BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sepeda motor merupakan salah satu alat transportasi yang paling banyak kita jumpai di jalan raya. Tidak bisa kita pungkiri bahwa alat transportasi sangat berperan penting dalam kehidupan sehari-hari terutama sepeda motor, untuk bekerja, berangkat ke sekolah, dan berbagai kegiatan lainnya, penggunanyapun dari berbagai macam golongan, dari golongan ekonomi tingi sampai rendah, dari yang muda sampai yang tua. Diduga hal ini disebabkan karena mereka lebih suka menggunakan kendaraan pribadi dari pada jasa kendaraan umum. Terlebih lagi kendaraan pribadi dinilai relatif praktis, efisien dan ekonomis. Namun di luar itu semua terdapat sedikit banyak memberikan dampak buruk terhadap kesehatan, karena semakin banyak kendaraan berlalu-lalang dijalan semakin besar kemungkinan terjadi polusi udara. Belum banyak orang yang menyadari akan bahaya polusi udara, sehingga masih sering kita dapati pengendara sepeda motor dimana mereka masih belum menggunakan pelindung atau yang sering disebut dengan masker. Masker adalah alat penutup muka yang melindungi bagian mulut dan hidung, saat ini banyak penjual masker yang kita jumpai dipinggir jalan, juga di sekitar lampu merah. Meskipun begitu belum banyak pengendara sepeda motor yang memproteksi diri terhadap efek negatif dari polusi. Seperti yang 1
2 kita ketahui masker ikut berperan serta dalam mencegah pengendara sepeda motor terhadap dampak polusi udara. Menurut hasil penelitian yang ditampilkan di Harian Suara Merdeka, polusi udara di Kota Semarang pada tingkat mengkhawatirkan sehingga harus diwaspadai. Berdasarkan hasil penelitian disejumlah jalan protokol, seperti di jalur Karangayu-Penggaron, polusi karbonmonoksida (CO) telah melebihi ambang batas yang ditetapkan. Penelitian laboratorium transportasi Unika Soegijapranata, Rudatin mengatakan, hasil penelitiannya pada akhir 2003 menunjukan, polusi CO meningkat saat volume kendaraan tinggi. Menurutnya pada jam-jam sibuk pukul 08:00-16:00, volume kendaraan disekitar pasar Karangayu, jalan Pandanaran, Brigjen Katamso dan Penggaron mengalami peningkatan cukup signifikan. Tingginya volume kendaran berkorelasi dengan peningkatan polusi udara, katanya. Berdasarkan SK Gubernur Jateng No 8/2001, batas maksimum kadar CO di kota Semarang 10 mikrogram/newtonmeter kubik. Namun pada beberapa tempat yang diteliti Rudatin, kandungan CO dalam udara mencapai 10,5-14,42. meskipun lokasi yang menunjukan kelebihan CO hanya 24% dari seluruh lokasi yamg diteliti, Rudatin menekankan, tidak ada alasan untuk mengabaikan temuan tersebut. Menurut dia, CO merupakan gas yang dikeluarkan akibat pembakaran bahan bakar minyak (BBM) yang tidak sempurna. Pembakaran BBM yang sempurna, kata Rudatin, akan menghasilkan gas CO2. gas CO mampu bertahan lebih lama
3 dipermukaan atmosfer, sebab atmosfer bumi baru bisa menyerapnya setelah 1-5 tahun. Lebih lanjut Rudatin menjelaskan, polusi CO dapat mengakibatkan berbagai gangguan kesehatan. Karbonmonoksida, kata dia, memiliki daya ikat yang lebih kuat daripada Oksigen (O2). Apabila dihirup manusia, CO akan lebih mudah berikatan dengan darah atau Hemoglobin (Hb). jika CO berikatan dengan Hb, darah akan mengeluarkan Oksigen. Akibatnya, orang akan menderita pusing, bahkan pada titik tertentu bisa keracunan, mengalami gangguan pada jantung, bahkan kematian, pakarnya. Sebagai salah satu kota besar di Indonesia, Kota Semarang tidak bisa lepas dari permasalahan polusi udara yang secara langsung akan mempengaruhi tingkat kesehatan warga Kota Semarang. Banyaknya emisi dari kendaraan bermotor merupakan salah satu sumber dari pencemaran udara di Kota Semarang. Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota Semarang, jenis penyakit yang salah satu penyebabnya polusi udara adalah penyakit Bronkitis akut, Pnemonia, dan penyakit Infeksi Saluran Nafas bagian Atas (ISPA) akut lainnya. Telah lebih dari dua dasawarsa ini penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) dan gangguan saluran pernafasan lain selalu menduduki peringkat pertama dari 10 penyakit yang dilaporkan oleh pusat-pusat pelayanan kesehatan masyarakat seperti : Puskesmas, Klinik, dan Rumah Sakit. Diketahui bahwa penyebab tejadinya ISPA dan penyakit gangguan
4 saluran pernafasan lain adalah: rendahnya kualitas udara di dalam rumah dan atau di luar rumah. Salah satu faktor penyebab terjadinya peningkatan jumlah pasien akibat pencemaran udara di Kota Semarang adalah masih kurangnya informasi tentang dampak polusi udara terhadap kesehatan, masih minimnya kesadaran masyarakat untuk melakukan kegiatan pencegahan terhadap polusi udara misalnya dengan penggunaan masker di jalan raya untuk meminimalkan jumlah polutan yang masuk ke dalam tubuh serta masih minimnya kesadaran masyarakat untuk melakukan uji emisi kendaraan bermotor (Bappenas, 2007). Berdasarkan survey awal melalui wawancara yang dilakukan pada pertengahan bulan Februari oleh peneliti terhadap beberapa orang mahasiswa (12 orang) terdapat 9 orang atau 75% kadang-kadang menggunakan masker. Sedang sisanya sebanyak 3 orang atau 25% menggunakan masker. Kemudian dari 9 orang tersebut didapatkan data sebanyak 6 orang atau 66,6% mengatakan dalam waktu 1 bulan sering mengalami gejala ISPA seperti batuk, bersin, dan sakit tenggorokan. Sementara sisanya sebanyak 3 orang atau 33,3% tidak terlalu sering mengalami gejala ISPA. Kemudian dari 3 orang yang menggunakan masker didapat data bahwa mereka jarang mengalami gejala ISPA. Terkait dengan uraian diatas penulis tertarik untuk melakukan penelitian Hubungan antara penggunaan masker pada pengendara sepeda motor dengan frekuensi kejadian ISPA pada Mahasiswa Fikkes UNIMUS.
5 B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan permasalahan ini adalah, Adakah hubungan antara penggunaan masker pada pengendara sepeda motor dengan frekuensi munculnya gejala ISPA pada mahasiswa Fikkes UNIMUS. C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara penggunaan masker pada pengendara sepeda motor dengan frekuensi munculnya gejala ISPA pada Mahasiswa fikkes UNIMUS. 2. Tujuan Khusus a. Mendriskipsikan penggunaan masker pada pengguna sepeda motor. b. Mendiskripsikan frekuensi munculnya gejala ISPA pada pengendara sepeda motor. c. Menganalisis hubungan antara penggunaan masker pada pengendara sepeda motor dengan frekuensi munculnya gejala ISPA. D. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian sbb: 1. Bagi profesi keperawatan
6 Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi profesi keperawatan dalam mengembangkan wawasan dan pengetahuan khususnya tentang bahayanya polusi udara dan pentingnya penggunaan masker. 2. Bagi Masyarakat a. Menambah pengetahuan masyarakat khususnya para pengendara sepeda motor tentang bahayanya polusi udara. b. Menambah pengetahuan masyarakat khususnya para pengendara sepeda motor tentang pentingnya penggunaan masker. E. Bidang Ilmu Penelitian ini termasuk dalam bidang ilmu keperawatan komunitas.