ASPEK HUKUM PERLINDUNGAN INDIKASI GEOGRAFIS DI INDONESIA

dokumen-dokumen yang mirip
PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Pengenalan Kekayaan Intelektual Oleh : dr. Gita Sekar Prihanti, M Pd Ked SENTRA KI - UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

I. PENDAHULUAN. Hak Kekayaan Intelektual (yang selanjutnya disingkat HKI) merupakan

HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL DAN HAK KEKAYAAN INDUSTRI (HAKI)

LEMBARAN-NEGARA REPUBLIK INDONESIA. Presiden Republik Indonesia,

Undang-undang Nomor 7/1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing the World Trade Organization (WTO)

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DESAIN DAN HAK CIPTA PADA KAIN PRODUKSI PT ISKANDARTEX SURAKARTA

TINJAUAN TENTANG HAKI

LEGAL ASPEK PRODUK TIK IMAM AHMAD TRINUGROHO

HAKI PADA TEKNOLOGI INFORMASI

MAKALAH ETIKA PROFESI RAHASIA DAGANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 sehingga perlu diatur ketentuan mengenai Rahasia Dagang;

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG RAHASIA DAGANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Undang Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2000 Tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dalam upayanya memperbaiki nasib atau membangun segala

BAB I PENDAHULUAN. dari Hak Kekayaan Intelektual (HKI). Keanekaragaman budaya yang dipadukan

BAB I PENDAHULUAN. di bidang sosial, ekonomi, budaya maupun bidang-bidang lainnya yang

*12398 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 32 TAHUN 2000 (32/2000) TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

No dan Cukai. Penting untuk digarisbawahi bahwa mekanisme perekaman ini sama sekali tidak menggantikan mekanisme pendaftaran HKI kepada Direkt

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. sejumlah uang setiap waktu yang ditentukan. Maka dari itu, HKI akan mendorong

STIE DEWANTARA Hak Atas Kekayaan Intelektual Dalam Bisnis

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

ETIKA PERIKLANAN. Pokok Bahasan : Contoh Pedoman Etika Periklanan Manca Negara. Yogi Prima Muda, S.Pd, M.Ikom. Modul ke:

BAB I PENDAHULUAN. Sistem yang ada di dalam hukum merupakan upaya untuk menjaga

BAB I PENDAHULUAN. yang adil dan makmur berdasarkan pancasila dan UUD bertujuan untuk mencegah terjadinya suatu pelanggaran.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG RAHASIA DAGANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai isu internasional, HKI (Hak Kekayaan Intelektual) berkembang

Intellectual Property Right (IPR) Hak Kekayaan Intelektual (HKI) Sumber: Ditjen HKI - Republik Indonesia. Latar Belakang

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PELAKSANAAN UNDANG -UNDANG MEREK PADA UKM (USAHA KECIL MENENGAH) KEC. CEPER KAB. KLATEN DALAM RANGKA PERLINDUNGAN HUKUM DARI TINDAK PEMALSUAN MEREK

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang berarti bahwa semua manusia

BAB I PENDAHULUAN. pembentukan World Trade Organization (selanjutnya disebut WTO) melalui

P E N J E L A S A N A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG RAHASIA DAGANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENGANTAR KOMPUTER & SOFTWARE I

P E N J E L A S A N A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI

BAB I PENDAHULUAN. para pemilik bisnis baik kecil, menengah, maupun besar, benar-benar harus

Perkembangan ekonomi global sekarang ini menuntut tiap-tiap negara untuk

PERLINDUNGAN HUKUM ATAS KARYA DESAIN INDUSTRI KREATIF DITINJAU DARI PERSYARATAN KEBARUAN MENURUT UNDANG UNDANG NOMOR 31 TAHUN 2000

ANALISA YURIDIS TERHADAP PEMBONCENGAN KETENARAN MEREK ASING TERKENAL UNTUK BARANG YANG TIDAK SEJENIS (KASUS MEREK INTEL CORPORATION LAWAN INTEL JEANS)

Adiharsa Winahyu Fakultas Teknologi Informasi Universitas Mercu Buana Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian World Trade Organization (WTO), membuat Indonesia harus. yang ada dalam kerangka General Agreement on Tariffs and Trade

PERMOHONAN PENDAFTARAN MEREK TIDAK BERITIKAD BAIK DALAM TEORI DAN PRAKTEK DI INDONESIA BAB I PENDAHULUAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2007 TENTANG INDIKASI-GEOGRAFIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG RAHASIA DAGANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1997 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 1992 TENTANG MEREK

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU

SISTIM HUKUM INDONESIA POKOK BAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan produk-produk baru atau pengembangan dari produk-produk. penting dalam menunjang pertumbuhan ekonomi suatu bangsa.

