RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA UTARA NOMOR :...TAHUN 2007 TENTANG PENANGGULANGAN GELANDANGAN DAN PENGEMIS

dokumen-dokumen yang mirip
WALIKOTA PALANGKA RAYA

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARMASIN NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENANGANAN GELANDANGAN DAN PENGEMIS SERTA TUNA SUSILA

PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN ANAK JALANAN, GELANDANGAN DAN PENGEMIS DI KOTA MATARAM

WALIKOTA JAMBI PROVINSI JAMBI

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA BENGKULU dan WALIKOTA BENGKULU MEMUTUSKAN:

BUPATI JEMBER SALINAN PERATURAN BUPATI JEMBER NOMOR 40 TAHUN 2014 T E N T A N G PEDOMAN PENANGANAN GELANDANGANN DAN PENGEMIS DI KABUPATEN JEMBER

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PENANGGULANGAN GELANDANGAN DAN PENGEMIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROPINSI SUMATERA UTARA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN BENTUK-BENTUK PEKERJAAN TERBURUK BAGI ANAK

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENANGANAN PENGEMIS, GELANDANGAN, ORANG TERLANTAR DAN TUNA SUSILA

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN ANAK DAN PEREMPUAN

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN DAERAH KOTA KEDIRI NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PEMBINAAN ANAK JALANAN, GELANDANGAN, DAN PENGEMIS

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 01 TAHUN 2010 T E N T A N G PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL BAGI PENYANDANG MASALAH KESEJAHTERAAN SOSIAL

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PELAYANAN TERHADAP HAK-HAK ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG,

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH KABUPATEN SUMENEP

BUPATI SEMARANG PROPINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI SEMARANG NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) PENANGGULANGAN GELANDANGAN DAN PENGEMIS

7. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2002 tentang Pembentukan Kabupaten Banyuasin di Provinsi Sumatera Selatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG

Perda No. 11 / 2002 Tentang Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis di Kabupaten Magelang. PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 11 TAHUN 2002

BUPATI POLEWALI MANDAR

PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN

- 1 - WALIKOTA MADIUN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN

- 1 - PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH

LEMBARAN DAERAH NOMOR 2 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN TENTANG

UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1997 TENTANG PENYANDANG CACAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN TENTANG

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TENGAH TAHUN 2009 NOMOR 3

BUPATI TAPIN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 01 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO,

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA UTARA NOMOR 8 TAHUN 2006 TENTANG

PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PERLINDUNGAN ANAK

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG

KATA PENGANTAR. Salah satu dari keempat NSPK yang diterbitkan dalam bentuk pedoman ini adalah Pedoman Pelaksanaan Perlindungan Anak.

QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK TERLANTAR

PEMERINTAH KABUPATEN BOJONEGORO

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK TERLANTAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG ESA

BUPATI BANJAR PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PENANGGULANGAN GELANDANGAN DAN PENGEMIS

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PENGASUHAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2014 TENTANG STANDAR REHABILITASI SOSIAL DENGAN PENDEKATAN PROFESI PEKERJAAN SOSIAL

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN BANTUAN HUKUM UNTUK MASYARAKAT MISKIN

PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG BANTUAN HUKUM PADA MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SERANG,

GUBERNUR PROVINSI GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN BANTUAN HUKUM UNTUK MASYARAKAT MISKIN

PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR : 10 TAHUN 2013

PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO

PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI PASER PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASER NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN POSO

PERATURAN DAERAH PROPINSI SUMATERA UTARA NOMOR 9 TAHUN 2002 TENTANG BANTUAN KEUANGAN KEPADA PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN PASURUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR: 3 TAHUN 2008 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN ORANG DI JAWA BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN SITUBONDO

PERATURAN DAERAH KOTA MEDAN NOMOR : 6 TAHUN 2003 TENTANG LARANGAN GELANDANGAN DAN PENGEMISAN SERTA PRAKTEK SUSILA DI KOTA MEDAN WALI KOTA MEDAN

GUBERNUR KEPULAUAN RIAU

WALIKOTA PAYAKUMBUH PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA PAYAKUMBUH NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG LARANGAN PENYALAHGUNAAN FUNGSI LEM

WALIKOTA BENGKULU PROVINSI BENGKULU PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 05 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1997 TENTANG PENYANDANG CACAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 24

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR: 3 TAHUN 2008 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN ORANG DI JAWA BARAT

