BAB II DASAR TEORI. DFTS-OFDM maupun nilai PAPR pada DFTS-OFDM yang membuat DFTS-OFDM menjadi

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II JARINGAN LONG TERM EVOLUTION (LTE)

BAB I PENDAHULUAN. Akhir yang berjudul Discrete Fourier Transform-Spread Orthogonal Frequency Division

DISCRETE FOURIER TRANSFORM-SPREAD ORTHOGONAL FREQUENCY DIVISION MULTIPLEXING PADA JARINGAN GENERASI KEEMPAT (4G)

Teknologi Seluler. Pertemuan XIV

BAB III DISCRETE FOURIER TRANSFORM SPREAD OFDM

Agus Setiadi BAB II DASAR TEORI

Transport Channel Processing berfungsi mengubah transport blok yang dikirim dari. Processing dari MAC Layer hingga physicalchannel.

ANDRIAN SULISTYONO LONG TERM EVOLUTION (LTE) MENUJU 4G. Penerbit Telekomunikasikoe

BAB II LANDASAN TEORI

Pengenalan Teknologi 4G

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

LAPISAN FISIK PADA TEKNOLOGI LONG TERM EVOLUTION (LTE) DI PT TELKOM R&D CENTER BANDUNG

Teknik Multiple Akses FDMA, TDMA, CDMA

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1. Konsep global information village [2]

BAB II TEORI DASAR. Gambar 2.2. Arsitektur Jaringan LTE a. User Equipment (UE) merupakan terminal di sisi penerima

Multiple Access. Downlink. Handoff. Uplink. Mobile Station Distributed transceivers Cells Different Frequencies or Codes

ANALISIS UNJUK KERJA TEKNIK MIMO STBC PADA SISTEM ORTHOGONAL FREQUENCY DIVISION MULTIPLEXING

Perkembangan Teknolgi Wireless: Teknologi AMPS Teknologi GSM Teknologi CDMA Teknologi GPRS Teknologi EDGE Teknologi 3G, 3.5G Teknologi HSDPA, HSUPA

Universal Mobile Telecommunication System

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi telekomunikasi yang semakin pesat dan kebutuhan akses data melahirkan salah satu jenis

Teknologi Komunikasi Data Seluler. Adri Priadana ilkomadri.com

EVALUASI PENGGUNAAN ALGORITMA GENETIKA UNTUK MENYELESAIKAN PERSOALAN PENGALOKASIAN RESOURCE BLOCK PADA SISTEM LTE ARAH DOWNLINK

OFDM : Orthogonal Frequency Division Multiplexing

BAB II LANDASAN TEORI

1.2 Tujuan dan Manfaat Tujuan tugas akhir ini adalah: 1. Melakukan upgrading jaringan 2G/3G menuju jaringan Long Term Evolution (LTE) dengan terlebih

BAB IV. PAPR pada Discrete Fourier Transform Spread-Orthogonal. Division Multiplexing

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bab II Landasan teori

I. PENDAHULUAN. telekomunikasi berkisar 300 KHz 30 GHz. Alokasi rentang frekuensi ini disebut

DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2011

6.2. Time Division Multiple Access (TDMA)

BAB I PENDAHULUAN. Tuntutan kebutuhan manusia untuk dapat berkomunikasi di segala tempat,

BAB I PENDAHULUAN. komunikasi nirkabel mulai dari generasi 1 yaitu AMPS (Advance Mobile Phone

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

oleh Ivan Farrell Setiono NIM :

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN

BAB III PEMODELAN MIMO OFDM DENGAN AMC

BAB I PENDAHULUAN. Tuntutan kebutuhan manusia untuk dapat berkomunikasi di segala tempat,

SISTEM KOMUNIKASI BEGERAK WHAT TECHNOLOGY ABOUT THIS???

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.2 Tujuan

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB 1 I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

ARSITEKTUR DAN KONSEP RADIO ACCESS

Pengertian dan Macam Sinyal Internet

Evolusi Teknologi Wireless Seluler menuju HSDPA

3.6.3 X2 Handover Network Simulator Modul Jaringan LTE Pada Network Simulator BAB IV RANCANGAN PENELITIAN

Analisa Kinerja Orthogonal Frequency Division Multiplexing (OFDM) Berbasis Perangkat Lunak

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Apa perbedaan antara teknik multiplex dan teknik multiple access??

Simulasi MIMO-OFDM Pada Sistem Wireless LAN. Warta Qudri /

WIRELESS & MOBILE COMMUNICATION ARSITEKTUR JARINGAN SELULER

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

BAB II SISTEM TELEKOMUNIKASI SELULAR UTRA-TDD

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PERBANDINGAN KINERJA ANTARA OFDM DAN OFCDM PADA TEKNOLOGI WiMAX

BAB II ORTHOGONAL FREQUENCY DIVISION MULTIPLEXING (OFDM) (multicarrier) yang saling tegak lurus (orthogonal). Pada prinsipnya, teknik OFDM

ANALISIS PENERAPAN MODEL PROPAGASI ECC 33 PADA JARINGAN MOBILE WORLDWIDE INTEROPERABILITY FOR MICROWAVE ACCESS (WIMAX)

