HUBUNGAN PHBS TATANAN RUMAH TANGGA DENGAN KEJADIAN ISPA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TEMON II KULON PROGO TAHUN 2012

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. komplek dan heterogen yang disebabkan oleh berbagai etiologi dan dapat. berlangsung tidak lebih dari 14 hari (Depkes, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan lima tahun. Pada usia ini otak mengalami pertumbuhan yang

BAB I PENDAHULUAN. lima tahun pada setiap tahunnya, sebanyak dua per tiga kematian tersebut

PENDAHULUAN atau Indonesia Sehat 2025 disebutkan bahwa perilaku. yang bersifat proaktif untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan;

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat,

Oleh : Yophi Nugraha, Inmy Rodiyatam ABSTRAK

Jurnal Ilmiah STIKES U Budiyah Vol.1, No.2, Maret 2012

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. terutama pada bagian perawatan anak (WHO, 2008). kematian balita di atas 40 per 1000 kelahiran hidup adalah 15%-20%

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) merupakan masalah kesehatan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Angka kejadian ISPA Di Indonesia, pada balita adalah sekitar 10-20%

BAB 1 : PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Millenium Development Goal Indicators merupakan upaya

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di Indonesia diare merupakan penyebab kematian utama pada bayi dan anak.

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang setinggi-tingginya. Dengan kata lain bahwa setiap orang

BAB I PENDAHULUAN. berperilaku sehat. Program PHBS telah dilaksanakan sejak tahun 1996 oleh

BAB I PENDAHULUAN. di negara berkembang. ISPA yang tidak mendapatkan perawatan dan pengobatan

BAB I PENDAHULUAN. Balita. Pneumonia menyebabkan empat juta kematian pada anak balita di dunia,

Kata kunci : Peran Keluarga Prasejahtera, Upaya Pencegahan ISPA pada Balita

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TERJADINYA ISPA PADA BAYI (1-12 BULAN) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS RAJABASA INDAH BANDAR LAMPUNG TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN. balita di dunia, lebih banyak dibandingkan dengan penyakit lain seperti

BAB 1 PENDAHULUAN. terbesar baik pada bayi maupun pada anak balita. 2 ISPA sering berada dalam daftar

GAMBARAN FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB PNEUMONIA PADA BALITA DI PUSKESMAS PIYUNGAN BANTUL TAHUN 2010 NASKAH PUBLIKASI

PERBEDAAN FAKTOR PERILAKU PADA KELUARGA BALITA PNEUMONIA DAN NON PNEUMONIA DI WILAYAH KERJA UPTD PUSKESMAS MUNJUL KABUPATEN MAJALENGKA TAHUN 2014

Summary HUBUNGAN SANITASI RUMAH DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DIWILAYAH KERJA PUSKESMAS MARISA KECAMATAN MARISA KABUPATEN POHUWATO TAHUN 2012

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian Penelitian dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Wongkaditi

BAB I PENDAHULUAN. mencakup 74% (115,3 juta) dari 156 juta kasus di seluruh dunia. Lebih dari. dan Indonesia (Rudan, 2008). World Health Organization

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Diare adalah sebagai perubahan konsistensi feses dan perubahan frekuensi

BAB I PENDAHULUAN. (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah) termasuk jaringan

Oleh : Tintin Purnamasari ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN. Kecamatan Kabila Kabupaten Bone Bolango. Wilayah Kerja. Poowo, Poowo Barat, Talango, dan Toto Selatan.

BAB I PENDAHULUAN. di paru-paru yang sering terjadi pada masa bayi dan anak-anak (Bindler dan

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat,

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 ISPA

BAB 1 PENDAHULUAN. gejala atau infeksi ringan sampai penyakit yang parah dan. parenkim paru. Pengertian akut adalah infeksi yang berlangsung

7-13% kasus berat dan memerlukan perawatan rumah sakit. (2)

III. METODE PENELITIAN. cross sectional. Pendekatan cross sectional adalah suatu penelitian noneksperimental

PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT (PHBS) DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

HUBUNGAN ANTARA PEMBERIAN ASI DENGAN STATUS GIZI BAYI UMUR 1-6 BULAN DI DESA TEGALARUM KECAMATAN BOROBUDUR KABUPATEN MAGELANG TAHUN

BAB III METODE PENELITIAN. Bolango dan waktu penelitian di laksanakan pada bulan Oktober sampai dengan

Oleh : Suharno, S.Kep.,Ners ABSTRAK

HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN IBU PRIMIGRAVIDA DENGAN PEMBERIAN ASI PADA BAYI UMUR 6-12 BULAN DI BPM KUSNI SRI MAWARTI DESA TERONG II KEC.

