PENGANTAR BANGUNAN BERTINGKAT

dokumen-dokumen yang mirip
JURUSAN ARSITEKTUR FTUP

1 MERANCANG TAMPAK DAN POTONGAN

Struktur dan Konstruksi II

PENDEKATAN KONSEP DASAR PERENCANAAN DAN PERANCANGAN. Pendekatan konsep untuk tata ruang dan tata fisik

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

MERANCANG GEDUNG BANGUNAN BERTINGKAT RENDAH

PENDAHULUAN. Berbicara tentang tempat tinggal, kota Jakarta menyediakan lahan yang

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Peningkatan jumlah penduduk di Indonesia sekarang ini semakin meningkat

BAB 1 PENDAHULUAN. Auditorium Universitas Diponegoro 2016

BAB I PENDAHULUAN. syarat bangunan nyaman, maka deformasi bangunan tidak boleh besar. Untuk. memperoleh deformasi yang kecil, gedung harus kaku.

BAB V KONSEP PERANCANGAN

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Jakarta sebagai salah satu kota besar di Indonesia tidak dapat lepas dari

5. HASIL RANCANGAN. Gambar 47 Perspektif Mata Burung

BAB 1 PENDAHULUAN. Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. (LKPP) adalah Lembaga Pemerintah yang dibentuk untuk mengatur

BAB I PENDAHULUAN. Agria Tri Noviandisti, 2012 Perencanaan dan Perancangan Segreen Apartment Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Gedung Kantor LKPP BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

DATTA SAGALA WIDYA PRASONGKO, 2016 PERSEPSI PENGGUNA TERHADAP SISTEM SIRKULASI GEDUNG FPTK UPI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

RUMAH SAKIT KHUSUS BEDAH DI KABUPATEN SEMARANG BAB I PENDAHULUAN

Rumah Tinggal Dengan Gaya Arsitektur Bali Modern Di Denpasar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PEREMAJAAN PEMUKIMAN RW 05 KELURAHAN KARET TENGSIN JAKARTA PUSAT MENJADI RUMAH SUSUN

UTARINA KUSMARWATI BAB I PENDAHULUAN

Syarat Bangunan Gedung

mempunyai sirkulasi penghuninya yang berputar-putar dan penghuni bangunan mempunyai arahan secara visual dalam perjalanannya dalam mencapai unit-unit

ILMU, TEKNOLOGI DAN SENI DALAM ARSITEKTUR. PENGANTAR ARSITEKTUR Minggu ke - 3

I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang I.1.1. Kampus Menjadi Generator Pertumbuhan Ekonomi Bagi Daerah Disekitarnya 1

LAMPIRAN 1 PERAN ENERGI DALAM ARSITEKTUR

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB IV PERANCANGAN GAMBAR

APARTEMEN DI BANDUNG BAB I PENDAHULUAN

Asrama Mahasiswa Universitas Atma Jaya Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN. Feri Susanty Spesial, Tahun 2007, 6). Populasi dan permintaan penduduk terhadap hunian yang semakin

BAB I PENDAHULUAN. dengan berkembangnya zaman maka beriringan pula dengan berkembangnya

Galeri Arsitektur Jawa Tengah OUTPUT INPUT

BAB VI HASIL PERANCANGAN. terdapat pada konsep perancangan Bab V yaitu, sesuai dengan tema Behaviour

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 72 TAHUN 2017 TENTANG

METODE PELAKSANAAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG MANAJEMEN TEMPAT PEMBANGUNAN

BAB III METODOLOGI. Mulai. Identifikasi Masalah. Studi Pustaka. Observasi Lapangan. Pengumpulan Data. Pengembangan Alternatif Lokasi

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan perkembangan ilmu dan teknologi utamanya di dalam bidang

DESAIN ULANG RUMAH SUSUN PEKUNDEN SEMARANG (Penekanan Desain Arsitektur Tropis)

BAB I PENDAHULUAN. satunya adalah bidang bangunan. Pembangunan gedung-gedung saat ini