Fitur Utama OFDM dan OFDMA. bagi Jaringan Komunikasi Broadband

BAB II DASAR TEORI. Bab 2 Dasar Teori Teknologi Radio Over Fiber

IEEE g Sarah Setya Andini, TE Teguh Budi Rahardjo TE Eko Nugraha TE Jurusan Teknik Elektro FT UGM, Yogyakarta

BAB 2 TEKNOLOGI DAN TREN PERTUMBUHAN WCDMA/HSPA

BAB IV PEMODELAN SIMULASI

Pertemuan ke 5. Wireless Application Protocol

: ANALIS PENERAPAN TEKNOLOGI JARINGAN LTE 4G DI INDONESIA PENULIS : FADHLI FAUZI, GEVIN SEPRIA HERLI, HANRIAS HS

Handbook Edisi Bahasa Indonesia

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG

KOMUNIKASI DATA SUSMINI INDRIANI LESTARININGATI, M.T

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

PERENCANAAN ANALISIS UNJUK KERJA WIDEBAND CODE DIVISION MULTIPLE ACCESS (WCDMA)PADA KANAL MULTIPATH FADING

BAB I PENDAHULUAN. Analisa kelayakan..., Deris Riyansyah, FT UI, Universitas Indonesia

STUDI OFDM PADA KOMUNIKASI DIGITAL PITA LEBAR

BAB II DASAR TEORI. Awal penggunaan dari sistem komunikasi bergerak dimulai pada awal tahun 1970-an.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS MANAJEMEN INTERFERENSI JARINGAN UPLINK 4G-LTE DENGAN METODE INNERLOOP POWER CONTROL DI PT TELKOMSEL

Home Networking. Muhammad Riza Hilmi, ST.

DAFTAR ISTILAH. sistem seluler. Bit Error Rate (BER) : peluang besarnnya bit salah yang mungkin terjadi selama proses pengiriman data

KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK ELEKTRO

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Penggunaan Spektrum Frekuensi [1]

BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG

BAB I PROTOKOL KOMUNIKASI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

PENGARUH FREQUENCY SELECTIVITY PADA SINGLE CARRIER FREQUENCY DIVISION MULTIPLE ACCESS (SC-FDMA) Endah Budi Purnomowati, Rudy Yuwono, Muthia Rahma 1

TEKNOLOGI SELULER ( GSM )

BAB II CODE DIVISION MULTIPLE ACCESS (CDMA) CDMA merupakan singkatan dari Code Division Multiple Access yaitu teknik

PERSYARATAN TEKNIS ALAT DAN PERANGKAT TELEKOMUNIKASI SUBSCRIBER STATION BERBASIS STANDAR TEKNOLOGI LONG-TERM EVOLUTION

Wireless Technology atau teknologi nirkabel, atau lebih sering disingkat wireless adalah teknologi elektronika yang beroperasi tanpa kabel.

MAKALAH KOMUNIKASI DIGITAL

Radio Resource Management dalam Multihop Cellular Network dengan menerapkan Resource Reuse Partition menuju teknologi LTE Advanced

TTG3B3 - Sistem Komunikasi 2 Multiple Access

TUGAS AKHIR ANALISA KEY PERFORMANCE INDICATOR (KPI) 3RD CARRIER CELL PADA JARINGAN 3G

DAFTAR ISI. LEMBAR PENGESAHAN SURAT PERNYATAAN ABSTRAK. i ABSTRACT.. ii KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI.. v DAFTAR TABEL.. viii DAFTAR GAMBAR...

Kinerja Sinyal Referensi Long Block dan Short Block pada Single Carrier Frequency Division Multiple Access (SC-FDMA) Uplink Long Term Evolution (LTE)

BAB II LANDASAN TEORI

I. Pembahasan. reuse. Inti dari konsep selular adalah konsep frekuensi reuse.

Kajian Implementasi Standar Long-Term Evolution (LTE) pada Sistem Komunikasi Taktis Militer

BAB II TEORI PENUNJANG

Transkripsi:

BAB II DASAR TEORI Bab dua ini akan membahas tentang dasar teori. Pada bab ini akan dijelaskan mengenai perkembangan telekomunikasi yang berupa penjelasan mengenai Jaringan generasi ke-3 (3G), Jaringan LTE dan jaringan generasi ke-4 (4G). Kemudian penjelasan dasar mengenai OFDM yang merupakan sistem yang dipakai pada sebagian besar jaringan telekomunikasi, serta penjelasan mengenai PAPR. Seperti yang telah diutarakan pada bab sebelumnya bahwa pada paper-paper yang telah dipublikasikan masih belum didapatkan penjelasan secara mendetail baik mengenai DFTS-OFDM maupun nilai PAPR pada DFTS-OFDM yang membuat DFTS-OFDM menjadi yang paling tepat untuk digunakan untuk proses uplink pada jaringan 4G. Pada paper [1] dijelaskan tentang garis besar skema OFDM serta SC-FDMA (DFTS- OFDM) namun tidak dijelaskan secara detail mengapa DFTS-OFDM yang baik digunakan dalam transmisi uplink pada LTE, namun hanya mengatakan bahwa pada DFTS-OFDM nilai PAPR akan lebih kecil dibandingkan pada OFDM tanpa menyertakan keterangan lebih lanjut detail dari pernyataan tersebut. Kemudian pada paper berikutnya [2] menuliskan secara umum perbedaan DFTS- OFDM dengan OFDMA pada proses uplink. Pada paper tersebut juga menuliskan tentang perbandingan nilai PAPR antara keduanya berupa grafik tanpa ada penjelasan yang mendetail. 7