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA,

GUBERNUR KEPULAUAN RIAU

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2010 TENTANG PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN TENTANG

PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL BAGI PENYANDANG MASALAH KESEJAHTERAAN SOSIAL

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI,

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2010 TENTANG PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUPLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1997 TENTANG PENYANDANG CACAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN MADIUN

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG TIMUR NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN PELACURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BUPATI LUWU TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PUSAT PELAYANAN TERPADU PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN ANAK KABUPATEN LUWU TIMUR DENGAN RAHMAT

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA No. 4 Tahun T e n t a n g PENYANDANG CACAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 20 TAHUN 2012 TENTANG PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN,

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PELAYANAN BAGI LANJUT USIA

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG PENANGGULANGAN PENYAKIT MASYARAKAT

LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR 7 TAHUN 2013

BUPATI PATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,

Transkripsi:

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA UTARA NOMOR :...TAHUN 2007 TENTANG PENANGGULANGAN GELANDANGAN DAN PENGEMIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA UTARA MENIMBANG : a. Bahwa dalam rangka mewujudkan kehidupan masyarakat yang bermartabat dan berkeadilan sosial maka perlu adanya upayaupaya kongkrit dalam pemberdayaan kelompok masyarakat Gelandangan dan Pengemis. b. bahwa masalah Gelandangan dan Pengemis khususnya di kotakota yang ada di Sumatera Utara perlu ditanggulangi secara komprehensif dan terpadu guna meningkatkan kebutuhan hidup jasmani, rohani dan kehidupan sosial lainnya dengan senantiasa menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia sesuai dengan nilai-nilai Pancasila c. bahwa fenomena berkembangnya komunitas gelandangan dan pengemis apabila tidak ditanggulangi secara benar dan terpadu akan menimbulkan berbagai permasalahan sosial dan ketertiban yang dapat mengganggu keharmonisan kehidupan sosial masyarakat sebagai salah satu faktor kunci keberhasilan pembangunan. d. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a, b dan c diatas, maka perlu ditetapkan Peraturan Daerah tentang Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis. MENGINGAT : 1. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 24 tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Provinsi Aceh dan Perubahan Peraturan Pembentukan Provinsi Sumatera Utara jo. Peraturan Pemerintah Nomor 21 tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah Provinsi (Lembaran Negara tahun 1956 No. 64, Tambahan Lembaran Negara No. 1103); 2. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 6 tahun 1974 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kesejahteraan sosial (Lembaran Negara Tahun 1974 No. 54, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3039).

3. Undang-undang Nomor 9 tahun 1961 tentang Pengumpulan Uang dan Barang. 4. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 4 tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak (Lembaran Negara Tahun 1979 No. 32, Tambahan Lembaran Negara No. 3143). 5. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 7 tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan segala Bentuk Diskriminasi terhadap wanita (Lembaran Negara tahun 1984 No. 29, Tambahan Lembaran Negara No. 3277). 6. Undang-undang Republik Indonesia No. 4 tahun 1997 tentang Penyandang Cacat (Lembaran Negara RI tahun 1997 No. 9, Tambahan Lembaran Negara Tahun 1997 No. 3670). 7. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 13 tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia (Lembaran Negara RI tahun 1998 No,or 190, Tambahan Lembaran Negara RI tahun 1998 No. 3796) 8. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Tahun 1999 No. 165, Tambahan Lembaran Negara No. 3886) 9. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 taun 2000 tentang Ratifikasi Konvensi ILO no. 182 mengenai Pelarangan dan Tindakan segera Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk Untuk Anak (Lembaran Negara Tahun 2000 No. 30, Tambahan Lembaran Negara RI No. 3941) 10. Undang-undang Republik Indoenesia Nom,or 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (Lembaran Negara RI tahun 2002 No. 109, Tambahan Lembaran Negara RI No. 4235) 11. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Tahun 2003 No. 39) 12. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara No. 4301) 13. Undang-undang Republik Indoensia Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga ( Lembaran Negara RI tahun 2004 Nomor 95, Tambahan Lembaran Negara RI Tahun 2004 No. 4419). 14. Undang-undang Republik Indoensia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara RI Tahun 2004 No. 125, tambahan Lembaran Negara Tahun 2004 No. 4437) 15. Undang-undang Nomor 11 tahun 2005 tentang Internasional Coopenan On Economic, Social and Culture Rigt (Lembaran Negara RI tahun 2005 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4557) 16. Undang-undang Republik Indonesia No. 21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana Pemberantasan Perdagangan Orang (Lembaran Negara RI Tahun 2007 Nomor 51, TAmbahan Lembaran Negara RI Nomor..)

17. Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1980 tentang Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis (Lembaran Negara RI tahun 1980 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara RI No. 3177) 18. Peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewarganegaraan Provinsi sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Tahun 2000 No. 54, Tambahan Lembaran Negara No. 4139) 19. Keputusan Presiden Republik Indonesia nomor 40 tahun 1983 tentang Koordinasi Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis. 20. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 36 tahun 1990 tentang Pengesahan Konvensi Hak Anak. 21. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 88 Tahun 2002 tentang Rencana Aksi Nasional Penghapusan Perdagangan (Trafiking) Perempuan dan Anak. 22. Keputusan Presiden RI Nomor 40 tahun 2000 tentang Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia. 23. Keputusan Presiden RI Nomor 59 tahun 2002 tentang Rencana Aksi Nasional Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk Untuk Anak. 24. Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara Nomor 2 tahun 2001 tentang Sekretariat Daerah dan Sekretariat DPRD Provinsi Sumatera Utara (Lembaran Daerah Provinsi Sumatera Utara tahun 2001 No. 2 seri D) 25. Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara Nomor 3 tahun 2001 tentang Dinas-Dinas Daerah Provinsi Sumatera Utara (Lembaran Daerah Provinsi Sumatera Utara Taun 2001 No. 3 seri D) 26. Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara Nomor 4 tahun 2001 Tentang Lembaga Teknis Daerah (Lembaran Daerah Provinsi Sumatera Utara Tahun 2001 Nomor 4 seri D No. 4).

DENGAN PERSETUJUAN BERSAMA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI SUMATERA UTARA DAN GUBERNUR SUMATERA UTARA MEMUTUSKAN Menerapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PENANGGULANGAN GELANDANGAN DAN PENGEMIS BAB 1 KATENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah daerah Provinsi Sumatera Utara 2. Kepala Daerah adalah Gubernur Sumatera Utara 3. Peemrintah Daerah adalah Gubernur dan Perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintah Daerah 4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD adalah Lembaga Perwakilan Rakyat Daerah sebagai unsur Penyelenggara Pemerintah Daerah 5. Dinas adalah Dinas Sosial Provinsi Sumatera Utara 6. Kepala Dinas adalah Kepala Dinas Sosial Provinsi Sumatera Utara 7. Kabupaten/Kota adalah wilayah Sumatera Utara 8. Bupati/Walikota adalah kepala Daerah kabupaten/kota 9. Pemerintah Kabupaten/Kota adalah Bupati/Walikota dan perangkat daerah Kabupaten/Kota 10. Masyarakat adalah seluruh penduduk yang berdomisili atau berada di wilayah Provinsi Sumatera Utara 11. Gelandangan adalah orang-orang yang hidup dalam keadaan tidaksesuai dengan norma kehidupan yang layak dalam masyarakat setempat serta tidak mempunyai tempat tinggal dan pekerjaan yang tetap di wilayah tertentu dan hidup mengembara ditempat-tempat umum 12. Pengemis adalah orang-orang yang mendapatkan penghasilan dengan memintaminta dimuka umum dengan berbagai cara dan alasan untuk mengharapkan belas kasihan dari orang lain. 13. Penanggulangan meliputi usaha-usaha prevebtif, responsif, rehabilitatif yang bertujuan agar tidak terjadi pergelandangan dan pengemisan, serta mencegah meluasnya pengaruh yang diakibatkan olehnya di dalam masyarakat dan