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

I. PENDAHULUAN. manajemen. Waralaba juga dikenal sebagai jalur distribusi yang sangat efektif

PERLINDUNGAN TERHADAP HAK ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2007 TENTANG INDIKASI-GEOGRAFIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1997 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 1992 TENTANG MEREK

BEBERAPA KOMPONEN YANG MENDUKUNG DALAM PELAKSANAAN SISTEM ADMINISTRASI DANDOKUMENTASI HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL*

NOMOR 14 TAHUN 1997 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 1992 TENTANG MEREK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 T a h u n Tentang Desain Industri

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2005 TENTANG KONSULTAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB 5 PENUTUP 5.1 KESIMPULAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG DESAIN INDUSTRI DAN MEREK. Desain Industri merupakan salah satu bidang HKI yang dikelompokan

PERSPEKTIF PERLINDUNGAN HaKI BIDANG PERTANIAN DI INDONESIA (Suatu Telaah Deskriptif)

TUGAS MATA KULIAH HUKUM HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL. (Intelectual Property Rights Law)

RGS Mitra 1 of 10 PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU

BAB I PENDAHULUAN. perubahan mendasar dengan menempatkan prioritas pembangunan pada bidang

I. PENDAHULUAN. Hak kekayaan intelektual merupakan suatu hak milik hasil pemikiran yang bersifat

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia yang pada tahun 2020 memasuki era pasar bebas. Salah satu

BAB I PENDAHULUAN. satu kondisi yang tidak mengenal lagi batas-batas wilayah. Aspek ekonomi

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP MEREK TERKENAL ASING MENURUT UNDANG UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK

PELANGGARAN TERHADAP HAK MEREK TERKAIT PENGGUNAAN LOGO GRUP BAND PADA BARANG DAGANGAN

SILABUS 1. LEVEL KOMPETENSI I: PENDAHULUAN 2. LEVEL KOMPETENSI II: SEJARAH HKI

BAB V KESIMPULAN, KETERBATASAN, DAN REKOMENDASI. paparkan sebelumnya, dengan uraian sebagai berikut:

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1997 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1989 TENTANG PATEN

KELEMAHAN HUKUM DALAM UNDANG-UNDANG NO.32 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN TATA. LETAK SIRKUIT TERPADU Rr. Aline Gratika Nugrahani*).

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2005 TENTANG KONSULTAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERLINDUNGAN HUKUM PEMILIK MEREK TERDAFTAR DAN RELEVANSINYA TERHADAP PRAKTEK PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2005 TENTANG KONSULTAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. pula hasrat dan keinginan masyarakat untuk meningkatkan pendapatannya

BAB I PENDAHULUAN. memberikan perlindungan hukum terhadap rahasia dagang sebagai bagian. perdagangan dari HKI (The TRIPs Agreement) tidak memberikan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000 PENJELASAN ATAS TENTANG DESAIN INDUSTRI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dewasa ini teknologi merupakan suatu kebutuhan mendasar bagi

BAB I PENDAHULUAN. konsisten akan banyak dicari dan mendapatkan tempat khusus di perdagangan

Intellectual Property Rights (Persetujuan TRIPs) dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 sehingga perlu diatur ketentuan mengenai Desain Industri;

SILABUS 1. LEVEL KOMPETENSI I: PENDAHULUAN. a. Konsep dasar HKI. b. Teori pembenar perlindungan HKI 2. LEVEL KOMPETENSI II: SEJARAH HKI

PANDUAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL (HaKI) DAN PATEN AKADEMI KEBIDANAN BAKTI UTAMA PATI TAHUN 2015

BAB I Pendahuluan. suatu barang atau jasa yang diproduksi oleh perusahaan diperlukan tanda

BAB 1 PENDAHULUAN. sangat penting. Oleh sebab itu banyak pengusaha asing yang berlomba

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG RAHASIA DAGANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2015 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. Sejak dasawarsa delapan puluhan (era 1980-an), hak kekayaan intelektual atau