8 2.1 Perkembangan Telekomunikasi Teknologi telekomunikasi telah menjadi kebutuhan harian. Dalam satu dekade terakhir, teknologi telekomunikasi telah berevolusi dari teknologi mahal yang hanya dapat dinikmati oleh sebagian kecil pengguna menjadi sebuah sistem yang dapat digunakan oleh sebagian besar populasi dunia. Untuk memahami kerumitan sistem komunikasi mobile, sangatlah penting untuk memahami dari mana mereka datang dan bagaimana sistem selular berkembang. Dalam kurun waktu 10 tahun terjadi perkembangan yang sangat pesat dengan berbagai penemuan atau inovasi teknologi komunikasi dan pada akhir tahun 90-an muncul teknologi 2G (Generasi Kedua). Perbedaan utama dari teknologi 1G dan 2G adalah 1G masih menggunakan sistem analog sedangkan 2G sudah menggunakan sistem digital. Dengan adanya teknologi Generasi Kedua, maka munculah teknologi selular yang baru yakni GSM, yang merupakan suatu sistem komunikasi wireless. Pada awal tahun 2000-an munculah teknologi generasi 2.5 (2.5 G) yang mempunyai kemampuan transfer data yang lebih cepat. Yang terkenal dari generasi ini adalah GPRS (General Packet Radio Service) dan EDGE (Enhanced Data rates for GSM Evolution). Suatu protokol yang mengatur cara kerja transfer data pada sistem wireless GSM. Dalam teorinya, kecepatan transfer data EDGE dapat mencapai 384 kbps. Selanjutnya setelah teknologi 3G pengembangan akan jaringan dan berbagai peralatan pendukungnya terus dilakukan hingga saat ini lahirlah teknologi LTE (Long Term Evolution).

9 2.1.1 Proses uplink pada Jaringan 3G Saat ini standard dari 3G UMTS menyediakan kecepatan maksimum dalam mengunduh data yaitu sebesar 384 kbps. Namun dengan banyaknya pengguna maka akan membutuhkan kecepatan transfer data yang lebih tinggi untuk mendukung layanan data yang membutuhkan laju data yang lebih tinggi. Oleh sebab itu permintaan akan kenaikan kecepatan data menjadi penting. Hal ini menghasilkan perkembangan dari teknologi 3G HSPA. Dengan peningkatan pada trafik data, para operator ingin membawa peningkatan pendapatan dari transmisi data. Keunggulan lain dari pengenalan 3G HSPA adalah dapat memasukkan pembaruan perangkat lunak ke dalam sistem. Jaringan 3G HSPA menggunakan dua protokol, yaitu untuk proses downlink menggunakan HSDPA (High Speed Downlink Packet Access) dan untuk proses uplink menggunakan HSUPA (High Speed Uplink Packet Access) yang dapat diperoleh dari 3G UMTS (Universal Mobile Telecommunication System), agar dapat menghasilkan kecepatan transfer data yang lebih tinggi. HSDPA adalah suatu teknologi terbaru dalam sistem telekomunikasi bergerak yang dikeluarkan oleh 3GPP. HSDPA mempunyai layanan berbasis paket data di WCDMA downlink data rate mencapai 14.4 Mbps dan bandwidth 5MHz. HSUPA adalah pasangan teknologi dari HSDPA, namun diaplikasikan pada proses uplink dari UE (user equipment) ke stasiun pusat (NodeB). HSUPA juga menyediakan peningkatan kecepatan yang cukup bagi para penggunanya di proses uplink. Namun HSUPA tidak menyediakan kapasitas yang sama pada proses uplink dibandingkan dengan proses downlink dikarenakan karena secara umum sebagian besar data mengalir dalam arah downlink, atau menuju UE.

10 Pada intinya HSUPA merupakan teknologi yang mirip dengan HSDPA. Namun tetap ada perbedaan mendasar yang membedakan keduanya, Diantaranya [3] : 1. Proses uplink pada UMTS bersifat non-orthogonal karena ortogonalitas yang sempurna tidak dapat dilakukan pada setiap UE. Sebagai akibatnya, akan banyak gangguan antara transmisi uplink pada sel-sel yang sama. 2. Pada downlink, proses buffering dialokasikan pada NodeB tunggal, sedangkan pada uplink didistribusikan dengan beberapa UE. 3. Sumber penyebaran data proses downlink adalah pada energi transmisi. Pada proses uplink, sumbernya terbatas pada level gangguan yang masih bisa ditoleransi dan ini tergantung pada energi transmisi dari berbagai UE. HSUPA terdiri dari 2 teknologi dasar yang juga dipakai oleh HSDPA, yaitu scheduling dan hybrid ARQ [4] : 1. Scheduling Proses scheduling pada HSUPA sangat diperlukan untuk dapat mengatur kapan dan di laju data manakah UE diperbolehkan untuk memancarkan. Semakin tinggi laju data yang digunakan oleh terminal, maka harus semakin tinggi energi terminal yang diterima di NodeB agar dapat mempertahankan E b /N 0 yang diperlukan untuk kesuksesan proses demodulasi. Dengan meningkatan energi pancaran, UE akan dapat memancarkan laju data yang lebih tinggi. Namun dikarenakan uplink pada 3G bersifat non-orthogonal, energi yang diterima dari satu UE menghadirkan pula gangguan untuk terminal lain. Oleh karena itu, sumber daya yang dipakai bersama untuk HSUPA adalah jumlah gangguan yang

