PERAN PEMERINTAH TERHADAP HUBUNGAN KERJA DALAM PENDEKATAN KAPITALIS, SOSIALIS, DAN PANCASILA

dokumen-dokumen yang mirip
Perekonomian Indonesia

PERAN TENAGA KERJA MENURUT TEORI KAPITALIS, SOSIALIS, DAN PANCASILA

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB. Feni Fasta, SE, M.Si SISTEM PEREKONOMIAN INDONESIA

Kelembagaan Ekonomi di Indonesia (Ekonomi Pancasila, Ekonomi Kerakyatan)

Pertemuan ke-2 Sistem Perekonimian. Sumber : Presentasi Husnul Khatimah Laporan Bank Indonesia Buku Aris Budi Setyawan

SISTEM EKONOMI

MISI PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA UNIVERSITAS AIRLANGGA

ILYA-ALGHAZALI; 1986 ABASY SYAIKH IBNU HIBBAN & IBNU ABDIL BARR

PEREKONOMIAN INDONESIA PENDAHULUAN

Materi 7 Bisnis, Politik dan Perekonomian. Marheni Eka Saputri ST., MBA

SISTEM EKONOMI INDONESIA: KAPITALISME MEDIA

TUGAS INDIVIDU HUBUNGAN INDUSTRIAL

SISTEM EKONOMI INDONESIA BY DIANA MA RIFAH

PERTEMUAN KE 12 Peran dan Kebijakan Pemerintah. B. Uraian Materi PERAN DAN KEBIJAKAN PEMERINTAH. pemerintah haruslah diarahkan untuk:

BAB III SISTEM EKONOMI

Didasarkan kepemilikan asset. Sistem ekonomi kapitalis Sistem ekonomi sosialis Sistem ekonomi campuran (kapitalis sosialis)

Struktur kelembagaan politik, ekonomi dan sosial suatu masyarakat dapat menciptakan atau melanggengkan demokrasi, tetapi dapat pula mengancam dan mele

Teori Ekonomi. Sistem Ekonomi

Peran Tenaga Kerja dalam Konsep Kapitalis, Sosialis dan Pancasila

Hubungan Kerja dalam Sistem Pancasila

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan berapapun bantuan yang diberikan kepada negara-negara berkembang, pasti habis

MATERI SISTEM PEREKONOMIAN DI INDONESIA

Prinsip-Prinsip Aliran-Aliran Sosialisme

Kasus Drydocks, Batam

BAB I PENDAHULUAN. untuk bekerja. Dalam melakukan pekerjaan harus dibedakan yaitu

Sosialisme Indonesia

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB IV LANDASAN PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UMKM

Wulansari Budiastuti, S.T., M.Si.

Undang-undang No. 21 Tahun 2000 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kedudukan negara Indonesia yang terdiri dari banyak pulau dan Daerah

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 21 TAHUN 2000 (21/2000) TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MODUL PEMBELAJARAN MATA KULIAH PEREKONOMIAN INDONESIA (2 SKS) POKOK BAHASAN 1 SISTEM-SISTEM EKONOMI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Di bidang ketenagakerjaan, pihak-pihak yang terlibat didalamnya, yaitu pekerja, pengusaha dan

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Ruang Lingkup Ekonomi Publik. Individu, Masyarakat dan Pemerintah

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Tugas Resume Hubungan Industrial

I. PENDAHULUAN. Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja untuk orang lain karena adanya

PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB 5 KESIMPULAN. Universitas Indonesia

Sistem Ekonomi. Putri Irene Kanny. Thursday, April 28, 2016 Teknik Industri Universitas Gunadarma 1ID07 G316 6/7

Konsep Dasar Ekonomi Pembangunan. Oleh Ruly Wiliandri, SE., MM

I. DASAR SISTEM EKONOMI INDONESIA ANDRI HELMI M, SE., MM.

BAB IV ANALISIS TENTANG KONSEP SYURA DALAM ISLAM ATAS PELAKSANAAN DEMOKRASI KONSTITUSIONAL DI INDONESIA MENURUT MAHFUD MD

BAB I PENDAHULUAN. demi stabilitas keamanan dan ketertiban, sehingga tidak ada lagi larangan. tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 yang mencakup:

3. Masalah ekonomi modern adalah barang dan jasa apa yang akan diproduksi, bagaimana cara memproduksi dan.

PENGUATAN SISTEM DEMOKRASI PANCASILA MELALUI INSTITUSIONALISASI PARTAI POLITIK Oleh: Muchamad Ali Safa at (Dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya)

Tinjauan Mata Kuliah A. RELEVANSI

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi dewasa ini, sebuah perusahaan bertaraf nasional maupun

Setiap karyawan dapat membentuk atau bergabung dalam suatu kelompok. Mereka mendapat manfaat atau keun-tungan dengan menjadi anggota suatu kelompok.

UNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB 5 PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI NEGARA

BAB I PEDAHULUAN 1.1 Latar Belakang KKL

Hubungan Industrial Pancasila

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 97 TAHUN 1996 TENTANG PERSETUJUAN PERUBAHAN ANGGARAN DASAR KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI

Sistem Ekonomi. Mukhaer Pakkanna. STIE Ahmad Dahlan Jakarta. STIE AHMAD DAHLAN JAKARTA

Sistem Ekonomi sebagai Alat untuk Memecahkan Masalah Ekonomi. Bab. Warta Ekonomi

UNDANG-UNDANG KETENAGAKERJAAN DI INDONESIA

BAB I SEJARAH DAN SISTEM EKONOMI INDONESIA

BUPATI BANYUMAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN BANYUMAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

1. NURMAYENI 2. CHAIRUNNISA 3. MUHAMMAD ARDY YUSUF 4. DELA KURNIA sari 5. Siti balqis. M Kelas x mia 1

Profil Pekerjaan yang Layak INDONESIA

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 31 TAHUN 2010 TENTANG PEKERJA RUMAH TANGGA

BAB I PENDAHULUAN. Konstitusi bangsa Indonesia adalah Undang-Undang Dasar 1945 yang menjadi

PELUANG DAN KENDALA MEMASUKKAN RUU KKG DALAM PROLEGNAS Oleh : Dra. Hj. Soemientarsi Muntoro M.Si

CBT SBMPTN TPA SBMPTN

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan sebagai suatu proses multidimensional yang mencakup

NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2004 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. semua warga menikmati kebebasan untuk berbicara, kebebasan berserikat,

Demokratisasi Pembangunan Ekonomi Nasional dan daerah

Pengertian dan Definisi Ekonomi Menurut Para Ahli

SISTEM EKONOMI KERAKYATAN DALAM GLOBALISASI PEREKONOMIAN. Abstract

BAB VII SIMPULAN DAN REKOMENDASI. dilengkapi dengan hasil wawancara, implikasi, keterbatasan, dan saran-saran

BAB 1. Gambaran Umum Kegiatan Bisnis. Oleh : Edy Sahputra Sitepu, SE, MSi

BAB I PENDAHULUAN. melalui Otonomi Daerah. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila sebagaimana tercantum dalam pembukaan Undang-Undang. dalam mendukung pembangunan nasional. Berhasilnya perekonomian

PRINSIP PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN. Materi ke 2

Kritik Terhadap Sistem Ekonomi Sosialis

Teori Politik Keuangan Publik dan Kebijakan Anggaran. Manajemen Keuangan Publik Pert. 5

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

BAB I PENDAHULUAN. demorasi secara langsung, desa juga merupakan sasaran akhir dari semua program

: KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI

BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD)

BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM MEMBERIKAN KESEMPATAN KERJA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN

Discrimination and Equality of Employment

Kondisi Ekonomi Pembangunan di Indonesia. Oleh Ruly Wiliandri, SE., MM

AGENDA DALAM SISTEM EKONOMI INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2007 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG NASIONAL TAHUN

Arah Kebijakan Pengelolaan Pendapatan Daerah

ANALISIS KEBIJAKAN PENAMBAHAN SEKOLAH MENENGAH NEGERI BARU DI KABUPATEN KEBUMEN TAHUN 2004

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1988 TENTANG PERSETUJUAN ATAS ANGGARAN DASAR DAN ANGGARAN RUMAH TANGGA KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI

PERUNDINGAN BERSAMA: BEBERAPA TREN, DAMPAK DAN PRAKTIK J O H N R I T C H O T T E I L O B A N G K O K

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2004 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Transkripsi:

NAMA: ASGAF NARANDA PUTRA PERKASA NIM : 125030207111022 PERAN PEMERINTAH TERHADAP HUBUNGAN KERJA DALAM PENDEKATAN KAPITALIS, SOSIALIS, DAN PANCASILA 1. Sistem Sistem adalah suatu organisasi besar yang menjalin berbagai subyek dan obyek serta perangkat kelembagaan dalam suatu tatanan tertentu. Subyek dan obyek: Sistem kemayaraatan: orang atau masyarakat Sistem kehidupan/lingkungan: makluk hidup dan benda alam Sistem peralatan: barang/alat Sistem informasi: data, catatan, dan fakta Perangkat kelembagaan: lembaga/wadah subyek melakukan hubungan, cara dan mekanisme yang menjalin hubungan Tatanan/kaidah: norma/peraturan yang mengatur hubungan subyek/obyek agar berjalan serasi. 2. Sistem ekonomi dan politik Dumairy (1996), sistem ekonomi adalah sistem yang mengatur serta menjalin hubungan ekonomi antar manusia dengan seperangkat kelembagaan dalam suatu tatanan kehidupan. Sistem ekonomi: Subyek/obyek: manusia (subyek) dan barang ekonomi (obyek) Perangkat kelembagaan: lembaga ekonomi formal dan non formal dan cara serta mekanisme hubungan Tatanan: hukum dan peraturan perekonomian Sheridan (1998), economic system refers to the way people perform economic activities in their search for personal happiness.

Sanusi (2000) sistem ekonomi merupakan suatu organisasi yang terdiri dari sejumlah lembaga/pranata (ekonomi, sosial dan ide) yang saling mempengaruhi yang ditujukan ke arah pemecahan masalah pokok setiap perekonomian. produksi, distribusi, konsumsi. Sanusi (2000), perbedaan antar sistem ekonomi dilihat dari ciri: a) Kebebasan konsumen dalam memilih barang dan jasa yang dibutuhkan b) Kebebasan masyarakat memilih lapangan kerja c) Pengaturan pemilihan/pemakaian alat produksi d) Pemilihan usaha yang dimanifestasikan dalam tanggungjawab manajer e) Pengaturan atas keuntungan usaha yang diperoleh f) Pengaturan motivasi usaha g) Pembentukan harga barang konsumsi dan produksi h) Penentuan pertumbuhan ekonomi i) Pengendalian stabilitas ekonomi j) Pengambilan keputusan k) Pelaksanaan pemerataan kesejahteraan Benang merah hubungan sistem ekonomi dan sistem politik KUTUB A KONTEKS KUTUB Z Liberalisme Ideoligi politik Komunisme (menghapus hak perorangan) Demokrasi Rejim pemerintahan Otokrasi atau otoriter (kekuasaan tak terbatas) Egaliterisme (Berderajad sama) Penyelenggaraan kenegaraan Etatitsme (Lebih mementingkan negara) Desentralisme Struktur birokrasi Sentralisme Kapitalisme Ideologi ekonomi Sosialisme Mekanisme pasar Pengelolaan ekonomi Perencanaan terpusat Perbedaan sistem ekonomi suatu negara dapat ditinjau dari beberapa sudut:

Sistem kepemilikan sumber daya atau faktor-faktor produksi Keleluasaan masyarakat untuk berkompetisi dan menerima imbalan atas prestasi kerja Kadar peranan pemerintah dalam mengatur, mengarahkan dan merencanakan kehidupan bisnis dan perekonomian pada umumnya 3. Kapitalisme dan Sosialisme Sistem Ekonomi yang esktrim: (a) Sistem ekonomi kapitalis Pengakuan terhadap kepemilikan individu terhadap sumber ekonomi Kompetisi antar individu dalam memenihi kebutuhan hidup dan persaingan antar badan usaha untuk mengejar keuntungan Tidak batasan bagi individu dalam menerima imbalan atas prestasi kerjanya Campur tangan pemerintah sangat minim Mekanisme pasar akan menyelesaikan persoalan ekonomi USA (b) Sistem ekonomi sosialis Kepemilikan oleh negara terhadap sumber ekonomi Penekanan terhadap kebersamaan dalam menjalankan dan memajukan perekonomian Imbalan yang diterima oleh individu berdasarkan kebutuhan, bukan prestasi kerja Campur tangan pemerintah sangat tinggi Persoalan ekonomi harus dikendalikan oleh pemerintah pusat USSR (c) Sistem ekonomi campuran Kepemilikan oleh individu terhadap sumber ekonomi diakui negara Kompetisi antar individu dalam memenihi kebutuhan hidup dan persaingan antar badan usaha untuk mengejar keuntungan Imbalan yang diterima oleh individu berdasarkan kebutuhan, bukan prestasi kerja Campur tangan pemerintah hanya untuk bidang tertentu seperti bidang yang diperlukan oleh seluruh masyarakat (listrik dan air)

Mekanisme pasar akan menyelesaikan persoalan ekonomi dengan beberapa hal perlu adanya campur tangan pemerintah 4. Persaingan terkendali Untuk mengetahui sistem ekonomi yang dianut oleh suatu negara, maka perlu dianalisis kandungan faktor-faktor tersebut diatas. Sistem ekonomi Indonesia (sistem persaingan terkendali); Bukan kapitalis dan bukan sosialis. Indoensia mengakui kepemilikan individu terhadap sumber ekonomi, kecuali sumber ekonomi yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara sesuai dengan UUD 45. Pengakuan terhadap kompetisi antar individu dalam meningkatkan taraf hidup dan antar badan usaha untuk mencari keuntungan, tapi pemerintah juga mengatur bidang pendidikan, ketenagakerjaan, persaingan, dan membuka prioritas usaha. Pengakuan terhadap penerimaan imbalan oleh individu atas prestasi kerja dan badan usaha dalam mencari keuntungan. Pemerintah mengatur upah kerja minimum dan hukum perburuhan. Pengelolaan ekonomi tidak sepenuhnya percaya kepada pasar. Pemerintah juga bermain dalam perekonomian melalui BUMN dan BUMD serta departemen teknis untuk membantu meningkatkan kemampuan wirausahawan (UKM) dan membantu permodalan. 5. Kadar Kapitalisme dan Sosialisme Unsur kapitalisme dan sosialisme yang ada dalam sistem ekonomi Indonesia dapat dilihat dari sudut berikut ini: (a) Pendekatan faktual struktural yakni menelaah peranan pemerintah dalam perekonomian Pendekatan untuk mengukur kadar campur tangan pemerintah menggunakan kesamaan Agregat Keynesian. Y = C + I + G + (X-M) Y adalah pendatan nasional.

Berdasarkan humus tersebut dapat dilihat peranan pemerintah melalui variable G (pengeluaran pemerintah) dan I (investasi yang dilakukan oleh pemerintah) serta (X-M) yang dilakukan oleh pemerintah. Pengukuran kadar pemerintah juga dapat dilihat dari peranan pemerintah secara sektoral terutama dalam pengaturan bisnis dan penentuan harga. Pemerintah hampir mengatur bisnis dan harga untuk setiap sector usaha. (b) Pendekatan sejarah yakni menelusuri pengorganisasian perekonomian Indoensia dari waktu ke waktu. Berdasarkan sejarah, Indonesia dalam pengeloaan ekonomi tidak pernah terlalu berat kepada kapitalisme atau sosialisme. Percobaan untuk mengikuti sistem kapitalis yang dilakukan oleh berbagai kabinet menghasilkan keterpurukan ekonomi hinggá akhir tahun 1959. Percobaan untuk mengikuti sistem sosialis yang dilakukan oleh Presiden I menghasilkan keterpurukan ekonomi hiinggá akhir tahun 1965. 4. Sistem Pancasila Dalam proses produksi secara konstitusional-institusional sudah ada pendekatan sistemik dalam bentuk Hubungan Industrial Pancasila. Dari sisi pengusaha, maka mereka mempunyai hak milik dalam berproduksi (ekonomi) namun berfungsi sosial, mengembangkan usaha dan laba, hal mengelola modalnya dan selanjutnya berkewajiban meningkatkan kesejahteraan pekerja. Pemerintah dalam konteks hubungan industrial Pancasila berkedudukans sebagai pengasuh, pelindung, pengayom dan pendamai, sekaligus berkewajiban dalam peningkatan kesejahteraan umum, pelayanan publik, dan kenyamanan serta keamanan umum. Dari segmen ketenagakerjaan, maka hubungan industrial Pancasila menempatkan posisi perwakilan pekerja dalam kelembagaan perburuhan sebagai penyalur aspirasi dengan hak misalnya berorganisasi, hak melaksanakan kesepakatan kerja, secara kolektif menyatakan pendapat atas kondisi kerja, hak perlindungan lainnya, dan berkewajiban mengamankan kepentingan perusahaan atas pesaing dan sekaligus membawa pekerja aktif berpartisipasi dalam pembangunan.