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan pendekatan case control yaitu membandingkan antara

HUBUNGAN MOTIVASI IBU BALITA DENGAN PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT (PHBS) Ati ul Impartina Program Studi D III Kebidanan STIKES Muhammadiyah Lamongan

Trisna Ebtanastuti 2, Anjarwati 3 INTISARI

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. hidung sampai alveoli. ISPA terdiri dari bukan pneumonia, pneumonia, dan

STUDI TENTANG DIARE DAN FAKTOR RESIKONYA PADA BALITA UMUR 1-5 TAHUN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KALASAN SLEMAN NASKAH PUBLIKASI

HUBUNGAN SIKAP IBU TENTANG SANITASI BOTOL SUSU DENGAN KEJADIAN DIARE PADA ANAK USIA 1-5 TAHUN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS CIMAHI SELATAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN. variabel independent dan variabel (Notoatmodjo, 2003). Puskesmas Gubug pada tanggal Agustus 2010.

Salah satu upaya pencegahan pneumonia yang berhubungan dengan lingkungan adalah dengan menciptakan lingkungan hidup yang baik.

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang sangat mendasar dan menjadi prioritas dalam program

Eko Heryanto Dosen Program Studi S.1 Kesehatan Masyarakat STIKES Al-Ma arif Baturaja ABSTRAK

BAB 1 PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan nasional bidang kesehatan yang tercantum dalam

BAB V PEMBAHASAN. kepadatan hunian tidak menunjukkan ada hubungan yang nyata.

BAB I PENDAHULUAN. menular maupun tidak menular (Widyaningtyas, 2006). bayi dan menempati posisi pertama angka kesakitan balita.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO (2005) kematian balita disebabkan oleh Infeksi Saluran

BAB I PENDAHULUAN. sehingga menimbulkan gejala penyakit (Gunawan, 2010). ISPA merupakan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN

HUBUNGAN PENDIDIKAN IBU DAN STATUS EKONOMI KELUARGA DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA

Nama Peneliti : Adelina Romaito Nim : Tanggal wawancara : / /2015. A. Data Umum Identitas Balita Nama Balita : Umur : Jenis Kelamin :

HUBUNGAN PERAN ORANG TUA DALAM PENCEGAHAN PNEUMONIA DENGAN KEKAMBUHAN PNEUMONIA PADA BALITA DI PUSKESMAS SEI JINGAH BANJARMASIN

BAB 1 PENDAHULUAN. Di dalam bab ini akan dibahas tentang latar belakang penelitian, masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. (P2ISPA) adalah bagian dari pembangunan kesehatan dan upaya pencegahan serta

HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN DAN SIKAP KEPALA KELUARGA DENGAN PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT DI RT 3 RW 07 KELURAHAN PAKUNCEN WIROBRAJAN YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. sebagai pandemik yang terlupakan atau the forgotten pandemic. Tidak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Morbiditas dan mortalitas merupakan suatu indikator yang

BAB III METODA PENELITIAN. A. Jenis/ Rancangan Penelitian dan Metode Pendekatan. wawancara menggunakan kuesioner dengan pendekatan cross sectional.

