KONTROL STRUKTUR JALUR MINERALISASI EMAS PADA URAT-URAT KUARSA DI BAWAH TANAH LEVEL 600 M 500 M DI PERTAMBANGAN EMAS PONGKOR, JAWA BARAT

dokumen-dokumen yang mirip
MINERALISASI LEAD-ZINC Daerah Riamkusik, Kecamatan Marau, Kabupaten Ketapang, Propinsi Kalimantan Barat

Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 1, No. 1, Januari 2008

INTERPRETASI ZONA STRUKTUR DAN ALTERASI BERDASARKAN GEOFISIKA IP DI DAERAH NIRMALA, BOGOR, JAWA-BARAT

Bab I - Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN

SKRIPSI. Oleh : ARIE OCTAVIANUS RAHEL NIM

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

PENDUGAAN ZONA MINERALISASI GALENA (PbS) DI DAERAH MEKAR JAYA, SUKABUMI MENGGUNAKAN METODE INDUKSI POLARISASI (IP)

BAB II GEOLOGI REGIONAL

Identifikasi Struktur Lapisan Bawah Permukaan Daerah Potensial Mineral dengan Menggunakan Metode Gravitasi di Lapangan A, Pongkor, Jawa Barat

PENYEBARAN CEBAKAN TIMAH SEKUNDER DI DAERAH KECAMATAN AIRGEGAS KABUPATEN BANGKA SELATAN PROPINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI

BAB I PENDAHULUAN. banyak terkait oleh mineralisasi endapan hidrotermal-magmatik. Dalam berbagai

II.3. Struktur Geologi Regional II.4. Mineralisasi Regional... 25

A. PROSES PEMBENTUKAN KEKAR, SESAR, DAN LIPATAN

BAB I PENDAHULUAN. curam, hanya beberapa tempat yang berupa dataran. Secara umum daerah Pacitan

PENELITIAN STRUKTUR GEOLOGI DAN KAITANNYA TERHADAP KEMUNGKINAN ADANYA POTENSI EMAS PRIMER DAERAH GUNUNG ASTANA BOGOR, JAWA BARAT

STUDI ALTERASI DAN MINERALISASI DAERAH TAMBAKASRI DAN SEKITARNYA, KECAMATAN SUMBERMANJING WETAN KABUPATEN MALANG, PROVINSI JAWA TIMUR

Bab I. Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN

KEKAR (JOINT) STRUKTUR REKAHAN PADA BATUAN PALING UMUM, PALING BANYAK DIPELAJARI TIDAK ATAU SEDIKIT MENGALAMI PERGESERAN PALING SULIT UNTUK DIANALISA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat tinggi. Hal ini dikarenakan emas biasanya digunakan sebagai standar

PENGARUH STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP MUNCULNYA REMBESAN MINYAK DAN GAS DI DAERAH BOTO, KECAMATAN BANCAK, KABUPATEN SEMARANG, PROVINSI JAWA TENGAH

ANALISIS KEKAR DAN VEIN PERMUKAAN DALAM SESAR PEMBENTUK MINERALISASI HIDROTERMAL DAERAH WONOGIRI, JAWA TENGAH

BAB V SINTESIS GEOLOGI

BAB II GEOLOGI REGIONAL

GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB V SEJARAH GEOLOGI

MINERALISASI EMAS DAN MINERAL PENGIKUTNYA DI DAERAH NIRMALA, BOGOR, JAWA-BARAT

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II TATANAN GEOLOGI DAN HIDROGEOLOGI REGIONAL

BAB II TATANAN GEOLOGI

KATA PENGANTAR. Yogyakarta, 20 Desember Penyusun III

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB 2 Tatanan Geologi Regional

HALAMAN PENGESAHAN...

BAB II GEOLOGI REGIONAL

INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN SUMBA BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

KATA PENGANTAR ABSTRAK ABSTRACT DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN

POTENSI ENDAPAN EMAS SEKUNDER DAERAH MALINAU, KALIMANTAN TIMUR

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

Gambar 2.8. Model tiga dimensi (3D) stratigrafi daerah penelitian (pandangan menghadap arah barat laut).

