PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN

dokumen-dokumen yang mirip
KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR 31 TAHUN 1995 TENTANG TERMINAL TRANSPORTASI JALAN

BUPATI TEMANGGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN TERMINAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN

NOMOR 11 TAHUN 2001 TENTANG PENGELOLAAN TERMINAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

TENTANG TERMINAL TRANSPORTASI JALAN

PEMERINTAH KABUPATEN MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN TERMINAL PENUMPANG DI KABUPATEN MAGELANG

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA

DALAM DAERAH KABUPATEN BERAU.

PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA (PERDA KOTA YOGYAKARTA) NOMOR 9 TAHUN 2000 (9/2000) TENTANG TERMINAL PENUMPANG DENGAN RAHMAT TUMAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

LEMBARAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA. Nomor: 2 Tahun 2006 Seri: B PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 10 TAHUN 2006 TENTANG RETRIBUSI TERMINAL PENUMPANG

PERATURAN DAERAH KOTA PALEMBANG NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN DAN RETRIBUSI TERMINAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN TERMINAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

TERMINAL. Mata Kuliah : Topik Khusus Transportasi Pengajar : Ir. Longdong Jefferson, MA / Ir. A. L. E. Rumayar, M.Eng

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARAAN TERMINAL BONGKAR MUAT BARANG DI KABUPATEN JEMBRANA

PEMERINTAH KABUPATEN ACEH TAMIANG

Berdasarkan, Juknis LLAJ, Fungsi Terminal Angkutan Jalan dapat ditinjau dari 3 unsur:

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 17 TAHUN 2001 TENTANG PENGELOLAAN TERMINAL PENUMPANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN,

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA BANJARMASIN TAHUN 2008 NOMOR 26

PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN

Perda No. 18/2001 tentang Retribusi dan Penyelenggaraan Terminal Bus / Non Bus di Kabupaten Magelang.

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG TERMINAL BARANG

LEMBARAN DAERAH KOTA PEKALONGAN TAHUN 2010 NOMOR 5

LEMBARAN DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2012 NOMOR : 9 PERATURAN DAERAH KOTA CILEGON NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PERPARKIRAN

PEMERINTAH KOTA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 18 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERPARKIRAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTAMADYA KEPALA DAERAH TINGKAT II YOGYAKARTA

PEMERINTAH KABUPATEN TANAH BUMBU

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABALONG NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENYELENGGARAAN PERPARKIRAN DALAM WILAYAH KOTA TARAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI TERMINAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG,

TERMINAL TOPIK KHUSUS TRANSPORTASI

LEMBARAN DAERAH PROPINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 19 TAHUN 2001 SERI B NOMOR 3 PERATURAN DAERAH PROPINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 6 TAHUN 2001 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN REJANG LEBONG PERATURAN DAERAH KABUPATEN REJANG LEBONG NOMOR 17 TAHUN 2007

PEMERINTAH KOTA SINGKAWANG

PEMERINTAH KOTA SURABAYA PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 6 TAHUN 2002 TENTANG PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI TOLITOLI PERATURAN DAERAH KABUPATEN TOLITOLI NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN LALULINTAS DAN ANGKUTAN JALAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG UTARA NOMOR 07 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI TERMINAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LAMPUNG UTARA

LEMBARAN DAERAH KOTA JAMBI

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA

UU NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1

LEMBARAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA (Berita Resmi Kota Yogyakarta) Nomor : 10 Tahun 2002 Seri: C

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PARKIR DI TEPI JALAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG

PEMERINTAH PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR : 2 TAHUN 2003 TENTANG PENYELENGGARAAN PERPARKIRAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL,

PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI TERMINAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KUPANG,

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN IZIN TRAYEK

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 17 TAHUN 2003 SERI C NOMOR 14 PERATURAAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 17 TAHUN 2003 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 4 Tahun : 2011 Seri : E

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PARKIR DI TEPI JALAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RETRIBUSI TERMINAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BALANGAN,

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 20 TAHUN 2002 TENTANG KETERTIBAN DALAM KAWASAN PELABUHAN PEMERINTAH KOTA TARAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT,

PEMERINTAH PROVINSI JAMBI

PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN ANGKUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PARKIR DI TEPI JALAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TIMUR NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI IZIN TRAYEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 7 TAHUN 2001 SERI B.1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 6 TAHUN 2001 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG Nomor : 17 Tahun 2008 PEMERINTAH KABUPATEN MAGELANG PERATURAN DAERAH KEBUPATEN MAGELANG NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 10 TAHUN 2008 SERI : E NOMOR : 5

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PARKIR DI TEPI JALAN UMUM

PEMERINTAH KABUPATEN SRAGEN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS TAHUN : 2011 NOMOR : 13 SERI : C PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MURUNG RAYA NOMOR 15 TAHUN 2004 TENTANG RETRIBUSI IJIN TRAYEK ANGKUTAN DARAT DI KABUPATEN MURUNG RAYA

