Dadang Sadkar MENCARI MAKNA SHOLAT Penerbit Gagakhitam Publishing
MENCARI MAKNA SHOLAT Oleh: Dadang Sadkar Copyright 2010 by Dadang Sadkar Penerbit Gagakhitam Publishing www.gagakhitampublishing.blogspot.com bisnisadrian@gmail.com Desain Sampul: Adrian Agoes Diterbitkan melalui: www.nulisbuku.com 2
Ucapan Terimakasih Alhamdulillah, puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah Ta ala, yang atas karunia-nya lah penulis bisa menyelesaikan buku yang sederhana ini. Tidak lupa juga penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada adinda tercinta, Upiek Haeryah Sadkar, karena di masa-masa tua penulis sudah diperbolehkan tinggal di rumahnya. Selain itu juga beliau sangat mendukung segala kegiatan penulis dalam menyusun buku ini. Selain itu, terima kasih pula kepada keponakan penulis, Adrian Agoes, yang bersedia menyumbangkan bakatnya untuk merancang sampul buku ini. Tentunya, juga penulis ucapkan pada para pembaca buku ini, yang karena Anda semualah buku ini menjadi memiliki arti. Meski sebagus apa pun tulisan para pujangga, namun jika tidak ada yang membacanya, apalah artinya. Wassalam yang lemah, Dadang Sadkar 3
Daftar Isi Ucapan Terima Kasih 3 Daftar Isi 4 Pengantar 5 Menemukan Jati Diri 9 Kaifiat Sholat 12 Keyakinan 25 Sikap Hidup Bersyukur 39 Sikap Hidup Merendah 55 Adab dan Tatakrama Sholat 67 Irfan Illahi 79 Empat Sifat Pokok Allah Ta ala 105 Kumpulan Hadits Muslim 116 Sajak Tentang Sholat 126 4
Pengantar Shalat itu ternyata gampang-gampang susah. Meskipun setiap orang bisa melakukannya, namun tidak setiap Muslim akan bisa melaksanakannya dengan sebaikbaiknya. Di dalam Hadits, ada sebuah riwayat yang diceriterakan oleh Abu Hurairah r.a.. Katanya, suatu kali ketika Rasulullah s.a.w sedang berada di mesjid, masuk seorang laki-laki. Orang itu mengerjakan shalat, setelah itu da-tang kepada Rasulullah s.a.w dan memberi salam. Rasulullah saw. membalas salamnya, tetapi kemudian bersabda: Ulangi lagi shalatmu. Laki-laki itu mengulangi shalatnya, sama seperti shalatnya yang pertama kali. Kemudian ia mendatangi Rasulullah s.a.w lagi dan memberi salam. Rasulullah s.a.w menjawab: Wa alaikassalam. Ulangi lagi shalatmu, sebab sepertinya engkau belum shalat. 5
Begitu seterusnya hingga ia mengulangi shalatnya sampai tiga kali. Akhirnya laki-laki itu berkata: Demi Allah yang mengutus tuan dengan kebenaran, saya tidak tahu lagi cara shalat selain dari ini. Tunjukilah saya. Rasulullah s.a.w bersabda: Setelah engkau berdiri untuk shalat, bacalah takbir. Dan bacalah ayat-ayat Qur an mana saja yang engkau bisa. Kemudian ruku lah dengan thama ninah. Kemudian bangkitlah dari ruku hingga tegak lurus. Kemudian sujudlah dengan thama ninah. Setelah itu bangunlah dari sujud dengan thama ninah pula. Lakukanlah seluruh shalatmu dengan cara yang demikian itu. Demikian pentingnya masalah shalat ini, sehingga Rasulullah s.a.w pun sangat memperhatikan sekali kesempurnaan dalam melaksanakannya, serta mengajarkannya dengan sangat seksama. Di sini, Penulis ingin mencoba menawarkan sebuah gambaran dan pandangan-pandangan yang ada kaitannya dengan upaya untuk mencari makna yang terkan-dung di dalam perintah mendirikan shalat. 6