Interpretasi Stratigrafi daerah Seram. Tabel 4.1. Korelasi sumur daerah Seram

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

IDENTIFIKASI DAN LOKALISASI ZONA POTENSIAL ENDAPAN MINERAL DENGAN MENGGUNAKAN METODE GAYA BERAT PADA DAERAH PONGKOR

BAB III TATANAN GEOLOGI REGIONAL

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II GEOLOGI REGIONAL

Mineralisasi Logam Dasar di Daerah Cisungsang Kabupaten Lebak, Banten. (Hasil Penelitian yang didanai oleh HIBAH BERSAING DIKTI )

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, sebagai negara kepulauan tergabung kedalam rangkaian sirkum

BAB II GEOLOGI REGIONAL

GEOLOGI STRUKTUR ANALISIS KEKAR

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan dunia terhadap mineral logam semakin tahun semakin

BAB II GEOLOGI REGIONAL

GEOLOGI REGIONAL. Gambar 2.1 Peta Fisiografi Jawa Barat (van Bemmelen, 1949)

UCAPAN TERIMAKASIH. Intan Paramita Haty

DAFTAR ISI COVER HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN KATA PENGANTAR DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL BAB I PENDAHULUAN 1. I.1.

Abstrak

BAB II GEOLOGI REGIONAL

PROVINSI MALUKU UTARA

BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB II GEOLOGI REGIONAL

KEKAR (JOINT) Sumber : Ansyari, Isya Foto 1 Struktur Kekar

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB IV SEJARAH GEOLOGI

KONTROL STRUKTUR TERHADAP PENYEBARAN BATUAN VOLKANIK KUARTER DAN GUNUNGAPI AKTIF DI JAWA BARAT

RESUME KEKAR. A. Definisi Kekar

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL

Foto III.14 Terobosan andesit memotong satuan batuan piroklastik (foto diambil di Sungai Ringinputih menghadap ke baratdaya)

ANALISIS KEKAR PADA BATUAN SEDIMEN KLASTIKA FORMASI CINAMBO DI SUNGAI CINAMBO SUMEDANG JAWA BARAT

PROVINSI SULAWESI UTARA

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i. ABSTRACT... ii. KATA PENGANTAR... iii. DAFTAR ISI... v. DAFTAR TABEL... x. DAFTAR GAMBAR... xii. DAFTAR LEMBAR PETA...

BAB II GEOLOGI REGIONAL

Bab I : Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN

Struktur Geologi Daerah Jonggol Dan Jatiluhur Jawa Barat

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. masalah yang berhubungan dengan ilmu Geologi. terhadap infrastruktur, morfologi, kesampaian daerah, dan hal hal lainnya yang

Umur GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

KEMENERUSAN VEIN KUBANG CICAU DI BAWAH LEVEL 500 BERDASARKAN ANALISIS KEKAR

Geologi Daerah Pela dan Sekitarnya...Wahyu Haryadi 14

BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI

BAB I PENDAHULUAN. 1.3 Batasan Masalah Penelitian ini dibatasi pada aspek geologi serta proses sedimentasi yang terjadi pada daerah penelitian.

BAB 2 TATANAN GEOLOGI

GEOLOGI DAN KARAKTERISTIK REKAHAN PADA BATUGAMPING DI DAERAH NGLIPAR, KABUPATEN GUNUNG KIDUL, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada gambar di bawah ini ditunjukkan lokasi dari Struktur DNF yang ditandai

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

DISKRIPSI GEOLOGI STRUKTUR SESAR DAN LIPATAN

BAB I PENDAHULUAN. digemari masyarakat. Hal ini dikarenakan emas selain digunakan sebagai

Transkripsi:

KONTROL STRUKTUR JALUR MINERALISASI EMAS PADA URAT-URAT KUARSA DI BAWAH TANAH LEVEL 600 M 500 M DI PERTAMBANGAN EMAS PONGKOR, JAWA BARAT Heru Sigit Purwanto Pascasarjana Teknik Geologi UPN Veteran Yogyakarta Abstrak Daerah telitian berada pada lokasi tambang bawah tanah (terowongan) Pongkor di level 500 dan level 600 konsesi area eksploitasi PT. Antam Tbk. Lintasan telitian termasuk pada daerah Ciguha bagian timur, Pamoyanan, Kubangcicau dan Pondokbatu. Lokasi telitian pada terowongan dilakukan pengukuran arah struktur kekar, sesar dan urat kuarsa, dan hasil analisa struktur menunjukkan arah umum kompresi dan tensional. Hasil analisa tersebut kemudian dikorelasikan secara vertical dan horizontal sesuai dengan level kedalaman terowongan. Stratigrafi daerah telitian disusun oleh litologi breksi vulkanik dan lapili tuf, dengan banyak dijumpai uratan kuarsa tersebar merata. Struktur berkembang kuat di daerah telitian dengan arah kompresi N358 o E/76 o, dan tensional N296 o E/72 o. Mineralisasi yang umum dijumpai adalah mineralisasi Au-Ag dengan alterasi umumnya adalah kloritisasi, silisifikasi dan argilik. Analisa struktur setiap terowongan pada levelnya dibuat model kemenerusan urat kuarsa yang mengikuti arah struktur kompresi dan beberapa mengikuti arah tensional. PENDAHULUAN Latar belakang Penelitian yang dituangkan dalam kerjasama antara Unit Bisnis Pertambangan Emas Pongkor (UBPEP), PT. Antam dengan UPN Veteran Yogyakarta, dalam hal ini diwakili oleh PT. Geomin dengan Prodi Magister Teknik Geologi, telah melakukan penelitian pola struktur geologi terhadap mineralisasi, untuk pengembangan pencarian cebakan emas baru di tambang bawah tanah Pongkor dan sekitarnya. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk memberikan masukan kepada pihak UBPEP dalam interpretasi kemenerusan urat-urat kuarsa yang mengandung emas berdasarkan pola struktur yang berkembang di daerah terowongan level 500 dan level 600. Penelitian ilmiah murni yang dilakukan dari pihak Universitas sangat bermanfaat untuk wacana keilmuan dan pengetahuan untuk pengembangan ekplorasi untuk mencari mineralisasi khususnya emas di daerah Pongkor dan sekitarnya. Metodologi Penelitian berdasarkan metode pemetaan bawah permukaan dengan pengukuran detail kedudukan struktur dan urat kuarsa, serta pengamatan alterasi dan mineralisasi dengan pengambilan contoh urat kuarsa, batuan dan batuan

alterasi. Pengukuran kedudukan urat kuarsa dibedakan urat kuarsa kompresi dan urat kuarsa tensional, khususnya urat kuarsa yang berukuran relatif besar dan terdapat mineralisasi diukur kemenerusannya. Analisis struktur dengan program DIP dan Stereonet digunakan untuk menentukan densitas kekar dan arah gaya utama maksimum di daerah telitian. Lokasi dan pencapaian daerah Lokasi penelitian di daerah terowongan tambang bawah tanah Pongkor dan sekitarnya, dapat dicapai dengan kendaraan roda empat, ke lokasi telitian hanya dapat dilakukan dengan jalan kaki. Foto 1. Terowongan level 600, di dalam terowongan dilakukan pengukuran struktur dan urat kuarsa arah kompresi dan tensional. STRUKTUR GEOLOGI Struktur Geologi Regional Koolhoven (1932) telah membagi tektonik pegunungan Bayah menjadi 3 bagian yaitu jalur sedimen selatan, jalur eruptia tengah dan jalur sedimen utara. Daerah penelitian terdiri dari massa batuan yang bersifat tegar dengan singkapan sedimen tersier dan pra-tersier yang terlipat kuat. Perlipatan membentuk melengkung dengan arah utara sampai barat laut. Sesar-sesar mendatar memisahkan satuan batuan ini dengan blok-blok. Data yang telah dihimpun oleh (Koolhoven, 1932), selanjutnya disederhanakan Katili dan Koesoemadinata (1962). Berdasarkan unsur-unsur struktur yang berkembang di pegunungan Bayah, sebagai berikut : - Pegunungan Bayah sekurang-kurangnya telah mengalami 2 fase perlipatan yaitu perlipatan pra intra Miosen dan fase Miosen atas. Lipatan tersebut memperlihatkan arah barat-timur. - Sesar berumur Pliosen umumnya berarah utara-selatan sampai timurlaut-barat daya. Arah tersebut memperlihatkan arah yang sama dengan arah banten trend.

DAERAH TELITIAN Gambar 1. Peta pola umum struktur geologi regional daerah Dome Bayah (Koolhoven, 1932). Struktur Geologi Daerah Telitian Stratigrafi daerah telitian secara umum tersusun oleh breksi, lapilli, tuf, dan lava serta adanya intrusi batuan beku di beberapa daerah telitian. Gambar 2. Stratigrafi lokal daerah telitian tersusun oleh satuan batuan volkaniklastik dan intrusi.