memasyarakatkan kembali gelandangan dan pengemis menjadi anggota masyarakat yang menghayati harga diri, serta memungkinkan pengembangan para gelandangan dan pengemis untuk memiliki kembali kemampuan guna mencapai taraf hidup, kehidupan danpenghidupan yang layak sesuai dengan harkat danmartabat manusia. 14. Usaha preventif adalah usaha yang dilakukan secara sistematis yang meliputi penyuluhan, bimbingan, pendidikan dan pelatihan kerja, pemberian bantuan, pengawasan serta pembinaan lanjut kepada berbagai pihak yang ada hubungannya dengan pergelandangan dan pengemisan, sehingga akan tercegah terjadinya : a. Pergelandangan dan pengemisan oleh individu atau keluarga-keluarga terutama yang sedang berada dalam keadaan sulit penghidupannya. b. Meluasnya pengaruh dan akibat adanya pergelandangan dan pengemisan didalam masyarakat yang dapat mengganngu ketertiban dan kesejahteraan pada umumnya. c. Pergelandangan dan pengemisan kembali oleh para gelandangan dan pengemis yang telah direhabilitir dan telah ditransmigrasikan ke daerah pemukiman baru ataupun telah dikembalikan ke tengah-tengah masyarakat. 15. Usaha responsif adalah usaha-usaha yang terorganisir, baik melalui lembaga maupun bukan dengan maksud menghilangkan pergelandangan dan pengemisan serta mencegah meluasnya di dalam masyarakat. 16. Usaha rehabilitatif adalah usaha-usaha yang terorganisir meliputi usaha-usaha penyantunan, pemberian pendidikan dan pelatihan kerja, pemulihan kemampuan dan penyaluran kembali baik ke daerah-daerah pemukiman baru melalui transmigrasi maupun ke tengah-tengah masyarakat, pengawasan serta pembinaan lanjut, sehingga dengan demikian pada gelandangan dan pengemis kembali memiliki kemampuan untuk hidup lebih layak sesuai dengan martabgat manusia sebagai warganegara Republik Indonesia. 17. Dunia usaha adalah segala bentuk usaha baik perorangan maupun berbadan hukum denga tujuan mencari laba. Azas dan Tujuan Pasal 2 Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis berdasarkan pada nilai-nilai Pancasila dan prinsip-prinsip Perlindungan Hak Asasi Manusia Pasal 3 Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis bertujuan : 1. Mencegah dan mengantisipasi bertambahh suburnya komunitas Gelandangan dan Pengemis 2. Mencegah penyalahgunaan komunitas Gelandangan dan Pengemis dari eksploitasi pihak-pihak tertentu.

3. Mendidik komunitas Gelandangan dan Pengemis agar dapat hidup secara layak dan normal sebagaimana kehidupan masyarakat umumnya. 4. Memberdayakan para gelandangan dan pengemis untuk dapat hidup mandiri secara ekonomi dan sosial. 5. Meningkatkan peran serta dan kesadaran pemerintah daerah, dunia usaha dan elemen masyarakat lainnya untuk berpartisipasi dalam penanggulangan Gelandangan dan Pengemis. BAB II GELANDANGAN DAN PENGEMIS Ruang Lingkup Kegiatan Gelandangandan Pengemis Pasal 4 Yang dimaksud kegiatan Gelandangan adalah prilaku seseorang atau sekelompok orang yang hidup tanpa tempat tinggal yang tetap, tidur dan berkeliaran di pinggiran jalan, emperan toko, kolong jembatan maupun tempat-tempat lain yang tidak diperuntukan sebagai tempat tinggal. Pasal 5 Yang dimaksud kegiatan mengemis adalah prilaku seseorang atau sekelompok orang yang menjadikan mata pencariannya/penghasilan dengan cara meminta-minta sedekah, belas kasihan orang lain di tempat-tempat umum. BAB III PENANGGULANGAN Pasal 6 1. Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis dilaksanakan secara terpadu oleh Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota se-sumatera Utara dengan melibatkan dunia usaha dan elemen masyarakat lainnya. 2. Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mengacu pada asas dan tujuan yang dianut Peraturan Daerah ini dilaksanakan secara terpadu melalui usaha Preventif, Responsif dan Rehabilitatif. Pasal 7 1. Usaha preventif dimaksudkan untuk mencegah timbulnya Gelandangan dan Pengemis di dalam masyarakat, yang ditujuakn baik kepada perorangan maupun

