Modeling dan Analisa Data Spasial. Usulan Revisi Peta Status Lahan untuk Kapuas Hulu

dokumen-dokumen yang mirip
(CoLUPSIA) Usulan revisi peta RTRW / Kawasan Hutan dan Perairan Kabupaten Maluku Tengah, Pulau Seram. Yves Laumonier, Danan P.

Audiensi Tim CoLUPSIA

q Tujuan dari kegiatan ini diperolehnya peta penggunaan lahan yang up-to date Alat dan Bahan :

III. BAHAN DAN METODE

PENGELOLAAN DAS TERPADU

Contribution of CIRAD and partners on participatory /collaborative Land Use Planning research in Indonesia. Outline

1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

III. BAHAN DAN METODE

III. METODOLOGI 3.1 Waktu Penelitian 3.2 Lokasi Penelitian

Penelitian Untuk Skripsi S-1 Program Studi Geografi. Diajukan Oleh : Mousafi Juniasandi Rukmana E

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN

BAB IV METODE PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA. lahan dengan data satelit penginderaan jauh makin tinggi akurasi hasil

Manfaat METODE. Lokasi dan Waktu Penelitian

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Data 3.3 Tahapan Pelaksanaan

Sistem Infornasi Geografis, atau dalam bahasa Inggeris lebih dikenal dengan Geographic Information System, adalah suatu sistem berbasis komputer yang

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

6. PERSIAPAN KERJA. 6.1 Penyiapan / Penentuan Tim Penilai

TINJAUAN PUSTAKA. Secara geografis DAS Besitang terletak antara 03 o o LU. (perhitungan luas menggunakan perangkat GIS).

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan diberlakukannya otonomi daerah di wilayah Indonesia,

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2000 TENTANG TINGKAT KETELITIAN PETA UNTUK PENATAAN RUANG WILAYAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAHAN DAN METODE. Gambar 1 Peta Lokasi Penelitian

1. BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN

III. METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian survei. Survei adalah

III. METODOLOGI 3.1 Ruang Lingkup dan Batasan Kajian

BAB IV HASIL DAN ANALISIS

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P. 39/Menhut-II/2009,

BAB II DASAR TEORI. 2.1 DEM (Digital elevation Model) Definisi DEM

BAB I PENDAHULUAN Perumusan Masalah

TINJAUAN PUSTAKA. Defenisi lahan kritis atau tanah kritis, adalah : fungsi hidrologis, sosial ekonomi, produksi pertanian ataupun bagi

BAB I PENDAHULUAN. dalam Siswanto (2006) mendefinisikan sumberdaya lahan (land resource) sebagai

PEMANFAATAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) UNTUK PENATAGUNAAN LAHAN DI DAS ULAR SUMATERA UTARA

Faktor penyebab banjir oleh Sutopo (1999) dalam Ramdan (2004) dibedakan menjadi persoalan banjir yang ditimbulkan oleh kondisi dan peristiwa alam

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

BAB III METODE PENELITIAN. Putih yang terletak di Kecamatan Ranca Bali Desa Alam Endah. Wana Wisata

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ANALISA BANJIR BANDANG BERDASARKAN DATA SATELIT PENGINDERAAN JAUH DI KABUPATEN GARUT - PROVINSI JAWA BARAT TANGGAL 20 SEPTEMBER 2016

EVALUASI ARAHAN PEMANFAATAN LAHAN TAMBAK DI KABUPATEN SAMPANG MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

LAPORAN PRAKTIKUM PENGINDERAAN JAUH KOMPOSIT BAND CITRA LANDSAT DENGAN ENVI. Oleh: Nama : Deasy Rosyida Rahmayunita NRP :

BAB I PENDAHULUAN. menutupi banyak lahan yang terletak pada 10 LU dan 10 LS dan memiliki curah

29/12/2010 APPLICATION GIS & REMOTE SENSING SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN. Sumber : EKS. Harini Muntasib (Dissertation)

3/30/2012 PENDAHULUAN PENDAHULUAN METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang masuk ke sebuah kawasan tertentu yang sangat lebih tinggi dari pada biasa,

LAMPIRAN 1 HASIL KEGIATAN PKPP 2012

KAJIAN KAWASAN RAWAN BANJIR DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI DI DAS TAMALATE

Orientasi adalah usaha peninjauan untuk menentukan sikap (arah, tempat, dan sebagainya) yang tepat dan benar (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1989).

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Banjir 2.2 Tipologi Kawasan Rawan Banjir

SISTEM INFORMASI GEOGRAFI. Data spasial direpresentasikan di dalam basis data sebagai vektor atau raster.

