi sebagai penjamin kualitas, alih teknologi, dan sumberdaya manusia. Bagi Perguruan Tinggi, kerjasama dalam bentuk industri air minum merupakan skala bisnis kegiatan pengolahan kualitas air yang sebelumnya hanya dilakukan pada skala laboratorium. Dengan adanya kerjasama industri air minum, maka hasil-hasil inovasi dari laboratorium yang telah teruji dan tersertifikasi dapat dengan segera diaplikasikan di dunia industri. Nilai tambah berikutnya dirasakan oleh pihak swasta sebagai investor. Dengan adanya kerjasama dengan Perguruan Tinggi, maka biaya pembuatan fasilitas penelitian dan pengembangan (research and development facilities) dapat dialihkan untuk kegiatan penelitian terapan di Perguruan Tinggi sebagai penjamin kualitas dan updating teknologi. Pihak Pemerintah Daerah pun akan dapat merasakan dukungan penuh dari Perguruan Tinggi untuk kemajuan daerahnya, khususnya dalam hal pengelolaan sumberdaya air. IV.2 ANALISIS KEUANGAN UNIT PRODUKSI AIR MINUM DALAM KEMASAN Secara umum, biaya yang dikaluarkan dalam suatu kegiatan proyek/bisnis meliputi: biaya lenyap, biaya studi kelayakan, biaya investasi, biaya operasi, dan biaya sosial. 1. Biaya lenyap, adalah biaya yang dikeluarkan di masa lalu sebelum terdapat keputusan untuk menjalankan proyek. Biaya ini tidak diperhitungkan dalam analisis investasi/evaluasi proyek. 2. Biaya studi kelayakan, mencakup biaya studi kelayakan teknis maupun ekonomis. Biaya ini umumnya juga tidak diperhitungkan. 3. Biaya investasi, biaya-biaya yang dikeluarkan untuk membangun proyek, termasuk: biaya pembebasan tanah, pengadaan material bangunan, konstruksi, upah dll. 4. Biaya operasi, biaya yang dikeluarkan setelah proyek selesai dibangun. 5. Biaya sosial, biaya non material (non tangible) berupa pengorbanan yang ditanggung oleh masyarakat karena kehadiran proyek. Selanjutnya menurut Dumairy (1992), aliran uang keluar telah dimulai sejak pembangunan industri dimulai, sedangkan aliran uang masuk baru dimulai pada tahun ke-2. Kemudian sejalan dengan proses produksi, uang masuk dan keluar akan seimbang pada tahun ke-4, sehingga pada tahun ke-5 telah didapatkan keuntungan (Gambar 3). Secara lebih rinci, pada Gambar 4 dan Tabel 3 disajikan beberapa parameter/komponen yang perlu dianalisis dalam studi kelayakan industri air minum. Pada gambar dijelaskan bahwa parameter input yang diperlukan meliputi: biaya investasi dan biaya operasional (untuk 3 bulan pertama). Sedangkan parameter output yang dianalisis meliputi: harga pokok produksi (dalam berbagai kemasan) dan harga jual produk (untuk berbagai kemasan). Adapun berbagai asumsi yang digunakan adalah: besar equity, jumlah shift produksi per hari (7 jam per shift), jumlah produksi per tahun, dan harga bahan penunjang. 7

Gambar 3 Pola umum arus kas investasi dalam sebuah proyek Total biaya investasi Total Biaya Operasional (3 bulan pertama) PARAMETER/KOMPONEN INDUSTRI AIR MINUM DALAM KEMASAN Harga pokok produk per jenis kemasan (galon, 600 ml, dll) Harga jual produk per jenis kemasan (galon, 600 ml, dll) Gambar 4 Parameter/komponen yang dianalisis dalam produksi air minum dalam kemasan 8

Tabel 3 Resume parameter-parameter dalam analisis keuangan unit produksi air minum dalam kemasan A. Total Jumlah Modal yang Diperlukan a. Total Biaya Investasi b. Total Biaya Operasional (3 bulan pertama) B. Harga Pokok dan Harga Jual 1 Galon a. Harga Pokok Produksi per botol galon b. Harga Jual per botol galon 2 Botol 600 ml a. Harga Pokok Produksi per botol 600 ml b. Harga Jual per botol 600 ml 3 Cup 220 ml a. Harga Pokok Produksi per cup 220 ml b. Harga jual per cup 220 ml C. Pay Back Period D. % IRR (Internal Rate of Return) Asumsi Dasar Perhitungan 1 Equity (%) 2 Jumlah shift produksi per hari (7 jam per shift) 3 Jumlah hari kerja per tahun 4 Jumlah produksi per tahun a. Botol galon per tahun (500 galon/jam) b. Botol 600 ml per tahun (4800 botol/jam) c. Cup 220 ml per tahun (4800 botol/jam) 5 Harga bahan penunjang a. Tutup galon b. Tisue c. Segel galon d. Botol 600 ml e. Segel botol 600 ml f. Label 600 ml g. Karton h. Lakban I. Cup 220 ml 9