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 18 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN ANGKUTAN DENGAN KENDARAAN BERMOTOR UMUM

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN KELEBIHAN MUATAN ANGKUTAN BARANG DI KALIMANTAN BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN

PEMERINTAH KABUPATEN SRAGEN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI TERMINAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUDUS,

PERATURAN DAERAH KOTA PRABUMULIH NOMOR 8 TAHUN 2003 TENTANG RETRIBUSI IZIN TRAYEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PRABUMULIH,

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN FASILITAS PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 40 TAHUN 2005

PEMERINTAH KABUPATEN NGAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG RETRIBUSI TERMINAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2007

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia,

Dr. Nindyo Cahyo Kresnanto

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG

TAHUN : 2006 NOMOR : 04

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 14 TAHUN 2009 TENTANG PELAYANAN PERIZINAN PENYELENGGARAAN ANGKUTAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN IZIN USAHA ANGKUTAN UMUM

PEMERINTAH KABUPATEN TUBAN

LEMBARAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 12 TAHUN 2001 SERI B NOMOR 10 PERATURAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 12 TAHUN 2001 TENTANG

L E M B A R AN D A E R A H KABUPATEN BALANGAN NOMOR 12 TAHUN 2006 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 12 TAHUN 2006 T E N T A N G

PEMERINTAH KOTA PONTIANAK

LEMBARAN DAERAH KOTA DEPOK TAHUN 2000 NOMOR 47 PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 44 TAHUN 2000 TENTANG RETRIBUSI TERMINAL

PEMERINTAH KABUPATEN BARITO UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG NOMOR 11 TAHUN 2010

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI IZIN TRAYEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUDUS,

Transkripsi:

PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG T E R M I N A L DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PEKALONGAN, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan angkutan jalan merupakan salah satu urat nadi kehidupan kota yang memiliki peranan penting dalam menunjang dan mendorong pertumbuhan di segala bidang; b. bahwa pengaturan operasional masalah terminal transportasi jalan yang ada selama ini kurang menunjukkan efektifitas dan efisiensi kinerja bidang perhubungan; c. bahwa dengan perkembangan kegiatan angkutan jalan yang semakin meningkat serta memberikan pelayanan kepada masyarakat berdasarkan kewenangan yang ada di bidang lalu lintas dan angkutan jalan sejalan dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, maka dipandang perlu menetapkan pengaturan penyelenggaraan terminal transportasi jalan dengan Peraturan Daerah. Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerahdaerah Kabupaten Pekalongan dalam Lingkungan Propinsi Jawa Tengah; 2. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1965 tentang Pembentukan Daerah Tingkat II Batang dengan mengubah Undang-undang Nomor 13 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-daerah Kabupaten dalam Lingkungan Propinsi Jawa Tengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1965 Nomor 52, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2757); 1

3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lambaran Negara Nomor 3209); 4. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3480); 5. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1992 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Penangguhan Mulai Berlakunya Undang-undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 99, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3494); 6. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389); 7. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4548); 8. Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1986 tentang Pemindahan Ibukota Kabupaten Daerah Tingkat II Pekalongan dari Wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II Pekalongan ke Kota Kajen di Wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II Pekalongan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1986 Nomor 70); 9. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 132); 10. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1988 tentang Perubahan Batas Wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II Pekalongan, Kabupaten Daerah Tingkat II Pekalongan dan Kabupaten Daerah Tingkat II Batang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1988 Nomor 92, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3581); 11. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1993 tentang Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1993 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3527); 2

12. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 1993 tentang Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1993 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3528); 13. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalu Lintas Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1993 Nomor 63, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3529); 14. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1993 tentang Kendaraan dan Pengemudi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1993 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3530); 15. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593); 16. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737); 17. Peraturan Presiden Nomor 1 Tahun 2007 tentang Pengesahan, Pengundangan dan Penyebarluasan Peraturan PerUndang-Undangan; 18. Peraturan Daerah Kabupaten Pekalongan Nomor 9 Tahun 2006 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Daerah Kabupaten Pekalongan Tahun 2006 Nomor 9); 19. Peraturan Daerah Kabupaten Pekalongan Nomor 10 Tahun 2006 tentang Penataan Transportasi Darat (Lembaran Daerah Kabupaten Pekalongan Tahun 2006 Nomor 10). Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN dan BUPATI PEKALONGAN M E M U T U S K A N : Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG TERMINAL. 3

BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Kabupaten Pekalongan. 2. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan Daerah. 3. Gubernur adalah Gubernur Jawa Tengah. 4. Bupati adalah Bupati Pekalongan. 5. Dinas adalah Dinas yang membidangi Perhubungan Kabupaten Pekalongan. 6. Kepala Dinas adalah Kepala Dinas yang membidangi Perhubungan Kabupaten Pekalongan. 7. Terminal adalah prasarana transportasi jalan untuk keperluan memuat dan menurunkan orang dan atau barang serta mengatur kedatangan dan pemberangkatan kendaraan umum, yang merupakan salah satu wujud simpul jaringan transportas. 8. Terminal Penumpang adalah prasarana transportasi jalan untuk keperluan menurunkan dan menaikkan penumpang, perpindahan intra dan/atau antar moda transportasi serta mengatur kedatangan dan pemberangkatan kendaraan umum; 9. Terminal Barang adalah prasarana transportasi jalan untuk keperluan membongkar dan memuat barang serta perpindahan intra dan/atau antar moda transportasi; 10. Jalur Pemberangkatan Kendaraan Umum adalah pelataran di dalam terminal penumpang yang disediakan bagi kendaraan umum untuk menaikkan penumpang; 11. Jalur Kedatangan Kendaraan Umum adalah pelataran di dalam terminal penumpang yang disediakan bagi kendaraan umum untuk menurunkan penumpang; 12. Tempat Tunggu Kendaraan Umum adalah pelataran di dalam terminal penumpang yang disediakan bagi kendaraan umum untuk menunggu dan siap menuju jalur pemberangkatan; 13. Tempat Istirahat Kendaraan adalah pelataran di dalam terminal yang disediakan bagi mobil bus dan mobil barang untuk beristirahat sementara dan membersihkan kendaraan sebelum melakukan perjalanan; 4

14. Tempat Bongkar dan Muat adalah pelataran di dalam terminal barang yang disediakan bagi mobil barang untuk membongkar dan/atau memuat barang; 15. Tempat Tunggu Penumpang adalah bangunan berupa ruang tunggu di dalam terminal penumpang yang disediakan bagi penumpang yang akan melakukan perjalanan; 16. Gudang atau Lapangan Penumpukan Barang adalah bangunan dan/atau pelataran di dalam terminal barang yang disediakan untuk menempatkan barang yang bersifat sementara; 17. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel; 18. Kendaraan adalah suatu alat yang dapat bergerak di jalan, terdiri dari kendaraan bermotor dan kendaraan tidak bermotor; 19. Kendaraan bermotor adalah kendaraan yang digerakkan oleh peralatan teknis yang berada dalam kendaraan tersebut; 20. Angkutan adalah pemindahan orang dan atau barang dari satu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan; 21. Mobil bus adalah setiap kendaraan bermotor yang diperlengkapi dengan lebih dari 8 (delapan) tempat duduk tidak termasuk tempat duduk pengemudi, baik dengan maupun tanpa perlengkapan bagasi; 22. Mobil penumpang adalah setiap kendaraan bermotor yang diperlengkapi dengan sebanyak-banyaknya 8 (delapan) tempat duduk tidak termasuk tempat duduk pengemudi, baik dengan maupun tanpa perlengkapan bagasi; 23. Mobil barang adalah kendaraan selain mobil bus, mobil penumpang dan kendaraan bermotor roda dua; 24. Kendaraan umum adalah setiap kendaraan yang disediakan untuk dipergunakan oleh umum dengan dipungut bayaran; 25. Trayek adalah lintasan kendaraan umum untuk pelayanan jasa angkutan orang dengan mobil bus, yang mempunyai asal dan tujuan tetap, lintasan tetap dan jadwal tetap maupun tidak terjadwal; 26. Jaringan trayek adalah kumpulan dari trayek-trayek yang menjadi satu kesatuan jaringan pelayanan Angkutan orang; 27. Angkutan Antar Kota Antar Propinsi adalah Angkutan dari satu kota ke kota lain yang melalui antar daerah Kabupaten / Kota yang melalui lebih 5

dari satu daerah Propinsi dengan menggunakan mobil bus umum yang terikat dalam trayek; 28. Angkutan Antar Kota Dalam Propinsi adalah Angkutan dari satu kota ke kota lain yang melalui antar daerah Kabupaten / Kota dalam satu daerah Propinsi dengan menggunakan mobil bus umum yang terikat dalam trayek; 29. Angkutan Kota adalah Angkutan dari satu tempat ke tempat lain dalam satu daerah Kota atau wilayah ibukota Kabupaten atau dalam Daerah Khusus Ibukota Jakarta dengan menggunakan mobil bus umum atau mobil penumpang umum yang terikat dalam trayek; 30. Angkutan Perdesaan adalah Angkutan dari satu tempat ke tempat lain dalam satu daerah Kabupaten yang tidak termasuk dalam trayek kota yang berada pada wilayah ibukota Kabupaten dengan mempergunakan mobil bus umum atau mobil penumpang umum yang terikat dalam trayek; 31. Penyidikan Tindak Pidana adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang terhadap pelanggaran yang diancam dengan hukuman pidana; 32. Penyidik adalah Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia atau Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi tugas wewenang khusus oleh Undang-undang untuk melakukan penyidikan. 33. Penyidik Pegawai Negeri Sipil adalah Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di Lingkungan Pemerintah Daerah yang diberi wewenang khusus oleh Undang-Undang untuk melakukan penyidikan atas pelanggaran Peraturan Daerah. BAB II MAKSUD DAN TUJUAN Pasal 2 Maksud dan tujuan Penataan Terminal Transportasi Jalan adalah : a. memberikan arahan yang jelas tentang pelaksanaan angkutan jalan yang ingin dicapai terpadu dengan moda transportasi lainnya. b. menciptakan penyelenggaraan lalulintas yang lancar, tertib, aman, efisien dan efektif. 6