SATUAN ACARA PERKULIAHAN. : HAKI (Hak atas kekayaan Intelektual) : Hukum Bisnis Syariah

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1997 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1989 TENTANG PATEN

Transkripsi:

ASPEK HUKUM PERLINDUNGAN INDIKASI GEOGRAFIS DI INDONESIA Milsida Fandy, Henry Soelistyo Budi Hardijan Rusli ABSTRACT In the free trade era, there is an urgent need of a "rule of the game" that can create fairness in the more liberal international trade system without neglecting the social economic differences among countries. TRIPs, as part of the agreement on the establishment of WTO, is meant to control the trade related aspects of Intellectual Property Rights including trade in counterfeit goods. As a member of WTO, it is essential that Indonesia adjust its regulations on Intellectual Property Rights in accordance with TRIPs agreement. Geographical Indication is one of the Intellectual Property Rights that needs to be protected. It is incorporated in Article 22-24, the TRIPs agreement and Article 56-60, Indonesia's UU No. 15/2001 about Trademark. Problems in this area mostly arise from people's lacking of knowledge on Geographical Indication and the lack of Government's attention on this matter. The registration of Kopi Toraja (Toraja Coffee) as his trademark by a Japanese businessman is a notorious example of many potential problems. To overcome this and other problems that may emerge in the future, it is important that the Indonesian Government take any necessary measures to prevent from more losses. This article analyses legal aspects of the Geographical Indication problems. It also provides alternatives to settle the problems lawfully. Keywords : Geographical Indication, Law no. 15-2001, article 22-24 TRIPs, WTO, Intellectual Properly Rights, Trademark. 30 Law Review, Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Vol. Ill, No.2, Nop. 200

PENDAHULUAN Perdagangan bebas yang selama ini didengungkan telah menimbulkan kebutuhan akan adanya rule of the game yang dapat dipatuhi oleh semua pihak dalam perdagangan internasional. Rule of the game yang dimaksud diharapkan dapat memenuhi kebutuhan akan terciptanya sistem perdagangan yang lebih bebas, adil, dengan tetap memperhatikan perbedaan tingkat sosial ekonomi dari negara-negara dunia. Upaya yang telah ditempuh dalam menciptakan rule of the game yang dimaksud dapat dilihat melalui pembentukan beberapa persetujuan internasional dan pelembagaannya melalui lembaga-lembaga internasional. Salah satu lampiran dalam Persetujuan Pembentukan WTO adalah Persetujuan Tentang Aspek- Aspek Dagang Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI 1 ) Termasuk Perdagangan Barang Palsu {Agreement on Trade Related 1 Hukum kekayaan intelektual yang melindungi gagasan-gagasan dari penggunaan atau peniruan orang yang tidak berhak. Aspects of Intellectual Property Rights, Including Trade in Counterfeit Goods/TRlPs). Secara umum Hak atas Kekayaan Intelektual dapat dibagi dalam dua kategori yaitu: Hak Cipta 2 dan Hak Kekayaan Industri. Sedangkan Hak Kekayaan Industri meliputi Paten 3, Merek 4, Desain Industri, Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu, Rahasia Dagang dan Varietas Tanaman. 2 Hak khusus bagi pencipta maupun penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya maupun memberi izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut perundang-undangan yang berlaku. 3 Hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada inventor atas hasil invensinya di bidang teknologi, yang untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri invensinya tersebut atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakannya. 4 Tanda berupa gambar, nama, kata, hurufhuruf, angka-angka, susunan warna atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang dan atau jasa. Law Review, Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Vol. Ill, No.2, Nop. 2003 31

