RINGKASAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

~ 1 ~ BUPATI KAYONG UTARA PERATURAN BUPATI KAYONG UTARA NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOLAKA UTARA TENTANG REKLAMASI DAN PASCA TAMBANG

PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : TENTANG

PRESIDEN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Peraturan Reklamasi dan Pascatambang

Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1958 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1646); 3.

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG REKLAMASI LAHAN PASCA TAMBANG BATUBARA DI KALIMANTAN SELATAN

MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTER! ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL TENTANG

TENTANG LAHAN DENGAN. dan dan. hidup yang. memuat. dengan. pembukaan. indikator. huruf a dan. Menimbang : Tahun Swatantra. Tingkat.

RANCANGAN PERMEN ESDM NO. TH

GUBERNUR JAWA TENGAH

PELAKSANAAN REKLAMASI LAHAN BEKAS TAMBANG BATUBARA

FAKULTAS HUKUM, UNIVERSITAS SRIWIJAYA

KEBIJAKAN REKLAMASI PADA LAHAN BEKAS TAMBANG PROVINSI KALIMANTAN TIMUR 2012

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Tata Cara Pencairan Jaminan Reklamasi

BUPATI TANAH LAUT PERATURAN BUPATI TANAH LAUT NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN REKLAMASI DAN JAMINAN PASCA TAMBANG

BUPATI BANGKA SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TEGAL

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PERIZINAN USAHA PERTAMBANGAN BATUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

FAKULTAS HUKUM, UNIVERSITAS SRIWIJAYA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

REKLAMASI DAN JAMINAN REKLAMASI, BAGAIMANA PENGATURANNYA?

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan:

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

INDIKATOR RAMAH LINGKUNGAN UNTUK USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PENAMBANGAN TERBUKA BATUBARA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Kewenangan Pengelolaan FAKULTAS HUKUM, UNIVERSITAS SRIWIJAYA

GUBERNUR BALI PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009

2017, No sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017 tentang Perubahan Keempat atas Peratur

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat melimpah. Salah satu kekayaan alam yang dimiliki Indonesia

-2- Batubara; Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pe

Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang

REKLAMASI BENTUK LAIN PADA LAHAN BEKAS TAMBANG

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL. Izin Khusus. Pertambangan. Mineral Batu Bara. Tata Cara.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

- 3 - BAB I KETENTUAN UMUM

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

PENGELOLAAN PERTAMBANGAN DI KABUPATEN BANGKA

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA UTARA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN UMUM

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA ESDM. Panas Bumi. Kegiatan Usaha. Penyelenggaraan. Pedoman.

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 2 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BEKASI NOMOR : 2 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 31 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL LOGAM BESI GUBERNUR JAWA BARAT

PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 19 TAHUN 2006 TENTANG : PENGELOLAAN PASIR BESI GUBERNUR JAWA BARAT

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI MAMASA PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAMASA NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PERIZINAN KEGIATAN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN

MEMUTUSKAN: Menetapkan :

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DIY. 3. Dinas 1) 2) 3) 4) B. Permohonan 1)

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PERTAMBANGAN WILAYAH LAUT

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR : 6 TAHUN 2005 TENTANG PENGELOLAAN USAHA PERTAMBANGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2012 TENTANG

- 3 - BAB I KETENTUAN UMUM

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA NOMOR :... TENTANG DIVESTASI SAHAM

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA

PERATURAN MENTER! ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 02 TAHUN 2013 TENTANG

LEMBARAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSII JAWA TENGH NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG

TINJAUAN PUSTAKA. berhasil menguasai sebidang atau seluas tanah, mereka mengabaikan fungsi tanah,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2010 NOMOR 4

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2010 TENTANG WILAYAH PERTAMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BUPATI BOYOLALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 31 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DI PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI SAMBAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMBAS NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN RAKYAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Apabila ada tanggapan terhadap draft ini mohon dikirimkan ke:

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2010 TENTANG WILAYAH PERTAMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA,

GUBERNUR BENGKULU. Menimbang. Mengingat

PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : TENTANG PENINGKATAN NILAI TAMBAH BATUBARA MELALUI KEGIATAN PENGOLAHAN BATUBARA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI BANDUNG BARAT

PENAMBANGAN UMUM BATUBARA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BURU NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

meliputi pemilihan: pola tanam, tahapan penanaman (prakondisi dan penanaman vegetasi tetap), sistem penanaman (monokultur, multiple cropping), jenis

