a. data jumlah penduduk yang akan dimukimkan kembali; b. kondisi sosial, ekonomi, dan budaya penduduk yang akan dimukimkan kembali;

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

Bagi masyarakat yang belum menyadari peran dan fungsi Situ, maka ada kecenderungan untuk memperlakukan Situ sebagai daerah belakang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2 sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu membangun bendungan; d. bahwa untuk membangun bendungan sebagaimana dimaksud pada huruf c, yang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27/PRT/M/2015 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

- 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PROVINSI JAWA TIMUR

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB III PROFIL PERUSAHAAN

Hari Air Dunia Mengingatkan Kembali Kepedulian Kita Pentingnya Air dan Pengelolaan Air Limbah

KEBIJAKAN PELEPASAN KAWASAN HUTAN PRODUKSI YANG DAPAT DIKONVERSI UNTUK PEMBANGUNAN DILUAR KEGIATAN KEHUTANAN

Disajikan oleh: 1.Michael Ario, S.H. 2.Rizka Adellina, S.H. (Staf Bagian PUU II Subbagian Penataan Ruang, Biro Hukum, KemenPU)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum d

BAB I PENDAHULUAN 1.1. UMUM

2 menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia tentang Rawa; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 t

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

2013, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Rawa adalah wadah air beserta air dan daya air yan

BAB I PENDAHULUAN. adanya perubahan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 12/PRT/M/2006. TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI BESAR WILAYAH SUNGAI. MENTERI PEKERJAAN UMUM,

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004 tentang

11/26/2015. Pengendalian Banjir. 1. Fenomena Banjir

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Kebijakan Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil

Disampaikan pada: SOSIALISASI PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NO.6 TAHUN 2014 TENTANG DESA dan TRANSISI PNPM MANDIRI Jakarta, 30 April 2015

PENGELOLAAN SUMBERDAYA AIR. Cut Azizah Dosen Teknik Sipil Fakultas TekikUniversitas Almuslim ABSTRAK

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG

DAFTAR ISI TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR SUBSTANSI DALAM PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR 1. 2.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Bab 1 Pendahuluan I - 1

2017, No untuk pembangunan bendungan serta sejalan dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 21/PMK.06/2017 tentang Tata Cara Pendanaan Pengadaan

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 64 TAHUN 2014 TENTANG

KATA PENGANTAR RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN

BAB I PENDAHULUAN. KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta 1.1. LATAR BELAKANG

KEYNOTE SPEECH Sosialisasi dan Pelatihan Aplikasi e-planning DAK Fisik

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2015 TENTANG PENGUSAHAAN SUMBER DAYA AIR

Tiga Bendungan di Sulsel Dipercepat Penyelesaiannya

EXECUTIVE SUMMARY PENYUSUNAN MODEL PERHITUNGAN PEMBEBASAN LAHAN, RELOKASI & PEMUKIMAN KEMBALI PENDUDUK DALAM PEMBANGUNAN WADUK

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

Disampaikan pada Seminar Nasional Restorasi DAS, 25 Agustus 2015

Bab 1 Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Pembangunan Infrastruktur Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Aceh

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 21/PRT/M/2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM

Bab 3 Kerangka Pengembangan Sanitasi

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2016, No Tata Cara Penetapan Wilayah Usaha Pertambangan dan Sistem Informasi Wilayah Pertambangan Mineral dan Batubara; Mengingat : 1. Undang-

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 /PRT/M/2014 TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM DRAINASE PERKOTAAN

KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN

DAFTAR PERATURAN Versi 31 Agustus 2012

TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR

KOTA TANGERANG SELATAN

PP 27/1991, RAWA... Bentuk: PERATURAN PEMERINTAH (PP) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 27 TAHUN 1991 (27/1991) Tanggal: 2 MEI 1991 (JAKARTA)

TANGGAPAN KAJIAN/EVALUASI KONDISI AIR WILAYAH SULAWESI (Regional Water Assessment) Disampaikan oleh : Ir. SALIMAN SIMANJUNTAK, Dipl.