kelompok masyarakat yang diperkirakan menjadi sumber timbulnya Gelandangan dan Pengemis 2. Usaha preventif sebagaimana dimaksud ayat(1), dilakukan antara lain dengan : a. Penyuluhan dan bimbingan Sosial b. Pembinaan Sosial c. Bantuan sosial d. Perluasan kesempatan kerja e. Pemukiman lokal f. Peningkatan derajat kesehatan g. Peningkatan pendidikan Pasal 8 Usaha Responsif 1. Usaha Responsif adalah kegiatan yang bertujuan untuk menghapuskan kegiatan Gelandangan dan Pengemis serta memberdayakan sehingga dapat hidup mandiri secara ekonomi dan sosial. 2. Usaha Renponsif sebagaimana dimaksud ayat (1) meliputi a. Penertiban dan pendampingan b. Penampungan sementara dengan mengoptimalkan Panti/Shelter c. Pengembalian ke keluarga dan masyarakat Pasal 9 1. Penertiban adalah suatu proses kegiatan dan cara untuk menjadikan para Gelandangan dan Pengemis taat pada aturan yang berlaku dengan senantiasa mempertimbangkan aspek Hak Asasi Manusia. 2. Pendampingan adalah suatu proses menjalin relasi antara pendamping dengan Gelandangan dan Pengemis dalam rangka memecahkan masalah, memperkuat dukungan, mendayagunakan sumber dan potensinya untuk memenuhi kebutuhan hidup, lapangan kerja, dan fasilitas publik lainnya. 3. Penampungan sementara adalah tempat pelayanan yang memiliki tugas dan fungsi tempat tinggal sementara dan memberikan rasa aman sebelum mendapat rujukan. 4. Pengembalian ke keluarga dan masyarakat adalah proses pengembalian Gelandangan dan Pengemis kepada orang tua/wali/keluarga/kampung halamannya dapat diberikan bantuan sosial sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pasal 10 Usaha Rehabilitatif Usaha Rehabilitatif terhadap Gelandangan dan Pengemis meliputi usaha-usaha bimbingan fisik, mental, sosial dan ketrampilan, pemberian jaminan sosial,penyaluran dan tindak lanjut, yang bertujuan agar fungsi sosial mereka dapat berperan kembali dan secara ekonomi dapat mandiri sebagai warga masyarakat.

Pasal 11 Usaha Rehabilitatif sebagaimana dimaksud dalam pasal 10 meliputi : 1. Bimbingan fisik 2. Bimbingan mental 3. Bimbingan sosial 4. Bimbingan ketrampilan 5. Pemberian jaminan sosial 6. Resosialisasi Pasal 12 1. Bimbingan fisik adalah rangkaian kegiatan pemeliharaan,pertumbuhan dan perkembangan jasmani Gelandangan dan Pengemis 2. Bimbingan mental adalah serangkaian kegiatan spiritual keagaam yang menumbuhkan dan mengembangkan rasa percaya diri dan harga diri Gelandangan dan Pengemis 3. Bimbingan sosial adalah kegiatan pemberian arah, peningkatan wawasan dan pengetahuan agar gelandangan dan pengemis memiliki kemauan dan kemampuan untuk berperan aktif dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. 4. Bimbingan ketrampilan adalah serangkaian kegiatan untuk menumbuhkembangkan ketrampilan hidup (life skill) baik teknis maupun manegerial bagi gelandangan dan pengemis agar mampu memenuhi kebutuhannya dan lingkungannya. 5. Pemberian Jaminan Sosial adalah pemberian bantuan simulan kepada gelandangan dan pengemis yang telah mendapat rehabilitasi sebagai modal hidup dan berusaha. 6. Resosialisasi adalah upaya yang bertujuan membaurkan kembali dalam lingkaran sosialnya baik pribadi, anggota keluarga, maupun anggota masyarakat. Pasal 13 Usaha rehabilitatif sebagaimana dimaksud dalam pasal 10 dilaksanakan melalui sistem Panti sosial dan Non Panti Sosial. BAB IV LARANGAN Pasal 14 1. setiap orang dilarang melakukan kegiatan gelandangan dan/atau pengemis 2. Setiap orang dilarang mengkoordinir, mengeksploitasi atau menjadikan gelandangan dan pengemis sebagai alat untuk mencari keuntungan bagi kepentingan diri sendirib ataupun orang/kelompok lain.