BAB III TERMINAL PENUMPANG Bagian Pertama TIPE DAN FUNGSI TERMINAL Pasal 3 (1) Tipe terminal penumpang terdiri dari: a. Terminal penumpang tipe A; b. Terminal penumpang tipe B; c. Terminal penumpang tipe C. (2) Terminal penumpang tipe A sebagaiman dimaksud pada ayat (1) huruf a, berfungsi melayani kendaraan umum untuk angkutan antar kota antar propinsi, angkutan antar kota dalam propinsi, angkutan kota dan angkutan perdesaan. (3) Terminal penumpang tipe B sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, berfungsi melayani kendaraan umum untuk angkutan antar kota dalam propinsi, angkutan kota dan/atau angkutan perdesaan. (4) Terminal penumpang tipe C sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, berfungsi melayani kendaraan umum untuk angkutan perdesaan. Bagian Kedua Fasilitas Terminal Pasal 4 Fasilitas terminal penumpang terdiri dari fasilitas utama dan fasilitas penunjang. Pasal 5 (1) Fasilitas utama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, terdiri dari: a. Jalur pemberangkatan kendaraan umum; b. Jalur kedatangan kendaraan umum; c. Tempat parkir kendaraan umum selama menunggu keberangkatan, termasuk di dalamnya tempat tunggu dan tempat istirahat kendaraan umum; d. Bangunan kantor terminal; e. Tempat tunggu penumpang dan/atau pengantar; f. Menara pengawas; 7

g. Loket penjualan karcis; h. Rambu-rambu dan papan informasi, yang sekurang-kurangnya memuat petunjuk jurusan, tarif dan jadwal perjalanan; i. Pelataran parkir kendaraan pengantar dan/atau taksi. (2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, huruf f, huruf g dan huruf i, tidak berlaku untuk terminal penumpang tipe C. Pasal 6 Fasilitas penunjang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, dapat berupa: a. Kamar kecil/toilet; b. Musholla; c. Kios/kantin; d. Ruang pengobatan; e. Ruang informasi dan pengaduan; f. Telepon umum; g. Tempat penitipan barang; h. Taman. Pasal 7 Fasilitas terminal penumpang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, dilengkapi dengan fasilitas bagi penumpang penderita cacat sesuai dengan kebutuhan. Pasal 8 Ketentuan lebih lanjut mengenai fasilitas terminal penumpang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, Pasal 6 dan Pasal 7 diatur oleh Bupati. Bagian Ketiga Daerah Kewenangan Terminal Pasal 9 (1) Daerah kewenangan terminal penumpang terdiri dari: a. Daerah lingkungan kerja terminal, merupakan daerah yang diperuntukkan untuk fasilitas utama dan fasilitas penunjang terminal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dan Pasal 6; 8

b. Daerah pengawasan terminal, merupakan daerah di luar daerah lingkungan kerja terminal, yang diawasi oleh petugas terminal untuk kelancaran arus lalulintas di sekitar terminal. (2) Daerah lingkungan kerja terminal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, harus memiliki batas-batas yang jelas dan diberi hak atas tanah sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai daerah pengawasan terminal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur oleh Bupati. Bagian Keempat Lokasi Terminal Pasal 10 Penentuan lokasi terminal penumpang dilakukan dengan memperhatikan rencana kebutuhan lokasi simpul yang merupakan bagian dari rencana umum jaringan transportasi jalan. Pasal 11 Lokasi terminal penumpang tipe A, tipe B dan tipe C, ditetapkan dengan memperhatikan : a. Rencana Umum Tata Ruang; b. Kepadatan lalulintas dan kapasitas jalan di sekitar terminal; c. Keterpaduan moda transportasi baik intra maupun antar moda; d. Kondisi topografi lokasi terminal; e. Kelestarian lingkungan. Pasal 12 Penetapan lokasi terminal penumpang tipe A, tipe B, dan tipe C sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 selain harus memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, harus memenuhi persyaratan sebagaimana ketentuan peraturan perundang-undangan tentang perhubungan yang berlaku. 9