Ernawati 1 dan Achmad Farich 2 ABSTRAK

HUBUNGAN USIA PENYAPIHAN DENGAN STATUS GIZI BALITA DI DUKUH PUNDONG SRIHARDONO BANTUL YOGYAKARTA TAHUN INTISARI

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitan ini merupakan penelitian observasional analitik dengan pendekatan

HUBUNGAN STATUS GIZI DAN STATUS IMUNISASI DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA

BAB 1 PENDAHULUAN. keberhasilan pembangunan bangsa. Untuk itu diselenggarakan pembangunan

BAB III METODE PENELITIAN. mengungkapkan hubungan antar variabel yaitu pemberian MP ASI dengan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

III. METODE PENELITIAN. dilakukan pada saat yang bersamaan dalam satu waktu (Notoatmojo, 2003)

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU DENGAN UPAYA PENCEGAHAN ISPA PADA BALITA DI PUSKESMAS NGORESAN SURAKARTA

PERBEDAAN PEMBERIAN PENYULUHAN KESEHATAN TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP PHBS PADA IBU RUMAH TANGGA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PEKALONGAN SELATAN

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU DENGAN KETEPATAN WAKTU MELAKUKAN IMUNISASI PADA BAYI DI BPS SRI MARTUTI, PIYUNGAN, BANTUL, YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh mikroorganisme termasuk common cold, faringitis (radang

Jurnal Care Vol. 4, No.3, Tahun 2016

BAB III METODE PENELITIAN

Oleh : Suyanti ABSTRAK

Promotif, Vol.2 No.2 April 2013 Hal

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Salah satu ruang lingkup epidemiologi ialah mempelajari faktor-faktor yang

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG ASI EKSKLUSIF DENGAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DI DESA HARJOBINANGUN PURWOREJO GITA APRILIA ABSTRAK

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP DENGAN PERILAKU HIDUP BERSIH SEHAT DI KELURAHAN SETIAJAYA KECAMATAN CIBEUREUM KOTA TASIKMALAYA TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN. Hasil penelitian multi-center yang dilakukan UNICEF menunjukkan bahwa MP-

HUBUNGAN PERSONAL HYGIENE IBU DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BAYI DI POSYANDU CEMPAKA DAN MAWAR DESA CUKANGKAWUNG TASIKMALAYA PERIODE BULAN APRIL 2015

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dari

BAB I PENDAHULUAN. (mordibity) dan angka kematian (mortality). ( Darmadi, 2008). Di negara

HUBUNGAN DUKUNGAN SUAMI DENGAN KEBERHASILAN ASI EKSLUSIF PADA IBU YANG MEMPUNYAI ANAK 7-12 BULAN DI KALIKAJAR WONOSOBO TAHUN 2011.

SKRIPSI. Disusun untuk Memenuhi salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S 1 Kesehatan Masyarakat. Oleh: TRI NUR IDDAYAT J

Transkripsi:

HUBUNGAN PHBS TATANAN RUMAH TANGGA DENGAN KEJADIAN ISPA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TEMON II KULON PROGO TAHUN 2012 NASKAH PUBLIKASI Disusun oleh : MIFTA AULIA JAMIL 080201126 PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN AISYIYAH YOGYAKARTA 2012