ELEMEN FISIK PERANCANGAN ARSITEKTUR KOTA

PEDOMAN PENATAAN BANGUNAN DAN LINGKUNGAN (Permen PU 06/2007)

MARGA JALAN ACHMAD YANI NO. 90 DENPASAR TUGAS AKHIR. Oleh : A.A I. Agung Semarayanthi NIM: JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kerja praktik

- 1 - WALIKOTA MADIUN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 15 TAHUN 2017 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN

BAB I PENDAHULUAN. A. JUDUL Terminal Bus Tipe A di Surakarta, dengan penekanan pada tampilan arsitektur modern.

Tabel 1.1. Luas Wilayah dan Kepadatan Penduduk Provinsi D.I. Yogyakarta Tahun

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG TUGAS AKHIR GEDUNG KANTOR LKPP

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk kota Yogyakarta berdasarkan BPS Propinsi UKDW

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB V PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB 1 PENDAHULUAN. mahal, dan hal ini tidak dibarengi dengan ketersediaan rumah landet house

BUPATI BERAU PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN BUPATI BERAU NOMOR 22 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PEMBANGUNAN RUMAH LAYAK HUNI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah peran dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia mempunyai arti perangkat

BAB I PENDAHULUAN. dimana arsitektur itu berada (Rapoport, 1969). Rapoport membagi arsitektur menjadi

Pekerjaan Plat Lantai dan Instalasi Pipa Listrik pada Vihara Cinta Kasih Palembang BAB I PENDAHULUAN

SEKOLAH MENENGAH TUNANETRA BANDUNG

ASPEK-ASPEK ARSITEKTUR BENTUK DAN RUANG.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN BAB I. Latar Belakang. Kota Jakarta, ibukota negara sekaligus sebagai pusat ekonomi dan pusat

MENCERMATI STANDAR PENGAMANAN GEDUNG UNTUK ANTISIPASI BAHAYA KEBAKARAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Pendahuluan

TUGAS AKHIR 118 PEREMAJAAN RUMAH SUSUN PEKUNDEN SEMARANG BAB I PENDAHULUAN

KERANGKA ACUAN KERJA (KAK)

BAB VII KONSEP DASAR PERENCANAAN DAN PERANCANGAN. 1. Pengembangan pemukiman nelayan di Segara Anakan

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38/PRT/M/2015 TENTANG

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 43 TAHUN 2015 TENTANG PERIZINAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KOMPLEKS GEDUNG OLAHRAGA DI WONOSOBO

PERENCANAAN PLAT LANTAI PADA KEGIATAN PEMBANGUNAN GEDUNG ISLAMIC CENTER KOTA METRO

2015, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 201

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB III METODOLOGI 3. 1 Tempat dan Waktu 3. 2 Alat dan Bahan 3. 3 Metode dan Pendekatan Perancangan 3. 4 Proses Perancangan

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BAB I. PENDAHULUAN A.

BAB III METODE PERANCANGAN

BAB III TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORERIKAL PENDEKATAN ARSITEKTUR ORGANIK PADA TATA RUANG LUAR DAN DALAM HOMESTAY DAN EKOWISATA SAWAH

PEACE International School. -Sekolah Bertaraf Internasional- BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. kota Jakarta pada akhirnya menuntut tersedianya wadah fisik untuk menampung

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. LAPORAN TUGAS AKHIR I 1 Perencanaan Struktur Gedung Perkantoran Badan Pusat Statistik

BAB III METODE PERANCANGAN. dilakukan berbagai metode perancangan yang bersifat analisa yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB III METODE PERANCANGAN. ide yang mendasari dilakukannya perancangan tersebut, hingga konsep rancangan

1 A p a r t e m e n S i s i n g a m a n g a r a j a S e m a r a n g

1.1 Latar Belakang Penelitian. menjadi bagian yang tak terpisahkan dari arsitektur. Ketergantungan bangunan

BAB III METODE PERANCANGAN. masalah hal selanjutnya yang dilakukan ialah melakukan studi atau mencari data,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Markas Pusat Pemadam Kebakaran Pemkot Semarang 1