11 masih dapat ditoleransi. Bila level gangguan terlalu tinggi, beberapa proses pengiriman data di sel tertentu, kanal pengaturan dan pengiriman pada proses uplink yang tidak terjadwal mungkin tidak dapat diterima semestinya. Sebaliknya, level gangguan yang terlalu rendah mengindikasikan jika UE dan kapasitas sistem tidak dimanfaatkan dengan baik. Oleh sebab itu, HSUPA bergantung pada scheduler untuk memberikan data dengan izin pengiriman kepada pengguna untuk dipakai sebagai laju data tinggi tanpa melebihi batas toleransi maksimum level gangguan dalam sel. Pada HSUPA, data yang akan dikirim bertempat di UE. Di saat yang sama, scheduler yang terletak di NodeB mengatur aktivitas pengiriman yang berbeda-beda dalam sel. Oleh karena itu, mekanisme komunikasi antara keputusan scheduling untuk UE dan untuk menyediakan informasi balik dari UE ke scheduler sangat dibutuhkan. Kerangka scheduling dalam HSUPA terdiri dari dua bagian penting, yaitu scheduling grants yang dikirim oleh NodeB scheduler untuk mengatur pengiriman data pada UE dan scheduling request yang dikirim oleh UE ke sumber yang meminta. Scheduling grant mengatur batas maksimum yang diperbolehkan untuk dipakai terminal E-DCH ke pilot power ratio, pemberian yang besar mengizinkan terminal memakai laju data yang lebih tinggi, namun juga membawa lebih banyak gangguan dalam sel. Berdasarkan pengukuran level gangguan, scheduler mengatur scheduling di masing-msing terminal untuk mempertahankan level gangguan sesuai target yang diinginkan.

12 Di HSDPA, pengguna tunggal akan dialamatkan pada masing-masing TTI. Namun untuk HSUPA strategi scheduling mengatur beberapa pengguna yang dialamatkan secara paralel, alasannya adalah terminal tunggal tidak dapat memanfaatkan kapasitasnya secara penuh. Selain permasalahan pada terminal, gangguan antar sel juga harus dapat ditanggulangi. Walaupun scheduler memperbolehkan UE untuk mengirim data pada laju data tinggi berdasarkan level gangguan dalam sel yang dapat diterima, hal ini dapat menyebabkan gangguan yang tidak dapat diterima oleh sel-sel tetangga. Oleh karena itu dalam soft handover, serving cells bertanggung jawab dalam proses scheduling. Kemudian UE bertugas mengawasi informasi scheduling dari seluruh sel. Keuntungan dalam menggunakan Fast scheduling adalah ia mengizinkan pengisian koneksi yang lebih mudah. Sejumlah besar pengguna dapat dimasukkan dalam sistem serta mekanisme scheduling dapat menangani beberapa pengguna yang membutuhkan pengiriman data secara bersamaan. Namun bila hal ini menimbulkan level gangguan yang tidak dapat ditoleransi oleh sistem, maka scheduler akan secara cepat bertindak dan membatasi laju data yang mungkin dipakai. Tanpa fast scheduling kendali pengisian harus lebih dapat menjaga batas dalam sistem bilamana beberapa pengguna mengirimkan data secara terus menerus. 2. Hybrid ARQ dengan perpaduan lunak Penggunaan Hybrid ARQ dengan perpaduan lunak digunakan untuk menahan kemungkinan kesalahan pengiriman data. Untuk setiap blok pengiriman yang diterima pada proses uplink, bit tunggal dikirim dari

13 NodeB menuju UE untuk mengindikasikan kesuksesan decoding atau untuk meminta pengiriman ulang dari kesalahan yang diterima oleh blok pengiriman. Hybrid ARQ dapat dimanfaatkan tidak hanya sebagai penahan terhadap gangguan yang tiba-tiba, namun juga untuk meningkatkan efisiensi jaringan, kapasitas dan jangkauan. 2.1.2 Jaringan Long Term Evolution (LTE) Perkembangan teknologi telekomunikasi sangat pesat. Teknologi telekomunikasi seluler saat ini mulai bergerak secara kolektif dari 3G menuju 4G. LTE (Long Term Evolution) adalah sebuah nama baru dari layanan yang mempunyai kemampuan tinggi dalam sistem komunikasi bergerak (mobile). Hal ini merupakan langkah menuju generasi ke-4 (4G) dari teknologi radio yang dirancang untuk meningkatkan kapasitas dan kecepatan jaringan telepon mobile, hal tersebut dapat terlihat dari arsitektur LTE yang lebih sederhana dari teknologi sebelumnya, penggunaan OFDM, antena cerdas (MIMO), serta beberapa teknologi pendukung lainnya. Banyak yang menyebut LTE sebagai 4G, namun tak sedikit pula yang menyebut LTE Release 10 atau LTE-Advance sebagai 4G, dengan peluncuran perdana LTE Release 8 yang lebih dikenal dengan 3.9G. 2.1.2.1 LTE sebagai kandidat 4G Teknologi LTE biasanya disebut sebagai teknologi 4G, namun kenyataannya LTE yang direalisasikan saat ini belum memenuhi standar dari teknologi 4G yang sesungguhnya, itulah sebabnya LTE yang ada saat