Pertama sekali, Penulis ingin menekankan betapa pentingnya memiliki sebuah keyakinan yang amat kuat, bahwasanya manusia hidup di dunia ini mengemban sebuah kewajiban dari Tuhan yang harus kita laksana-kan dengan sebaik-baiknya. Dan semata-mata demi untuk memenuhi kewajiban itulah hendaknya kita menjalani kehidupan ini. Selain itu, mensyukuri nikmat-nikmat pun meru-pakan sebuah sikap hidup yang seharusnya kita terap-kan dalam kehidupan sehari-hari. Kita hendaknya senantiasa menerima dengan penuh ridha terhadap segala keputusan yang telah ditentukan Tuhan, serta menjauhkan diri dari perasaan tidak puas atas pembe-rian-pemberian yang telah kita terima. Sebab, sikap demikian itu sesungguhnya mencerminkan ketulusan kita dalam beribadah kepada- Nya. Penulis mengharapkan, mudah-mudahan buku ini dapat bermanfa at bagi kita semua. Sekurang-kurangnya, bisa membuka wawasan dan ke arifan tentang pentingnya mencari makna shalat. Pada bagian ahir dari buku ini, Penulis sengaja mengumpulkan Hadits-Hadits maupun Sunnah Rasulullah s.a.w yang berkenaan dengan shalat, diambil dari Hadits 7
Muslim, dan disajikan dalam terjemahan bebas yang disesuaikan dengan kaidah-kaidah bahasa Indonesia. Mudah-mudahan dengan mengambil pelajaran dari Hadits-Hadits ini, kita akan dapat memperbaiki shalat kita agar menjadi lebih baik, serta mendapatkan faedah sebesar-besarnya dari melaksanakan ibadah Shalat. Penulis. 8
Menemukan Jatidiri Di Barat ada sebuah ungkapan: Hidup dimulai pada usia empat puluh. Tetapi Al Quran mengajarkan bahwa hidup ini harus kita mulai sejak menginjak usia akil balig. Usia empat puluh adalah alternatif paling lambat yang masih berada pada batas toleransi. Namun demikian, di dalam tonggak-tonggak kehidupan, ajal seseorang terkadang tiba-tiba saja menyergap di sebarang waktu di saat manusia sedang lengah. Karena itulah Al Quran mengajarkan kita untuk senantiasa menjaga agar tetap dalam keadaan Islam. Biasanya, kita menjalani hidup seraya larut dalam ketidak sadaran pada hakikat dan arah tujuan yang seharusnya. Dan pada saat mencapai usia empat puluhan, ia pun tersentak dan mulai berpikir-pikir: Betulkah aku ini baru memulai hidup? Maka iapun akan segera membuat neraca. Anehnya, setelah mempelajari langkah-langkah yang telah ia lalui, orang akan sampai pada suatu kesimpulan: Aku bahkan 9
belum memulai kehidupan ini sedikitpun. Bila sudah begitu, banyak manusia yang akan mulai berkaca dan meneliti setiap sudut di dalam dirinya. Lalu iapun baru melihat bahwa ternyata selama ini dirinya telanjang dan miskin. Di manakah pakaiannya? Apa bekal yang akan ia bawa pulang? Padahal ketika itu saat pulang sudah hampir tiba, dan hari sudah senja. Kesadaran inilah yang harus kita temukan sebelum saat ajal datang. Biasanya, pada saat kanak-kanak kita tak pernah berpikir tentang hakikat kehidupan. Kita hanya menjalaninya begitu saja, sesuai dengan fitrat seorang kanak-kanak. Menangis di kala sakit dan susah, atau tertawa jika mendapatkan kesenangan sesaat. Sungguh na if memang. Kita hidup hanya dengan jasad, tanpa Ruh. Bahkan sampai usia tua pun, terkadang seseorang hanya merupakan seorang mahluk hidup yang hanya mengenal kebutuhan-kebutuhan jasmaniah belaka. Hidup dalam serba ketidak-tahuan. Tetapi, mudah-mudahan saja perjalanan waktu dan pengalaman akan membentuk sebuah obsesi dalam diri kita, lalu mulai mencari-cari jatidiri dan mulai bertanyatanya: Siapakah aku? Ke manakah tujuanku? 10