Analisis Kualifikasi Guru pada Pendidikan Agama dan Keagamaan

dokumen-dokumen yang mirip
DESKRIPTIF STATISTIK RA/BA/TA DAN MADRASAH

Analisis Tingkat Partisipasi Pendidikan Siswa Madrasah

Analisis Hasil Ujian Nasional Madrasah Tsanawiyah Tahun 2008

C UN MURNI Tahun

DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009

Analisis Hasil Ujian Nasional Madrasah Aliyah Negeri Tahun 2008

Analisis Deskriptif Pendidikan RA dan Madrasah Tahun Pelajaran

DRAF APK-APM PENDIDIKAN TAHUN 2017

Pemanfaatan Hasil Ujian Nasional MTs untuk Perbaikan Akses dan Mutu Pendidikan

DESKRIPTIF STATISTIK PONDOK PESANTREN DAN MADRASAH DINIYAH

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TENGAH (Indikator Makro)

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN I-2016 DAN PERKIRAAN TRIWULAN II-2016

DISPARITAS PRASARANA SMA ANTAR PROVINSI DI INDONESIA. Pusat Data dan Statistik Pendidikan Setjen, Kemdikbud 2014

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA LEMBAGA PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN

Propinsi Kelas 1 Kelas 2 Jumlah Sumut Sumbar Jambi Bengkulu Lampung

HASIL Ujian Nasional SMP - Sederajat. Tahun Ajaran 2013/2014

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU SEPTEMBER 2016 MENURUN

WORKSHOP (MOBILITAS PESERTA DIDIK)

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI SULAWESI BARAT (Indikator Makro)

SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DI INDONESIA. Imam Gunawan

Tabel Lampiran 1. Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Padi Per Propinsi

DESKRIPTIF STATISTIK GURU PAIS

INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI PAPUA TRIWULAN IV-2016

NAMA, LOKASI, ESELONISASI, KEDUDUKAN, DAN WILAYAH KERJA

INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI PAPUA TRIWULAN I-2017

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU UTARA SEPTEMBER 2016

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN III-2015 DAN PERKIRAAN TRIWULAN IV-2015

4.01. Jumlah Lembaga Pada PTAIN dan PTAIS Tahun Akademik 2011/2012

Populasi Ternak Menurut Provinsi dan Jenis Ternak (Ribu Ekor),

BAB I PENDAHULUAN. belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan

NAMA, LOKASI, ESELONISASI, KEDUDUKAN, DAN WILAYAH KERJA. No Nama UPT Lokasi Eselon Kedudukan Wilayah Kerja. Bandung II.b DITJEN BINA LATTAS

INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI PAPUA TRIWULAN I-2016

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN I-2017 DAN PERKIRAAN TRIWULAN II-2017

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan Sistem Pendidikan Nasional. Upaya peningkatan kualitas

INDONESIA Percentage below / above median

MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan tujuan pendidikan secara umum. peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan

4 GAMBARAN UMUM. No Jenis Penerimaan

Pendidikan Dasar Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah.

INDEKS KEBAHAGIAAN KALIMANTAN SELATAN TAHUN 2017

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN II-2016 DAN PERKIRAAN TRIWULAN III-2016

PROFIL PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI OLEH MASYARAKAT

D S A A S R A R & & FU F N U G N S G I S PE P N E D N I D DI D KA K N A N NA N S A I S ON O A N L A

PAGU SATUAN KERJA DITJEN BINA MARGA 2012

BPS PROVINSI SUMATERA SELATAN

PENYELENGGARAAN TK-SD SATU ATAP

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU (Indikator Makro)

BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN IV-2016 DAN PERKIRAAN TRIWULAN I-2017

INDEK KOMPETENSI SEKOLAH SMA/MA (Daya Serap UN Murni 2014)

UPT-BPSPL Balai Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Laut DAN. UPT-BKKPN Balai Kawasan Konservasi Perairan Nasional

Pemanfaatan Hasil Ujian Nasional MA untuk Perbaikan Akses dan Mutu Pendidikan

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK PROVINSI BENGKULU MARET 2016 MULAI MENURUN

DATA INSPEKTORAT JENDERAL

Assalamu alaikum Wr. Wb.

BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

INDEKS TENDENSI KONSUMEN

PEMETAAN DAN KAJIAN CEPAT

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN II-2017 DAN PERKIRAAN TRIWULAN III-2017

INDEKS TENDENSI BISNIS DAN INDEKS TENDENSI KONSUMEN TRIWULAN I-2015

Evaluasi Kegiatan TA 2016 dan Rancangan Kegiatan TA 2017 Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian *)

Fungsi, Sub Fungsi, Program, Satuan Kerja, dan Kegiatan Anggaran Tahun 2012 Kode Provinsi : DKI Jakarta 484,909,154

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

KESEHATAN ANAK. Website:

. Keberhasilan manajemen data dan informasi kependudukan yang memadai, akurat, lengkap, dan selalu termutakhirkan.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TIMUR (Indikator Makro)

PENDATAAN RUMAH TANGGA MISKIN DI WILAYAH PESISIR/NELAYAN

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SULAWESI TENGGARA MARET 2017 MENURUN TERHADAP MARET 2016

PANDUAN PENGGUNAAN Aplikasi SIM Persampahan

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA UTARA SEPTEMBER 2016 MENURUN

I. PENDAHULUAN. kehidupan lainnya seperti keluarga, sosial kemasyarakatan, pemerintahan,

I PENDAHULUAN. Dalam pembangunan bangsa, pendidikan merupakan salah satu aspek penting

BAB I PENDAHULUAN. dengan pembukaan Undang Undang Dasar 1945 alinea ke-4 serta ingin

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG,

TABEL 1 GAMBARAN UMUM TAMAN BACAAN MASYARAKAT (TBM) KURUN WAKTU 1 JANUARI - 31 DESEMBER 2011

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENDIDIKAN DINIYAH DI KOTA TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan dan teknologi terus berkembang seiring dengan

POTRET KEMISKINAN DAN PENGANGGURAN DI PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal diharapkan mampu. menghasilkan manusia yang berjiwa kreatif, inovatif,mandiri, mempunyai

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN III-2016 DAN PERKIRAAN TRIWULAN IV-2016

BAB I PENDAHULUAN. Esa, berakhlak mulia, sehat Jasmani dan Rohani, berilmu, cakap, kreatif,