Sebagai konsekuensi dari keikutsertaan Indonesia sebagai anggota WTO (World Trade Organization), Indonesia harus menyesuaikan segala peraturan perundangannya di bidang Hak atas Kekayaan Intelektual dengan standar TRIPs (Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights). Dalam kaitannya dengan Indikasi Geografis sebagai salah satu hak atas kekayaan intelektual, permasalahan-permasalahan yang mendesak adalah mengenai konsepsidasardan kurangjelasnya batasan-batasan yang ada dalam UU No. 15 tahun 2001 yang mengatur mengenai Indikasi Geografis ini. Berdasarkan Undang-undangNo. 15 Tahun 2001 Tentang Merek, Indikasi Geografis dilindungi sebagai suatu tanda yang menunjukkan daerah asal suatu barang yang karena faktor lingkungan geografis termasuk faktor alam, faktor manusia, atau kombinasi dari kedua faktor tersebut, memberikan ciri dan kualitas tertentu pada barang yang dihasilkan. Hal ini diatur dalam Pasal 56 ayat (1). Rumusan tersebut terasa tidak jelas batasannya terutama bila dilaksanakan pada saat praktek nanti. Kesulitannya adalah menentukan tindakan-tindakan apa yang dapat dikategorikan sebagai pelanggaran Indikasi Geografis. Apabila kita perhatikan, indikasi geografis merupakan suatu hal yang cukup asing bagi masyarakat kita. Hal ini akan menyebabkan kerugian yang besar terhadap bangsa kita sendiri. Banyak hal mengenai indikasi geografis yang sebenarnya merupakan milik bangsa Indonesia tetapi dalam hal ini bukan menjadi milik bangsa Indonesia, contohnya kopi Toraja. Dalam hal ini, pada dasarnya kopi Toraja merupakan milik Indonesia, karena kopi tersebut dihasilkan di daerah Indonesia. Akan tetapi karena pengetahuan mengenai indikasi geografis yang sangat rendah maka menyebabkan kopi Toraja ini menjadi milik negara lain. POKOK PERMASALAHAN Dari uraian di atas, maka terdapat beberapa permasalahan yang akan dibahas dalam artikel ini, yaitu: A. Bagaimanakah pengertian Indikasi Geografis, kriteria, perbedaannya dengan Indikasi Asal berdasarkan 32 Law Review, Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Vol. Ill, No.2, Nop. 2003

Fandy : Aspek Hukum PerUndiingan Indikasi Geografis di Indonesia pengaturannya di Indonesia pascauuno.15 Tahun2001 mengenai Merek? B. Bagaimana penyelesaian permasalahan Indikasi Geografis yang terjadi di Indonesia yaitu Kasus Kopi Toraja? C. Bagaimana aspek pengaturan Indikasi Geografis di Indonesia? Analisis Mengenai Aspek Hukum Indikasi Geografis di Indonesia Sebelum membahas kasus Kopi Toraja yang terjadi di Indonesia, perlu terlebih dahulu dibahas pengertian mengenai indikasi geografis dan perbedaannya dengan indikasi asal sesuai dengan ketentuan Undangundang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek. Seperti telah diuraikan dalam Bab II mengenai pengertian indikasi geografis, Indikasi Geografis secara konseptual dilindungi sebagai suatu tanda yang menunjukkan daerah asal suatu barang, yang karena faktor lingkungan geografis termasuk faktor alam, faktor manusia, atau kombinasi dari kedua faktor tersebut, memberikan ciri dan kualitas tertentu pada barang yang dihasilkan. Perbedaannya dengan indikasi asal telah diuraikan pula dalam Bab II, yaitu terletak pada ketentuan mengenai pendaftarannya. Dengan kata lain, indikasi asal pada dasarnya adalah tanda yang serupa dengan tanda yang dilindungi sebagai indikasi geografis, tetapi perlindungannya diberikan tanpa harus didaftarkan. 5 Jadi perbedaannya hanya terletak pada kewajiban dari pendaftarannya saja. Indikasi Asal menunjukkan asal produk yang bersangkutan dan tidak perlu didaftarkan. Analisis Kasus Kopi Toraja Salah satu permasalahan mengenai Indikasi Geografis yang tercatat di Indonesia adalah kasus Kopi Toraja. Kopi Toraja yang berdasarkan namanya merupakan hak masyarakat Indonesia, pada kenyataannya telah didaftarkan oleh pengusaha Jepang, yaitu milik Key Coffee, Inc. Japan. Dari fakta permasalahan tersebut, dapat dianalisis secara bertahap sebagai berikut: Tahap I : Analisis mengenai tingkat pengetahuan dan kepedulian Law Review, Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Vol. HI, No.2, Nop. 2003 33