Pasal 13 Lokasi terminal penumpang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, ditetapkan oleh: a. Direktur Jenderal setelah mendengar pendapat Gubernur untuk terminal penumpang tipe A; b. Gubernur setelah mendengar pendapat Kepala Dinas yang membidangi Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Provinsi Jawa Tengah dan mendapat persetujuan Direktur Jenderal Perhubungan Darat, untuk terminal penumpang tipe B; c. Bupati setelah mendengar pendapat Kepala Dinas dan mendapat persetujuan dari Gubernur, untuk terminal penumpang tipe C. Bagian Kelima Pembangunan dan Pengoperasian Terminal Pasal 14 (1) Pembangunan terminal penumpang harus dilengkapi dengan : a. rancang bangun terminal; b. analisis dampak lalulintas; c. analisis dampak lingkungan. (2) Pembuatan rancang bangun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, harus memperhatikan : a. fasilitas terminal penumpang sebagaimana diatur dalam Pasal 5, Pasal 6 dan Pasal 7; b. batas antara daerah lingkungan kerja terminal dengan lokasi lain di luar terminal; c. pemisahan antara lalulintas kendaraan dan pergerakan orang di dalam terminal; d. pemisahan jalur lalulintas di dalam terminal; e. manajemen lalulintas di dalam terminal dan di daerah pengawasan terminal. (3) Pengesahan rancang bangun terminal penumpang sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilakukan oleh : a. Direktur Jenderal untuk terminal tipe A; 10

b. Kepala Dinas yang membidangi Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Provinsi Jawa Tengah untuk terminal tipe B; c. Kepala Dinas, setelah mendengar pendapat Kepala Dinas Perhubungan Provinsi Jawa Tengah untuk terminal tipe C. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembangunan terminal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) dan ayat (3), diatur oleh Bupati. Pasal 15 (1) Pembangunan terminal penumpang pada prinsipnya dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah. (2) Pembangunan terminal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat mengikutsertakan badan hukum Indonesia dengan tetap mengutamakan fungsi pokok terminal. Bagian Keenam Penyelenggaraan Terminal Pasal 16 (1) Penyelenggaraan terminal dilakukan setelah mendapat persetujuan dari : a. Direktur Jenderal untuk terminal tipe A; b. Gubernur untuk terminal tipe B; c. Bupati untuk terminal tipe C. (2) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hanya dapat diberikan apabila : a. pembangunan telah selesai dilaksanakan sesuai dengan rancang bangun yang telah disahkan; b. tersedia unit pelaksana terminal yang ditetapkan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 17 Penyelenggaraan terminal penumpang meliputi kegiatan pengelolaan, pemeliharaan, dan penertiban terminal. 11

Pasal 18 (1) Pengelolaan terminal penumpang meliputi kegiatan perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan operasional terminal. (2) Kegiatan perencanaan operasional terminal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), antara lain meliputi: a. penataan pelataran terminal menurut rute atau jurusan; b. penataan fasilitas penumpang; c. penataan fasilitas penunjang terminal; d. penataan arus lalulintas di daerah pengawasan terminal; e. penyajian daftar rute perjalanan dan tarif angkutan; f. penyusunan jadwal perjalanan berdasarkan kartu pengawasan; g. pengaturan jadwal petugas terminal; h. evaluasi sistem pengoperasian terminal. (3) Kegiatan pelaksanaan operasional terminal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi : a. Pengaturan tempat tunggu dan arus kendaraan umum di dalam terminal; b. Pemeriksaan kartu pengawasan dan jadwal perjalanan; c. Pengaturan kedatangan dan pemberangkatan kendaraan menurut jadwal yang telah ditetapkan; d. Pemungutan jasa pelayanan terminal penumpang; e. Pemberitahuan tentang pemberangkatan dan kedatangan kendaraan umum kepada penumpang; f. Pengaturan arus lalulintas di daerah pengawasan terminal; g. Pencatatan dan pelaporan pelanggaran; h. Pencatatan jumlah kendaraan dan penumpang yang datang dan berangkat. (4) Kegiatan pengawasan operasional terminal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi : a. Tarif angkutan; b. Kelaikan jalan kendaraan yang dioperasikan; c. Kapasitas muatan yang diizinkan; d. Pelayanan yang diberikan oleh penyedia jasa angkutan; e. Pemanfaatan terminal serta fasilitas penunjang sesuai dengan peruntukannya. 12

Pasal 19 (1) Terminal penumpang harus dipelihara untuk menjamin agar terminal dapat berfungsi sesuai dengan fungsi pokoknya. (2) Pemeliharaan terminal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), antara lain meliputi kegiatan : a. menjaga keutuhan dan kebersihan bangunan terminal; b. menjaga keutuhan dan kebersihan pelataran terminal serta perawatan rambu, marka dan papan informasi; c. merawat saluran-saluran air; d. merawat instalasi listrik dan lampu penerangan; e. merawat alat komunikasi; f. merawat sistem hydrant dan alat pemadam kebakaran. Pasal 20 Penertiban terminal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, dilakukan terhadap kegiatan yang dapat mengganggu fungsi pokok terminal. Bagian Ketujuh Pelayanan Terminal Pasal 21 (1) Pungutan jasa pelayanan terminal terdiri dari jasa utama dan jasa penunjang terminal; (2) Tata cara pemungutan, besarnya pungutan serta penggunaan hasil pungutan terminal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan dengan Peraturan Daerah tersendiri. Bagian Kedelapan Kewenangan Penyelenggaraan Terminal Pasal 22 (1) Kewenangan penyelenggaraan terminal penumpang dilaksanakan oleh Bupati. 13