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.20/MEN/2008 TENTANG PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL DAN PERAIRAN DI SEKITARNYA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DIKLAT MANAJEMEN PROYEK. Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum

Pemahaman atas pentingnya Manual Penyusunan RP4D Kabupaten menjadi pengantar dari Buku II - Manual Penyusunan RP4D, untuk memberikan pemahaman awal

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.10/Menhut-II/2010 TENTANG MEKANISME DAN TATA CARA AUDIT KAWASAN HUTAN

BAB V. KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN ALOR

UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Click to edit Master title style

BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 20 TAHUN 2008 T E N T A N G RINCIAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PEKERJAAN UMUM KABUPATEN SUKAMARA

REKLAMASI DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH -Tantangan dan Isu-

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Laporan Akhir Kajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten Pelalawan Tahun 2009 PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Laporan Akhir I - 1 SUMBER DAYA AIR

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG

LAPORAN PENELITIAN KELOMPOK BIDANG KESEJAHTERAAN SOSIAL TAHUN 2015 JUDUL:

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

L E G E N D A TELUK BANGKA J A M B I SUMATRA SELATAN B E N G K U L U S A M U D E R A H I N D I A L A M P U N G. Ibukota Propinsi.

BAB I PENDAHULUAN Tujuan Penulisan Laporan

Kementerian Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Cipta Karya Direktorat Pengembangan Permukiman

20. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3445 Tahun 1991);

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17/PERMEN-KP/2013

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI PROVINSI JAWA TENGAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

TATA CARA PENYUSUNAN POLA PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR

Pemanfaatan canal blocking untuk konservasi lahan gambut

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PERUNDANG UNDANGAN TENTANG TATA RUANG

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17/PERMEN-KP/2013

1. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1950 tentang Pembentukan Propinsi Jawa Barat (Berita Negara tanggal 4 Juli Tahun 1950);

Kata Kunci: Dampak, Pembebasan Tanah, Pembangunan Waduk Logung, Kabupaten Kudus

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. satu Balai yang dibentuk berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor:

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Warta Kebijakan. Tata Ruang dan Proses Penataan Ruang. Tata Ruang, penataan ruang dan perencanaan tata ruang. Perencanaan Tata Ruang

Transkripsi:

SUMBER DAYA AIR

Pembangunan waduk di Indonesia diharapkan dapat meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat. Hal ini terkait dengan adanya peningkatan kebutuhan manusia akan air. Untuk areal pertanian (terutama sawah), dengan adanya waduk dapat terjamin ketersediaan airnya sehingga dapat meningkatkan produksi hasil pertanian. Demikian pula kebutuhan air untuk rumah tangga maupun industri dapat disuplai dari waduk. Bahkan, dengan adanya waduk, air dapat tertahan lebih lama yang memungkinkan meresap dan memberikan kontribusi terhadap pengisian kembali air tanah. Namun demikian, dalam proses pembangunan waduk kerap menemui kendala yang berujung pada kegagalan pembangunan. Berbagai faktor sosial ekonomi menjadi penyebab timbulnya permasalahan. Pembangunan waduk baru, memiliki dampak sosial ekonomi negatif dengan isu pembebasan lahan, relokasi dan permukiman kembali penduduk yang memiliki resiko tinggi mengingat tingkat kepadatan penduduk khususnya di Pulau Jawa yang sudah sangat tinggi. Hampir setiap pembangunan waduk di Indonesia, memiliki permasalahan-permasalahan yang berujung pada konflik di masyarakat yang kemudian memperlambat proses pembangunan. Permasalahan saat pembebasan lahan seperti kepemilikan tanah, batas tanah, tanah ulayat, maupun permasalahan pada saat relokasi dan pemukiman kembali seperti pemilihan lokasi potensial pemukiman, keberlanjutan mata pencaharian penduduk, pemenuhan sarana dan prasarana sosial. Sebagaimana yang telah dialami warga Kedungombo, Kotopanjang, Nipah, Karian, Jatibarang adalah potret nyata dampak sosial ekonomi negatif dari sebuah proses pembangunan Waduk. Padahal, di balik permasalahan sosial ekonomi, waduk merupakan kebutuhan yang sangat vital bagi masyarakat guna meningkatkan hasil pertanian dan persawahan serta memenuhi kebutuhan air bersih. Dengan dibangunnya waduk diharapkan masyarakat dapat menikmati hasil pertanian, memperoleh pendapatan dari pengembangan pariwisata, dan pengelolaan air bersih. Selain itu, dari sisi lingkungan, waduk juga bermanfaat untuk melakukan konservasi air, dengan menahan air lebih lama di darat sebelum mengalir kembali ke laut, maka diharapkan air dapat meresap dan memberikan kontribusi terhadap pengisian kembali air tanah. Hal tersebut sejalan dengan manfaat dibangunnya waduk sebagaimana yang termaktub dalam Peraturan Pemerintah No 37 Tahun 2010 tentang Bendungan, khususnya pada pasal 2, yakni pembangunan waduk bermanfaat untuk: Meningkatkan kemanfaatan fungsi sumber daya air;

