BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
Jika diperhatikan lebih jauh terdapat banyak perbedaan antara motor bensin dan motor diesel antara lain:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN LITERATUR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

FINONDANG JANUARIZKA L SIKLUS OTTO

Gambar 1. Motor Bensin 4 langkah

LAMPIRAN A PERHITUNGAN DENGAN MANUAL. data data dari tabel hasil pengujian performansi motor diesel. sgf = 0,845 V s =

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seperti mesin uap, turbin uap disebut motor bakar pembakaran luar (External

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. Observasi terhadap analisis pengaruh jenis bahan bakar terhadap unjuk kerja

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISA

PENGARUH PENAMBAHAN ADITIF PADA PREMIUM DENGAN VARIASI KONSENTRASI TERHADAP UNJUK KERJA ENGINE PUTARAN VARIABEL KARISMA 125 CC

PERENCANAAN MOTOR BAKAR DIESEL PENGGERAK POMPA

BAB 1 DASAR MOTOR BAKAR

II. TEORI DASAR. kelompokaan menjadi dua jenis pembakaran yaitu pembakaran dalam (Internal

Denny Haryadhi N Motor Bakar / Tugas 2. Karakteristik Motor 2 Langkah dan 4 Langkah, Motor Wankle, serta Siklus Otto dan Diesel

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH PENGGUNAAN BAHAN BAKAR SOLAR, BIOSOLAR DAN PERTAMINA DEX TERHADAP PRESTASI MOTOR DIESEL SILINDER TUNGGAL

Rencana Pembelajaran Kegiatan Mingguan (RPKPM).

SKRIPSI MOTOR BAKAR. Disusun Oleh: HERMANTO J. SIANTURI NIM:

BAB II TEORI DASAR Komponen sistem pengapian dan fungsinya

BAB III METODE PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN PERHITUNGAN SERTA ANALISA

BAB IV ANALISA DATA DAN PERHITUNGAN

KONTROL SISTEM BAHAN BAKAR PADA ELECTRONIC FUEL INJECTION (EFI) Oleh Sutiman, M.T

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II DASAR TEORI 2.1. Motor Bensin Penjelasan Umum

BAB II DASAR TEORI 2.1 Motor Bakar 3.2 Hukum Utama Termodinamika Penjelasan Umum

BAB III LANDASAN TEORI

PENGARUH PORTING SALURAN INTAKE DAN EXHAUST TERHADAP KINERJA MOTOR 4 LANGKAH 200 cc BERBAHAN BAKAR PREMIUM DAN PERTAMAX

PENGARUH FILTER UDARA PADA KARBURATOR TERHADAP UNJUK KERJA MESIN SEPEDA MOTOR

ANALISA EMISI GAS BUANG MESIN EFI DAN MESIN KONVENSIONAL PADA KENDARAAN RODA EMPAT

PENGARUH PEMASANGAN SUPERCHARGER TERHADAP UNJUK KERJA PADA MOTOR BENSIN SATU SILINDER

BAB I PENDAHULUAN. merupakan suatu campuran komplek antara hidrokarbon-hidrokarbon sederhana

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah

TUGAS MIKROBIOLOGI BIOETANOL

PENGARUH PENGGUNAAN CETANE PLUS DIESEL DENGAN BAHAN BAKAR SOLAR TERHADAP PERFORMANSI MOTOR DIESEL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi otomotif saat ini semakin pesat, hal ini didasari atas

PEMBAHASAN. 1. Mean Effective Pressure. 2. Torque And Power. 3. Dynamometers. 5. Specific Fuel Consumption. 6. Engine Effeciencies

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN PENINGKATAN PERFORMA MESIN YAMAHA CRYPTON. Panjang langkah (L) : 59 mm = 5,9 cm. Jumlah silinder (z) : 1 buah

Uji Eksperimental Pertamina DEX dan Pertamina DEX + Zat Aditif pada Engine Diesel Putaran Konstan KAMA KM178FS