14 ini masih disebut sebagai generasi 3.9G. Meskipun begitu, pada teknologi ini telah terdapat beberapa perubahan dibandingkan dari teknologi sebelumnya, baik dalam hal teknis maupun aplikasinya. Dari sisi teknis, perubahan yang dapat dilihat adalah adanya arsitektur yang lebih sederhana dari teknologi sebelumnya, penggunaan antena cerdas (MIMO), OFDM, dan lain-lain. Dari sisi aplikasi, user dapat menikmati layanan LTE baik voice maupun data, semua komunikasi telah full IP, sehingga dapat menguntungkan user dari segi harga. Jaringan LTE mampu mentransformasikan pengalaman pengguna telekomunikasi, memperbarui layanan mobile broadband ke tingkatan baru sehingga kegiatan mobile seperti browsing internet, mengirim email, video sharing, serta aplikasi lain akan sangat mudah diakses tanpa ada interverensi atau keterlambatan. LTE memiliki Radio Access Network sendiri yang bernama E- UTRAN. Jaringan intinya disebut Evolved Packet Core (EPC). EPC bersifat all-ip dan mudah berinterkoneksi dengan jaringan IP lainnya, termasuk WiFi, WiMAX, dan XDSL. Untuk menghubungkan UE dengan E-UTRAN digunakan enb (e-nodeb). Pada GSM enb ini adalah NodeB atau BTS, namun pada LTE enb terdapat penambahan fungsi dimana beberapa fungsi BSC (Base Station Controller) juga dilakukan oleh enb tersebut.

15 Dalam rangka memenuhi persyaratan dari IMT Advanced tentang 4G, maka LTE mempunyai beberapa persyaratan seperti di bawah ini [1] : 1. Peak data rate LTE diharapkan untuk memiliki data rate sebesar 100 Mbps untuk downlink, dan 50 Mbps untuk uplink dengan alokasi spectrum bandwidth 20 Mbps. Pada standard 4G, 100 Mbps adalah data rate untuk suatu handset yang bergerak terhadap base station. 2. Mobilitas E-UTRAN harus dioptimalkan untuk kecepatan rendah dari 0-15km/jam. 3. Spektrum E-UTRA dapat beroperasi pada alokasi spektrum yang berbeda-beda, termasuk diantaranya adalah 1.25 MHz, 1.6 MHz, 2.5 MHz, 5 MHz,10 MHz, 15 MHz, dan 20 MHz baik pada uplink maupun downlink. 4. Dapat mencapai 200 pengguna aktif dalam 1 sel (5 MHz). 5. User-plane latency kurang dari 5ms. 6. Pilihan spektrum frekuensi yang dapat disesuaikan dengan jaringan saat ini yaitu band GSM, CDMA, UMTS (450, 700, 850, 900, 1700, 1800, 1900, 2100, 2500 MHz) 7. Mendukung operasi FDD (Frequency Division Duplex) maupun TDD (Time Division Duplex). 8. Antena MIMO (Multiple In Multiple Out) sudah terstandarisasi.

16 2.1.2.2 Proses uplink pada LTE Proses uplink berdasar pada transmisi OFDM yang berbeda dengan proses downlink dimana pada saat uplink memungkinkan efisiensi penguat terminal yang lebih tinggi. Penggunaan DFTS-OFDM pada LTE uplink adalah karena pada DFTS-OFDM memungkinkan terjadinya pemisahan orthogonal pada pengiriman data. Pemisahan orthogonal itu sendiri berguna untuk menanggulangi gangguan antara pengiriman data dari terminal yang berbeda dalam satu sel. Pada proses uplink bila mengalokasikan bandwidth yang amat besar untuk proses transmisi dari terminal tunggal bukanlah merupakan cara yang efisien. Dalam situasi ini, terminal dapat dialokasikan dari sebagian spectrum yang tersedia hanya dan terminal lain dapat dijadwalkan untuk mengirimkan data secara parallel dari bagian spectrum yang tersisa. Dengan kata lain pengiriman data pada proses uplink memungkinkan bekerja pada TDMA maupun FDMA. 2.1.3 Proses uplink pada Jaringan 4G Discrete Fourier Transform-spread OFDM (DFTS-OFDM) adalah suatu teknik multiple access baru yang digunakan untuk uplink pada LTE juga pada jaringan 4G. Teknik ini dapat pula dikatakan sebagai pengembangan dari OFDM yang telah ada sebelumnya. Hanya saja pada DFTS-OFDM terdapat penambahan proses DFT pada transmitter. Seperti yang telah diketahui bahwa untuk memperoleh kapasitas yang besar, maka kondisi kanal-kanal yang ada harus selalu dicatat dalam setiap keputusan