PERANAN CITRA SATELIT ALOS UNTUK BERBAGAI APLIKASI TEKNIK GEODESI DAN GEOMATIKA DI INDONESIA

PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PENANGANAN KAWASAN BENCANA ALAM DI PANTAI SELATAN JAWA TENGAH

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

Lokakarya Proyek CoLUPSIA. di Tingkat Propinsi LAPORAN. (Collaborative Land Use Planning and Sustainable Institutional Arrangement Project)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pembuatan Tampilan 3D DEM SRTM

BAB I PENDAHULUAN. Danau Toba merupakan hulu dari Sungai Asahan dimana sungai tersebut

PEMANFAATAN CITRA ASTER DIGITAL UNTUK ESTIMASI DAN PEMETAAN EROSI TANAH DI DAERAH ALIRAN SUNGAI OYO. Risma Fadhilla Arsy

BAB II METODE PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA. Survei Tanah. Untuk dapat melakukan perencanaan secara menyeluruh dalam hal

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

METODOLOGI. dilakukan di DAS Asahan Kabupaen Asahan, propinsi Sumatera Utara. Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari :

Pemetaan Pola Hidrologi Pantai Surabaya-Sidoarjo Pasca Pembangunan Jembatan Suramadu dan Peristiwa Lapindo Menggunakan Citra SPOT 4

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan. Polusi maupun efek rumah kaca yang meningkat yang tidak disertai. lama semakin meninggi, sehingga hal tersebut merusak

KAWASAN TERPADU RIMBA DI 3 KABUPATEN PRIORITAS (Kab. Kuantan Sengingi, Kab. Dharmasraya dan Kab. Tebo)

Pemanfaatan Citra landsat 8 dan SIG untuk Pemetaan Kawasan Resapan Air (Lereng Barat Gunung Lawu)

Gambar 9. Peta Batas Administrasi

MG XV METODE DAN TOOLS DALAM PENGELOLAAN LANSKAP

Bab IV Hasil dan Pembahasan

ANALISA DEGRADASI HUTAN MANGROVE PADA KAWASAN WISATA TELUK YOUTEFA KOTA JAYAPURA

III. METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Lampiran 1. Kriteria Lahan Kritis di Kawasan Hutan Lindung (HL), Budidaya Pertanian (BDP) dan Kawasan Lindung di Luar Kawasan Hutan (LKHL)

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Pengembangan RTH Kota Berbasis Infrastruktur Hijau dan Tata Ruang

SIDANG TUGAS AKHIR IDENTIFIKASI KERUSAKAN HUTAN DI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) MENGGUNAKAN DATA CITRA LANDSAT 7 DAN LANDSAT

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Data tentang luas tutupan lahan pada setiap periode waktu penelitian disajikan pada

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Gambar 7. Peta Lokasi Penelitian

PEMANFAATAN CITRA PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK PEMETAAN LAHAN KRITIS DI DAERAH KOKAP DAN PENGASIH KABUPATEN KULONPROGO

DISTRIBUSI HUTAN ALAM DAN LAJU PERUBAHANNYA MENURUT KABUPATEN DI INDONESIA LUKMANUL HAKIM E

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

ANALISA PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN PADA KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG NANING KABUPATEN SEKADAU PROVINSI KALIMANTAN BARAT

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

Norida Maryantika 1, Lalu Muhammad Jaelani 1, Andie Setiyoko 2.

Geo Image 5 (1) (2016) Geo Image.

LAPAN sejak tahun delapan puluhan telah banyak

Gambar 3 Peta lokasi penelitian

PEMANFAATAN DATA PENGINDERAAN JAUH YANG BEBAS DIUNDUH UNTUK MENDAPATKAN BEBERAPA PARAMETER LAHAN. T.M. Basuki & N. Wahyuningrum BPTKPDAS

Transkripsi:

PROYEK RENCANA TATA GUNA LAHAN KOLABORATIF (CoLUPSIA) Modeling dan Analisa Data Spasial Usulan Revisi Peta Status Lahan untuk Kapuas Hulu Draft untuk diskusi Yves Laumonier dan Danan Prasetyo Hotel Santika, Pontianak, April 2013

Tiga komponen utama yang diperlukan untuk Perencanaan Tata Guna Lahan Informasi yang akurat dan terbaru tentang: Penutupan Lahan Kesesuaian Lahan (didasarkan pada tanah dan kelerengan) Status Lahan (alokasi lahan) Kalau Status Lahan tidak jelas bagi semua pihak di tempat, maka perencanaan TGL atau IJL tidak dapat diimplementasikan

STATUS LAHAN KAWASAN HUTAN & PERAIRAN, 2000

Kelemahan pemetaan dan data untuk perencanaan spasial: Skala Data spasial yg digunakan tidak cukup detail (1:250.000) untuk tujuan pelaksanaan Tata Guna Lahan di lapangan (Kabupaten, Kecamatan). Ketika coba di implementasikan di lapangan skalanya diperbesarkan, ini merupakan suatu kesalahan (error tinggi) Karena data spasial tidak akurat di sekala besar, zonasi tidak sesuai dengan topografi, hydrografi atau tutupan lahan di lapangan Lokasi batas tidak jelas, tidak diketaui masyarakat; Titik GPS di ambil dari peta sebelum ke lapangan, bukan terbalik Status hukum juga tidak jelas.