HUBUNGAN PHBS TATANAN RUMAH TANGGA DENGAN KEJADIAN ISPA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TEMON II KULON PROGO TAHUN 2012 1 Mifta Aulia Jamil 2, Kirnantoro 3 INTISARI Latar belakang : ISPA adalah pembunuh utama Balita di dunia, lebih banyak dibandingkan dengan penyakit lain seperti AIDS, Malaria dan Campak. Berdasarkan studi pendahuluan pada wilayah kerja Puskesmas Temon II penderita penyakit ISPA mengalami peningkatan menjadi 307 balita, yang terbagi atas desa Glagah sebanyak 18% atau 56 balita, desa Jangkaran sebanyak 17% atau 53 balita, desa Kebonrejo sebanyak 10 % atau 30 balita, desa Karangwuluh sebanyak 9% atau 28 balita, desa Palihan sebanyak 20% atau 60 balita desa Sindutan sebanyak 17 % atau 52 balita dan desa Janten sebanyak 9% atau 28 balita. Tujuan : Diketahuinya hubungan PHBS Tatanan Rumah Tangga dengan kejadian ISPA Balita di wilayah kerja Puskesmas Temon II, Kulon Progo. Metode : Desain penelitian ini menggunakan metode analitik korelasional dengan pendekatan cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah ibu yang mempunyai balita sebanyak 307 orang dan sampel sebanyak 61 responden. Hasil : Hasil analisa menggunakan uji statistik chi square menunjukkan bahwa keseluruhan nilai p value adalah < 0,05 dengan demikian terbukti bahwa ada hubungan antara perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) tatanan rumah tangga yang meliputi perilaku tentang ASI ekslusif, perilaku tentang gizi dan perilaku tentang merokok dengan kejadian ISPA. Kesimpulan dan Saran : Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) tatanan rumah tangga meliputi perilaku tentang ASI eklusif, perilaku tentang gizi dan perilaku tentang merokok di wilayah kerja Puskesmas Temon II Kulon Progo sebagian besar adalah baik. Program Perawatan Kesehatan Masyarakat harus lebih digiatkan lagi dengan melibatkan seluruh unsur tenaga kesehatan yang ada di Puskesmas serta melibatkan Kader Kesehatan Desa sehingga Program Kesehatan yang dilaksanakan di Masyarakat bisa lebih mengenai sasaran dan sesuai dengan tujuan. Kata kunci : PHBS, Perilaku tentang ASI ekslusif, Perilaku tentang Gizi, perilaku tentang Merokok dan ISPA Balita Kepustakaan : 24 buku (2000-2011), 3 skripsi, 3 website Jumlah halaman : i-xv, 73 halaman, 15 tabel, 2 gambar 1 Judul Penelitian 2 Mahasiswa STIKES Aisyiyah Yogyakarta 3 Dosen Poltekkes Kemenkes Yogyakarta 1

PENDAHULUAN Salah satu penyakit yang diderita masyarakat adalah ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) yang meliputi infeksi saluran pernafasan atas dan infeksi saluran pernafasan bawah. ISPA merupakan suatu penyakit yang paling banyak terjadi pada bayi dan balita, baik di negara maju dan berkembang seperti Indonesia. Keluarga adalah unit terkecil dari sebuah masyarakat besar yang tidak akan lepas dari kesehatan masyarakat. Kesehatan masyarakat merupakan ilmu dan seni mencegah penyakit, memperpanjang hidup dan meningkatkan kesehatan penduduk dengan upaya-upaya pengorganisasi masyarakat (Notoatmodjo, 2010). Kaitannya dengan keluarga, upaya dalam PHBS Tatanan Rumah Tangga ini ditujukan pada masyarakat kecil agar dapat mempelajari penyakit dan mencegah serta memberantas penyakit menular sebelum dibawa pelayanan kesehatan karena beberapa anggota rumah tangga mempunyai masa rawan terkena penyakit infeksi dan non infeksi, oleh karena itu untuk mencegahnya anggota rumah tangga perlu diberdayakan untuk melaksanakan perilaku sehat agar dapat mengetahui berbagai jenis penyakit dengan menjaga kebersihan diri dan lingkungan secara teratur. Bila setiap unit keluarga dapat mengatur kesehatannya, maka pada masyarakat besar tentu akan tercipta masyarakat yang sehat. Melalui PHBS dan peningkatan pelayanan kesehatan, diharapkan penyakit-penyakit menular yang merupakan ciri khas negara berkembang, termasuk Indonesia bisa ditekan semaksimal mungkin. Di Kabupaten Kulonprogo, penyakit ISPA merupakan masalah kesehatan utama masyarakat. Berdasarkan data yang diperoleh dari sub bagian penanggulangan penyakit menular (P2M) kabupaten Kulonprogo tahun 2008 diperoleh informasi bahwa cakupan penemuan ISPA mencapai 4.592 Balita. Angka tersebut mengalami peningkatan pada tahun 2010 yaitu menjadi 4881 Balita. Berdasarkan laporan bulanan P2M Kabupaten Kulonprogo pada triwulan III (oktober-desember) penderita ISPA terbanyak pada tahun 2010 adalah golongan umur 1 sampai 4 tahun yaitu 636 balita (52%), dan urutan kedua adalah golongan umur 1 sampai 12 bulan yaitu 584 balita (48 %). Puskesmas Temon II merupakan salah satu Puskesmas di Kabupaten Kulonprogo. Berdasarkan laporan akhir tahun 2010 terdapat 293 balita yang terkena penyakit ISPA terbagi atas 7 wilayah kelurahan/desa diataranya desa Glagah sebanyak 28% atau 82 balita, desa Jangkaran sebanyak 16% atau 45 balita, desa Kebonrejo sebanyak 6% atau 18 balita, desa Karangwuluh sebanyak 9% atau 27 balita, desa Palihan sebanyak 15% atau 45 balita desa Sindutan sebanyak 20% atau 58 balita dan desa Janten sebanyak 6% atau 18 balita. Dari hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada bulan November 2011. Berdasarkan laporan bulanan dari bulan Januari Oktober 2011 penderita penyakit ISPA mengalami peningkatan menjadi 307 balita, yang terbagi atas desa Glagah sebanyak 18% atau 56 balita, desa Jangkaran sebanyak 17% atau 53 balita, desa Kebonrejo sebanyak 10 % atau 30 balita, desa Karangwuluh sebanyak 9% atau 28 balita, desa Palihan sebanyak 20% atau 60 balita desa Sindutan sebanyak 17 % atau 52 balita dan desa Janten sebanyak 9% atau 28 balita. Rumah tangga sebagai wahana anggota keluarga dalam melakukan aktifitas keseharian yang memegang peranan penting dalam kejadian penyakit ISPA khususnya pada Balita dimana faktor resiko sebagian besar berada dalam lingkungan rumah. Berdasarkan survei awal di wilayah kerja Puskesmas Temon II Kecamatan Temon Kabupaten Kulon Progo yang dilaksanakan pada tanggal 30 Oktober 2011, masih ditemukan PHBS yang tidak sehat di lingkungan rumah tangga diantaranya : 1) 7 dari 10 ibu yang dijumpai dilapangan tidak memberikan ASI ekslusif bagi anaknya. 2) 2 dari 10 diantaranya mempunyai kebiasaan tidur beramai-ramai dalam 2