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN LINDUNG UNTUK PENAMBANGAN BAWAH TANAH

Transkripsi:

RINGKASAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG UMUM Peraturan Pemerintah ini mengatur mengenai prinsip-prinsip dan tata laksana reklamasi dan pascatambang. DASAR PERTIMBANGAN Bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 101 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2010 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Reklamasi dan Pascatambang.. POKOK-POKOK MATERI MUATAN Pokok-pokok materi muatan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah ini: I. PENGERTIAN Pertambangan, Mineral, Batubara, Pertambangan Mineral, Pertambangan Batubara, Usaha Pertambangan, Izin Usaha Pertambangan (IUP), Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi (IUP Eksplorasi), Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi (IUP Operasi Produksi), Izin Usaha Pertambangan Khusus Eksplorasi (IUPK Eksplorasi), Izin Usaha Pertambangan Khusus Operasi Produksi (IUPK Operasi Produksi), Eksplorasi, Studi Kelayakan, Operasi Produksi, Penambangan, Pengolahan dan Pemurnian, Reklamasi, Kegiatan Pascatambang (Pascatambang), adalah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertambangan mineral dan batu bara. II. PRINSIP REKLAMASI DAN PASCATAMBANG Pemegang IUP Eksplorasi dan IUPK Eksplorasi wajib melaksanakan reklamasi. Reklamasi tersebut dilakukan terhadap lahan terganggu pada kegiatan eksplorasi. Pemegang IUP Operasi Produksi dan IUPK Operasi Produksi wajib melaksanakan reklamasi dan pascatambang. Reklamasi dan pascatambang tersebut dilakukan terhadap lahan terganggu pada kegiatan pertambangan dengan system dan metode sebagai berikut: a. penambangan terbuka; dan b. penambangan bawah tanah. Pelaksanaan reklamasi oleh pemegang IUP Eksplorasi dan IUPK Eksplorasi wajib memenuhi prinsip: a. perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup pertambangan; dan b. keselamatan dan kesehatan kerja. Pelaksanaan reklamasi dan pascatambang oleh pemegang IUP Operasi Produksi dan IUPK Operasi Produksi wajib memenuhi prinsip: 1

a. perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup pertambangan; b. keselamatan dan kesehatan kerja; dan c. konservasi mineral dan batubara. Prinsip Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Pertambangan Prinsip Keselamatan dan Kesehatan Kerja Prinsip Konservasi Mineral dan Batubara meliputi meliputi meliputi a. perlindungan terhadap kualitas air permukaan, air tanah, air laut, dan tanah serta udara berdasarkan standar baku mutu atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; b. perlindungan dan pemulihan keanekaragaman hayati; c. penjaminan terhadap stabilitas dan keamanan timbunan batuan penutup, kolam tailing, lahan bekas tambang, dan struktur buatan lainnya; d. pemanfaatan lahan bekas tambang sesuai dengan peruntukannya; e. memperhatikan nilai-nilai social dan budaya setempat; dan f. perlindungan terhadap kuantitas air tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. a. perlindungan keselamatan terhadap setiap pekerja/buruh; dan b. perlindungan setiap pekerja/buruh dari penyakit akibat kerja. a. penambangan yang optimum; b. penggunaan metode dan teknologi pengolahan dan pemurnian yang efektif dan efisien; c. pengelolaan dan/atau pemanfaatan cadangan marjinal, mineral kadar rendah, dan mineral ikutan serta batubara kualitas rendah; dan d. pendataan sumber daya serta cadangan mineral dan batubara yang tidak tertambang serta sisa pengolahan dan pemurnian. Dalam hal mineral ikutan dari sisa penambangan, pengolahan, dan pemurnian mengandung radioaktif, wajib melakukan analisis keselamatan radiasi untuk tenorm dan melaksanakan intervensi terhadap paparan radiasi yang berasal dari tenorm sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. III. TATA LAKSANA REKLAMASI DAN PASCATAMBANG Pemegang IUP Eksplorasi dan IUPK Eksplorasi sebelum melakukan kegiatan eksplorasi wajib menyusun rencana reklamasi berdasarkan dokumen lingkungan hidup sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Rencana reklamasi tersebut dimuat dalam rencana kerja dan anggaran biaya eksplorasi. Pemegang IUP Eksplorasi dan IUPK Eksplorasi yang telah menyelesaikan kegiatan studi kelayakan harus mengajukan permohonan persetujuan rencana reklamasi dan rencana pascatambang kepada Menteri, gubernur, bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya. Rencana reklamasi dan rencana pascatambang diajukan bersamaan dengan pengajuan permohonan IUP Operasi Produksi dan IUPK Operasi Produksi. Rencana reklamasi dan rencana pascatambang disusun berdasarkan dokumen lingkungan hidup yang telah disetujui oleh instansi yang 2

berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Rencana reklamasi dan rencana pascatambang harus sesuai dengan: a. prinsip perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup pertambangan, prinsip keselamatan dan kesehatan kerja, dan prinsip konservasi mineral dan batubara; b. sistem dan metode penambangan berdasarkan studi kelayakan; c. kondisi spesifik wilayah izin usaha pertambangan; dan d. ketentuan peraturan perundang-undangan. Rencana reklamasi disusun untuk jangka waktu 5 (lima) tahun. Dalam rencana reklamasi dimuat rencana reklamasi untuk masing-masing tahun. Dalam hal umur tambang kurang dari 5 (lima) tahun, rencana reklamasi disusun sesuai dengan umur tambang. Rencana reklamasi paling sedikit memuat: a. tata guna lahan sebelum dan sesudah ditambang; b. rencana pembukaan lahan; c. program reklamasi terhadap lahan terganggu yang meliputi lahan bekas tambang dan lahan di luar bekas tambang yang bersifat sementara dan/atau permanen; d. kriteria keberhasilan meliputi standard keberhasilan penataan lahan, revegetasi, pekerjaan sipil, dan penyelesaian akhit; dan e. rencana biaya reklamasi terdiri atas biaya langsung dan biaya tidak langsung. Lahan bekas tambang meliputi: a. tempat penimbunan tanah penutup; b. tempat penimbunan sementara dan tempat penimbunan bahan tambang; c. jalan; d. pabrik/instalasi pengolahan dan pemurnian; e. bangunan/instalasi sarana penunjang; f. kantor dan perumahan; g. pelabuhan khusus; dan/atau h. lahan penimbunan dan/atau pengendapan tailing. Proses penyusunan rencana reklamasi dapat digambarkan sebagai berikut: Dokumen Lingkungan Hidup sesuai dengan Peraturan perundangundangan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkunganhidup didasarkan pada Pemegang IUP Eksplorasi dan IUPK Eksplorasi Wajib menyusun Rencana Reklamasi dimuat dalam Rencana Kerja dan Anggaran Biaya Eksplorasi 3

Dalam hal reklamasi berada di dalam kawasan hutan, wilayah pesisir, dan pulau-pulau kecil, perencanaan reklamasi dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Proses penyusunan rencana pascatambang dapat digambarkan sebagai berikut: Instansi Pemerintah, instansi pemerintah provinsi dan/atau instansi pemerintah kab/kota yang membidangi pertambangan mineral dan batubara, instansi terkait lainnya, dan masyarakat harus berkonsultasi dengan Pemegang IUP Eksplorasi dan IUPK Eksplorasi menyusun Rencana Pascatambang memuat a. profil wilayah, meliputi lokasi dan aksesibilitas wilayah, kepemilikan dan peruntukan lahan, rona lingkungan awal, dan kegiatan usaha lain di sekitar tambang; b. deskripsi kegiatan pertarnbangan, meliputi keadaan cadangan awal, sistem dan metode penambangan, pengolahan dan pemurnian, serta fasilitas penunjang; c. rona lingkungan akhir lahan pascatambang, meliputi keadaan cadangan tersisa, peruntukan lahan, morfologi, air permukaan dan air tanah, serta biologi akuatik dan teresterial d. program pascatambang, meliputi: 1. reklamasi pada lahan bekas tambang dan lahan di luar bekas tambang; 2. pemeliharaan hasil reklamasi; 3. pengembangan dan pemberdayaan masyarakat; dan 4. pemantauan. e. organisasi termasuk jadwal pelaksanaan pascatambang; f. kriteria keberhasilan pascatambang; dan g. rencana biaya pascatambang meliputi biaya langsung dan biaya tidak langsung. IV. PERSETUJUAN RENCANA REKLAMASI DAN RENCANA PASCATAMBANG Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya memberikan persetujuan atas rencana reklamasi yang telah memenuhi ketentuan dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kalender sejak IUP Operasi Produksi atau IUPK Operasi Produksi diterbitkan. Dalam hal rencana reklamasi belum memenuhi ketentuan, Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya mengembalikan rencana reklamasi kepada pemegang IUP Operasi Produksi atau IUPK Operasi Produksi. Pemegang IUP Operasi Produksi atau IUPK Operasi Produksi harus menyampaikan kembali rencana reklamasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang telah disempurnakan dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kalender kepada Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya. 4

