BAB I PENDAHULUAN. Lima yang dilakukan oleh aparat pemerintah, seakan-akan para Pedagang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. otoriter juga dipicu oleh masalah ekonomi dan adanya perubahan sosial dalam

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

ABSTRAKSI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 IRIGASI TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 01 TAHUN 2013

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. berkembang pesat dan semakin luas di berbagai kota di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. mempengaruhi tumbuh dan kembangnya pembangunan suatu kota, disamping faktor-faktor lain. Jumlah penduduk yang cenderung hidup di

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

RANCANGAN QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR TAHUN 2013 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

BAB I PENDAHULUAN. dalam waktu yang lain bekerja dalam waktu yang singkat. tingginya tuntutan biaya hidup di zaman saat sekarang ini.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mengalami pelecehan-pelecehan yang dilakukan oleh aparat-aparat yang. beralasan dari masyarakat pada umumnya.

BAB I PENDAHULUAN. selalu mempunyai dampak yang positif dan negatif, di satu pihak terdapat

BAB I PENDAHULUAN. angka pertumbuhan penduduk kota yang sangat tinggi, utamanya terjadi pada

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR : 03 TAHUN 2004 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. bagaimana bersikap, bertutur kata dan mempelajari perkembangan sains yang

I. PENDAHULUAN. sumber material yang substansial tentang fungsi-fungsi yang berbeda, dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara hukum, dengan jumlah penduduk Indonesia

WALIKOTA PALANGKA RAYA

IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK AKTIVITAS PEDAGANG KAKI LIMA DI PASAR YAIK SEMARANG (Studi Kasus : Persepsi Pengunjung Dan Pedagang) TUGAS AKHIR

- Dasar Hukum Peraturan Daerah ini adalah :

BAB 1 PENDAHULUAN. Kehidupan bangsa Indonesia tidak bisa luput dari masalah hukum yang

BAB I PENDAHULUAN. mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas ekonomi dan tugas

BAB I PENDAHULUAN. Proses perkembangan dan pertumbuhan kota-kota besar di Indonesia

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG

WALIKOTA SERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SERANG,

BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 12 TAHUN 2007

PENDAHULUAN. merencanakan pertumbuhan dan perubahannya (Catanese & Snider, 1988).

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 12 TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. ada sehingga setiap manusia diharapkan mampu menghadapi tantangan sesuai

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan hasil pembagunan baik fisik maupun mental sosial. tanggungjawab dan bermanfaat sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945.

PEMERINTAH KABUPATEN BARITO UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG

PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) UNTUK MEWUJUDKAN KENYAMANAN, KEINDAHAN, DAN KETERTIBAN DI WILAYAH KELURAHAN LAMPER TENGAH KECAMATAN SEMARANG SELATAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Perhatian terhadap perlindungan sosial bagi para pekerja di negara-negara

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia melalui Kementerian Hukum dan HAM memberikan. sosialisasi HKI secara sistemik dan continue;

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tuntutan yang fundamental yang dihadapi oleh suatu. masyarakat adalah bertahan hidup (survive) atau mempertahankan

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

WALIKOTA TANGERANG SELATAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 15 SERI E

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan yang semakin berkembang di Kabupaten Bantul. pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinia ke empat.

BAB I PENDAHULUAN. mengenai faktor-faktor yang tidak hanya berasal dari faktor demografi saja

BAB I PENDAHULUAN. memiliki wilayah yang sangat luas dan beraneka ragam budaya. Selain itu Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara pada hakekatnya adalah suatu organisasi kekuasaan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara republik Indonesia adalah negara hukum, berdasarkan pancasila

BUPATI HULU SUNGAI TENGAH

QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penegak hukum adalah proses dilakukannya upaya untuk tegaknya atau

BUPATI BATANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perubahan tersebut dapat meliputi berbagai hal, mulai dari aspek sosial,

KAJIAN KARAKTERISTIK BERLOKASI PEDAGANG KAKI LIMA DI KAWASAN PENDIDIKAN TEMBALANG KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR

SKRIPSI PENGAWASAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA PADANG PERIODE TERHADAP PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. paling dominan adalah semakin terpuruknya nilai-nilai perekonomian yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seli Septiana Pratiwi, 2014 Migran PKl dan dampaknya terhadap ketertiban sosial

I. PENDAHULUAN. dan ketertiban umum serta penegakan peraturan daerah. Pedagang Kaki Lima atau yang biasa disebut PKL adalah istilah untuk

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan atas kekuasaan belaka, maka segala kekuasaan negara harus

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada tahun 2012, Pemerintah Kabupaten Musi Banyuasin telah menyusun

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PEDOMAN WAWANCARA PROFESIONALISME APARAT SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DALAM PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA

IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) TERHADAP PENYERAPAN TENAGA KERJA DAN KEBUTUHAN RUANG PKL DI KORIDOR SURYAKENCANA

STUDI ARAHAN PENATAAN FISIK AKTIVITAS PKL DI KORIDOR JALAN SUDIRMAN KOTA SALATIGA TUGAS AKHIR

BAB III IMPLEMENTASI TENTANG LARANGAN MENGALIHFUNGSIKAN TROTOAR DAN SUNGAI YANG AKTIF UNTUK TEMPAT BERDAGANG PADA PERATURAN DAERAH NOMOR 5 TAHUN 2011

LEMBARAN DAERAH KOTA SURAKARTA TAHUN 2008 NOMOR 3

PERATURAN DAERAH TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perilaku manusia sangat dipengaruhi oleh segala aspek kehidupan yang

I. PENDAHULUAN. menjamurnya Pedagang Kaki Lima (PKL), kemacetan lalu lintas, papan reklame yang

QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 3 TAHUN 2007

BAB I PENDAHULUAN. merupakan suatu hal yang mutlak diperlukan. Seperti diketahui, negara

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER

BAB 1 PENDAHULUAN. lima jalan Kapten Muslim Kota Medan. Kajian penelitian ini dilatar belakangi

I. PENDAHULUAN. berjalan ke arah yang lebih baik dengan mengandalkan segala potensi sumber daya yang

BUPATI KEBUMEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 2 TAHUN 2018 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA

ABSTRAKSI PERDA KOTA TEGAL TH. 2013

BAB I PENDAHULUAN. mempersempit ruang gerak di sebuah wilayah. Dimana jumlah pertumbuhan penduduk tidak

BAB I PENDAHULUAN. diberlakukannya otonomi daerah. Sebelum menerapkan otonomi daerah,

I. PENDAHULUAN. Anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang didalam

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. perhatian perencanaan pembangunan, terutama di negara sedang berkembang, dan

BAB I. PENDAHULUAN A.

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN DAERAH KOTA KEDIRI NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu tantangan pembangunan di Indonesia saat ini adalah mengatasi

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 5 TAHUN 2014 SERI E.3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG

I. PENDAHULUAN. Pasar sebagai arena atau suatu tempat pertukaran baik dalam bentuk fisik

BAB I PENDAHULUAN. Keuangan Daerah menjadi sebuah fenomena publik saat ini. Argumentasi

BAB I PENDAHULUAN. Apalagi untuk kehidupan di kota-kota besar, seperti: Jakarta, Bandung, Semarang,

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah. Sehingga kebijakan tidak bersifat satu arah. Kebijakan bisa dibilang

BAB I PENDAHULUAN. masih tergolong tinggi. Saat ini jumlah pengangguran di Indonesia terbuka ada 7,7 juta jiwa.