satu kamar tidur atau terlalu padat penghuni. 3) 9 dari 10 keluarga memiliki kebiasaan merokok pada salah satu / beberapa anggota keluarga. 4) Dapur merupakan tempat kegiatan untuk mengolah, menyiapkan dan menyimpan makanan. Namun pada 6 dari 10 ibu yang ditemui peneliti, kegiatan memasak sering dilakukan oleh ibu-ibu sambil menggendong anaknya yang masih kecil. Diantara hal-hal tersebut perilaku kesadaran masyarakat akan hidup bersih yang berdampak pada ISPA juga masih banyak yang kurang dan umumnya beranggapan bahwa ini merupakan permasalahan mudah yang cepat sembuh sendiri pada penyakit ini meskipun masalah ISPA ini juga dirasakan sebagai masalah kesehatan yang sering mengganggu. METODE PENELITIAN Metode penelitian ini menggunakan metode analitik korelasional dengan pendekatan cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah ibu yang mempunyai balita sebanyak 307 orang dan sampel sebanyak 61 responden. Untuk mengetahui hubungan antara variabel, dilakukan uji statistik Chi Square dengan tingkat signifikan 0,05 menggunakan SPSS 16 for windows untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara dua variabel yaitu variabel bebas dan variabel tergantung yang berskala nominal dan ordinal (Sugiyono, 2010). Jika ρ < 0,05 maka Ho (hipotesa nol) ditolak, artinya ada hubungan antara PHBS Tatanan Rumah Tangga dengan kejadian ISPA. HASIL 1. Karakteristik responden menurut kriteria perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) tatanan rumah tangga a. Distribusi frekuensi menurut kriteria perilaku tentang ASI ekslusif Distribusi frekuensi responden menurut kriteria tentang status ASI ekslusif dikelompokkan menjadi 2 (dua) kelompok dapat dilihat pada tabel 1 sebagai berikut: Tabel 1. Distribusi Frekuensi Responden menurut Kriteria Perilaku tentang ASI Ekslusif di wilayah kerja Temon II tahun 2012 Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid Baik 55 90,2 90,2 90,2 Cukup 6 9,8 9,8 100,0 Total 61 100,0 100,0 Bila dilihat dari kriteria perilaku tentang ASI ekslusif responden pada tabel 1 memberikan gambaran bahwa sebagian besar responden yaitu sebanyak 55 responden atau sebesar 90,2% termasuk dalam kategori baik. b. Distribusi frekuensi menurut kriteria perilaku tentang Gizi Distribusi frekuensi menurut kriteria perilaku tentang Gizi dikelompokkan menjadi 3 (tiga) kelompok dapat dilihat pada tabel 2 sebagai berikut: 3