masyarakat Indonesia terhadap Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI) khususnya mengenai indikasi geografis. Tahap II : Analisis mengenai tingkat antisipasi para pengusaha lokal dalam melindungi produknya tersebut. Tahap III : Analisis mengenai peran pemerintah dalam ikut melindungi Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI), khususnya mengenai Indikasi Geografis. Secara spesifik akan dianalisis mengenai Peraturan Pemerintah yang diamanatkan pembentukannya oleh Undangundang No.14 Tahun 1997 dan Undang-undang No. 15 Tahun 2001 mengenai Merek. 1. Analisis Tahap Pertama mengenai Tingkat Pengetahuan dan Kepedulian Masyarakat Indonesia terhadap Hak atas Kekayaan Intelektual, khususnya mengenai Indikasi Geografis. Kasus penggunaan nama daerah sebagai Indikasi Geografis oleh perusahaan asing terjadi lebih disebabkan karena Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI) tidak disosialisasikan. Hal ini merupakan kendala yang mendasar yang menyebabkan kasus Kopi Toraja terjadi. Dengan kata lain, karena masih rendahnya pendidikan masyarakat Indonesia atau karena ketidakmengertian masyarakat akan permasalahan HaKI, sehingga dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk keuntungan mereka. Berdasarkan pengamatan terhadap permasalahanpermasalahan yang timbul dapat disimpulkan bahwa tingkat pendidikan di Indonesia pada dasarnya masih tergolong rendah. Hal itu merupakan salah satu penyebab rendahnya pengetahuan masyarakat Indonesia mengenai Indikasi Geografis. Dengan rendahnya pengetahuan mengenai Indikasi Geografis ini, maka masyarakat Indonesia juga tidak peduli terhadap HaKI. Sejauh ini terbukti bahwa masyarakat Indonesia belum menyadari arti pentingnya pendaftaran Indikasi Geografis. Padahal pendaftaran merupakan salah satu bentuk publikasi dari 34 Law Review, Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Vol. Ill, No.2, Nop. 2003

Fandy : Aspek Hukum Perlinditngan Indikasi Geografis di Indonesia produk yang dihasilkannya. Pada kenyataannya masyarakat Indonesia masih berpikir dalam kerangka hukum adat {customary law) yang tidak mengenal arti yuridis dari pendaftaran. Berdasarkan ketentuan Pasal 56 sampai dengan 60 UU No. 15 Tahun 2001, tampak bahwa pihak yang harus lebih proaktif pada dasarnya adalah masyarakat sendiri. Sebab, Indikasi Geografis ternyata melibatkan perhatian masyarakat, khususnya yang memiliki kepentingan langsung. 2. Analisis Tahap Kedua mengenai tingkat antisipasi para pengusaha lokal dalam melindungi produknya. Selain alasan yang diuraikan pada analisis tahap pertama yakni kurangnya pendidikan dan tingkat kepedulian masyarakat terhadap Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI), yang menjadi penyebab permasalahan kopi Toraja adalah kurangnya antisipasi dari pengusaha lokal. Pengusaha lokal dalam hal ini dianggap kurang jeli dalam melihat potensi yang ada. Yang dimaksud dengan pengusaha lokal adalah pengusaha Indonesia yang akan mengalami kerugian yang sangat besar. Dampak dari kurangnya antisipasi para pengusaha lokal telah mengakibatkan kopi Toraja mengalami kesulitan untuk diekspor ke luar negeri dan sulit untuk memasuki pasaran Internasional karena telah didaftarkannya kopi Toraja sebagai merek dagang oleh pengusaha Jepang. Hal seperti ini seharusnya tidak perlu terjadi apabila para pengusaha lokal dapat mengantisipasi terjadinya kasus-kasus seperti ini. Apalagi kopi Toraja yang berasal dari Sulawesi Selatan ini, telah dikenal kualitasnya secara internasional. 3. Analisis Tahap Ketiga mengenai tingkat peran pemerintah dalam ikut melindungi Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI), yaitu mengenai Indikasi Geografis Law Review, Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Vol. Ill, No.2, Nop. 2003 35