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

PENGANTAR BANGUNAN BERTINGKAT 1 PENDAHULUAN Perancangan struktur dan konstruksi bangunan bertingkat rendah adalah proses merancang bangunan yang tidak hanya berhubungan dengan permasalahan struktur saja namun juga aspek bangunan yang lain yang harus dilakukan secara menyeluruh dan terpadu. Rancangan bangunan yang berhasil adalah rancangan yang dapat mengoptimalkan perpaduan kepentingan pada bangunan, sehingga pertimbangan-pertimbangan disain harus dipadukan dengan seluruh kepentingan bangunan itu. Struktur dalam arsitektur bukanlah pembatas tetapi fasilitas.

1.1 Pengertian Bangunan Bertingkat Gambar 1-1. Jenis Bangunan berdasarkan Ketinggian dan Jumlah Lantai Bangunan bertingkat adalah bangunan yang mempunyai lebih dari satu lantai secara vertikal. Bangunan bertingkat ini dibangun berdasarkan keterbatasan tanah yang mahal di perkotaan dan tingginya tingkat permintaan ruang untuk berbagai macam kegiatan. Semakin banyak jumlah lantai yang dibangun akan meningkatkan efisiensi lahan perkotaan sehingga daya tampung suatu kota dapat ditingkatkan, namun di lain sisi juga diperlukan tingkat perencanaan dan perancangan yang semakin rumit, yang harus melibatkan berbagai disiplin bidang tertentu. Bangunan bertingkat pada umumnya dibagi menjadi dua, bangunan bertingkat rendah dan bangunan bertingkat tinggi. Pembagian ini dibedakan berdasarkan persyaratan teknis struktur bangunan. Bangunan dengan ketinggian di atas 40 meter digolongkan ke dalam bangunan tinggi karena perhitungan strukturnya lebih kompleks. Berdasarkan jumlah lantai, bangunan bertingkat digolongkan menjadi bangunan bertingkat rendah (2 4 lantai) dan bangunan berlantai banyak (5 10 lantai) dan bangunan pencakar langit. Pembagian ini disamping didasarkan pada sistem struktur juga persyaratan sistem lain yang harus dipenuhi dalam bangunan.

1.2 Perancangan Bangunan Bertingkat 2 Lantai Walaupun termasuk bangunan bertingkat, bangunan berlantai dua relatif dapat dilakukan dengan cara yang tidak terlalu rumit. Persyaratan Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) untuk jenis bangunan ini juga masih relatif sederhana, terutama untuk bangunan permukiman. Namun demikian, karena bangunan ini sudah tidak sesederhana bangunan tunggal satu lantai, ada beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam merencana, yaitu; kesesuaian ruang dan fungsi, kekuatan struktur, keamanan dan keselamatan bangunan, kenyamanan bangunan dan sebagainya. Sehingga ketika proses kepengurusan IMB, dokument atau gambar harus menunjukkan aspek-aspek tersebut di atas secara benar, yang macam dan jenisnya relatif tergantung dari kebijakan peraturan masing-masing daerah di mana bangunan akan didirikan. Dengan demikian, perancangan bangunan bertingkat 2 lantai bagi seorang arsitek tidak hanya berkaitan dengan masalah keindahan dan bentuk bangunan semata, tetapi juga bagaimana bangunan selain bentuknya indah juga berfungsi dengan optimal dapat memberikan keamanan dan kenyamanan pada penggunanya dan lingkungan di sekitarnya. Gambar 1-2. Lingkup Perancangan Arsitektur 1.3 Perancangan Struktur dan Konstruksi dalam Arsitektur Perancangan struktur dan konstruksi dalam arsitektur tidak hanya membahas teori macam dan detail dari sistem struktur dan konstruksi, tetapi juga kepada bagaimana aspekaspek bangunan seperti sistem struktur dan konstruksi bangunan itu sesuai dengan fungsi, keamanan dan kenyamanan bangunan dan lingkungannya. Perancangan struktur ditujukan kepada disain sistem struktur dan aspek yang terkait, sedangkan perancangan konstruksi ditujukan pada bagaimana memenuhi optimalisasi sistem itu dengan bagian-bagian serta hubungan elemen-elemen bangunan. Sehingga perancangan struktur dan konstruksi dalam arsitektur hampir meliputi sebagian besar proses teknis perancangan bangunan.