Tabel 2. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Kriteria Perilaku tentang Gizi di Wilayah Kerja Puskesmas Temon II tahun 2012) Frequency Percent Valid Cumulative Percent Percent Valid Baik 49 80,3 80,3 80,3 Cukup 11 18,0 18,0 98,4 Kurang 1 1,6 1,6 100,0 Total 61 100,0 100,0 Bila dilihat dari kriteria perilaku tentang Gizi responden pada tabel 2 memberikan gambaran bahwa sebagian besar responden yaitu sebanyak 49 responden atau sebesar 80,3% termasuk dalam kategori baik. c. Distribusi frekuensi menurut kriteria perilaku tentang Merokok Distribusi frekuensi menurut kriteria perilaku tentang Merokok dikelompokkan menjadi 3 (tiga) kelompok dapat dilihat pada tabel 3 sebagai berikut: Tabel 3. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Kriteria Perilaku tentang Merokok di Wilayah Kerja Puskesmas Temon II tahun 2012 Frequency Percent Valid Cumulative Percent Percent Valid Baik 41 67,2 67,2 67,2 Cukup 18 29,5 29,5 96,7 Kurang 2 3,3 3,3 100,0 Total 61 100,0 100,0 Bila dilihat dari kriteria perilaku tentang Merokok responden pada tabel 3 memberikan gambaran bahwa sebagian besar responden yaitu sebanyak 41 responden atau sebesar 67,2% termasuk dalam kategori baik. d. Distribusi frekuensi kejadian ISPA pada balita Distribusi frekuensi menurut kejadian ISPA pada balita dikelompokkan menjadi 2 (dua) kelompok dapat dilihat pada tabel 4 sebagai berikut: Tabel 4. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Kejadian ISPA di Wilayah Kerja Puskesmas Temon II tahun 2012 Frequency Percent Valid Cumulative Percent Percent Valid ISPA 20 32,8 32,8 32,8 Tidak ISPA 41 67,2 67,2 100,0 Total 61 100,0 100,0 Bila dilihat dari kejadian ISPA pada balita, tabel 4 memberikan gambaran bahwa sebagian besar responden yaitu sebanyak 41 responden atau sebesar 67,2% tidak mengalami ISPA. 2. Hubungan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) tatanan Rumah Tangga dengan Kejadian ISPA pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Temon II a. Hubungan Perilaku tentang ASI Ekslusif dengan Kejadian ISPA pada Balita Tabel 5. Hubungan Perilaku tentang ASI Ekslusif dengan Kejadian ISPA pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Temon II 4