Proses persetujuan rencana reklamasi dapat digambarkan sebagai berikut: Persetujuan memenuhi persyaratan Pemegang IUP Operasi Produksi atau IUPK Operasi Produksi Rencana Reklamasi Menteri, gubernur, bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya penyampaian kembali (paling lama 30 hari kalender) tidak memenuhi persyaratan dikembalikan Penolakan Pemegang IUP Operasi Produksi atau IUPK Operasi Produksi wajib melakukan perubahan rencana reklamasi yang telah disetujui apabila terjadi perubahan atas: a. sistem dan metode penambangan yang telah disetujui; b. kapasitas produksi; c. umur tambang; d. tata guna lahan; dan/atau e. dokumen lingkungan hidup yang telah disetujui oleh instansi yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Proses perubahan rencana reklamasi dapat digambarkan sebagai berikut: Persetujuan Terhadap Perubahan Rencana Reklamasi memenuhi persyaratan Pemegang IUP Operasi Produksi atau IUPK Operasi Produksi Perubahan Rencana Reklamasi diajukan (paling lama 180 hari kalender sebelum pelaksanaan reklamasi tahun berikutnya) penyampaian kembali (paling lama 30 hari kalender) Menteri, gubernur, bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya tidak memenuhi persyaratan dikembalikan Penolakan Terhadap Perubahan Rencana Reklamasi 5

Proses persetujuan rencana pascatambang dapat digambarkan sebagai berikut: Persetujuan (paling lama 60 hari kalender sejak IUP Operasi Produksi atau IUPK Operasi Produksi diterbitkan) memenuhi persyaratan Pemegang IUP Operasi Produksi atau IUPK Operasi Produksi Rencana Pascatambang Menteri, gubernur, bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya penyampaian kembali (paling lama 30 hari kalender) tidak memenuhi persyaratan dikembalikan Penolakan Pemegang IUP Operasi Produksi atau IUPK Operasi Produksi wajib melakukan perubahan rencana pascatambang yang telah disetujui apabila terjadi perubahan atas: a. sistem dan metode penambangan yang telah disetujui; b. kapasitas produksi; c. umur tambang; d. tata guna lahan; dan/atau e. dokumen lingkungan hidup yang telah disetujui oleh instansi yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Perubahan pascatambang diajukan kepada Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya. Menteri, gubernur, atau bupati/ walikota sesuai dengan kewenangannya memberikan persetujuan atas perubahan rencana pascatambang yang telah memenuhi ketentuan dalam jangka waktu paling lama 90 (sembilan puluh) hari kalender sejak menerima pengajuan perubahan rencana pascatambang. Perubahan rencana pascatambang hanya dapat dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 2 (dua) tahun sebelum akhir kegiatan penambangan. V. PELAKSANAAN DAN PELAPORAN Pelaksanaan reklamasi pada lahan terganggu akibat kegiatan eksplorasi dilakukan pada lahan yang tidak digunakan pada tahap operasi produksi. Lahan terganggu akibat kegiatan eksplorasi tersebut meliputi lubang pengeboran, sumur uji, parit uji, dan/atau sarana penunjang. Pelaksanaan reklamasi dilakukan sampai memenuhi kriteria keberhasilan. 6