Gambar 1-3. Lingkup Perancangan Struktur dalam Arsitektur 1.4 Aspek-aspek Perencanaan dan Perancangan Struktur dan Konstruksi Bangunan 2 Lantai Untuk mendapatkan hasil perancangan yang ideal, perencana struktur dan konstruksi harus dapat mengidentifikasi aspek-aspek yang terkait dalam perancangan. Aspek-aspek tersebut meliputi: 1.4.1 Struktur Gambar 1-4. Aspek Sistem Struktur Aspek struktur adalah aspek yang membahas kekuatan dan stabilitas bangunan. Struktur meliputi pemilihan jenis sistem struktur dan konfigurasinya, serta bagaimana sistem ini dapat membentuk ruang, karena di dalam bangunan gedung struktur bertugas mewadahi fungsi ruang. Sistem struktur dalam pembahasan ini dibagi menjadi bagian-bagian lebih kecil yang disebut dengan elemen struktur misal; elemen rangka atap, rangka utama, dan pondasi. Seluruh bagian atau elemen dari berbagai sistem struktur akan mempunyai tanggung jawab utama sebagai pemikul beban bangunan. Karena fungsinya tersebut, sistem struktur tidak dapat dihilangkan namun dapat digantikan satu jenis struktur dengan struktur yang lain.

Ketersediaan ragam struktur dan elemennya serta kemungkinan pemilihannya adalah bahasan pokok dalam perancangan struktur. Apapun pilihan yang diajukan akan selalu benar jika sesuai dengan maksud-maksud atau aspek-aspek lain dalam bangunan. 1.4.2 Konstruksi Konstruksi adalah bentuk rangkaian atau kedudukan baik dari antar atau inter elemen struktur. Konstruksi ini memperjelas perancangan bangunan. Wujud perancangan konstruksi dalam bangunan gedung adalah gambar-gambar detail yang menunjukkan secara teknis bagian-bagian dan kedudukannya serta keterangan-keterangannya. Karena bersifat menjelaskan dari solusi disain, maka rancangan konstruksi sebuah bangunan akan terikat dengan bangunan secara khusus dan tidak dapat disamakan dengan bangunan lain. Satu konstruksi dalam perancangan struktur akan menjelaskan bagaimana pertimbanganpertimbangan terhadap aspek lain juga diperhatikan, misalnya penggunaan bahan, ukuran, kedudukan, cara pengerjaan, finishing dan sebagainya. Tanpa gambar konstruksi yang jelas bangunan tidak dapat didirikan dengan benar dari berbagai aspek. Gambar 1-5. Aspek Konstruksi dan Bahan Bangunan 1.4.3 Bahan Bangunan Bahan bangunan adalah aspek pokok berkaitan dengan pemakaiannya dalam struktur ataupun konstruksi serta sifat-sifat fisik yang akan diberikan pada bangunan. Pemakaian bahan tertentu akan mempengaruhi setiap aspek lain dalam perancangan. Karena pemakaian bahan tertentu akan mengakibatkan keriteria-kriteria lain pada bangunan (konstruksi, harga, tekstur,