ANALISIS DAN EVALUASI PELAYANAN KELUARGA BERENCANA BAGI KELUARGA PRA SEJAHTERA DAN KELUARGA SEJAHTERA I DATA TAHUN 2013

JUMLAH PENEMPATAN TENAGA KERJA INDONESIA ASAL PROVINSI BERDASARKAN JENIS KELAMIN PERIODE 1 JANUARI S.D 31 OKTOBER 2015

IPM KABUPATEN BANGKA: CAPAIAN DAN TANTANGAN PAN BUDI MARWOTO BAPPEDA BANGKA 2014

INDEKS TENDENSI BISNIS DAN INDEKS TENDENSI KONSUMEN TRIWULAN I-2013

RUMAH KHUSUS TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN

BAB I PENDAHULUAN. Sejak tahun 1970-an telah terjadi perubahan menuju desentralisasi di antara negaranegara,

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI SUMATERA SELATAN

Nusa Tenggara Timur Luar Negeri Banten Kepulauan Riau Sumatera Selatan Jambi. Nusa Tenggara Barat Jawa Tengah Sumatera Utara.

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA BARAT MARET 2016 MULAI MENURUN

ALOKASI ANGGARAN. No Kode Satuan Kerja/Program/Kegiatan Anggaran (Ribuan Rp) (1) (2) (3) (4) 01 Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan mutu pendidikan di tengah perubahan global agar warga Indonesia

DIREKTORAT JENDERAL KETENAGALISTRIKAN KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL

BAB I PENDAHULUAN. kelas, tapi seorang guru juga harus mampu membimbing, mengembangkan

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG

BUPATI ALOR PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

Transkripsi:

Analisis Kualifikasi Guru pada Pendidikan Agama dan Keagamaan Oleh : Drs Bambang Setiawan, MM 1. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Pasal 3 UU no 20/2003 menyatakan bahwa Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Untuk mewujudkan tujuan mulia di atas dilakukan melalui pendidikan berjenjang dari pendidikan usia dini hingga pendidikan tinggi. Guru merupakan unsur utama dalam keseluruhan proses pendidikan dan di setiap jenjang pendidikan, khususnya di tingkat institusional dan instruksional. Tanpa guru, pendidikan hanya akan menjadi slogan muluk karena segala bentuk kebijakan dan program pada akhirnya akan ditentukan oleh kinerja pihak yang berada di garis terdepan yaitu guru. Guru menjadi titik sentral dan awal dari semua pembangunan pendidikan. Dalam konteks pendidikan formal, Sidi (2000) dalam Mustafa (2005) menunjukkan bahwa berdasarkan hasil studi di negaranegara berkembang, guru memberikan sumbangan dalam prestasi belajar siswa (36%), selanjutnya manajemen (23%), waktu belajar (22%), dan sarana fisik (19%). Dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, guru diakui sebagai jabatan profesional. Hal ini sekaligus mengangkat harkat dan martabat guru yang sungguh luar biasa bila dibandingkan dengan profesi lainnya di kalangan pegawai negeri sipil. Namun demikian, untuk menjadi guru mulai dari taman kanak-kanak sampai dengan sekolah menengah (SM) persyaratannya cukup kompleks, yaitu: (a) memiliki Analisis Statistik Kualifikasi Guru 26

kualifikasi pendidikan minimal sarjana atau diploma empat, (b) memiliki kompetensi pedagogik, kompetensi sosial, kompetensi kepribadian, dan kompetensi profesional, (c) memiliki sertifikasi pendidik; (d) sehat jasmani dan rokhani, serta (e) memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional (Pasal 8, UU Nomor:14/2005). Dengan demikian, keberadaan UU Guru dan Dosen pada prinsipnya memiliki dua komponen pokok, yaitu: pertama meningkatkan kualitas guru sebagai pendidik profesional dan kedua meningkatkan kesejahteraan guru sebagai konsekuensi logis dari keprofesionalannya. Bagaimana dengan kualitas pendidikan madrasah di Indonesia? Implementasi Undang-undang (UU) Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) terjabarkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP). PP ini memberikan amanat tentang perlunya disusun dan dilaksanakannya delapan SNP. Yakni standar isi, proses, kompetensi lulusan, pendidik dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan. Dalam upaya mencapai SNP tersebut, Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Departemen Agama dalam Rencana Strategis 2004-2009 memfokuskan pada tema pokok kebijakan yang antara lain, pemerataan dan perluasan akses pendidikan, peningkatan mutu, relevansi, dan daya saing, serta peningkatan tata kelola, akuntabilitas, dan pencitraan. Sebagai implementasi peningkatan mutu, relevansi dan daya saing, Direktorat Jenderal Pendidikan Islam c.q. Direktorat Pendidikan Madrasah melalui Program MEDP ADB Loan No. 2294 - INO (SF) akan melaksanakan programprogram yang mencakup beberapa komponen di antaranya adalah pengembangan kompetensi guru sesuai dengan standar nasional. Hal ini sangat penting sebagai bagian dari upaya peningkatan kualitas sekolah sekolah di bawah kewenangan Departemen Agama yakni Madrasah Ibtidaiyah, Madrasah Tsanawiyah, dan Madrasah Aliyah. Dewasa ini kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan agama 27 Analisis Statistik Kualifikasi Guru

semakin meningkat. Sekolah-sekolah umum yang berlabelkan Islam mengalami peningkatan secara kuantitatif seiring jumlah peminat yang juga makin meningkat. Keadaan ini harus direspons dengan baik oleh Departemen Agama. Pendidikan madrasah diharapkan mempunyai daya saing yang lebih baik untuk dapat memenuhi keinginan masyarakat tersebut. Selain sarana dan prasarana dan kurikulum, kualitas guru madrasah harus menjadi pertimbangan utama. Tentu saja hal ini dapat berpengaruh terhadap peningkatan jumlah murid. Rasio siswa dan guru dapat menjadi faktor penting dalam terpenuhinya kebutuhan pendidikan yang merata dan dapat mempengaruhi kualitas pendidikan. Sistem belajar-mengajar akan lebih efektif bila rasio siswa dan guru tidak terlalu besar. Untuk itu perlu diamati dari tahun per tahun mengenai rasio siswa dan guru di tingkat madrasah. Hal ini sangat penting untuk menentukan arah kebijakan terutama terkait dengan penempatan guru di provinsi-provinsi yang kekurangan guru atau melakukan mutasi dari provinsi-provinsi yang rasio siswa dan gurunya besar. 1.2 Permasalahan Pertanyaan-pertanyaan yang mendasari permasalahan pada penelitian ini adalah mengenai sebaran kualifikasi guru dan rasio siswa - guru pada tingkat madrasah dan keterbandingannya dengan sekolah umum lainnya (SD, SMP dan SMU) 1.3 Tujuan Penulisan Penulisan buku ini bertujuan untuk menganalisis sejauh mana tingkat kualifikasi pendidikan guru pada madrasah sudah terpenuhi atau belum dan tingkat rasio siswa dan guru sudah pada taraf yang ideal. 2. Bahan dan Metodologi 2.1 Bahan dan Data Data merupakan data hasil publikasi Statistik Pendidikan Agama dan Keagamaan yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Islam, Departemen Agama serta data Statistik Pendidikan terbitan Badan Pusat Statistik Analisis Statistik Kualifikasi Guru 28