Terdapat dua pola hubungan yang ideal ini yakni "bipartit dan tripartit". Institusionalisasi hubungan industrial Pancasila bipartit yakni dari aspek internal perusahaan yakni adanya komunikasi yang aktif dan konstruktif antara pengusaha pemilik dengan manajemen, dan antara manajemen dengan pekerja, dan antara pemilik dengan pekerja terutama dalam menempatkan ketiga "stake holders" perusahaan ini dalam satu kesatuan kepentingan (keuntungan perusahaan dan kesejahteraan pekerja). Sedangkan kelembagaaan tripartit berkaitan dengan hubungan external-internal perusahaan yang didalamnya terdapat institusi Pemerintah yang merepresentasi kepentingan umum, dan kebijakan publik. Sebagai forum komunikasi dua arah dan dialog tiga tungku pembangunan ini selanjutnya diikuti dalam bentuk kesepakatan kerjasama. Persoalan upah sesungguhnya hanya salah satu sisi substansial dari kelembagaan bi-partit dan tri-partit, disamping itu terdapat aspek keamanan, kenyamanan, keselamatan dan kesehatan pekerja dalam konteks tempat kerja. Apek pengupahan merupakan phenomena dalam semua sistem ekonomi (liberalis maupun sosialis). Selalu ada "antagonistic cooperation" dan "tradeoff" atas setiap kebijakan pengupahan; baik naik, bisa saja tetap apalagi turun". Dalam perspektif sosiologis, aspirasi pekerja dalam bentuk "inspirational creative tension" selalu dihadapkan dengan "rational emotional tension" pengusaha. Diskrepensi antara tuntutan pekerja yang menempatkan upah sebagai bagian dari peningkatan kesejahteraan diri dan keluarga jika turun atau tidak naik menjadi faktor negatif dalam pencapaiannya, dan kemampuan pengusaha yang menempatkan upah sebagai bagian komponen produksi yang jika naik menimbulkan "additional cost" dan melemahkan daya saing produk di pasar yang semakin kompetitif. Meskipun dalam hubungan industrial Pancasila mengetengahkan unsur musyawarah untuk mufakat, namun jika terdapat "industrial disputes" yang tidak menemukan titik kompromi, maka bisa diselesaikan salah satunya melalui kelembagan PTUN, atau Pemerintah (Daerah) mengambil peran awal, tengah, dan akhir sebagai pengasuh, pelindung, pengayom dan pendamai dalam mensikapi cara pandang yang berbeda tadi. Apapun yang telah diputuskan oleh Pemerintah sebagai representasi kepentingan makro-nasional-publik, maka secara formal atas substansi material yang ada berkaitan dengan pengupahan harus sama-sama kita patuhi. Kita harus berpikir "husnulzon", selanjutnya dengan "positive thinking" ini akan menjadi titik awal untuk membangun kembali saling kepercayaan (confidence building measure).

Pemerintah selanjutnya harus ikut bertanggung-jawab atas segala implikasi dari keputusan formal yang diambil untuk membantu (pengusaha dan pekerja) sesuai dengan kewenangan dan peraturan perundangan yang ada agar tidak ada yang dirugikan. Perlu dipahami bahwa, lubang hitam (black hole) dari investasi adalah bukan semata-mata dari dalam negeri, tetapi ada di kompetitor kita di luar negeri yang siap menguasai pasar investasi dan produksi global dan nasional.