(2) Penyelenggaraan terminal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dilaksanakan oleh Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Terminal Dinas. (3) Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Terminal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dipimpin oleh Kepala UPTD yang bertanggung jawab atas pelaksanaan penyelenggaraan terminal. BAB IV TERMINAL BARANG Bagian Pertama Fungsi Terminal Pasal 23 Terminal barang berfungsi melayani kegiatan bongkar dan/atau muat barang, serta perpindahan intra dan/atau antar moda transportasi. Bagian Kedua Fasilitas Terminal Pasal 24 (1) Fasilitas terminal barang terdiri dari fasilitas utama dan fasilitas penunjang; (2) Fasilitas utama sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdiri dari: a. bangunan kantor terminal; b. tempat parkir kendaraan untuk melakukan bongkar dan/atau muat barang; c. gudang atau lapangan penumpukan barang; d. tempat parkir kendaraan angkutan barang untuk istirahat atau selama menunggu keberangkatan; e. rambu-rambu dan papan informasi; f. peralatan bongkar muat barang. (3) Fasilitas penunjang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat berupa : a. tempat istirahat awak kendaraan; 14

b. fasilitas parkir kendaraan, selain kendaraan angkutan barang; c. alat timbang kendaraan dan muatannya; d. kamar kecil/toilet; e. musholla; f. kios/kantin; g. ruang pengobatan; h. telepon umum; i. taman. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai fasilitas terminal barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) diatur oleh Bupati. Bagian Ketiga Daerah Kewenangan Terminal Pasal 25 (1) Daerah kewenangan terminal barang, terdiri dari: a. daerah lingkungan kerja terminal, merupakan daerah yang diperuntukan untuk fasilitas utama dan fasilitas penunjang terminal sebagaimana dimaksud dalam pasal 24 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3); b. daerah pengawasan terminal, merupakan daerah di luar daerah lingkungan kerja terminal, yang diawasi oleh petugas terminal untuk kelancaran arus lalulintas di sekitar terminal. (2) Daerah lingkungan kerja terminal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a, harus memiliki batas-batas yang jelas dan diberi hak atas tanah sesuai peaturan perundang-undangan yang berlaku. Bagian Keempat Lokasi Terminal Pasal 26 Penentuan lokasi terminal barang dilakukan dengan memperhatikan rencana kebutuhan lokasi simpul yang merupakan bagian dari rencana umum jaringan transportasi jalan. 15

Pasal 27 Penentuan lokasi terminal barang dilakukan dengan memperhatikan : a. rencana umum tata ruang; b. kepadatan lalulintas dan kapasitas jalan di sekitar terminal; c. keterpaduan moda transportasi baik intra maupun antar moda; d. kondisi topografi lokasi terminal; e. kelestarian lingkungan. Pasal 28 Lokasi terminal barang selain harus memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27, harus memenuhi persyaratan sebagaimana ketentuan peraturan perundang-undangan tentang perhubungan. Pasal 29 Penetapan lokasi terminal barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 dan Pasal 28 ditetapkan oleh Bupati setelah mendapat persetujuan Gubernur. Bagian Kelima Pembangunan Terminal Pasal 30 (1) Pembangunan terminal barang harus dilengkapi dengan : a. rancang bangun terminal; b. analisis dampak lalulintas; c. analisis mengenai dampak lingkungan. (2) Pembuatan rancang bangun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, harus memperhatikan : a. fasilitas terminal barang sebagaimana diatur dalam Pasal 24; b. batas antara daerah lingkungan kerja terminal dengan lokasi lain di luar terminal; c. pengaturan lalulintas di dalam terminal dan di daerah pengawasan terminal. (3) Pengawasan rancang bangun terminal barang sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilakukan oleh Kepala Dinas. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembangunan terminal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) diatur oleh Bupati. 16

Pasal 31 (1) Pembangunan terminal barang dilaksanakan oleh Bupati. (2) Pembangunan terminal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat mengikutsertakan badan hukum Indonesia dengan tetap memperhatikan fungsi pokok terminal. Bagian Keenam Penyelenggaraan Terminal Pasal 32 (1) Penyelenggaraan terminal barang dilakukan setelah mendapat persetujuan dari Bupati. (2) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hanya dapat diberikan apabila : a. pembangunan telah selesai dilaksanakan sesuai dengan rancang bangun yang telah disahkan; b. tersedia unit pelaksana terminal yang ditetapkan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 33 Penyelenggaraan terminal barang meliputi kegiatan pengelolaan, pemeliharaan dan penertiban terminal. Pasal 34 (1) Pengelolaan terminal barang meliputi kegiatan perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan operasional terminal. (2) Kegiatan perencanaan operasional terminal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi : a. penataan pelataran terminal; b. penataan fasilitas gudang atau lapangan penumpukan barang; c. penataan fasilitas parkir kendaraan untuk melakukan kegiatan bongkar dan/atau muat barang; d. penataan fasilitas penunjang terminal; e. penataan arus lalulintas di daerah pengawasan terminal; f. pengaturan jadwal petugas di terminal; g. penyusunan sistem dan prosedur pengoperasian terminal. (3) Kegiatan pelaksanaan operasional terminal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi : 17