17 scheduling, atau yang sering disebut channel-dependent scheduling. Dalam penggunaan DFTS-OFDM pada tujuan pengiriman uplink, scheduler memiliki akses baik dalam domain waktu maupun domain frekuensi. Atau dengan kata lain scheduler dapat memilih pengguna dengan kondisi kanal yang terbaik. Kemungkinan channel-dependent scheduler dapat bekerja maksimal adalah saat kanal berubah secara perlahan dalam waktu. Pada Jaringan 4G, keputusan scheduling diambil sekali dalam 1 ms dan akan mengatur terminal mana yang diperbolehkan untuk mengirimkan informasi selama interval waktu yang diberikan serta sumber frekuensi mana proses pengiriman akan terjadi, termasuk laju data yang dipakai. 2.2 Orthogonal Frequency Division Multiplexing (OFDM) Dalam bab-bab sebelumnya telah dituliskan bahwa pada proses downlink Jaringan Generasi Ke-4 (4G) digunakan sebuah teknik transmisi yand bernama Orthogonal Frequency Division Multiplexing (OFDM). Pada subbab ini akan diterangkan secara garis besar prinsip dasar dari OFDM, sistematika OFDM serta OFDM sebagai teknik yang diterapkan pada proses downlink Jaringan 4G. 2.2.1 Prinsip Dasar OFDM OFDM (Orthogonal Frequency Division Multiplexing) adalah sebuah teknik transmisi yang menggunakan beberapa buah frekuensi (multicarrier) yang saling tegak lurus (orthogonal).

18 Gambar 2.1 Blok diagram OFDM [1] Dari Gambar 2.1 dapat dilihat secara jelas proses dari OFDM baik pada pengirim maupun penerima. Pada proses pengiriman terdiri dari blok-blok serial-to-paralel, modulator, IFFT dan parallel-to-serial. Deretan data yang akan ditransmisikan yaitu deretan bit-bit serial dikonversikan ke dalam bentuk paralel oleh serial-to-paralel Converter, sehingga bila bit rate semula adalah R maka bit rate di tiap jalur paralel adalah R/N dimanaa N adalah jumlah jalur paralel atau jumlah subcarrier. Prinsip konversi bit serial ke paralel akan ditunjukkan pada Gambar 2.2.. Gambar 2.2 Modulasi OFDM [3]

19 Sinyal hasil modulasi tersebut terdiri dari Nc yang merupakan modulator kompleks, dimana setiap modulator berinteraksi dengan satu OFDM subcarrier. Sehingga sinyal modulasi x(t) pada OFDM dengan interval waktu mt u t (m+1)t u adalah : (2.1) Dimana x k (t) adalah nilai k yang termodulasi oleh subcarrier dengan (m) frekuensi f k = k. f dan a k adalah simbol modulasi yang dipakai pada subcarrier ke-k selama simbol OFDM ke-m dengan interval waktu mt u t (m+1)t u. Gambar 2.2 menunjukkan bahwa pada setiap interval simbol OFDM, modulasi Nc akan ditransmisikan secara paralel. Jumlah dari subcarrier OFDM berkisar antara kurang dari ratusan hingga ribuan, dengan range subcarrier spacing antara ratusan khz turun hingga beberapa Hz saja. Penggunaan subcarrier spacing ini tergantung pada keadaan lingkungan dimana sistem itu bekerja, termasuk pemilihan frekuensi saluran radio secara maksimal dan variasi laju kanal. Sinyal OFDM hasil modulasi kemudian dialirkan ke dalam Inverse Fast Fourier Transform (IFFT) untuk mengubah sinyal dari domain frekuensi ke dalam sinyal domain waktu dengan cara mencuplik sinyal x(t) dengan laju Tss/N. Sinyal OFDM yang telah diaplikasikan ke dalam IFFT ini kemudian dikonversikan lagi ke dalam bentuk serial. Setelah disisipi cyclic prefix dengan cara menyalin bagian akhir simbol sepanjang periode CP (yang digunakan dan ditempatkan pada awal simbol), barulah data dikirim. Saat proses penerima, setelah melalui kanal maka sinyal informasi akan diterima oleh penerima. Pada gambar blok penerima teridiri dari blok-blok serialto-paralel, FFT, demodulasi dan paralel-to-serial. Penerima sinyal yang telah

20 dialirkan ke FFT kemudian didemodulasikan dan dikonversikan ke dalam bentuk serial oleh paralel-to-serial Converter dan akhirnya kembali menjadi bentuk data informasi. Pengertian dari Orthogonal Frequency-Division Multiplex adalah dimana dua subcarrier OFDM yang termodulasi x k1 dan x k2 yang saling tegak lurus pada interval waktu mt u t (m+1)t u, yaitu : 0 (2.2) dengan k 1 k 2 2.2.2 Sistematika OFDM Pada subbab ini akan diterangkan lebuh lanjut mengenai sistematika OFDM yang meliputi demodulasi OFDM yang terjadi saat proses penerimaan data, penggunaan IFFT pada modulator begitu pula penggunaan FFT pada demodulator, serta proses penyisipan cyclic prefix. 2.2.2.1 Demodulasi OFDM Pada Gambar 2.3 memperlihatkan bahwa proses demodulasi pada OFDM memiliki sejumlah penghubung untuk tiap-tiap subcarrier. Orthogonalitas antara dua subcarrier seperti yang dijabarkan pada persamaan 2.2 terlihat jelas bahwa idealnya dua subcarrier OFDM tidak akan menyebabkan gangguan terhadap masing-masing subcarrier setelah proses demodulasi.