Perilaku Kejadian ISPA Pada Balita Total tentang ASI Ekslusif Ya % Tidak % Jumlah % Baik 15 25,0% 40 65,0% 55 90,0% Cukup 5 8,0% 1 2,0% 6 10,0% Kurang 0 0,0% 0 0,0% 0 0,0% Jumlah 20 33,0% 41 67,0% 61 100% uji Chi Square : ρ = 0,005 Hasil uji Chi Square menunjukkan bahwa nilai ρ = 0,005 < 0,05 artinya terdapat hubungan yang bermakna antara perilaku tentang ASI Ekslusif dengan kejadian ISPA pada balita. Dibuktikan pada Tabel 5 dari 61 responden sebagian besar responden yaitu sebanyak 40 responden (65,0%) berperilaku baik dan balitanya tidak mengalami kejadian ISPA. Terjadi ada hubungan yang bermakna peneliti menduga adanya faktor resiko penyebab ISPA lain yang peneliti tidak teliti selain faktor resiko perilaku ASI Eksklusif. b. Hubungan Perilaku Status Gizi dengan Kejadian ISPA pada Balita Tabel 6. Hubungan Perilaku tentang Gizi dengan Kejadian ISPA pada Balita Perilaku tentang Gizi di Wilayah Kerja Puskesmas Temon II Kejadian ISPA Pada Balita Total Ya % Tidak % Jumlah % Baik 13 21,0% 36 59,0% 49 80,0% Cukup 6 10,0% 5 8,0% 11 18,0% Kurang 1 2,0% 0 0,0% 1 2,0% Jumlah 20 33,0% 41 67,0% 61 100% uji Chi Square : ρ = 0,007 Hasil uji Chi Square menunjukkan bahwa nilai ρ = 0,007 < 0,05 artinya terdapat hubungan yang bermakna antara perilaku tentang Gizi dengan kejadian ISPA pada balita. Dibuktikan pada Tabel 6 dari 61 responden sebagian besar responden yaitu sebanyak 36 responden (59,0%) berperilaku baik dan balitanya tidak mengalami kejadian ISPA. Terjadi ada hubungan yang bermakna peneliti menduga adanya faktor resiko penyebab ISPA lain yang peneliti tidak teliti selain faktor resiko perilaku status gizi. c. Hubungan Perilaku tentang Merokok dengan Kejadian ISPA pada Balita Tabel 7. Hubungan Perilaku tentang Merokok dengan Kejadian ISPA pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Temon II Perilaku tentang Merokok Kejadian ISPA Pada Balita Total Ya % Tidak % Jumlah % Baik 3 5,0% 38 62,0% 41 67,0% Cukup 16 26,0% 2 3,0% 18 29,0% Kurang 1 2,0% 1 2,0% 2 4,0% Jumlah 20 33,0% 41 67,0% 61 100% uji Chi Square : ρ = 0,000 Hasil uji Chi Square menunjukkan bahwa nilai ρ = 0,000 < 0,05 artinya terdapat hubungan yang bermakna antara perilaku tentang Merokok dengan 5

kejadian ISPA pada balita. Dibuktikan pada Tabel 7 dari 61 responden sebagian besar responden yaitu sebanyak 38 responden (62,0%) berperilaku baik dan balitanya tidak mengalami kejadian ISPA. PEMBAHASAN Berdasarkan kriteria perilaku tentang ASI ekslusif sebagian besar responden yaitu sebanyak 55 responden atau sebesar 90,2% termasuk dalam kategori baik dan sisanya sebanyak 6 responden atau sebesar 9,8% termasuk dalam kategori cukup. Dalam penelitian ini hasil uji Chi Square menunjukkan bahwa nilai ρ = 0,005 < 0,05 artinya terdapat hubungan yang bermakna antara perilaku tentang ASI Ekslusif dengan kejadian ISPA pada balita. Terjadi ada hubungan yang bermakna peneliti menduga adanya faktor resiko penyebab ISPA lain yang peneliti tidak teliti selain faktor resiko perilaku ASI Ekskusif. Berdasarkan kriteria perilaku tentang Gizi sebagian besar responden yaitu sebanyak 49 responden atau sebesar 80,3% termasuk dalam kategori baik, 11 responden atau sebesar 18% termasuk dalam kategori cukup dan sisanya 1 responden atau sebesar 1,6% termasuk dalam kategori kurang. Terjadi ada hubungan yang bermakna peneliti menduga adanya faktor resiko penyebab ISPA lain yang peneliti tidak teliti selain faktor resiko perilaku status gizi. Selanjutnya berdasarkan kriteria perilaku tentang Merokok sebagian besar responden yaitu sebanyak 41 responden atau sebesar 67,2% termasuk dalam kategori baik, 18 responden atau sebesar 29,5% termasuk dalam kategori cukup dan sisanya 2 responden atau sebesar 3,3% termasuk dalam kategori kurang. Pada penelitian ini hasil uji Chi Square menunjukkan bahwa nilai ρ = 0,000 < 0,05 artinya terdapat hubungan yang bermakna antara perilaku tentang Merokok dengan kejadian ISPA pada balita. Terjadi ada hubungan yang bermakna peneliti menduga adanya faktor resiko penyebab ISPA lain yang peneliti tidak teliti selain faktor resiko perilaku merokok. Dari data analisis tentang kejadian ISPA pada balita dapat diketahui bahwa sebagian besar responden yaitu sebanyak 41 responden (67,2%) balitanya tidak mengalami kejadian ISPA dan hampir setengahnya yaitu sebanyak 20 responden (32,8%) balitanya mengalami kejadian ISPA. Dari analisis data tentang hubungan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) dengan kejadian ISPA pada balita di wilayah kerja puskesmas Temon 2 Kabupaten Kulonprogo dapat diketahui bahwa sebagian besar responden yaitu sebanyak 40 responden (65,0%) memiliki perilaku yang baik terhadap ASI esklusif dan balitanya tidak mengalami kejadian ISPA. Selanjutnya perilaku tentang gizi dengan kejadian ISPA pada balita. Dapat diketahui bahwa sebagian besar responden yaitu sebanyak 36 responden (59,0%) berperilaku baik dan balitanya tidak mengalami kejadian ISPA. Begitu juga dengan perilaku tentang merokok dengan kejadian ISPA pada balita. Diketahui bahwa dari 61 responden sebagian besar responden yaitu sebanyak 38 responden (62,0%) berperilaku baik dan balitanya tidak mengalami kejadian ISPA. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai hubungan PHBS tatanan rumah tangga dengan kejadian ISPA pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Temon II Kulon Progo, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) Tatanan Rumah Tangga khususnya perilaku ASI Eksklusif, Gizi dan Keterpaparan Asap Rokok responden di wilayah kerja Puskesmas Temon II Kulon Progo sebagian besar adalah baik. 6