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

LEMBARAN DAERAH KOTA SUKABUMI

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak dimiliki secara langsung oleh pasar modern. Lokasi yang strategis, area

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

I. PENDAHULUAN. Kebijakan pemerintah dalam melaksanakan penertiban Pedagang Kaki Lima

BAB I PENDAHULUAN. oleh warga negara adalah keikutsertaan dalam pemilihan umum. politik, antara lain dengan jalan memilih pimpinan negara

ISI PERATURAN DAERAH CATATAN ABSTRAK PERATURAN DAERAH

PERATURAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG PENGATURAN, PENERTIBAN DAN PENGAWASAN PEDAGANG KAKI LIMA

STRATEGI DINAS PENGELOLAAN PASAR KOTA BANDAR LAMPUNG DALAM PEMBINAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI PASAR BAMBU KUNING TRANSKRIP HASIL WAWANCARA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada era zaman modern ini, keberadaan pedagang kaki lima / PKL di kota-kota besar merupakan suatu fenomena kegiatan perekonomian rakyat kecil yang akhir-akhir ini banyak terdapat fenomena penggusuran terhadap pedagang kaki lima / PKL marak terjadi. Dalam penggusuran Pedagang Kaki Lima yang dilakukan oleh aparat pemerintah, seakan-akan para Pedagang Kaki Lima tidak memiliki hak asasi manusia dalam bidang ekonomi sosial dan budaya / EKOSOB. Kegiatan Pedagang Kaki Lima merupakan salah satu fenomena kegiatan perekonomian rakyat kecil, yang dimana mereka berdagang hanya untuk memenuhi kebutuhan pokok yaitu kehidupan sehari-hari. Pedagang Kaki Lima ini timbul dari adanya suatu kondisi pembangunan perekonomian dan pendidikan yang tidak merata di seluruh Negara Republik Indonesia. Pedagang Kaki Lima ini juga timbul dari akibat tidak tersedianya lapangan pekerjaan bagi rakyat kecil yang tidak memiliki kemampuan dalam berproduksi. Persoalan pedagang kaki lima di perkotaan khususnya kota Yogyakarta akan selalu ada karena empat hal yaitu: pertama adalah karena adanya kebutuhan masyarakat terhadap barang-barang yang lebih murah, bervariasi sesuai dengan selera mereka serta lokasi penjual yang mudah dijangkau. Hal 1

2 ini mampu dipenuhi oleh para pedagang kaki lima yang berlokasi di tempat strategis maupun pedagang kaki lima yang memiliki mobilitas (pikulan, gerobak dorong, sepeda). Kedua, jumlah pencari kerja lebih besar dibandingkan dengan lapangan kerja formal yang tersedia. Maka sektor informal khususnya pedagang kaki lima merupakan penyelesaian terhadap persoalan ini. Di samping adanya orang-orang yang memang sulit dapat tertampung pada sektor formal karena tingkat pendidikan yang tidak memadai. Ketiga, adanya kesenjangan pertumbuhan ekonomi antara kota dengan desa yang mencerminkan terjadinya sentralisasi pembangunan, menyebabkan aliran sumber daya manusia dari desa ke kota untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik. Sedangkan yang keempat adalah adanya keterbatasan ruang usaha yang strategis bagi pedagang kaki lima. Pemerintah dalam hal ini sebenarnya memiliki tanggung jawab didalam melaksanakan pembangunan seperti dalam hal bidang pendidikan, bidang perekonomian dan penyediaan lapangan pekerjaan. Ketentuan ini diatur dalam Peraturan Perundang-undangan yang tertinggi yaitu Undang-undang Dasar 1945 diantaranya adalah dalam Pasal 27 ayat 2 UUD 1945 yang berbunyi sebagai berikut Tiap-tiap Warga Negara atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan selain itu juga ada didalam Pasal 31 UUD 1945, Pasal 33 UUD 1945, Pasal 34 UUD 1945. Adanya pengaturan tentang tanggung jawab pemerintah dalam UUD 1945, hal ini menunjukan bahwa Negara Republik Indonesia merupakan