21 Gambar 2.3 Demodulasi OFDM [3] Pada demodulasi OFDM, penanggulangan gangguan antara subcarrier-subcarrier OFDM tidak terjadi saat pemisahan spektrum dari subcarrier yang ada. Namun orthogonalitas subcarrier-subcarrier saat struktur spesifik domain frekuensi dari OFDM tersebut berlangsung tiap-tiap subcarrier dikombinasikan dengan pemilihan secaraa teliti subcarrier spacing f bernilai sama dengan masing-masing laju simbol pada subcarrier (1/T u ). 2.2.2.2 Implementasi OFDM menggunakan IFFT/FFT Pada subbab sebelumnya telah dibahas mengenai modulator (Gambar 2.2) serta demodulator (Gambar 2.3) yang dapat digunakan sebagai ilustrasi dari prinsip dasar OFDM. Proses modulasi OFDM dapat diimplementasikan dengan proses IFFT yang diikuti dengan konversi digital-to-analog, seperti pada Gambar 2.2. Secara umum, dengan memilih IFFT ukuran N yang sama dengann 2 m untuk beberapa integer m, modulasi OFDM akan menjadi efisien padaa proses implementasi radix-2 IFFT (Inverse Fast Fourier Transform).

22 Gambar 2.4 Modulasi OFDM dengan proses IFFT [3] Perlu diingat bahwa IDFT/IFFT sebagai implementasi dari modulator OFDM adalah salah satu pilihan dalam implementasi transmitter dan bukanlah suatu keharusan untuk digunakan di setiap access. spesifikasi radio- 2.2.2.3 Penyisipan Cyclic Prefix Pada sistem komunikasi, cyclic prefix memiliki definisi mengawali simbol dengan pengulangan simbol terakhir itu sendiri. Walaupun biasanya penerima akan membuang sampel dari cyclic prefix tersebut, namun cyclic prefix memiliki 2 tujuan yaitu, untuk menghilangkann ISI dari simbol sebelumnya dan sebagai pengulangan simbol yang dapat digunakan untuk proses sederhana dalam domain frekuensi, seperti equalisasi dan estimasi kanal. Agar cyclic prefix dapat beroperasi secara efektif, panjang dari cyclic prefix harus minimal sama dengan panjang dari kanal multipath. Dalam memahami orthogonalitas dari subcarrier adalah dengan mengetahui terdiri dari bahwa subcarrier yang termodulasi x k (t) pada persamaan 2.1 jumlah integer dari eksponensial kompleks selama interval proses demodulasi terintegrasi yaitu. Namun, dalam kasus kanal

23 time-dispersive orthogonalitas tiap subcarrier akan hilang. Alasan dari hilangnya orthogonalitas pada subcarrier tersebut adalah korelasi waktu antara jeda demodulator pada satu lintasan akan overlap dengan batasan simbol dari lintasan yang berbeda seperti pada Gambar 2.5. Oleh karena itu, pada saat kanal time-dispersive tidak hanya akan terjadi ISI dalam subcarrier tetapi juga diantara subcarrier. Gambar 2.5 Perkiraan penerimaan sinyal [5 Untuk mengatasi masalah ini dan membuat sinyal OFDM tidak sensitif terhadap penyebaran waktu pada kanal radio, maka proses transmisi OFDM menggunakan penyisipan cyclic prefix. Pada Gambar 2.6 tampak bahwa bagian terakhir dari simbol OFDM 5] dikopi dan dimasukkan ke bagian awal dari simbol OFDM tersebut. Penyisipan cyclic prefix akan meningkatkan panjang simbol OFDM dari T u menjadi T u u+t CP, dimana T CP adalah panjang cyclic prefix dengan pengurangann dari simbol OFDM itu sendiri. Dalam Gambar 2.6 bagian bawah, orthogonalitas subcarrier pada kanal time-dispersive dapat diwujudkan bila pada penerima hanya membawa simbol OFDM dengan interval waktu dan tergantung pada rentang penyebaran waktu lebih pendek dari panjang cyclic prefix. Hal ini juga membawa pengaruh pada ketidakmunculan ISI pada proses penyisipan cyclic prefix.

24 Gambar 2.6 Penyisipan Cyclic Prefix Penyisipan cyclic prefix ini dibawa di keluaran waktu diskrit pada pengirim IFFT. Sample terakhir N CP dari blok keluaran IFFT dengan panjang N akan dikopi dan dimasukkan ke dalam blok awal, menambah panjang blok dari N menjadi N+N CP. Pada sisi penerima, sample yang bersesuaian dibuang sebelum demodulasi OFDM, sebagai contoh : proses DFT/FFT. Kekurangan dari penyisipan cyclic prefix hanyalah sebagian kecil dari energi sinyal penerima yang dimanfaatkann oleh demodulator OFDM, sehingga mengisyaratkan adanya energi yang hilang pada proses demodulasi. 2.2.3 OFDM untuk downlink pada Jaringan 4G Sinyal yang dikirim dalam setiap slot pada saat proses downlink digambarkan oleh sebuah resource grid yang terdiri dari subcarrierr dan simbol OFDM, dengan = 6 dan = 110.