warna, kekuatan, keawatan dan sebagainya), maka pemakaian bahan bangunan juga dapat sangat menentukan disain bangunan secara luas. 1.4.4 Fungsi Bangunan Fungsi bangunan adalah aspek yang akan diwadahi dalam struktur, sehingga pembahasannya wajib dilakukan untuk mengetahui persyaratan-persyaratan tertentu yang harus dipenuhi oleh ruang. Karena menentukan ruang maka struktur dan konstruksi yang dibentuk oleh bangunan harus memperhatikan persyaratan ruang. Bangunan tidak akan berhasil mewadahi fungsi jika kegiatan di dalamnya tidak difasilitasi oleh ruang. Fasilitasfasilitas ini akan berupa sistem-sistem utilitas pada bangunan yang sangat tergantung dengan faktor-faktor lain yang telah disebut di atas. 1.4.5 Site / Lokasi Bangunan Site atau lokasi juga akan berpengaruh terhadap aspek lain karena memberikan informasi mengenai kondisi lingkungan beserta aspek yang terkait semacam iklim mikro lingkungan, keadaan tanah termasuk kekuatan dan topografinya, ketersediaan bahan bangunan, ketetanggaan dengan bangunan lain dan sebagainya. Informasi pada site ini juga sangat menentukan tindakan-tindakan yang akan diambil dalam perancangan struktur. Bentuk bangunan seperti apa, sistem struktur yang mana yang sesuai, pemakaian bahan yang bagaimana yang tepat dan bagaimana bentukan bersikap dengan bangunan di sekitarnya baik untuk kepentingan bangunan itu sendiri atau kepentingan lingkungan sekitar, akan sangat mempengaruhi perancangan struktur. Gambar 1-6. Aspek Site pada Bangunan 1.4.6 Sistem sistem Bangunan Persyaratan ruang yang harus dipenuhi dalam bangunan harus diwujudkan ke dalam sistem-sistem bangunan atau utilitas. Sistem-sistem meliputi antara lain pengudaraan, pencahayaan, distribusi air bersih dan sanitasinya dan sebagainya, akan menuntut bentukan-

bentukan dan fasilitas struktur dan konstruksi tertentu untuk dapat terjaminnya proses kerja sistem tersebut. Oleh karena itu bentukan struktur dan konstruksi beserta ruang yang terbentuk di dalamnya akan sangat ditentukan oleh pencapaian sistem tertentu dalam bangunan. Strategi pencapaian ini tentu saja tidak akan sama untuk setiap bangunan karena pada bangunan yang berbeda banyak aspek berbeda pula yang saling mempengaruhi sehingga disain sistem dan kaitannya dengan struktur dan konstruksi ini dalama perancangan bangunan memang harus dilihat secara spesifik. Gambar 1-7. Aspek Bangunan yang Lain 1.4.7 Ekonomi Bangunan Yang terakhir namun tidak kalah pentingnya adalah ekonomi bangunan. Mulai dari aspek ketersediaan dana yang dibutuhkan untuk perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan pembangunan hingga perawatan. Karena aspek ekonomi bangunan ini akan berada pada semua tahap dalam perancangan, maka faktor ini harus difikirakan pada setiap pentahapan bangunan. Idealnya semua pentahapan pembangunan harus menggunakan beaya yang seminimal mungkin, namun dengan hasil yang seoptimal mungkin. Dengan demikian harus diputuskan alokasi pembeayaan yang proporsional yang jelas. Bukan berarti harga awal yang rendah berarti dapat menjadikan harga ekonomi yang baik karena masih juga dipertimbangkan harga-harga lain termasuk konstruksi, tenaga kerja dan perawatan. Secara umum pada tahap perencanaan, semakin tinggi tingkat persayaratan ruang yang berkaitan dengan bentuk, fungsi dan sistem akan menyebabkan waktu yang relatif lama pada tahap perencanaan dan perancangan. Namun tingginya beaya perencanaan dan perancangan atas waktu ini harus diimbangi dengan rendahnya proses pembangunan hingga pemeliharaan bangunan. Demikian juga sebaliknya, yang harus dihindari adalah tingginya aspek beaya pada setiap pentahapan pembangunan yang tidak diperlukan, sehingga bangunan memang dapat didirikan dengan waktu dan beaya yang semestinya.