a. pengaturan parkir dan arus kendaraan angkutan barang di dalam terminal; b. pemungutan jasa pelayanan terminal barang; c. pengoperasian fasilitas/peralatan bongkar muat barang; d. pengaturan arus lalulintas di daerah pengawasan terminal; e. pencatatan jumlah dan jenis kendaraan. (4) Kegiatan pengawasan operasional terminal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi pengawasan terhadap : a. kendaraan angkutan barang selama berada di dalam terminal; b. pemanfaatan fasilitas terminal sesuai dengan peruntukannya; c. keamanan dan ketertiban di dalam terminal. Pasal 35 (1) Pemeliharaan Terminal barang harus dilakukan untuk menjamin agar terminal dapat berfungsi sesuai dengan fungsi pokoknya. (2) Pemeliharaan terminal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi kegiatan : a. menjaga keutuhan dan kebersihan bangunan terminal; b. menjaga keutuhan dan kebersihan pelataran terminal serta perawatan rambu, marka dan papan informasi; c. merawat dan menjaga fungsi fasilitas/peralatan bongkar muat barang; d. merawat saluran-saluran air; e. merawat instalasi listrik dan lampu penerangan; f. merawat sistem hydrant dan alat pemadam kebakaran. Pasal 36 Penertiban terminal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32, dilakukan terhadap kegiatan yang dapat mengganggu fungsi pokok terminal. Bagian Ketujuh Pelayanan Terminal Pasal 37 (1) Pungutan jasa pelayanan terminal terdiri dari : a. jasa penggunaan tempat parkir kendaraan untuk melakukan bongkar muat barang; b. jasa penggunaan tempat parkir kendaraan angkutan barang untuk istirahat atau selama menunggu keberangkatan; 18

c. jasa penggunaan fasilitas parkir kendaraan, selain kendaraan angkutan barang. (2) Tata cara pemungutan, besarnya pungutan serta penggunaan hasil pungutan terminal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b dan huruf c, ditetapkan dengan Peraturan Daerah tersendiri. Bagian Kedelapan Kewenangan Penyelenggaraan Terminal Pasal 38 (1) Wewenang penyelenggaraan terminal barang berada pada Bupati; (2) Penyelenggaraan terminal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan oleh Unit Pelaksana Teknis Terminal Dinas. BAB V USAHA PENUNJANG DI TERMINAL Pasal 39 (1) Di dalam daerah lingkungan kerja terminal penumpang atau terminal barang dapat dilakukan kegiatan usaha penunjang, sepanjang tidak mengganggu fungsi pokok terminal; (2) Kegiatan usaha penunjang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilakukan oleh badan hukum Indonesia atau warga Negara Indonesia setelah mendapat persetujuan penyelenggara terminal. (3) Usaha penunjang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat berupa : a. usaha rumah makan; b. penyediaan fasilitas pos dan telekomunikasi; c. penyediaan peralatan bongkar muat pada terminal barang; d. penyediaan pelayanan kebersihan; e. usaha penunjang lainnya. (4) Pengawasan kegiatan usaha penunjang dilaksanakan oleh Kepala Terminal. BAB VI PEMBINAAN DAN PENGAWASAN TEKNIS Pasal 40 Bupati melaksanakan pembinaan dan pengawasan teknis atas penyelenggaraan terminal transportasi jalan. 19

Pasal 41 Pembinaan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40, meliputi : a. penentuan persyaratan teknis dan rancang bangun terminal; b. penentuan petunjuk teknis, yang mencakup penetapan pedoman, prosedur dan/atau tata cara penyelenggaraan terminal; c. pemberian bimbingan teknis dalam rangka peningkatan kemampuan dan keterampilan teknis para penyelenggara terminal. Pasal 42 Pengawasan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40, meliputi : a. kegiatan pemantauan dan penilaian atas penyelenggaraan operasional terminal; b. kegiatan pemberian saran teknis dalam penyelenggaraan operasional terminal. Pasal 43 (1) Kegiatan pemantauan dan penilaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 huruf a untuk kegiatan operasional di terminal penumpang dilakukan berdasarkan kegiatan pencatatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (3) huruf h. (2) Laporan kegiatan pencatatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan setiap bulan berdasarkan jenis trayek oleh Kepala Dinas kepada : a. Direktur Jenderal untuk trayek antar kota antar propinsi; b. Gubernur untuk trayek antar kota dalam propinsi; c. Bupati untuk trayek perbatasan dan trayek perdesaan. Pasal 44 (1) Kegiatan pemantauan dan penilaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 huruf a untuk kegiatan operasional di terminal barang dilakukan berdasarkan kegiatan pencatatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (3) huruf e. (2) Laporan kegiatan pencatatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan setiap bulan oleh Kepala Dinas kepada Bupati dengan membuat tembusan kepada Gubernur dan Direktur Jenderal. 20