3. Setiap orang dilarang memberikan uang atau barang kepada gelandangan dan pengemis di jalan atau ditempat-tempat umum BAB V PERAN PEMERINTAH DAERAH, DUNIA USAHA DAN MASYARAKAT Peran Pemerintah Pasal 15 Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota berkewajiban melakukan usaha penanggulangan Gelandangan dan Pengemis melalui usaha preventif, responsif dan rehabilitatif sesuai dengan tujuan yang diatur dalam peraturan Daerah ini. Peran Dunia Usaha Pasal 16 Setiap dunia usaha berkewajiban mendukung usaha penanggulangan gelandangan dan pengemis dengan menerapkan prinsip Corporate Social Responsibility (CSR) sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang belaku. Peran Masyarakat Pasal 17 1. Setiap warga masyarakat, baik sendiri-sendiri maupun secara berkelompok dapat bekerjasama dengan Pemerintah Provinsi danpemerintah Kabupaten/Kota dan dunia usaha dalam menanggulangi gelandangan dan pengemis 2. Setiap warga masyarakat baik secara sendiri-sendiri maupun secara berkelompok yang ingin memberikan sumbangan kepada gelandangan dan pengemis dapat menyalurkan melalui badan yang berwenang untuk itu atau menjadi orang tua asuh/bapak angkat BAB VI SUMBER PEMBIAYAAN, SARANA DAN PRASARANA Pasal 18 1. Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/kota wajib menyediakan biaya penanggulangan gelandangan dan pengemis dalam anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2. Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota wajib menyediakan sarana dan prasarana penanggulangan gelandangan dn pengemis 3. Sumber-sumber pembiayaan dalam penanggulangan gelandangan dan Pengemis dapat dilakukan melalui bantuan dunia usaha, partisipasi masyarakat, bantuan donatur yang sah dan tidak mengikat yang dikelola oleh badan yang berwenang.

BAB VII TINDAKAN HUKUM DAN SANKSI Tindakan Hukum Pasal 19 1. Setiap orang termasuk gelandangan dan pengemis wajib mematuhi Peraturan Daerah ini dan apabila dilanggar dapat dikenakan sanksi hukum sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 2. Setiap orang yang memberikan uang atau barang kepada gelandangan dan pengemis di jalanan atau ditempat umum, dapat dikenakan sanksi hukum sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku 3. Setiap orang yang mengkoordinir, mengeksploitasi atau menjadi gelandangan dan pengemis sebagai alat untuk mencari keuntungan diri sendiri ataupun orang/kelompok dikenakan sanksi dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku 4. Setiap gelandangan dan pengemis wajib mematuhi program penanggulangan gelandangan dan pengemis yang dilakukan pemerintah Provinsi atau pemerintah Kabupaten/Kota, dunia usaha danmasyarakat. 5. Bagi gelandangan dan pengemis yang tidak mematuhi program penanggulangan galandangan dan pengemis yang dilakukan Pemerintah Provinsi atau pemerintah Kabupaten/kota, dunia usaha dan masyarakat dapat dikenakan sanksi hukum sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. SANKSI Pasal 20 1. Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan sebagaimana diatur dalampasal 14 ayat(1) Peraturan daerah ini, dikenakan pidana kurungan maksimum enam minggu dan /atau sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku 2. Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan sebagaimana diatur dalam pasal 14 ayat (2) Peraturan Daerah ini, dikenakan sanksi denda sekurangkurangnya lima puluh juta rupiah dan/atau pidana kurungan sekurang-kurangnya enam bulan dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku 3. Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan sebagaimana diatur dalam pasal 14 ayat (3) Peraturan Daerah ini, dikenakan sanksi denda maksimum enam juta dan pidana kurungan maksimum enam minggu dan/atau sesuai dengan ketentuan perturan perundang-undangan yang berlaku.

BAB VIII KATENTUAN PERALIHAN DAN PENUTUP Ketentuan Peralihan Pasal 21 Apabila dikemudian hari diterbitkan Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi tingkatannya dan mengatur hal-hal yang sama dengan Peraturan Daerah ini maka peraturan Daerah ini tetap berkalu dan akan diadakan penyesuaian dengan Peraturan Perundang-undangan dimaksud. PENUTUP Pasal 22 1. Peraturan Daerah ini mulai berlaku sejak tanggak diundangkan 2. Agar setiap orang mengetahui, memeintahkan Pengundangan Peraturan Daerah ini dengan menempatkannya dalam Lembaran Daerah Provinsi Sumatera Utara Ditetapkan di : Medan Pada Tanggal :...2007 GUBERNUR SUMATERA UTARA Diundangkan di : Medan Pada tanggal :...2007 SEKRETARIS DAERAH PROVINSI SUMATERA UTARA RUDOLF M. PARDEDE Drs. H. MUHYAN TAMBUSE PEMBINA UTAMA NIP. 010072012 Lembaran Daerah Provinsi Sumatera Utara Tahun...Nomor...