V. KESIMPULAN V.1 Potensi sumberdaya air Propinsi Sulawesi Tengah Berdasarkan gambaran potensi sumberdaya air di atas, maka Propinsi Sulawesi Tengah mempunyai potensi air hujan (mencapai 2000 mm/tahun), air sungai (sebanyak 17 Satuan Wilayah Sungai dengan debit andalan yang belum terukur), dan airtanah yang cukup besar (36 cekungan airtanah dengan potensi detail yang belum diketahui). Selanjutnya, berdasarkan analisis kelebihan dan kekurangan dalam fungsinya untuk memenuhi kebutuhan manusia, maka paling tidak terdapat 3 skenario pemanfaatan sumberdaya air, yaitu: 1. pemanfaatan airtanah saja 2. pemanfaatan air sungai 3. kombinasi pemanfaatan air sungai dan airtanah V.2 Pola kerjasama Industri air minum dalam kemasan memerlukan dukungan modal yang besar, manajemen yang profesional, dan teknologi pengolahan air yang handal. Untuk itu, ada beberapa bentuk pola kerjasama antar pihak yang dapat dikembangkan, yaitu: 1. Swasta (sebagai investor) Pemerintah Daerah (sebagai pemilik sumberdaya air dan lahan) 2. Pemerintah Daerah (dengan DAU* besar, misalnya: daerah penghasil migas) sebagai investor Pemerintah Daerah (sebagai pemilik sumberdaya air dan lahan) 3. Pemerintah Daerah (sebagai pemilik sumber air dan lahan), Swasta (investor), Perguruan Tinggi (sebagai penjamin kualitas, alih teknologi, dan sumberdaya manusia) PEMDA (sumber air & lahan) PERUSAHAAN DAERAH PERGURUAN TINGGI (kualitas, teknologi, sumberdaya manusia) SWASTA (Investor) 10

Pola kerjasama yang ketiga sangat direkomendasikan dengan fungsi masing-masing pihak sebagai berikut: 1. Pemerintah Daerah selaku pemilik lahan dan sumber air, 2. Swasta selaku investor, dan 3. Perguruan Tinggi sebagai penjamin kualitas, alih teknologi, dan sumberdaya manusia. Bagi Perguruan Tinggi, kerjasama dalam bentuk industri air minum merupakan skala bisnis kegiatan pengolahan kualitas air yang sebelumnya hanya dilakukan pada skala laboratorium. Dengan adanya kerjasama industri air minum, maka hasil-hasil inovasi dari laboratorium yang telah teruji dan tersertifikasi dapat dengan segera diaplikasikan di dunia industri. Bagi pihak swasta sebagai investor, biaya pembuatan fasilitas penelitian dan pengembangan (research and development facilities) dapat dialihkan untuk kegiatan penelitian terapan di Perguruan Tinggi sebagai penjamin kualitas dan updating teknologi pengolahan air. Kemudian, pihak Pemerintah Daerah pun akan dapat merasakan dukungan penuh dari Perguruan Tinggi untuk kemajuan daerahnya, khususnya dalam hal pengelolaan sumberdaya air. REFERENSI 1. Deny Juanda P., Indratmo S., Zainal A., D. Erwin Irawan (2002), Sistem Pengembangan dan Pengusahaan Air Bersih di Jawa Barat, Seminar Pengelolaan dan Pemanfaatan Air Bersih Guna Meningkatkan Kesehatan Masyarakat Jawa Barat Menuju Era Globalisasi 2. Dumairy (1992), Ekonomika Sumberdaya Air. Pengantar ke Hidrodinamika, BPFE Yogyakarta 3. LP ITB (1994), Aspek Kajian Sumberdaya Air Nasional 4. LP ITB (1996), Dokumen Prezoning Potensi Sumberdaya Air Propinsi Sulawesi Tengah 11

Lampiran 1 Peta Isohyet Pulau Sulawesi (Sumber: Dokumen Prezoning Potensi Sumberdaya Air Propinsi Sulawesi Tengah, 1996) 12

Lampiran 2 Peta Zonasi Distribusi Bulan Kering dan Bulan Basah Propinsi Sulawesi Tengah (Sumber: Dokumen Prezoning Potensi Sumberdaya Air Propinsi Sulawesi Tengah, 1996) 13

Lampiran 4 B (Keterangan peta) Peta Prezoning Hidrogeologi Propinsi Sulawesi Tengah (Sumber: Dokumen Prezoning Potensi Sumberdaya Air Propinsi Sulawesi Tengah, 1996) 14