dan Statistik Persekolahan terbitan Depdiknas. Data yang digunakan adalah: a. Data persentase kualifikasi pendidikan guru di tingkat MI, MTs dan MA serta sekolah SD, SMP dan SMA. b. Data Rasio Siswa dan Guru di tingkat MI, MTs dan MA dan sekolah SD,SMP dan SMA tahun 1999 2007 2.2 Metode Analisis Metode analisis kuantitaf yang digunakan adalah analisis deskriptif terhadap kualifikasi pendidikan guru di tingkat madrasah serta rasio siswa dan guru. Baik untuk data Nasional maupun per Provinsi. 3. Hasil dan Pembahasan 3.1 Profesi dan Kualifikasi Guru Secara sederhana profesi dapat diartikan sebagai suatu pekerjaan atau jabatan yang dilakukan seseorang sesuai dengan keahliannya (expertise), dengan kata lain, suatu profesi erat kaitannya dengan pekerjaan yang spesifik, terstandar mutunya dan dapat menjadi sumber penghasilan sesuai dengan penghargaan keprofesionalannya. Lebih jauh Subijanto (2006) menjelaskan bahwa profesi merupakan pengakuan masyarakat terhadap karakteristik pekerjaan yang memiliki sifat-sifat tertentu seperti juga profesi guru, adalah kemampuan intelektual yang diperoleh melalui pendidikan dan memiliki pengetahuan spesialisasi dan pengetahuan praktis untuk menunjang proses belajar mengajar. Berdasarkan data yang tersedia, kualifikasi pendidikan guru selanjutnya dibedakan menjadi lima kategori, yaitu tingkat pendidikan di bawah diploma satu (<D1), tingkat pendidikan diploma satu (D1), tingkat pendidikan diploma dua (D2), tingkat pendidikan diploma tiga (D3), dan tingkat pendidikan di atas diploma tiga (>D3). Tingkat pendidikan di bawah diploma satu termasuk di dalamnya SLTA dan sederajat serta di bawah SLTA. Sedangkan tingkat pendidikan di atas diploma tiga termasuk di dalamnya S1, dan pasca sarjana (S2 dan S3). 29 Analisis Statistik Kualifikasi Guru

Tabel 1. Persentase Kualifikasi Pendidikan Guru Madrasah Tahun 2002/2003 dan 2006/2007 Kualifikasi MI MTS MA 02/03 06/07 02/03 06/07 02/03 06/07 < D1 48,8 42,2 21,8 21,5 11,5 10,6 D1 4,6 2,3 2,8 1,9 1,1 1,2 D2 30,0 33,0 10,3 8,4 3,8 3,5 D3 2,9 2,1 13,7 8,3 9,6 7,3 >D3 13,8 20,5 51,4 59,9 73,9 77,5 Jumlah 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 Sumber : Ditjen Pendidikan Islam, Depag Pada tingkat Madrasah Ibtidaiyah (MI), kualifikasi guru didominasi dengan tingkat pendidikan di bawah diploma satu (<D1) dengan persentase masingmasing sebesar 48.8%, pada tahun 2002/2003 dan 42.2% pada tahun 2006/2007. Sementara itu, persentase kualifikasi guru tingkat Madrasah Ibtidaiyah yang memenuhi standar pendidikan nasional untuk guru yaitu harus setingkat sarjana strata satu (S1) masih sangat rendah. Guru yang berpendidikan setingkat sarjana dan diatasnya (> D3) persentasenya adalah 13.8% pada tahun 2002/2003 dan pada tahun 2006/2007 baru mencapai 20.5%. Meskipun persentasenya masih rendah tapi menunjukkan tren yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Meskipun demikian bila dibandingkan dengan persentase kualifikasi guru secara nasional termasuk di dalamnya guru SD dan MI, ternyata pada tahun 2006/2007 persentase guru MI yang telah memenuhi standar pendidikan nasional lebih besar dari persentase guru SD, yaitu sebesar 20,5% guru MI yang berpendidikan di atas diploma tiga (>D3) dan hanya 17,2% guru SD yang memiliki pendidikan di atas diploma tiga (>D3) (Tabel 2). Dengan demikian dapat dikatakan kualifikasi guru MI masih lebih baik dari kualifikasi guru SD. Pada tingkat Madrasah Tsanawiyah (MTs), persentase kualifikasi guru yang telah memenuhi standar pendidikan di atas diploma tiga (>D3) sudah di atas 50 persen, sebagaimana yang ditampilkan pada tabel 1, guru MTs yang berpendidikan sarjana keatas pada tahun 2002/2003 sebesar 51.4 persen, dan pada tahun 2006/2007 naik menjadi 59.9 persen. Pola tren yang terus menaik juga dapat ditemui di tingkat Madrasah Aliyah (MA) dimana persentase kualifikasi Analisis Statistik Kualifikasi Guru 30