3 Negara Hukum. Segala hal yang berkaitan dengan kewenangan, tanggung jawab, kewajiban, dan hak serta sanksi semuanya diatur oleh hukum. Ketentuan-ketentuan di atas merupakan ketentuan yang hanya diatur dan ditulis didalam kertas, karena ketentuan-ketentuan yang mengatur mengenai tanggung jawab pemerintah dalam bidang pendidikan, perekonomian dan penyediaan lapangan pekerjaan belum pernah terealisasi secara sempurna. Hal ini dapat dibuktikan dengan besarnya jumlah rakyat miskin yang ada di Negara Republik Indonesia. Kemiskinan yang terjadi di Negara Republik Indonesia diakibatkan karena adanya ketidak pemerataan kemajuan perekonomian, peningkatan kualitas pendidikan dan penyediaan lapangan pekerjaan oleh pemerintah. Dalam data terakhir dari jumlah rakyat miskin yang ada di Negara Republik Indonesia adalah 18 juta keluarga, jika setiap keluarga terdiri dari 3 orang artinya terdapat 54 juta jiwa penduduk yang ada di Nergara Republik Indonesia termasuk dalam kategori miskin, kedua hal ini merupakan jumlah yang masih terdata dengan baik lalu bagaimana dengan orang-orang miskin yang sampai saat ini belum terdata, mungkin bisa saja jumlahnya akan semakin besar. Pemerintah telah diberi tanggung jawab oleh Undang-undang Dasar 1945 / UUD 1945 atas permasalahan mengapa jumlah rakyat kecil yang ada di Negara Republik Indonesia semakin besar? Permasalahan ini timbul diakibatkan oleh adanya watak atau mental para birokrat yang telah melakukan korupsi dalam hal RAPBN (Rancangan Anggaran Pendapatan dan

4 Belanja Negara), RAPBD (Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) atau bantuan dari negara-negara maju dalam hal menuntaskan masalah kemiskinan. Pemerintah telah mempergunakannya secara tidak jelas, banyak terjadi penyimpangan-penyimpangan dalam hal penggunaan hanya untuk memeperkaya para pihak birokrat saja. Fenomena Pedagang Kaki Lima merupakan suatu imbas karena semakin banyak jumlah rakyat miskin yang ada di Negara Republik Indonesia, para Pedagang Kaki Lima mereka berdagang hanya karena tidak adanya pilihan lain. Pedagang Kaki Lima tidak memiliki kemampuan pendidikan yang memadai dan tidak memiliki tingkat pendapatan ekonomi yang baik serta tidak adanya lapangan pekerjaan yang tersedia buat mereka, sehingga untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari dan untuk membiayai keluarga mereka hanya bisa berdagang di kaki lima, karena pekerjaan ini yang sesuai dengan kemampuan mereka yaitu dengan modalnya yang tidak besar, tidak membutuhkan pendidikan yang tinggi serta mudah untuk dikerjakan. Negara Republik Indonesia belum ada Undang-undang yang mengatur secara khusus mengenai pedagang kaki lima. Padahal fenomena pedagang kaki lima sudah merupakan permasalahan yang pelik dan juga merupakan permasalahan nasional, karena disetiap kota pasti ada pedagang kaki lima dan pengaturan mengenai pedagang kaki lima ini hanya terdapat dalam peraturan daerah (PERDA).

5 Peraturan Daerah / PERDA hanya mengatur tentang pelarangan untuk berdagang bagi PKL di daerah-daerah yang sudah ditentukan namun mengenai hak-hak PKL ini tidak diatur dalam PERDA tersebut, untuk kota Daerah Istimewa Yogyakarta ketentuan mengenai PKL ini diatur didalam PERDA NO 26 Tahun 2002. Pada saat ini walaupun tidak ada peraturan yang khusus tentang hak-hak pedagang kaki lima, namun kita dapat menggunakan beberapa produk hukum yang dapat dijadikan sebagai landasan perlindungan hukum bagi para pedagang kaki lima adalah dalam Pasal 27 ayat 1 UUD 1945, Pasal 11 UU No 39 tahun 1999, Pasal 38 UU No 39 Tahun 1999, dan Pasal 13 UU No 09 Tahun 1995. Pada kenyataannya tidak sesuai dengan asas penataan tata ruang untuk wilayah kota yakni Kebersihan, Keindahan, Ketertiban dan Kenyamanaan. Pedagang kaki lima untuk berjualan di trotoar, jalur hijau, jalan, dan badan jalan serta tempat-tempat yang bukan diperuntukannya, jelas hal ini tidak sesuai dengan asas penataan tata ruang kota. Pemerintah kota Jogja mempunyai keawajiban untuk meyediakan tempat dan sarana bagi para pedagang kaki lima, sehingga Pemerintah kota Jogja menjamin perlindungan dan memenuhi hak-hak ekonomi pedagang kaki lima. Fenomena di lapangan menunjukan bahwa dari beberapa kasus pembokaran pedagang kaki lima kurang manusiawi antara lain: Pemerintah selalu menggunakan kata penertiban dalam melakukan pembongkaran, namun