Selain alasan-alasan di atas, pemerintah dalam hal ini juga dinilai kurang berpartisipasi untuk mencegah pelanggaran ini. Hal ini dapat dilihat dari bukti belum disusunnya Peraturan Pemerintah yang sejak tahun 1997 telah diperintahkan untuk disusun. Undang-undang Nomor 14 Tahun 1997 maupun Undang-undang Nomor 15 Tahun 2001, menegaskan hal itu. Peraturan Pemerintah yang dimaksud adalah peraturan mengenai tata cara pendaftaran Indikasi Geografis. Dalam ketentuan Pasal 56 (9) Undangundang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek tercantum bahwa ketentuan mengenai tata cara pendaftaran Indikasi Geografis diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Selain belum disusunnya Peraturan Pemerintah mengenai tata cara pendaftaran Indikasi Geografis, Pemerintah juga kurang efektif mensosialisasikan arti penting perlindungan Hak atas Kekayaan Intelektual khususnya dalam bidang Indikasi Geografis. Pemerintah dalam hal ini kurang peduli terhadap perlindungan Indikasi Geografis yang ada di Indonesia. Pemerintah terkesan hanya membuat aturan mengenai Indikasi Geografis secara teori saja. Artinya, dalam hal ini pemerintah tidak pernah peduli terhadap kasuskasus yang terjadi pada prakteknya. Pada dasarnya, kasus kopi Toraja ini sangat membutuhkan peran serta Pemerintah. Tanpa adanya sistem perlindungan Indikasi Geografis yang efektif di Indonesia, maka sia - sialah segala usaha dari berbagai pihak untuk mempertahankan kopi Toraja sebagai hak milik pihak Indonesia. Analisis Aspek Pengaturan Indikasi Geografis di Indonesia Analisis terhadap aspek pengaturan Indikasi Geografis perlu dirujukkan pada Undangundang mengenai Merek, yaitu Undang-undang Nomor 15 Tahun 2001. Sebelum diundangkannya undang-undang tersebut, Indikasi Geografis diatur dalam Undang-undang Nomor 14 Tahun 1997 tentang Merek yang 36 Law Review, Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Vol. Ill, No.2, Nop. 2003

merupakan perubahan atas Undang-undang Nomor 19 Tahun 1992. Dalam Undang-undang Nomor 15 Tahun 2001, masalah Indikasi Geografis diatur dalam Pasal 56-60. Yang diatur dalam pasal-pasal tersebut tidak hanya mengenai Indikasi Geografis, tetapi juga mengenai Indikasi Asal. Adapun tindakan pelanggaran atas Indikasi Geografis sebagaimana diatur dengan UU No. 15 tahun 2001 meliputi 2 (dua) jenis tindak pidana, yaitu : a. Tindak Pidana Kejahatan Pasal 92 UU No. 15 tahun 2001. menentukan bahwa tindakan yang termasuk kejahatan adalah: Penggunaan secara sengaja dan tanpa hak terhadap tanda yang sama pada keseluruhannya dengan indikasi geografis milik pihak lain yang telah terdaftar untuk barang yang sama atau sejenis. Penggunaan secara sengaja dan tanpa hak terhadap tanda yang sama pada pokoknya dengan indikasi geografis milik pihak lain yang telah terdaftar untuk barang yang sama atau sejenis. b. Tindak Pidana Pelanggaran Pasal 94 UU No. 15 Tahun 2001 mengatur ketentuan bahwa yang termasuk dalam pelanggaran adalah tindakan memperdagangkan barang dan/ atau jasa yang diketahui, atau patut diketahui bahwa barang dan jasa tersebut adalah hasil pelanggaran dari Pasal 90, 91, 92, dan Pasal 93. Pengertian Indikasi Geografis ditegaskan dalam Pasal 56 ayat (1) yang menyatakan bahwa "Indikasi Geografis dilindungi sebagai suatu tanda yang menunjukkan daerah asal suatu barang, yang karena faktor lingkungan geografis termasuk faktor alam, faktor manusia, atau kombinasi dari kedua faktor tersebut, memberikan ciri dan kualitas tertentu pada barang yang dihasilkan." Perlindungan Indikasi Geografis dibangun dari kenyataan adanya beberapa daerah atau geografi yang memiliki faktor-faktor alam yang dapat mempengaruhi atau memberi ciri pada produk yang dihasilkan di daerah tersebut. Faktor-faktor tersebut meliputi lingkungan alam, seperti iklim, air, tanah, dan kondisi geografis, ataupun faktor manusia. Yang perlu Law Review, Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Vol. Ill, No.2, Nop. 2003 37