guru dengan tingkat pendidikan di atas diploma tiga (> D3) bahkan sudah lebih dari 70 persen. Masing masing sebesar 73.9 persen, pada tahun 2002/2003 kemudian meningkat menjadi 77.5 persen tahun 2006/2007. Walaupun persentase guru yang telah memiliki pendidikan sarjana ke atas pada Madrasah Tabel 2. Perbandingan Kualifikasi Guru Berpendidikan Sarjana antara Sekolah Umum dan Madrasah per provinsi Tahun 2006/2007 No Provinsi 2006-2007 2006-2007 2006-2007 SD MI SMP MTs SMA MA 1 NAD 14,6 21,0 64,9 67,9 77,9 82,3 2 Sumatera Utara 13,3 23,3 54,7 60,0 74,5 72,0 3 Sumatera barat 13,8 23,5 62,2 60,5 79,7 76,0 4 Riau 17,2 9,1 60,6 44,2 81,3 66,6 5 Jambi 7,2 10,6 67,3 47,4 82,2 74,7 6 Sumatera Selatan 5,4 13,0 60,2 44,1 77,9 68,6 7 Bengkulu 9,4 14,8 67,0 65,9 80,1 80,3 8 Lampung 10,1 10,3 44,6 38,1 67,7 62,8 9 Bangka Belitung 3,8 6,8 57,9 49,0 73,2 75,2 10 Kepulauan Riau 14,3 23,1 38,2 58,7 55,7 72,1 11 DKI Jakarta 33,4 36,4 68,2 74,6 83,3 83,3 12 Jawa Barat 18,5 20,1 69,0 63,6 78,2 79,7 13 Jawa Tengah 18,3 18,1 69,6 63,3 80,0 78,3 14 DI Yogyakarta 28,1 18,1 68,6 72,0 85,8 85,6 15 Jawa Timur 33,6 24,9 77,8 62,9 87,1 79,2 16 Banten 14,1 21,0 55,8 51,1 80,8 71,4 17 Bali 20,8 35,0 31,3 72,5 70,4 84,3 18 NTB 12,4 14,1 60,5 56,6 84,2 78,4 19 NTT 2,2 9,2 41,5 55,8 71,1 81,4 20 Kalimantan Barat 2,6 9,2 42,9 44,8 71,2 82,2 21 Kalimantan Tengah 4,5 13,3 52,9 54,2 55,2 71,9 22 Kalimantan Selatan 8,8 19,4 66,1 62,9 82,0 77,5 23 Kalimantan Timur 10,3 25,9 72,2 61,5 83,2 80,5 24 Sulawesi Utara 9,6 27,7 57,3 64,9 82,8 82,2 25 Sulawesi Tengah 6,0 15,5 73,2 65,0 82,8 78,6 26 Sulawesi Selatan 21,9 24,3 55,4 72,7 87,1 87,6 27 Sulawesi Tanggara 5,7 14,3 75,0 59,5 82,7 85,8 28 Gorontalo 11,9 24,6 67,6 58,7 87,7 81,2 29 Sulawesi Barat 11,1 15,4 43,8 63,8 60,6 78,6 30 Maluku 1,7 5,5 44,1 41,4 62,5 67,7 31 Maluku Utara 2,3 15,7 43,5 61,0 82,7 76,2 32 Papua 3,9 18,1 54,6 72,2 78,1 84,3 33 Papua Barat 8,9 28,1 44,5 64,7 78,5 87,1 Indonesia 17,2 20,5 63,3 59,9 79,6 77,5 Sumber : Depag dan Depdiknas Tsanawiyah dan Madrasah Aliyah cukup besar, namun persentase guru yang berpendidikan SMA atau di bawah D1 ternyata masih cukup besar. Untuk MTs, guru yang berpendidikan di bawah D1 sebanyak tercatat sebanyak 21,8 persen tahun 2002/2003, kemudian menurun pada tahun 2006/2007 menjadi 21,5 persen. Pola yang sama terjadi pada Madrasah Aliyah, tercatat 11,5 persen guru 31 Analisis Statistik Kualifikasi Guru

MA berpendidikan di bawah D1 dan tahun 2006/2007 turun menjadi 10,6 persen. Akan tetapi bila dibandingkan dengan persentase guru SMP dan SMA secara nasional, kualifikasi guru MTs dan MA masih lebih rendah. Pada tahun 2006/2007, kualifikasi guru MTs yang telah memenuhi standar pendidikan nasional adalah sebesar 59,9 persen masih lebih rendah bila dibandingkan dengan persentase guru SMP/MTs yang mencapai standar pendidikan nasional yaitu sebesar 63,3 persen. Sama halnya dengan kualifikasi guru di tingkat Madrasah Aliyah atau SMA (termasuk didalamnya SMA dan SMK) dimana persentase kualifikasi guru SMA yang berpendidikan sarjana masih lebih besar daripada kualifikasi guru MA. Kualifikasi guru SMA yang telah memenuhi standar sebesar 79.6% pada tahun 2006/2007. Sementara kualifikasi guru MA yang telah memenuhi standar hanya sebesar 77.5 % pada tahun 2006/2007. Untuk sebaran di Provinsi, sebagaimana di tingkat nasional hampir di semua provinsi guru Madrasah Ibtidaiyah yang telah memenuhi standar kualifikasi lebih besar dibandingkan guru SD kecuali di Provinsi Riau, dimana persentase guru yang telah memenuhi standar kualifikasi sebesar 9,1 persen sedangkan guru SD+MI yang telah memenuhi standar kualifikasinya adalah sebesar 17,2 persen. Untuk tingkat SMP dan Madrasah Tsanawiyah tercatat ada 15 Provinsi yang mempunyai jumlah guru MTs yang mempunyai kualifikasi sesuai standar national lebih besar dari rata-rata guru SMP. Provinsi tersebut adalah Provinsi NAD, Sumatera Utara, Kepulauan Riau, DKI Jakarta, DI Yogyakarta, Bali, NTT, Kalbar, Kalteng, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Maluku Utara, Papua dan Papua Barat. Hal yang serupa terjadi pada tingkat SMA dan MA, tercatat pada 15 Provinsi jumlah guru Madrasah Aliyah yang mempunyai kualifikasi standar melebihi dari rata rata guru SMA. Provinsi-Provinsi tersebut adalah NAD, Bengkulu, Babel, Kepulauan Riau, Jawa Barat, Bali, NTT, Kalbar, Kalteng, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Barat, Maluku, Papua dan Papua Barat. Analisis Statistik Kualifikasi Guru 32