Pemegang IUP Operasi Produksi dan IUPK Operasi Produksi wajib melaksanakan reklamasi dan pascatambang sesuai dengan rencana reklamasi dan rencana pascatambang sampai memenuhi kriteria keberhasilan. Dalam melaksanakan reklamasi dan pascatambang, pemegang IUP Operasi Produksi dan IUPK Operasi Produksi harus menunjuk pejabat yang bertanggung jawab atas pelaksanaan reklamasi dan pascatambang. Pelaksanaan reklamasi wajib dilakukan paling lambat 30 (tiga puluh) hari kalender setelah tidak ada kegiatan usaha pertambangan pada lahan terganggu. Pemegang IUP Operasi Produksi dan IUPK Operasi Produksi wajib menyampaikan laporan pelaksanaan kegiatan reklamasi setiap 1 (satu) tahun kepada Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya. Menteri, gubernur, atau bupati/ walikota sesuai dengan kewenangannya melakukan evaluasi terhadap laporan pelaksanaan reklamasi dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari kalender sejak diterimanya laporan. Berdasarkan hasil evaluasi, Menteri, gubernur, atau bupati / walikota sesuai dengan kewenangannya memberitahukan tingkat keberhasilan reklamasi secara tertulis kepada pemegang IUP Operasi Produksi dan IUPK Operasi Produksi. Dalam hal reklamasi berada di dalam kawasan hutan, wilayah pesisir, dan pulau-pulau kecil, penilaian keberhasilan reklamasi dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pemegang IUP Operasi Produksi dan IUPK Operasi Produksi wajib melaksanakan pascatambang setelah sebagian atau seluruh kegiatan usaha pertambangan berakhir. Dalam hal seluruh kegiatan. usaha pertambangan berakhir sebelum jangka waktu yang ditentukan dalam rencana pascatambang, pemegang IUP Operasi Produksi dan IUPK Operasi Produksi wajib melaksanakan pascatambang. Pascatambang wajib dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari kalender setelah sebagian atau seluruh kegiatan usaha pertambangan berakhir. Proses penyampaian dan evaluasi laporan pelaksanaan rencana pasca tambang dapat digambarkan sebagai berikut: Pemegang IUP Operasi Produksi atau IUPK Operasi Produksi menyampaikan Laporan Pelaksanaan (setiap 3 bulan) dievaluasi oleh Menteri, gubernur, bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya (paling lambat 30 hari kalender sejak diterimanya laporan) diberitahukan secara tertulis Tingkat Keberhasilan 7

VI. JAMINAN REKLAMASI DAN PASCATAMBANG Pemegang IUP dan IUPK wajib menyediakan: a. jaminan reklamasi; dan b. jaminan pascatambang. Jaminan reklamasi terdiri atas: a. jaminan reklamasi tahap eksplorasi; dan b. jaminan reklamasi tahap operasi produksi. Prosedur jaminan reklamasi dapat digambarkan sebagai berikut: Jaminan Reklamasi Tahap Eksplorasi ditempatkan pada Bank pemerintah dalam bentuk deposito berjangka ditetapkan sesuai dengan Rencana reklamasi yang disusun berdasarkan dokumen lingkungan hidup dan dimuat dalam rencana kerja dan anggaran biaya eksplorasi paling lambat 30 (tiga puluh) hari kalender sejak rencana kerja dan anggaran biaya tahap eksplorasi disetujui oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya ditetapkan sesuai dengan Jaminan Reklamasi Tahap Operasi Produksi ditempatkan pada dapat berupa a. rekening bersama pada bank pemerintah; b. deposito berjangka pada bank pemerintah; c. bank garansi pada bank pemerintah atau bank swasta nasional; d. cadangan akuntansi Rencana Reklamasi Bank pemerintah dalam bentuk deposito berjangka paling lambat 30 (tiga puluh) hari kalender sejak rencana kerja dan anggaran biaya tahap eksplorasi disetujui oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya Penempatan Jaminan Reklamasi tidak menghilangkan kewajiban pemegang IUP dan IUPK untuk melaksanakan reklamasi. Apabila berdasarkan hasil evaluasi terhadap laporan pelaksanaan reklamasi menunjukkan pelaksanaan reklamasi tidak memenuhi kriteria keberhasilan, Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya dapat menetapkan pihak ketiga untuk melaksanakan 8

kegiatan reklamasi sebagian atau seluruhnya dengan menggunakan jaminan reklamasi. Dalam hal jaminan reklamasi tidak menutupi untuk menyelesaikan reklamasi, kekurangan biaya untuk penyelesaian reklamasi menjadi tanggung jawab pemegang IUP atau IUPK. Dalam hal terdapat kelebihan jaminan dari biaya yang diperlukan untuk penyelesaian reklamasi, kelebihan biaya dapat dicairkan oleh pemegang IUP atau IUPK setelah mendapat persetujuan dari Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya. Pemegang IUP atau IUPK dapat mengajukan permohonan pencairan atau pelepasan jaminan reklamasi kepada Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya berdasarkan tingkatkeberhasilan reklamasi. 9