Interpretasi struktur geologi daerah Ciparigi dan sekitarnya berdasarkan data pengukuran unsur struktur menunjukkan bahwa terdapat pola kekar kompresi yang berarah N250 O -260 O E dan N 300 O -310 O E dengan kedudukan bidang sesar mendatar di beberapa tempat yang berarah N 300 O 310 O E, pola ini diinterpretasikan periode yang pertama di daerah Ciparigi dan Pongkor pada umumnya. Selanjutnya urat-urat kuarsa dibeberapa tempat mengisi rekahan yang berarah N300 O 310 O E yang disebut sebagai urat kuarsa kompresi dan beberapa urat kuarsa yang mengisi rekahan yang berarah hampir E W atau N 270 O 280 O E yang disebut sebagai urat kuarsa ekstensi periode tektonik pertama di Ciparigi dan sekitarnya. Pola struktur geologi yang ditunjukkan dengan arah kekar kompresi (shear fractures) N320 O 330 O E dan N005 O 020 O E dengan kedudukan arah sesar mendatar dibeberapa tempat adalah N005 O 020 O E pola ini diinterpretasikan sebagai pola periode tektonik kedua di daerah Ciparigi dan Pongkor pada umumnya. Selanjutnya di beberapa tempat urat-urat kuarsa yang mengisi rekahan yang berarah N 005 O 020 O E diinterpretasikan merupakan urat kuarsa kompresi, sedangkan urat-urat kuarsa yang mengisi rekahan yang berarah N 340 O 345 O diinterpretasikan merupakan urat kuarsa ekstensi dan urat kuarsa yang mengisi rekahan yang berarah N 240O 250OE adalah merupakan urat kuarsa tensi (release) pada periode kedua di daerah Ciparigi dan Pongkor pada umumnya. Gambar 3. Interpretasi pola struktur geologi periode pertama di daerah Pongkor dan sekitarnya.

Gambar 4. Interpretasi pola struktur geologi periode kedua dengan arah tegasan relative Timurlaut Baratdaya, menghasilkan sesar berarah N 005 O - 020 O E. Gambar 5. Interpretasi pola struktur geologi daerah Pongkor dan sekitarnya

HASIL PENGUKURAN STRUKTUR KEKAR DAN URAT KUARSA DI TEROWONGAN DAERAH PONGKOR Lokasi telitian pada terowongan diukur arah struktur kekar, sesar dan urat kuarsa, dan hasil analisa struktur menunjukkan arah umum kompresi dan tensional. Hasil analisa tersebut kemudian dikorelasikan secara vertical dan horizontal sesuai dengan level kedalaman terowongan. Pengukuran Kekar dan Urat Kuarsa pada Level 500 Pada lintasan Ciguha Timur dengan litologi umumya breksi vulkanik, alterasi umumnya kloritisasi, silisifikasi dan argilik dekat dengan urat. Hasil pengukuran struktur pada level 500 pada lokasi pengamatan LP01 LP12 (0-950 m) Ciguha Timur dengan arah umum struktur kompresi N358 o E/76 o, dan tensional N296 o E/72 o. Breksi Kuarsa Tension Foto 2. Pengamatan LP01 lintasan Ciguha memperlihatkan tensional dengan arah umum N296 o E/72 o. Pada lintasan Pamoyanan dengan litologi umumya breksi vulkanik, tuf dan lapili tuf, alterasi umumnya kloritisasi, silisifikasi dan argilik. Hasil pengukuran struktur pada level 500 pada lokasi pengamatan LP13 LP19 Pamoyanan dengan arah umum struktur kompresi N355 o E/78 o, dan tensional N300 o E/80 o. Tension Extension Foto 3. Pengamatan LP13 lintasan Pamoyanan memperlihatkan tensional N300 o E/80 o dan kompresi N355 o E/78 o.

Pada lintasan Kubangcicau dengan litologi umumya lapili tuf, alterasi umumnya kloritisasi, silisifikasi dan argilik. Hasil pengukuran struktur pada level 500 pada lokasi pengamatan LP20 LP24 dan LP32 LP35 (1300 1750 m) Kubangcicau dengan arah umum struktur kompresi N352 o E/68 o, dan tensional N275 o E/75 o. Tension Vein Foto 4. Pengamatan LP20 lintasan Pamoyanan memperlihatkan urat kuarsa kompresi N352 o E/68 o, dan tensional N275 o E/75 o. Pada lintasan Pondokbatu dengan litologi umumya lapili tuf, alterasi umumnya kloritisasi, silisifikasi dan argilik. Hasil pengukuran struktur pada level 500 pada lokasi pengamatan LP25 - LP28 (1830 2200 m) Pondokbatu dengan arah umum struktur kompresi N346 o E/70 o, dan tensional N316 o E/70 o. Vein Tention Foto 5. Pengamatan LP25 lintasan Pamoyanan memperlihatkan urat kuarsa kompresi N346 o E/70 o, dan tensional N316 o E/70 o. Pada lintasan Ciurug dengan litologi umumya lapili tuf, alterasi umumnya kloritisasi, silisifikasi dan argilik. Hasil pengukuran struktur pada level 500 pada lokasi pengamatan LP29 LP31 (2200 2400) dan LP51 LP54 (0 400 m) Ciurug dengan arah umum struktur kompresi N355 o E/72 o, dan tensional N300 o E/68 o.