Tabel 3. Persentase Kualifikasi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah per Provinsi Tahun 2006/2007 No Provinsi < D1 D1 D2 D3 > D3 1 Nanggroe AD 20,2 1,1 55,2 2,5 21,0 2 Sumater Utara 44,2 2,4 27,0 3,2 23,3 3 Sumatera Barat 15,6 9,1 44,3 7,5 23,5 4 Riau 64,2 1,7 22,9 2,0 9,1 5 Jambi 60,9 5,3 22,1 1,0 10,6 6 Sumatera Selatan 59,6 1,4 23,7 2,3 13,0 7 Bengkulu 41,0 1,9 38,8 3,5 14,8 8 Lampung 59,4 5,7 22,3 2,3 10,3 9 Bangka Belitung 41,4 6,3 42,9 2,7 6,8 10 Kepulauan Riau 31,4 0,0 42,9 2,6 23,1 11 DKI Jakarta 23,9 4,5 25,5 9,8 36,4 12 Jawa Barat 42,0 2,8 33,1 2,0 20,1 13 Jawa Tengah 32,4 1,3 46,5 1,8 18,1 14 DI Yogyakarta 20,6 2,9 54,8 3,5 18,1 15 Jawa Timur 46,4 1,9 25,2 1,6 24,9 16 Banten 42,8 3,7 29,8 2,6 21,0 17 Bali 25,2 1,0 36,2 2,6 35,0 18 N T B 48,2 1,3 33,6 2,9 14,1 19 N T T 54,1 0,6 34,2 2,0 9,2 20 Kalbar 58,1 0,7 31,2 0,8 9,2 21 Kalteng 40,9 0,3 44,5 1,0 13,3 22 Kalsel 46,3 0,9 32,7 0,7 19,4 23 Kaltim 34,3 3,6 33,6 2,6 25,9 24 Sulut 52,7 0,8 17,4 1,5 27,7 25 Sulteng 24,7 3,1 52,2 4,4 15,5 26 Sulsel 20,2 1,9 51,7 1,9 24,3 27 Sultera 39,8 3,2 39,5 3,2 14,3 28 Gorontalo 36,6 2,9 34,5 1,3 24,6 29 Sulbar 17,1 3,9 62,5 1,1 15,4 30 Maluku 32,6 4,7 55,4 1,8 5,5 31 Maluku Utara 25,2 0,6 57,8 0,6 15,7 32 Papua 28,7 0,9 46,3 6,0 18,1 33 Irian Jaya Barat 30,4 1,2 39,2 1,2 28,1 Indonesia 42,2 2,3 33,0 2,1 20,5 Sumber : Ditjen Pendidikan Islam, Depag Standar kualifikasi guru yang sesuai dengan dengan standar pendidikan nasional memang masih sulit terpenuhi untuk tingkat SD dan MI, hal ini karena menyangkut jumlah sekolah yang cukup banyak, dan tersebar di seluruh pelosok tanah air, sebagaimana bisa dimaklumi bahwa masih sulit merangsang para pemuda yang berpendidikan sarjana untuk mengabdi sebagai guru di pelosok- 33 Analisis Statistik Kualifikasi Guru

pelosok desa. Walaupun menurut Undang-Undang Nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen, dinyatakan bahwa dalam melaksanakan tugas keprofesionalannya guru memiliki hak, yang salah satunya adalah memperoleh penghasilan di atas kebutuhan minimum dan jaminan kesejahteraan sosial. Dengan kata lain, nantinya profesi guru dan dosen merupakan profesi yang menjanjikan dan bergengsi dikalangan pegawai negeri sipil lainnya. Berdasarkan data tahun 2006/2007 (Tabel 3) tercatat jumlah guru madrasah Ibtidaiyah yang berpendidikan dibawah D1 masih dominan yaitu sebanyak 42,2 persen dan yang berpendidikan diatas D3 hanya ada sebanyak 20,5 persen. Provinsi-provinsi yang mempunyai persentase jumlah guru berpendidikan dibawah D1 dan persentasenya diatas persentase rata-rata Indonesia adalah Provinsi Sumatera Utara, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Lampung, Jawa Timur, NTB, NTT, Kalbar, Kalsel dan Sulawesi Utara. Provinsi yang mempunyai persentase jumlah guru yang berpendidikan di bawah D1 paling sedikit adalah Provinsi Sumatera Barat sebanyak 15,6 persen, kemudian Sulawesi Barat sebanyak 17,1 persen, sedangkan provinsi yang paling banyak mempunyai persentase jumlah guru MI berpendidikan di bawah D1 adalah Provinsi Riau sebanyak 64,2 persen diikuti pada urutan berikutnya adalah Provinsi Jambi sebanyak 60,9 persen. Di lain pihak provinsi-provinsi yang tercatat mempunyai guru yang sudah berpendidikan di atas D3 dan persentasenya melebihi persentase rata-rata Indonesia adalah Provinsi NAD, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Kepulauan Riau, DKI Jakarta Jawa Timur, Bali,Kaltim, Sulawesi utara, Sulawesi selatan, Gorontalo dan Papua Barat. Provinsi yang terbanyak memiliki persentase jumlah guru berpendidikan di atas D3 adalah Provinsi DKI Jakarta sebanyak 36,4 persen,kemudian diikuti Provinsi Bali sebanyak 35 persen. Tercatat sebagai provinsi yang terendah persentase guru yang berpendidikan di atas D3 adalah Provinsi Maluku sebanyak 5,5 persen dan pada urutan diatasnya adalah Provinsi Bangka Belitung sebanyak 6,8 persen. Kualifikasi pendidikan guru pada Madrasah Tsanawiyah sebagaimana yang terdapat pada Tabel 4, memperlihatkan bahwa persentase jumlah guru Analisis Statistik Kualifikasi Guru 34

yang berpendidikan diatas D3 tahun 2006/2007 telah cukup tinggi yaitu mencapai 59,9 persen. Ada 19 provinsi yang jumlah guru berpendidikan di atas D3 telah melebihi jumlah rata-rata nasional dan 14 provinsi dibawah rata-rata nasional. Namun yang memprihatinkan masih terdapat guru MTs yang berpendidikan dibawah D1, untuk tahun 2006/2007 tercatat berjumlah 21,5 persen. Masih terdapat separuh provinsi yang jumlah persentase guru berpendidikan dibawah D1 diatas rata rata Indonesia. Hal ini mengisyaratkan bahwa masih sulit memenuhi jumlah guru sesuai dengan Standar Nasional. Provinsi yang mempunyai persentase jumlah guru pada Madrasah Tsanawiyah berpendidikan di bawah D1, yang terbanyak adalah Provinsi Sumatera Selatan sebanyak 37,8 persen dan yang paling sedikit persentasenya adalah Provinsi DI Yogyakarta sebanyak 2,6 persen. Untuk tingkat Madrasah Aliyah pada tahun 2006/2007 jumlah guru yang mempunyai kualifikasi pendidikan diatas D3 tercatat sudah cukup tinggi yaitu sebanyak 77,5 persen (lihat tabel 5). Akan tetapi masih ada juga guru yang berpendidikan di bawah D1 mengajar di Madrasah Aliyah, yaitu sebanyak 10,6 persen. Provinsi DI Yogyakarta termasuk yang mempunyai persentase terendah dalam hal jumlah guru MA yang berpendidikan di bawah D1 yaitu sebanyak 3,5 persen, demikian juga DKI Jakarta tercatat hanya 3,8 persen jumlah guru MA yang berpendidikan di bawah D1. Sumatera Selatan tercatat sebagai yang terbanyak memiliki jumlah guru yang berpendidikan dibawah D1 yaitu 18,2 persen diikuti Lampung sebanyak 17,6 persen. 35 Analisis Statistik Kualifikasi Guru