Pengawetan air; Pengendalian daya rusak air, dan pengamanan tampungan limbah tambang (tailing) atau tampungan lumpur. Oleh karena itu, untuk memaksimalisasi manfaat dan mereduksi dampak negatif, maka dalam perencanaan pembangunan waduk ke depan sangat membutuhkan planning khususnya pada saat pembebasan lahan dan pemukiman penduduk secara menyeluruh dengan melibatkan peran serta masyarakat untuk meminimalisasi gejolak sosial yang ditimbulkan (Donny & Candra, 2008). Dengan diberlakukannya Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 2010 tentang bendungan diharapkan bahwa setiap pembangunan bendungan / waduk mampu memperhitungkan berbagai permasalahan berkenaan dengan masyarakat yang terkena dampak pembangunan seperti yang telah diatur dalam Pasal 19 bahwa: Dalam perencanaan pembangunan bendungan, maka perencanaan pembangunan bendungan meliputi: studi kelayakan; penyusunan desain; dan studi pengadaan tanah. Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan dalam perencanaan bendungan: a. kondisi sumber daya air; b. keberadaan masyarakat; c. benda bersejarah; d. daya dukung lingkungan hidup; dan e. rencana tata ruang wilayah. Selanjutnya pada Pasal 26 Ayat (1) disebutkan bahwa: (1) Studi pengadaan tanah sebagaimana yang dituangkan dalam dokumen studi pengadaan tanah yang paling sedikit memuat: a. lokasi tanah yang diperlukan; b. peta dan luasan tanah; c. status dan kondisi tanah; dan d. rencana pembiayaan. (2) Dalam hal pembangunan bendungan memerlukan lahan pada kawasan permukiman, perencanaan pembangunan bendungan perlu dilengkapi dengan studi pemukiman kembali penduduk. Dalam hal pembangunan bendungan memerlukan lahan pada kawasan permukiman, perencanaan pembangunan bendungan perlu dilengkapi dengan studi pemukiman kembali penduduk. Kemudian pada Pasal 27 dijelaskan pula bahwa: Studi pemukiman kembali penduduk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2) paling sedikit memuat: a. data jumlah penduduk yang akan dimukimkan kembali; b. kondisi sosial, ekonomi, dan budaya penduduk yang akan dimukimkan kembali; c. kondisi lokasi rencana pemukiman kembali penduduk;

d. kondisi sosial, ekonomi, dan budaya penduduk sekitar lokasi rencana pemukiman kembali; e. rencana tindak; f. rencana pembiayaan; dan g. pemberian ganti rugi berupa uang dan/atau tanah pengganti. Dalam meminimalisasi konflik masyarakat seputar pembebasan lahan, sebenarnya telah diatur dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 65 Tahun 2006 tentang perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum. Dalam Perpres tersebut, telah diatur tentang konsultasi masyarakat dan konsensus kesepakatan tentang kompensasi "adil", namun dalam Perpres tersebut tidak menyediakan prosedur rinci untuk pemukiman orang terkena dampak akibat adanya kegiatan pengadaan tanah. Demikian pula pada Undang Undang yang baru, yakni Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum, juga belum secara rinci menjelaskan bagaimana pemukiman kembali penduduk. Dalam Pasal 36 UU No. 2 Tahun 2012 hanya disebutkan bahwa pemberian ganti kerugian dapat diberikan dalam bentuk: a. uang; b. Tanah pengganti; c. permukiman kembali; d. kepemilikan saham; atau e. bentuk lain yang disetujui oleh kedua belah pihak. Oleh karena itu, penyusunan Model Perhitungan Pembebasan Lahan, Relokasi dan Pemukiman Kembali Penduduk dalam Pembangunan Waduk dilakukan guna mendukung penerapan peraturan pemerintah No.37 Tahun 2010 tentang Bendungan, dan memberikan dukungan terhadap Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 65 tahun 2006 Tentang perubahan atas peraturan presiden nomor 36 tahun 2005 tentang pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum, serta aturan baru yakni Undang Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum yang belum menambahkan prosedur pemukiman kembali orang yang terkena dampak proyek pembangunan. Dalam kaitan itu, Balai Litbang Sosekling Bidang Sumber Daya Air pada tahun 2011 telah melakukan kajian penyusunan model perhitungan pembebasan lahan, relokasi, dan pemukiman kembali penduduk dalam pembangunan waduk. Hasil kajian tersebut adalah