PENGARUH PENGGUNAAN ALAT PENGHEMAT BAHAN BAKAR BERBASIS ELEKTROMAGNETIK TERHADAP UNJUK KERJA MESIN DIESEL ABSTRAK

UJI PERFORMANSI MESIN OTTO SATU SILINDER DENGAN BAHAN BAKAR PREMIUM DAN PERTAMAX PLUS

Materi. Motor Bakar Turbin Uap Turbin Gas Generator Uap/Gas Siklus Termodinamika

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERFORMANSI MESIN SEPEDA MOTOR SATU SILINDER BERBAHAN BAKAR PREMIUM DAN PERTAMAX PLUS DENGAN MODIFIKASI RASIO KOMPRESI

Ma ruf Ridwan K

BAB II LANDASAN TEORI. Sebelum bahan bakar ini terbakar didalam silinder terlebih dahulu dijadikan gas

BAB II DASAR TEORI. BAB II Dasar Teori. 2.1 Kajian Pustaka

BAB III PROSES MODIFIKASI DAN PENGUJIAN. Mulai. Identifikasi Sebelum Modifikasi: Identifikasi Teoritis Kapasitas Engine Yamaha jupiter z.

ANALISIS PENCAMPURAN BAHAN BAKAR PREMIUM - PERTAMAX TERHADAP KINERJA MESIN KONVENSIONAL

MOTOR BAKAR TORAK. 3. Langkah Usaha/kerja (power stroke)

BAB II LANDASAN TEORI

ANALISA KINERJA MESIN OTTO BERBAHAN BAKAR PREMIUM DENGAN PENAMBAHAN ADITIF OKSIGENAT DAN ADITIF PASARAN

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II DASAR TEORI. dipakai saat ini. Sedangkan mesin kalor adalah mesin yang menggunakan

BAB III PERENCANAAN DAN PERHITUNGAN

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada Bab ini dibahas tentang jenis serta spesifikasi motor bakar dan Pemakaian Motor Bakar Sebagai Bahan Penggerak

Makalah PENGGERAK MULA Oleh :Derry Esaputra Junaedi FAKULTAS TEKNIK UNNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI MOTOR DIESEL PERAWATAN MESIN DIESEL 1 SILINDER

III. METODOLOGI PENELITIAN. Alat-alat dan bahan yang digunakan dalam proses pengujian ini meliputi : mesin


BAB II Dasar Teori BAB II DASAR TEORI

BAB I PENDAHULUAN. campuran beberapa gas yang dilepaskan ke atmospir yang berasal dari

PENGARUH PEMASANGAN KAWAT KASA DI INTAKE MANIFOLD TERHADAP KONSUMSI BAHAN BAKAR DAN EMISI GAS BUANG PADA MESIN BENSIN KONVENSIONAL TOYOTA KIJANG 4K

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sebagai pengganti bahan bakar solar, yang terbuat dari minyak bumi. Biodiesel

BAB IV PENGOLAHAN DAN ANALISA DATA

PENGARUH PERUBAHAN SAAT PENYALAAN (IGNITION TIMING) TERHADAP PRESTASI MESIN PADA SEPEDA MOTOR 4 LANGKAH DENGAN BAHAN BAKAR LPG

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH PERUBAHAN SUDUT PENYALAAN (IGNITION TIME) TERHADAP EMSISI GAS BUANG PADA MESIN SEPEDA MOTOR 4 (EMPAT) LANGKAH DENGAN BAHAN BAKAR LPG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pengaruh variasi celah reed valve dan variasi ukuran pilot jet, main jet terhadap konsumsi bahan bakar pada sepeda motor Yamaha F1ZR tahun 2001

I. PENDAHULUAN. Motor bensin dan diesel merupakan sumber utama polusi udara di perkotaan. Gas

BAB II LANDASAN TEORI. Sebelum bahan bakar ini terbakar didalam silinder terlebih dahulu dijadikan gas

PENGARUH VARIASI SUDUT BUTTERFLY VALVE PADA PIPA GAS BUANG TERHADAP UNJUK KERJA MOTOR BENSIN 4 LANGKAH

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Motor bakar merupakan salah satu jenis penggerak mula. Prinsip kerja

SEJARAH MOTOR BAKAR DALAM/INTERMAL

PENGARUH PEMANASAN BAHAN BAKAR DENGAN RADIATOR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN KINERJA MESIN BENSIN

PENGARUH PEMANASAN BAHAN BAKAR DENGAN RADIATOR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN KINERJA MESIN BENSIN

UJI EKSPERIMENTAL PENGARUH PENAMBAHAN BIOETANOL PADA BAHAN BAKAR PERTALITE TERHADAP UNJUK KERJA MOTOR BAKAR BENSIN

BAB II LANDASAN TEORI

SFC = Dimana : 1 HP = 0,7457 KW mf = Jika : = 20 cc = s = 0,7471 (kg/liter) Masa jenis bahan bakar premium.