Vein Extension Foto 6. Pengamatan LP29 lintasan Pamoyanan memperlihatkan urat kuarsa kompresi N355 o E/72 o, dan tensional N300 o E/68 o. Gambar 6. Lintasan terowongan level 500, dengan interpretasi kemenerusan vertikal.

Pengukuran Kekar dan Urat Kuarsa pada Level 600 Pada lintasan Ciurug dengan litologi umumya lapili tuf, tuf, breksi vulkanik, alterasi umumnya kloritisasi, silisifikasi dan argilik dekat dengan urat. Hasil pengukuran struktur pada level 600 pada lokasi pengamatan LP36 LP50 (0 690 m) Ciurug dengan arah umum struktur kompresi N358 o E/68 o, dan tensional N320 o E/74 o. Tension Extension Foto 7. Pengamatan LP36 lintasan Pamoyanan memperlihatkan urat kuarsa kompresi N358 o E/68 o, dan tensional N320 o E/74 o. Gambar 7. Lintasan terowongan level 600, dengan interpretasi kemenerusan vertikal. Pada lintasan terowongan terdapat singkapan batuan yang bisa menggambarkan struktur kompresi dan tensional, selanjutnya dibuat model untuk menjelaskan perbedaan diantara kedua struktur tegasan tersebut.

Gambar 8. Litologi Breksi kuarsa dengan tegasan gaya kompresi memperlihatkan slicken slide dan striation pada bidang sesar. Gambar 9. Struktur urat kuarsa tensional dengan struktur kristal comb structure tidak mengalami efek bakar pada bagian samping urat kuarsa.

Gambar 10. Struktur urat kuarsa tensional dengan rekahan yang terisi mineral pirit. KESIMPULAN Emas di daerah telitian berada pada zona urat-urat kuarsa yang mengikuti pola struktur arah N 10 o 20 o E/75 dan N 300 o 310 o E/80 Mineralisasi emas berada pada zona urat-urat kuarsa yang memotong semua level terowongan 500 m dan 600 m. DAFTAR PUSTAKA Agung Basuki, D.Aditya Sumanagara, D.Sinambela., 1994. The Gunung Pongkor gold-silver deposit, West Java, Indonesia. Journal of Geochemical Exploration 50 (1994) 371-391. Elsevier Science. Corbet G.J. 1993. A Guide to pacific RIM Au/Cu exploration, Exploration workshop, Jakrta, Indonesia. Davis,B.K and Hippertt, J.F.M. 1998. Relationships between gold concentration and structure in quartz veins from the Hodgkinson Province, Northeastern Australia. Mineralium Deposita 33: 391-405. Heru Sigit Purwanto, Ibrahim Abdullah & Wan Fuad Wan Hassan. 2001. Structural control of gold mineralization in Lubok Mandi area, Peninsular Malaysia. International Geoscience Journal, Special Issue on Rodinia,Gondwana and Asia 4(4) :742-743. Heru Sigit Purwanto. 2004. Structural Control of Gold Mineralization in Jangglengan Wonogiri, Central Java, Indonesia. Proceeding of 32 nd International Geological Congress, Florence, Italy, August, 20-28, 2004. Heru Sigit Purwanto, Sugeng & Didin, 2007. Prospeksi Cebakan Emas, Analisis Deti Struktur dan Urat Kuarsa untuk Penentuan Titik Bor, Daerah Nirmala, Bogor, Jawa-Barat. Laporan Penelitian untuk UBPE Pongkor (Tidak dipublikasikan).

Harris, L.1988. Structural control of gold mineralization. Structural Geology Workshop Manual, Australia : Hermitage Holdings Pty,Ltd Iskandar Zulkarnain, 2005. Kaitan Pola Geokimia batuan Volkanik Pongkor dengan Mineralisasi Emas serta Implementasinya untuk Pencarian cadangan baru. Kumpulan Makalah seminar Terpadu Daerah Pongkor.