adanya alternatif formulasi model perhitungan nilai tanah yang selama ini kurang diperhitungkan oleh pihak yang membutuhkan tanah, tetapi bagi warga pemilik tanah hal tersebut amat penting diperhitungkan. Selain itu, ditemukan pula aspek sosial ekonomi dan lingkungan yang penting diperhatikan dan diperhitungkan dalam proses relokasi dan pemukiman kembali penduduk. Oleh karena itu, pada tahun 2012 ini, model perhitungan dan aspek sosekling yang penting dipertimbangkan dalam relokasi dan pemukiman kembali tersebut masih perlu diuji untuk meningkatkan validitasnya. Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut: (a) (b) Bagaimana tingkat validitas dan reliabilitas model perhitungan pembebasan lahan serta variabel sosial ekonomi dan lingkungan yang penting dipertimbangkan dalam relokasi dan pemukiman kembali penduduk dalam pembangunan waduk? Bagaimana respons para stakeholders terhadap konsep model perhitungan pembebasan lahan, relokasi, dan pemukiman kembali yang akan disusun menjadi pedoman? Maksud diadakannya kegiatan ini adalah: (c) Mengetahui dan mengukur tingkat validitas model perhitungan pembebasan lahan yang telah diformulasikan serta variabel sosial, ekonomi, dan lingkungan yang telah diidentifikasi. (d) Mengetahui dan mempelajari respons stakeholders terhadap konsep model perhitungan pengadaan tanah, relokasi, dan pemukiman kembali penduduk yang akan disusun menjadi pedoman.

Tujuan diadakannya kegiatan ini adalah: (a) (b) Meningkatkan validitas model perhitungan pembebasan lahan serta memperjelas variabel sosial, ekonomi, dan lingkungan yang telah diidentifikasi. Menjaring dan menyaring respons stakeholders terhadap konsep model perhitungan pengadaan tanah, relokasi, dan pemukiman kembali penduduk yang akan disusun menjadi pedoman. Produk yang dihasilkan dalam kegiatan ini adalah: (e) Formulasi model perhitungan pembebasan lahan dalam pembangunan waduk yang valid. (f) Konsep pedoman perhitungan pembebasan lahan, relokasi, dan pemukiman kembali penduduk dalam pembangunan waduk. Hasil yang diharapkan dari kegiatan ini adalah: (a) Tersedianya alternatif perhitungan pembebasan lahan dalam pembangunan waduk yang dapat memudahkan para stakeholder menilai besaran ganti rugi. (b) Dipertimbangkannya berbagai aspek sosekling dalam pengadaan lahan, relokasi, dan pemukiman kembali. (c) Terakomodasinya harapan berbagai pihak dalam proses pengadaan lahan, relokasi, dan pemukiman kembali. Penelitian ini dilakukan di dua lokasi pembangunan waduk: (g) Lokasi pembangunan waduk Karian di Kab. Lebak, Provinsi Banten;; (h) Lokasi pembangunan waduk Jatibarang di Kota Semarang, Provinsi Jawa Tengah.

Pemilihan kedua lokasi pembangunan waduk tersebut dilakukan secara purposif dengan pertimbangan: (a) Kedua lokasi merupakan pembangunan waduk yang dilaksanakan oleh Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) yang dibiayai oleh sebagian besar dana APBN (kewenangan Pusat); (b) Kedua lokasi tersebut saat ini masih dilakukan pengadaan tanah sehingga para pihak yang terlibat, baik pihak pelaksana (yang membutuhkan tanah) maupun pihak yang memiliki tanah masih mudah dijumpai di lokasi dan sekitarnya; Dengan adanya pedoman perhitungan pembebasan lahan, relokasi, dan pemukiman kembali penduduk dalam pembangunan waduk dapat menjadi masuk kepada berbagai pihak terutama kepada Direktorat Jenderal Sumber Daya Air Kementerian PU, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kab./Kota sehingga dapat menghasilkan mafaat berupa: (i) Berkurangnya resistensi dari pemilik tanah secara signifikan baik kualitas maupun kuantitas terhadap proses pembebasan lahan, relokasi, dan pemukiman kembali penduduk. (j) Terjadinya akselerasi pembebasan lahan yang selama ini menjadi hambatan. (k) Terjaminnya tingkat kesejahteraan warga pascapembebasan lahan, relokasi, dan pemukiman kembali. (l) Meningkatnya koordinasi dan ketatalaksanaan untuk mengurangi konflik antarstakeholder dalam pembangunan waduk.