BAB VII PENYIDIKAN Pasal 45 (1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang lalu lintas angkutan jalan, serta tindak pidana di bidang retribusi daerah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang berlaku. (2) Wewenang penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), adalah : a. menerima, mencari, mengumpulkan, dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini, agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lengkap dan jelas; b. meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan mengenai orang atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana tersebut; c. meminta keterangan dan tanda bukti dari pribadi atau badan sehubungan dengan tindak pidana tersebut; d. memeriksa buku-buku, catatan-catatan, dan dokumen-dokumen yang lain yang berkenaan dengan tindak pidana tersebut; e. melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan, dan dokumen-dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap barang bukti tersebut; f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana tersebut; g. menyuruh berhenti dan atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang dan atau dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud ayat (2) huruf e; h. memotret seseorang berkaitan dengan tindak pidana tersebut; i. memanggil seseorang untuk didengar keterangan dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; dan j. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana tersebut menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan. 21

BAB VIII KETENTUAN PIDANA Pasal 46 (1) Pelanggaran terhadap ketentuan dalam Peraturan Daerah ini diancam pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah). (2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), adalah pelanggaran. BAB IX KETENTUAN PENUTUP Pasal 47 Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini sepanjang mengenai pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut oleh Bupati. Pasal 48 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Pekalongan. Ditetapkan di Kajen pada tanggal 11 Maret 2008 BUPATI PEKALONGAN, SITI QOMARIYAH 22

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG T E R M I N A L I. PENJELASAN UMUM Terminal merupakan sebagian unsur pokok dalam penyelenggaraan transportasi jalan yang bertujuan untuk lalu lintas dan angkutan jalan yang selamat, aman, cepat, lancar, tertib dan teratur, nyaman dan efisien, mampu memeadukan moda transportasi lainnya, menjangkau seluruh pelosok wilayah daratan, untuk menujang pemerataan, pertumbuhan dan stabilitas, sebagai pendorong, penggerak dan penunjang pembangunan nasional dengan biaya yang terjangkau oleh daya beli masyarakat. Di samping itu, dalam rangka pembinaan, pengendalian dan pengawasan harus ditujukan untuk keselamatan, keamanan, ketertiban dan kelancaran lalu lintas dengan memperhatikan aspek kepentingan umum atau masyarakat pemakai jalan, kelestarian lingkungan, tata ruang, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, koordinasi antar wewenang pembinaan lalu lintas jalan di tingkat pusat dan daerah serta antar instansi, sektor dan unsur terkait lainnya. Sehubungan dengan hal sebagaimana tersebut diatas, maka perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Terminal II. PENJELASAN PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Angka 1 Angka 2 Angka 3 Angka 4 Angka 5 Angka 6 Cukup jelas Angka 7 Angka 8 Angka 9 Angka 10 23

Angka 11 Angka 12 Angka 13 Angka 14 Angka 15 Angka 16 Angka 17 Angka 18 Angka 19 Angka 20 Angka 21 Angka 22 Angka 23 Angka 24 Angka 25 Angka 26 Angka 27 Angka 28 Angka 29 Angka 30 Angka 31 Angka 32 24

Angka 33 Pasal 2 Huruf a Huruf b Pasal 3 Ayat 1 Ayat 2 Ayat 3 Ayat 4 Pasal 4 Pasal 5 Ayat 1 Ayat 2 Pasal 6 Pasal 7 Pasal 8 Pasal 9 Pasal 10 Pasal 11 Huruf a Huruf b Huruf c Kepadatan Lalu Lintas adalah berkenaan dengan pergerakan di dalam terminal itu sendiri baik pergerakan orang, kendaraan atau barang, dan pengaruhnya terhadap lalu lintas di lingkungan luar terminal. Huruf d 25

Huruf e Pasal 12 Pasal 13 Pasal 14 Pasal 15 Pasal 16 Pasal 17 Pasal 18 Pasal 19 Pasal 20 Pasal 21 Pungutan dimaksud merupakan pembayaran atas penggunaan jasa terminal yang dinikmati oleh pengusaha angkutan, penumpang, pengantar, pengemudi dan jasa lainnya yang terdiri dari jasa utama Pasal 22 Pasal 23 Pasal 24 Pasal 25 Pasal 26 Pasal 27 Pasal 28 Pasal 29 Pasal 30 Pasal 31 26

Pasal 32 Pasal 33 Pasal 34 Pasal 35 Pasal 36 Pasal 37 Pasal 38 Pasal 39 Pasal 40 Pasal 41 Pasal 42 Pasal 43 Pasal 44 Pasal 45 Pasal 46 Pasal 47 Pasal 48 TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN NOMOR 27