ditegaskan adalah bahwa Indikasi Geografis hanyalah sekedar tanda. Sama halnya dengan merek, tanda tersebut diartikan sebagai identitas, tetapi yang sekaligus merujuk daerah asal barang. Indikasi asal adalah tanda yang hampir serupa dengan tanda yang dilindungi sebagai indikasi geografis, tetapi perlindungannya diberikan tanpa harus didaftarkan. Indikasi Asal hanya menunjukkan asal produk yang bersangkutan dan tidak perlu didaftarkan. Sebagai tanda, Indikasi Asal sebenarnya memenuhi syarat untuk didaftarkan sebagai Indikasi Geografis, tetapi oleh yang berhak, tanda tersebut tidak didaftarkan atau memang sengaja hanya digunakan sematamata untuk menunjukkan asal suatu barang atau jasa. Jika dilihat ketentuan dalam UU No. 15Tahun 2001, perbedaan antara indikasi geografis dan indikasi asal hanya terletak pada status pendaftarannya. Pelanggaran Indikasi Geografis terjadi bilamana dengan itikad tidak baik dan tanpa ijin masyarakat daerah asal/lembaga yang diberi kewenangan atau yang mewakilinya: (a) Memalsukan Indikasi Geografis terdaftar. (b) Memperdaya masyarakat dengan mengelabui asal-usul, proses pembuatan, ciri, kualitas dan kegunaan. Banyak produk khas Indonesia yang namanya telah didaftarkan sebagai merek oleh para pengusaha asing. Salah satunya, kopi khas Indonesia asal Toraja yang didaftarkan oleh perusahaan di Jepang. Dalam hal demikian produk kopi dengan menggunakan nama Toraja tidak akan bisa diekspor ke Jepang. Secara teknis hukum hal itu dapat dilakukan melalui beberapa pilihan untuk menyelesaikan permasalahan tersebut, yaitu : Pilihan I : Pihak Indonesia mengajukan pendaftaran Kopi Toraja sebagai indikasi geografis. Bila dapat disetujui, maka pihak Jepang yang saat ini telah mendaftarkan Kopi Toraja dapat diberi kesempatan menggunakan tanda tersebut untuk jangka waktu 2 (dua) tahun terhitung sejak tanda tersebut terdaftar sebagai Indikasi Geografis. Artinya, apabila pihak Jepang dianggap beritikad baik dalam menggunakan tanda Kopi 38 Law Review, Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Vol. Ill, No.2, Nop. 2003

Fandy : Aspek Hukum Pedindungan Indikasi Geografis di Indonesia Toraja maka ia dijinkan untuk menggunakan tanda tersebut selama 2 tahun. Setelah itu tanda Kopi Toraja dikembalikan kepada pihak Indonesia. Skenario seperti ini harus didukung dengan tersedianya ketentuan mengenai tata cara permohonan pendaftaran Indikasi Geografis. Ini berarti, Pemerintah harus segera mengeluarkan Peraturan Pemerintah sebagaimana disyaratkan dalam Pasal 56 (9) Undang-undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek. Pilihan II: Pihak Indonesia dapat mengajukan gugatan pembatalan pendaftaran terhadap Kopi Toraja. Dasar dari gugatan pembatalan itu adalah "bahwa indikasi geografis 'Kopi Toraja' adalah milik masyarakat (adat) Toraja". Gugatan pembatalan ini dapat dilakukan oleh pihak Indonesia berdasarkan Persetujuan TRIPs, mengingat Indonesia dan Jepang merupakan negara anggota WTO. 2. Aspek pengaturan Indikasi Geografis perlu dirujukkan pada Undang-undang mengenai Merek, yaitu Undang-undang Nomor 15 Tahun 2001. Sebelum diundangkannya undang-undang tersebut, Indikasi Geografis diatur dalam Undang-undang Nomor 14 Tahun 1997 tentang Merek yang merupakan perubahan atas Undang-undang Nomor 19 Tahun 1992. Dalam Undangundang Nomor 15 Tahun 2001, masalah Indikasi Geografis diatur dalam Pasal 56-60. Yang diatur dalam pasal-pasal tersebut tidak hanya mengenai Indikasi Geografis, tetapi juga mengenai Indikasi Asal. Adapun tindakan pelanggaran atas Indikasi Geografis sebagaimana diatur dengan9 UUNo. 15 tahun 2001 meliputi 2 (dua) jenis tindak pidana, yaitu: a. Tindak Pidana Kejahatan b. Tindak Pidana Pelanggaran Law Review, Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Vol. Ill, No.2, Nop. 2003 39