Tabel 4. Persentase Kualifikasi Pendidikan Guru Madrasah Tsanawiyah per Provinsi Tahun 2006/2007 No Provinsi < D1 D1 D2 D3 > D3 1 Nanggroe AD 14,9 0,5 5,1 11,6 67,9 2 Sumatera Utara 25,1 2,5 5,2 7,3 60,0 3 Sumatera Barat 17,1 0,8 9,7 11,9 60,5 4 Riau 36,6 2,2 8,8 8,1 44,2 5 Jambi 26,8 1,0 10,3 14,5 47,4 6 Sumatera Selatan 37,8 2,2 9,6 6,2 44,1 7 Bengkulu 18,4 0,9 6,5 8,4 65,9 8 Lampung 37,3 3,8 12,8 8,1 38,1 9 Bangka Belitung 30,1 1,3 12,6 7,0 49,0 10 Kepulauan Riau 23,4 1,2 4,8 11,8 58,7 11 DKI Jakarta 4,8 3,2 3,4 14,0 74,6 12 Jawa Barat 18,3 1,5 8,7 7,9 63,6 13 Jawa Tengah 20,5 1,4 6,0 8,8 63,3 14 DI Yogyakarta 2,6 6,3 3,1 16,0 72,0 15 Jawa Timur 19,4 2,0 7,8 8,0 62,9 16 Banten 24,5 2,7 14,6 7,1 51,1 17 Bali 17,9 0,0 4,7 4,9 72,5 18 N T B 23,1 1,1 10,6 8,7 56,6 19 N T T 22,4 0,8 9,5 11,4 55,8 20 Kalbar 29,8 2,6 15,9 6,9 44,8 21 Kalteng 27,2 0,7 11,9 6,0 54,2 22 Kalsel 25,3 0,6 5,8 5,4 62,9 23 Kaltim 23,3 3,0 6,6 5,6 61,5 24 Sulut 8,5 12,1 4,9 9,6 64,9 25 Sulteng 18,9 1,5 8,2 6,3 65,0 26 Sulsel 10,5 1,1 9,3 6,5 72,7 27 Sultera 24,4 0,5 6,5 9,1 59,5 28 Gorontalo 21,5 6,6 5,0 8,3 58,7 29 Sulbar 11,1 1,8 16,0 7,3 63,8 30 Maluku 25,6 1,9 19,5 11,6 41,4 31 Maluku Utara 19,5 1,1 10,3 8,0 61,0 32 Papua 14,7 0,0 5,0 8,0 72,2 33 Irian Jaya Barat 18,5 2,7 5,4 8,7 64,7 Indonesia 21,5 1,9 8,4 8,3 59,9 Sumber : Ditjen Pendidikan Islam. Depag Analisis Statistik Kualifikasi Guru 36

Tabel 5. Persentase Kualifikasi Pendidikan Guru Madrasah Aliyah per Provinsi Tahun 2006/2007 No Provinsi < D1 D1 D2 D3 > D3 1 Nanggroe AD 9,6 0,2 2,1 5,8 82,3 2 Sumater Utara 14,4 1,0 2,9 9,8 72,0 3 Sumatera Barat 12,0 1,1 2,1 8,8 76,0 4 Riau 13,3 3,1 5,3 11,7 66,6 5 Jambi 13,7 1,5 4,8 5,3 74,7 6 Sumatera Selatan 18,2 1,9 5,4 5,8 68,6 7 Bengkulu 9,4 0,6 1,7 8,0 80,3 8 Lampung 17,6 3,5 6,7 9,4 62,8 9 Bangka Belitung 12,8 0,0 4,8 7,2 75,2 10 Kepulauan Riau 10,3 0,4 1,9 15,3 72,1 11 DKI Jakarta 3,8 0,7 2,6 9,6 83,3 12 Jawa Barat 8,1 1,0 3,3 7,9 79,7 13 Jawa Tengah 11,3 0,6 2,2 7,7 78,3 14 DI Yogyakarta 3,5 2,8 1,0 7,1 85,6 15 Jawa Timur 10,7 0,9 3,0 6,2 79,2 16 Banten 13,7 1,8 5,3 7,8 71,4 17 Bali 11,9 0,9 1,3 1,7 84,3 18 N T B 6,9 1,9 4,7 8,0 78,4 19 N T T 6,6 1,1 2,7 8,2 81,4 20 Kalbar 7,4 0,5 5,6 4,3 82,2 21 Kalteng 15,1 1,0 7,6 4,3 71,9 22 Kalsel 14,1 0,3 3,2 4,9 77,5 23 Kaltim 10,1 2,7 2,3 4,4 80,5 24 Sulut 6,8 1,3 2,5 7,2 82,2 25 Sulteng 4,4 2,3 3,6 11,0 78,6 26 Sulsel 4,9 0,5 3,0 4,0 87,6 27 Sultera 5,9 0,3 3,0 5,0 85,8 28 Gorontalo 8,8 2,0 1,4 6,5 81,2 29 Sulbar 7,5 0,6 6,4 6,9 78,6 30 Maluku 11,5 2,0 7,3 11,5 67,7 31 Maluku Utara 9,7 0,9 6,0 7,1 76,2 32 Papua 8,1 0,0 0,6 7,0 84,3 33 Irian Jaya Barat 5,2 0,0 0,0 7,8 87,1 Indonesia 10,6 1,2 3,5 7,3 77,5 Sumber : Ditjen Pendidikan Islam. Depag Guru madrasah Aliyah yang berpendidikan di atas D3 sudah cukup dominan, bahkan tercatat ada 20 provinsi yang persentase jumlah guru berpendidikan di atas D3 berada di atas rata-rata Indonesia. Hal ini bisa dimaklumi karena memang jumlah MA relatif masih belum sebanyak MTs. Provinsi yang memiliki jumlah guru berpendidikan di atas D3 terbanyak adalah Provinsi Sulawesi Selatan yaitu sebanyak 87,6 persen, dan tercatat sebagai yang terendah adalah Provinsi Lampung sebanyak 62,8 persen. 37 Analisis Statistik Kualifikasi Guru