6 hal ini pada kenyataannya dalam melakukan penertiban sering kali terjadi halhal yang ternyata tidak mencerminkan kata-kata itu sendiri. Dari uraian di atas pemerintah dalam melakukan penertiban sering kali tidak memeperhatikan, serta selalu saja merusak hak milik dari para pedagang kaki lima atas barang-barang dagangannya. Padahal hak milik ini telah dijamin oleh UUD 1945 dan Undang-Undang No 39 Tahun 1999 mengenai Hak Asasi Manusia. Pemerintah didalam melakukan penertiban seharusnya memperhatikan dan menjunjung tinggi hak milik para pedagang kaki lima atas barang dagangannya. Dalam hal ini jika pemerintah melakukan penggusuran yang mengakibatkan kerusakan terhadap barang dagangan para pedangang kaki lima, maka pemerintah telah melakukan perbuatan melanggar hukum, yakni ketentuan yang terdapat dalam hukum pidana dan juga ketentuan yang terdapat didalam hukum perdata. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang sebagaimana yang telah diuraikan di muka, penelitian dilakukan untuk mengetahui efektifitas perlindungan hukum terhadap pedagang kaki lima di kota Yogyakarta. 1. Perlindungan hukum apakah yang diberikan oleh Pemerintah Kota Yogyakarta terhadap keberadaan pedagang kaki lima di Yogyakarta? 2. Kendala apa saja yang dihadapi oleh pemerintah kota Yogyakarta dalam memberikan perlindungan terhadap pedagang kaki lima?

7 C. Tujuan Penelitian Bagian ini menguraikan tentang apa yang hendak dicapai oleh peneliti sehubungan dengan rumusan masalah di atas. Tujuan Penelitian adalah: 1. Untuk mencari informasi atau data mengenai perlindungan hukum terhadap pedagang kaki lima di kota Yogyakarta. 2. Untuk mencari informasi dan data bentuk-bentuk dari perlindungan hukum yang diberikan bagi pedagang kaki lima di kota Yogyakarta. D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Pedagang Kaki Lima Agar para kaum pedagang kaki lima mendapatkan pengertian dan memahami akan perlindungan hukum, serta mewujudkan kesejahteraan hidup bagi pedagang kaki lima. 2. Bagi Aparat yang Berwenang Agar aparat yang berwenang bertindak sesuai dengan peraturan yang ada dalam melaksanakan tugasnya sehingga terjadi kesinambungan antara pedagang kaki lima dengan aparat yang berwenang sehingga berhasil terwujudnya pelaksanaan program tata kota, khususnya tata kota yang berkaitan dengan pengaturan pedagang kaki lima. Tanpa adanya kesalah pahaman dalam penertiban diantara kedua pihak (pedagang kaki lima dan aparat yang berwenang).