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

TUGAS. MAKALAH TENTANG Gasoline Direct Injection (GDI) Penyusun : 1. A an fanna fairuz (01) 2. Aji prasetyo utomo (03) 3. Alfian alfansuri (04)

PENGARUH JENIS BAHAN BAKAR TERHADAP UNJUK KERJA MOTOR BAKAR INJEKSI ABSTRAK

KINERJA MESIN SEPEDA MOTOR SATU SILINDER DENGAN BAHAN BAKAR PREMIUM DAN ETANOL DENGAN MODIFIKASI RASIO KOMPRESI

Spark Ignition Engine

Aku berbakti pada Bangsaku,,,,karena Negaraku berjasa padaku. Pengertian Turbocharger

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Supercharger Supercharger mesin pertama dunia yang bisa digunakan dan diuji diciptakan oleh Dugald Clerk, dimana dia menggunakannya pertama kali pada mesin 2-tak pada tahun 1878 [6]. Sebuah supercharger memampatkan asupan udara untuk tekanan atmosfer yang meningkatkan densitas saluran udara masuk ke ruang bakar. Daya dihasilkan ketika campuran udara dan bahan bakar dibakar di dalam sebuah silinder mesin. Jika udara dipaksa lebih banyak ke dalam silinder, maka bahan bakar akan lebih banyak yang akan terbakar. Mesin beroperasi dengan udara terkompresi pada tekanan atmosfer, yaitu 1 bar. Ketika katup intake silinder terbuka, tekanan atmosfer mendorong udara ke dalam silinder disaat piston diturunkan. Ketika katup buang terbuka, piston mendorong gas buang keluar ke dalam sistem knalpot, pada tekanan atmosfer normal. Semua sistem ini berada pada tekanan udara yang sama. Pada mesin tersebut, timing katup, timing camshaft & ukuran knalpot sangat penting untuk mendapatkan output daya yang maksimum. Dalam sistem supercharger, laju aliran massa udara yang lebih besar akan dipasok atau dimasukkan ke ruang bakar, sehingga kerapatan udara yang lebih tinggi dan kecepatan aliran udara yang lebih tinggi pula. Tekanan udara yang masuk keruang bakar akan meningkat, sehingga daya akan meningkat akibat pembakaran yang lebih sempurna. Supercharger membutuhkan sumber putaran untuk menggerakan komponennya, sumber putarannya biasanya diambil dari tenaga mesin dan ada juga dari baterai (supercharger elecktric), sehingga hal ini akan mengurangi performansi mesin. Namun semua itu akan tertutupi oleh daya yang dihasilkan setelah penggunaan alat ini. Keunggulan dari supercharger ini, efek peningkatan performansi mesin terasa lebih spontan dibanding penggunaan turbocharger, dimana mulai dari putaran rendah sudah terjadi kenaikkan tenaga. Tidak seperti halnya pada penggunaan turbocharger, dimana efek penambahan performansi mesin akan dirasakan pada saat rpm 3000 ke atas, sehingga akan terasa kurang 7