Standar kualifikasi pendidikan saja sebenarnya belum cukup untuk dapat mengangkat kualitas pendidikan, kompetensi sosial guru sangat diharapkan dapat memenuhi semua alat, media dan sumber belajar siswa yang dibutuhkan dalam proses belajar siswa. Guru diharapkan dapat menemukan dan mengembangkan kreativitas dan inovasinya dalam proses pembelajaran siswa. 3.2 Rasio Siswa dan Guru Rasio siswa dan guru madrasah Ibtidaiyah, Tsanawiyah dan Aliyah diamati dari tahun ajaran 1999/2000 sampai dengan tahun 2006/20007. Dari grafik dapat diamati bahwa rasio siswa dan guru untuk madrasah ibtidaiyah lebih besar daripada rasio siswa dan guru untuk madrasah tsanawiyah dan aliyah. Rata-rata rasio siswa dan guru untuk MI adalah sebesar 16 yang dapat diartikan bahwa 1 guru mengajar 16 siswa. Rasio siswa dan guru terbesar di MI terjadi pada tahun 1999/2000 yaitu sebesar 20. Sementara itu, rasio siswa dan guru pada MTs dan MA relatif hampir sama. Hal ini menandakan bahwa jumlah guru untuk MTs dan MA secara relatif lebih banyak daripada guru untuk MI dalam hal keterbandingannya dengan jumlah siswa. Rasio siswa terhadap guru berdasarkan grafik diatas berkisar antar 10-11 orang per guru untuk siswa Madrasah Tsanawiyah dan untuk siswa Madrasah aliyah rasio siswa terhadap guru rata-rata berjumlah 9 orang siswa per guru. Sehingga makin tinggi jenjang sekolahnya makin banyak pula jumlah guru yang tersedia dibandingkan jumlah siswanya. Ketersediaan jumlah guru antara madrasah dengan sekolah umum lainnya yang sederajat, masih lebih baik di madrasah, seperti yang terlihat pada tabel 6. Umumnya rata-rata jumlah siswa per guru pada madrasah masih lebih rendah dibandingkan rata-rata jumlah siswa per guru pada sekolah umum dan madrasah. Rata-rata jumlah siswa perguru SD+MI tahun 2004/2005 2006/2007 masing-masing sebanyak 19 siswa. Sedangkan Jumlah siswa per guru pada MI pada periode tersebut hanya 15 siswa per tahun. Untuk tingkat SMP, rata-rata jumlah siswa per guru dari sekolah SMP+ MTs adalah 14 siswa tahun 2004/2005, Analisis Statistik Kualifikasi Guru 38

kemudian menjadi 13 siswa tahun 2005/2006 dan menjadi 14 siswa tahun 2006/2007. 20 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0 99/00 00/01 01/02 02/03 03/04 04/05 05/06 06/07 MI MTS MA Gambar 1. Grafik Rasio Siswa dan Guru Madrasah Tahun 1999/2000 2006/2007 Tabel 6. Rasio Siswa dan Guru Madrasah (MI, MTs dan MA) Tahun 2004/2005-2006/2007 Sekolah Tahun 2004/2005 2005/2006 2006/2007 1. Tingkat SD a. SD + MI 19 19 19 b. MI 15 15 15 2. Tingkat SMP a. SMP + MTs 14 13 14 b. MTs 10 10 11 3. Tingkat SMA a. SMA + MA 13 12 12 b. MA 8 8 8 Sumber : Depag dan Depdiknas Jumlah siswa per guru di MTs pada periode tersebut masing-masing sebanyak 10 siswa, 10 siswa dan 11 siswa. Hal yang sama diperlihatkan pada tingkat SMA, jumlah siswa per guru di Madrasah Aliyah lebih sedikit dibandingkan dengan rata-rata tingkat SMA + MA. 39 Analisis Statistik Kualifikasi Guru

Secara proses belajar mengajar dari kondisi yang tersirat tentunya dapat menghasilkan proses belajar mengajar yang lebih baik pada madrasah, Namun bila dibandingkan dengan kualitas guru yang mengajar, terutama sekali guru yang telah memiliki standar nasional (segi pendidikan), sekolah-sekolah umum diluar madrasah masih lebih baik kualifikasinya. Sebaran per provinsi rasio siswa per guru periode 2002/2003 dan 2006/2007 seperti yang disajikan pada tabel 7 dapat menggambarkan perkembangan rasio siswa per guru selama 2 periode tersebut. Dengan memperhatikan sebaran per provinsi, kebijakan alokasi guru per provinsi dapat dilakukan untuk memperkecil ketimpangan antar provinsi. Jumlah siswa per guru selama 5 tahun tidak menunjukkan perubahan yang berarti. Perubahan yang terlihat pada tingkat Madrasah Ibtidaiyah menunjukkan bahwa jumlah siswa per guru turun dari 16 siswa tahun 2002/2003 menjadi 15 siswa tahun 2006/2007. Begitu pula pada tingkat Madrasah Aliyah pada tahun 2002/2003 tercatat ada 9 siswa per guru menjadi 8 siswa per guru pada tahun 2006/2007. Kondisi ini mengisyaratkan adanya persentase pertambahan jumlah guru lebih besar dari persentase pertambahan jumlah murid. Bila diperhatikan sebaran per provinsi, ternyata tidak semua provinsi mengalami pertambahan jumlah guru yang lebih besar persentasenya dibandingkan persentase pertambahan jumlah siswa, tercatat beberapa provinsi yang mempunyai jumlah siswa per guru semakin besar selama periode 5 tahun tersebut. Untuk Madrasah Ibtidaiyah jumlah siswa per guru yang semakin besar setelah periode 5 tahun adalah Provinsi Lampung, Jawa Tengah, Banten, Sulut, Sulsel dan Irian Jaya Barat. Sedangkan pada Madrasah Tsanawiyah Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, NTB, Kalbar, Kaltim, Sulut, Sultera dan Irian Jaya Barat jumlah siswa per guru nya bertambah banyak setelah 5 tahun. Pada tingkat Madrasah Aliyah tercatat Provinsi Riau, Bengkulu, Jawa Tengah, NTT, Sulut dan Irian Jaya Barat yang mempunyai jumlah siswa per guru lebih banyak setelah 5 tahun. Analisis Statistik Kualifikasi Guru 40