25 Jumlah simbol OFDM tergantung pada panjang cyclic prefix dan jarak subcarrier yang dapat dilihat pada Tabel 2.1. Setiap elemen dalam resource grid disebut resource element dengan indeks (k,l) dalam suatu slot, dimana 0,,!" #$ %1 dan '!" 0,, #() %1. Resource block digunakan untuk mendeskripsikan pemetaan dari kanal fisik tertentu ke resource element (RE). Tabel 2.1 Parameter resource block untuk downlink [1]

26 Gambar 2.7 Downlink Resource Grid Pada Gambar 2.7 dapat dilihat bahwa setiap resource block (RB) terdiri dari 12 subcarrier (dalam ranah frekuensi) dan 7 simbol OFDM (dalam ranah waktu) jika menggunakan cyclic prefix normal. Bandwidth subcarrier dalam ranah frekuensi adalah 15 KHz, sehingga bandwidth satu PRB adalah 180 KHz. Struktur frame diatas menggunakan struktur frame tipe 1 yaitu untuk operasi band berpasangan (FDD) dimana transmisi downlink dan uplink beroperasi pada frekuensi berbeda.

27 Gambar 2.8 Struktur Frame Tipe 1 [6] Pada Gambar 2.8 struktur frame tipe 1 ini radio frame 10 ms dibagi menjadi 20 slot sama sebesar 0.5 ms. Masing-masing subframe terdiri dari dua slot berturut-turut, sehingga satu radio frame terdiri dari 10 subframe [7]. Jaringan 4G juga mendukung untuk operasi TDDD yang merupakan struktur frame tipe 2 dengan struktur dasar RB dan RE tetap sama, namun dalam satu PRB sebagian subframe digunakan untuk downlink dan sisanya untuk uplink atau sebagai special frame (untuk beralih antara transmisi uplink dan downlink). Untuk struktur frame tipe 2, radio frame 10 ms terdiri dari 2.5 frame dengan panjang masing-masing 5 ms. Setiap setengah frame dibagi menjadi 5 subframe dengann panjang masing-masing 1 ms. Pada Gambar 2.9 frame yang bukan merupakan special frame dibagi menjadi 2 slot dengan panjang 0.5 ms tiap subframe. Special subframe terdiri dari DwPTS (Downlink Pilot Timeslot), GP (Guard Period), UpPTS (Uplink Pilot Timeslot). Ketiganya memiliki panjang masing-masing dengan total panjang 1 ms.

28 Gambar 2.9 Struktur Frame Tipe 2 [6] 2.3 Peak-to-Average Power Ratio (PAPR) Salah satu permasalahan yang penting dalam tugas akhir ini adalah mengenai Peak-to-Average Power Ratio (PAPR), dimana PAPR merupakan salah satu sebab dipilihnya sebuah sistem baru pengganti OFDM yang digunakan dalam proses uplink Jaringan 4G. Pada subbab berikut akan dijelaskan mengenai definisi PAPR secara umum dan garis besar PAPR pada OFDM. 2.3.1 Definisi PAPR PAPR adalah perbandingan antara daya puncak sinyal dengan daya rataratanya. PAPR dapat terjadi sebagai hasil superposisi dari dua atau lebih subcarrier sehingga menghasilkan nilai puncak sinyal yang sangat besar. Hal ini biasanya disebabkan oleh modulasi masing-masing subcarrier yang dilakukan dengan frekuensi yang berbeda sehingga menyebabkan beberapa subcarrier mempunyai fase koheren yang pada akhirnya akan muncul amplitude dengan level jauh lebih besar dari daya sinyalnya.

29 2.3.2 PAPR pada OFDM Nilai PAPR yang besar akan menyebabkan sistem membutuhkan komponen sistem yang memiliki daerah linier yang besar untuk mengakomodasi amplitudo sinyal. Sedangkan Power Amplifier (PA) adalah salah satu komponen sistem yang tidak linear. PA yang tidak linear akan menyebabkan distorsi yang sifatnya nonlinear sehingga akan muncul intermodulasi, yaitu frekuensi baru pada sinyal yang akan ditransmisikan. Intermodulasi menyebabkan terjadinya interferensi di antara subcarrier dan menyebabkan terjadinya pelebaran spektral dari sinyal keseluruhan. Secara matematis nilai PAPR dapat dirumuskan dengan [7] : *+*, - - atau *+*,. 10log (2.3) Dimana N adalah jumlah subcarrier. Dari persamaan 2.3 dapat dikatakan bahwa nilai PAPR pada sistem OFDM bersifat linear dengan jumlah subcarrier-nya. Saat N sinyal ditambahkan dengan fase sama, sinyal tersebut akan menghasilkan nilai puncak yang besarnya N kali dari daya rata-ratanya, sehingga nilai PAPR akan bertambah besar jika jumlah N diperbesar.