Beberapa masalah batas?

Model Elevasi Digital, skala 1:50 000 Kawasan Hutan, skala 1:250 000

Diingatkan: Skor Hutan (Dephut) Kelerengan : Landai (1) Curam (5) Erodibilitas tanah: Rendah (1) Tinggi (5) Intensitas curah hujan : Rendah (1) Tinggi (5) Tingkat kelerengan x 20 = skor kelerengan Tingkat erodibilitas tanah x 15 = skor erodibilitas tanah Tingkat intensitas curah hujan x 10 = skor curah hujan Skor Hutan Hutan Lindung > 175 Hutan Produksi Terbatas 125-175 Hutan Produksi Biasa < 125

Keterbatasan penggunaan Skor Hutan dalam perencanaan tata guna lahan mendetail tingkat Kabupaten Skor kelerengan: tidak sesuai untuk pengelolaan daerah aliran sungai (DAS) atau pertanian; ada perbedaan kelas lereng antara Departemen departemen Kehutanan sendiri (BAPLAN, BRLKT) dan instansi lain yang mengurus pengelolaan lahan (PPTA, Departemen Pertanian). Skor tanah: pengelompokan sangat umum hanya menunjukan erodibilitas. Digunakan pada tingkat nasional, tetapi tidak sesuai dengan kondisi lokal dan sekala besar. Skor curah hujan: ditentukan dengan asumsi bahwa curah hujan tinggi berarti erosi tinggi, tapi stasion lokal sedikit sekali

Tetap definisi Skor Hutan harus dan bisa saat ini digunakan untuk Perencanaan Tata Guna Lahan yang akurat di sekala lebih besar Kelerengan : DEM dengan peta topografi sekala 1:50,000 BAKOSURTANAL Erodibilitas tanah: Peta geologi, land unit dan expertise Intensitas curah hujan : Peta bioiklim (Fontanel and Chantefort; worldclim database)

FOREST SCORE SKALA 1:50 000

SKOR Kehutanan skala 1:50,000 Skor Kehutanan skala 1:50,000 COLUPSIA dan usulan perubahan fungsi Kawasan Hutan

Kesimpulan Rencana Tata Guna Lahan dan beberapa zonasi (KPH, Taman Nasional) tidak dapat dilaksanakan (Polah ruang) sebelum ada Peta Kawasan Hutan dan Perairan yg akurat, sesuai dengan sekala besar Revisi Peta Kawasan Hutan harus disetujui (rapat Komite Pengarah CoLUPSIA dan SK Bupati tentang Komite Perencanaan Tata Guna Lahan Kapuas Hulu) Dua tahun terakhir, Proyek CoLUPSIA telah mengumpulkan data yang diperlukan untuk mendukung revisi yang didasarkan pada data ekologi, biologi, sosial ekonomi dan budaya

Kembali ke prinsip utama Selain Status Lahan, perlu informasi yang akurat dan terbaru tentang: Penutupan Lahan (tipe vegetasi) Kesesuaian Lahan (didasarkan pada tanah dan kelerengan)

Penutupan lahan menggunakan pendekatan Multi-Sensor Memperbaiki klasifikasi penutupan lahan di Kabupaten Kapuas Mengkaji penggunaan data radar untuk monitoring daerah penggenangan (inundation regime) pada ekosistem lahan basah

Materi data satelit Data optik : Citra SPOT resolusi 2.5 meter, tutupan awan < 30%, (2007, 2008) 3 bands (Green, Red, Nir- InfraRed) Data Radar : ALOS PALSAR (L-band) 2 musim basah (2009-2010) 1 musim kering (2009), resolusi 12.5 meter ALOS PALSAR ScanSAR 9 images mencakup sepanjang tahun 2010 and awal tahun 2011, resolusi 100 meter Altimetry : ENVISAT & Jason-2 Data Tambahan : Landsat TM (2005), resolusi 30 meter, 7 bands

Spot image Klasifikasi & Validasi Validation PS F FW SF MPS F Shrub Burn Agri Open Veg PSF 10 0 0 0 0 0 0 0 FWSF 0 98 98 0 0 0 0 MPSF 0 0 98 0 0 0 0 Shrub 0 2 0 98 0 0 0 Burn 0 0 0 0 100 0 0 Klasifikasi menggunakan pendekatan multi-sensor Agri 0 0 0 0 0 100 0 Open Veg Tabel Kontingensi 0 0 0 0 0 0 100

Tipe tipe penutupan lahan skala 1 : 50.000

Tipe tipe penutupan lahan skala 1 : 50.000

SOCIAL ECOLOGICAL DATA SET, KAPUAS HULU REGENCY Keluin Nanga Hovat Nanga Dua 65 villages for socioeconomics, rights and tenure survey 12 ha permanent forest plots 2 ha

Thank you