Tabel 7. Rasio Siswa dan Guru Madrasah (MI, MTs dan MA) Tahun 2002/2003 dan 2006/2007 No Provinsi MI MTs MA 02/03 06/07 02/03 06/07 02/03 06/07 1 Nanggroe AD 17 14 13 10 12 10 2 Sumater Utara 19 18 12 12 9 9 3 Sumatera Barat 15 14 9 10 8 7 4 Riau 16 14 10 10 7 8 5 Jambi 22 18 10 9 10 8 6 Sumatera Selatan 15 14 10 8 11 8 7 Bengkulu 15 13 10 9 8 10 8 Lampung 14 15 11 10 9 8 9 Bangka Belitung 14 14 10 9 11 8 10 Kepulauan Riau 17 10 7 11 DKI Jakarta 19 18 10 11 8 8 12 Jawa Barat 22 21 11 12 9 8 13 Jawa Tengah 8 16 9 14 10 11 14 DI Yogyakarta 14 9 10 9 9 7 15 Jawa Timur 20 12 11 10 8 8 16 Banten 16 19 14 11 13 8 17 Bali 16 16 7 6 7 7 18 N T B 11 10 7 8 8 8 19 N T T 15 15 8 8 9 10 20 Kalbar 13 15 8 10 11 11 21 Kalteng 18 16 10 10 9 9 22 Kalsel 15 13 11 10 9 9 23 Kaltim 15 15 8 9 8 8 24 Sulut 14 20 7 10 6 7 25 Sulteng 15 12 8 8 7 7 26 Sulsel 14 15 10 8 8 7 27 Sultera 13 14 7 12 6 8 28 Gorontalo 15 12 8 8 9 7 29 Sulbar 13 6 7 30 Maluku 19 16 13 11 10 10 31 Maluku Utara 20 15 12 10 11 7 32 Papua 17 5 3 33 Irian Jaya Barat 15 17 7 12 6 7 Indonesia 16 15 11 11 9 8 Sumber : Ditjen Pendidikan Islam. Depag Melihat rasio siswa per guru pada madrasah umumnya lebih rendah dibandingkan sekolah umum lainnya yang sederajat, hal ini bisa mengisyaratkan masih kurang minatnya masyarakat untuk mempercayakan pendidikan anaknya ke madrasah, sehingga daya tampung madrasah masih cukup besar, hanya saja 41 Analisis Statistik Kualifikasi Guru

perlu dikaji lebih jauh bagaimana cara menaikkan minat masyarakat khususnya muslim agar mau mempercayakan pendidikan anaknya ke madrasah. 4. Kesimpulan dan Saran 4.1 Kesimpulan a. Pada tingkat Madrasah Ibtidaiyah (MI), kualifikasi guru masih di dominasi oleh guru yang berpendidikan di bawah D1, tercatat berjumlah 48,8 persen tahun 2002/2003 dan sedikit menurun di tahun 2006/2007 menjadi 42,2 persen. b. Persentase Guru MI yang memiliki pendidikan di atas D3 tahun 2006/2007 hanya sebesar 20,5 persen, namun ini masih lebih baik dibandingkan dengan rata-rata SD/MI yang persentasenya hanya sebesar 17,2 persen. c. Sebaliknya untuk tingkat SMP dan SMA, persentase guru MTs dan MA yang berpendidikan di atas D3 masih dibawah rata-rata guru SMP/MTs maupun rata-rata guru SMA/MA. d. Walaupun persentase jumlah guru yang memenuhi standar nasional atau berpendidikan di atas D3 sudah cukup tinggi baik tingkat Madrasah Tsanawiyah maupun tingkat Madrasah Aliyah, namun persentase jumlah guru yang berpendidikan di bawah D1 masih cukup besar yaitu sebesar 21,5 persen untuk tingkat MTs dan 10,6 persen untuk tingkat MA. e. Secara umum rasio siswa per guru pada madrasah lebih rendah dari rasio siswa per guru pada sekolah umum lainnya SD, SMP dan SMA. Hal ini bisa mengindikasikan daya tampung madrasah masih cukup besar, atau dengan kata lain minat terhadap sekolah-sekolah umum masih lebih besar dibandingkan madrasah. Analisis Statistik Kualifikasi Guru 42

4.2. Saran Berdasarkan pada kesimpulan yang diperoleh dari bahasan diatas maka disarankan agar dilakukan upaya-upaya untuk meningkatkan mutu tenaga pendidik sehingga lebih banyak guru yang bisa memenuhi standar nasional, serta mengupayakan bisa menarik kepercayaan masyarakat khususnya yang muslim untuk dapat lebih mempercayakan pendidikan anaknya ke madrasah. Dengan demikian madrasah ini benar-benar bisa menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam sistem pendidikan. Daftar Bacaan Balitbang Departemen Pendidikan Nasional. 2007. Rangkuman Statistik Persekolahan 2006/2007. Jakarta. Depdiknas. Badan Pusat Statistik. 2007. Statistik Pendidikan 2006 (Hasil Susenas). Jakarta Departemen Pendidikan Nasional. 2005. Rencana Strategis Departemen Pendidikan Nasional 2005-2009, Jakarta: Depdiknas. Departemen Pendidikan Nasional. 2005. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Depdiknas. Jakarta. Ditjen Pendidikan Islam Departemen Agama. Series 2001/2002 sd 2005/2006. Statistik Pendidikan Agama dan Keagamaan. Jakarta. Depag. Ditjen Pendidikan Islam. Departemen Agama Renstra 2004 2009. Depag. Jakarta. Sidi, Indra Jati. 2004. Masalah Guru lebih rumit diera otonomi. Seminar terbuka tentang pendidikan dasar dan menengah. Subijanto. 2006. Profesi guru sebagai profesi yang menjanjikan Pasca Undang- Undang guru dan dosen. Balitbang.Depdiknas. Jakarta 43 Analisis Statistik Kualifikasi Guru