2. Kejadian ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas Temon II Kulon Progo sebagian besar adalah tidak terjadi. 3. Ada hubungan antara Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) Tatanan Rumah Tangga khususnya perilaku ASI Eksklusif, Gizi dan Keterpaparan Asap Rokok dengan kejadian ISPA balita di wilayah kerja Puskesmas Temon II Kulon Progo. SARAN Berdasarkan dari kesimpulan penelitian diatas, maka dapat diberikan saran sebagai berikut: 1. Bagi Puskesmas Temon II Puskesmas melalui Petugas kesehatan lebih aktif dalam meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dengan cara memberikan penyuluhan pada masyarakat tentang masalah kesehatan khususnya tentang tata cara pemberian ASI pada balita yang ISPA dan cara penanganan awal pada balita yang memiliki gejala ISPA khususnya dalam mencegah agar tidak terjadi ISPA pneumonia sehingga pemahaman masyarakat tentang cara penanganan terhadap penyakit ISPA akan lebih baik dan resiko mortalitas bisa dicegah. Program Perawatan Kesehatan Masyarakat harus lebih digiatkan lagi dengan melibatkan seluruh unsur tenaga kesehatan yang ada di Puskesmas serta melibatkan Kader Kesehatan Desa sehingga Program Kesehatan yang dilaksanakan di Masyarakat bisa lebih mengenai sasaran dan sesuai dengan tujuan yaitu meningkatkan derajat kesehatan Masyarakat. 2. Bagi Responden Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) responden yang termasuk kriteria baik perlu untuk dipertahankan dan berperan aktif dalam upaya pencegahan dan penanggulangan penyakit ISPA, sedangkan yang memiliki perilaku termasuk kategori cukup dan kurang perlu untuk menambah pengetahuan dan dapat mengetahui permasalahan yang ditimbulkan oleh penyakit ISPA. 3. Bagi Peneliti Selanjutnya Peneliti selanjutnya agar bisa melakukan penelitian dengan indikator lain yang lebih spesifik dan bisa dikembangkan dengan menggunakan desain penelitian yang berbeda dan metode yang berbeda. KEPUSTAKAAN Notoatmodjo, S. 2010a. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni Edisi Revisi 2010. PT Rineka Cipta: Jakarta.. 2010b. Metodologi Penelitian Kesehatan Edisi Revisi 2010. PT Rineka Cipta: Jakarta. Sugiyono. 2010. Statistika Untuk Penelitian. Alfabeta: Bandung. 7