8 3. Bagi Penulis Agar penulis mendapatkan data yang akurat dalam penelitian mengenai Perlindungan bagi pedagang kaki lima berkenaan dengan pelaksanaan tata kota sebagai salah satu syarat bagi penulis untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum. E. Batasan Konsep 1. Pengertian dari Perlindungan adalah adanya jaminan hak dan kewajiban untuk manusia dalam rangka memenuhi kepentingan sendiri maupun didalam hubungannya dengan manusia lain. 2. Hukum berarti rakyat menuntut supaya hidup bersama dalam masyarakat diatur secara adil. 3. Pedagang kaki lima adalah pedagang yang berjualan di serambi muka (emper) toko atau di lantai tepi jalan. 4. Pengertian Pelaksanaan adalah kumpulan yang akan dijalankan yaitu berupa bagaimana sebuah sistem berpikir diatur oleh program itu. Hal inilah yang mengendalikan semua aktivitas yang ada. Program berisi perintah yang dibuat oleh manusia dan sudah diterjemahkan ke dalam susunan sesuai dengan bentuk yang ada. 5. Program adalah rancangan mengenai asas serta usaha (dalam ketatanegaraan, perekonomian, dsb) yang akan dijalankan. 6. Tata Kota adalah pola tata perancanaan yang terorganisasi untuk sebuah kota dalam membangun, misal jalan, taman, tempat usaha, dan tempat

9 tinggal agar kota tampak apik, nyaman, indah, berlingkungan sehat, dan terarah perluasannya pada masa depan. F. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Mengacu pada perumusan masalah, maka penelitian yang dilakukan adalah penelitian normatif dan disertai dengan perbandingan kepustakaan. 2. Sumber Data Berdasarkan penelitian yang dilakukan, maka penelitian ini memakai: a) Data Primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari nara sumber dan responden. b) Data sekunder, yaitu data yang diperoleh dengan mempelajari berbagai literatur, dokumen-dokumen, peraturan perundang-undangan, dan doktrin atau pandangan para ahli hukum yang berkaitan dengan penyusunan penulisan hukum ini. 3. Metode Pengumpulan Data a) Dilakukan dengan wawancara bebas dan terpimpin yaitu dengan mempersiapkan terlebih dahulu pertanyaan sebagai pedoman tetapi masih dimungkinkan adanya variasi pertanyaan yang disesuaikan dengan situasi pada waktu wawancara. b) Dilakukan dengan penelitian studi kepustakaan guna mendapatkan landasan teoritis berupa pendapat atau tulisan dari para ahli.

10 4. Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di Kota Yogyakarta sebagai tempat Responden. 5. Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pedagang kaki lima yang ada di Kota Yogyakarta sebanyak 17 orang. 6. Sampel Sampel dari penelitian ini adalah pedagang kaki lima yang terdapat di Kota Yogyakarta sebanyak 17 orang yang dimana 4 orang adalah pedagang kaki lima yang sudah direlokasi sedangkan 13 orang lainnya adalah pedagang kaki lima yang tidak di relokasi yakni menempati prasarana umum untuk berdagang. G. Metode Analisis a) Data yang diperoleh dari hasil penelitian akan dianalisis secara kualitatif, yaitu analisis yang dilakukan dengan memahami rangkaian data yang dikumpulkan secara sistematis sehingga memperoleh gambaran yang komprenhensif mengenai permasalahan yang diteliti. b) sedangkan metode berfikir dalam penyimpulan data adalah metode deduktif, yaitu metode penyimpulan dari pengetahuan yang bersifat umum yang digunakan menilai suatu kejadian yang bersifat khusus.

11 H. Kerangka Isi Skripsi BAB I : PENDAHULUAN Bab ini menguraikan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, dan metode penelitian. BAB II : PERLINDUNGAN PEDAGANG KAKI LIMA BERKENAAN DENGAN PELAKSANAAN PROGRAM TATA KOTA. Dalam bab ini terbagi atas beberapa bagian: Bagian pertama mengenai tinjauan umum perlindungan Pedagang Kaki Lima Berkenaan Dengan Pelaksanaan Program Tata Kota yang dibuat oleh Pemerintah kota Yogyakarta. Bagian kedua mengenai badan hukum dan undang-undang yang melindungi pedagang kaki lima. Bagian ketiga mengenai aplikasi dan penerapan peraturan daerah yang mengatur penertiban Pedagang kaki Lima sehingga sesuai dengan program tata kota Pemerintah kota Yogyakarta. BAB III : PENUTUP Bab ini akan mengemukakan mengenai: A. Kesimpulan dari penulis setelah penelitian hukum. B. Saran.