pada hal akselerasi pada rpm rendah, ditambah dengan tenaga yang digunakan untuk memutar turbin berasal dari gas buang pembakaran, sehingga akan menghambat pelepasan kalor dari ruang bakar. Gambar 2.1 Supercharger [6] 2.1.1 Electric supercharger Mengantisipasi regulasi yang harus dijalankan negara-negara dunia pada tahun 2012, yaitu tentang emisi gas buang yang makin ketat. Di samping itu, juga memenuhi keinginan konsumen secara umum di seluruh dunia, yaitu kendaraan yang irit konsumsi bahan bakar, sekaligus ramah lingkungan. Salah satu caranya adalah dengan menggunakan perangkat supercharger listrik (electric supercharger). Dengan tujuan agar mesin bekerja makin efisien. Supercharger atau turbocharger listrik bukanlah temuan baru. Di Indonesia alat ini sudah dipasarkan sejak awal 1990-an. Supercharger ini biayanya lebih murah dibandingkan dengan versi mekanis atau yang diputar oleh mesin (drive belt). Pemasangannya pun dinilai lebih gampang karena tak banyak lagi modifikasi. Supercharger ini ditargetkan untuk mesin yang berkapasitas kecil. Diharapkan, dengan supercharger ini, penggunaan supercharger pada mesin ber-cc lebih kecil makin berkembang. Hal ini tidak hanya menguntungkan pemakai mesin dari konsumsi bahan bakar, dari segi nilai ekonomis juga perlu di pertimbangkan, karena harga electric supercharger jauh lebih murah serta 8

pengaplikasian yang lebih mudah dibanding versi mekanisnya dan dibanding dengan turbocharger. Electric supercharger ini menggunakan daya untuk memutar turbin yang berasal dari energi listrik yang bisa diperoleh dari baterai pada kendaraan, sehingga penggunaan daya mesin tidak ada sama sekali untuk memutar turbin. Maka dengan ini, daya yang dihasilkan akan meningkat lebih tinggi. Namun kekurangannya adalah, ketersediaan energi baterai yang terbatas. Pada pengujian ini, supercharger yang digunakan adalah blower elektrik yang dipasang atau diaplikasikan langsung pada motor. Dimana energi listrik yang digunakan untuk menghasilkan putaran pada turbin blower berasal dari luar kendaraan alat uji yaitu energi listrik AC. 2.2 Mesin Otto Nikolaus August Otto (14 Juni 1832 28 Januari 1891) ialah penemu mesin pembakaran dalam asal Jerman. Sebagai lelaki muda ia mulai percobaan dengan mesin gas dan pada 1864 ikut serta dengan 2 kawan untuk membentuk perusahaannya sendiri. Perusahaan itu dinamai N. A. Otto & Cie., yang merupakan perusahaan pertama yang menghasilkan mesin pembakaran dalam. Perusahaan ini masih ada sampai kini dengan nama Deutz AG. Mesin atmosfer pertamanya selesai pada Mei 1867. 5 tahun kemudian ia disusul oleh Gottlieb Daimler dan Wilhelm Maybach dan bersama mereka ciptakan gagasan putaran empat tak atau putaran Otto. Pertama kali dibuat pada 1876, tak itu merupakan gerakan naik atau turun pada piston silinder. Paten Otto dibuat tak berlaku pada 1886 saat ditemukan bahwa penemu lain, Alphonse Beau de Rochas, telah membuat asas putaran 4 tak dalam selebaran yang diterbitkan sendirian. Menurut studi sejarah terkini, penemu Italia Eugenio Barsanti dan Felice Matteucci mempatenkan versi efisien karya pertama dari mesin pembakaran dalam pada 1854 di London (nomor paten 1072). Mesin Otto dalam banyak hal paling tidak diilhami dari penemuan itu. 9

2.2.1 Prinsip Kerja Mesin Otto 4 tak Disebut mesin empat langkah atau empat tak karena dalam sekali proses kerja mesin atau dalam satu siklus kerja mesin diperlukan empat langkah piston atau dua kali putaran poros engkol. Gambar dibawah merupakan prinsip cara kerja mesin otto empat tak. (a) (b) (c) (d) Gambar 2.2 Prinsip Kerja Mesin Otto 4 Langkah [9] Dari skema di atas tersebut, (a) langkah hisap, (b) langkah kompresi, (c) langkah usaha, (d) langkah buang. Kondisi awal kedua katup hisap dan buang dalam keadaan tertutup rapat sedangkan piston (torak) pada posisi terendahnya yaitu pada titik mati bawah (Bottom Dead Center/BDC) yang sering disebut TMB. Selama langkah kompresi, piston bergerak ke atas, dimana campuran bahan bakar dan udara dikompresikan. Sesaat sebelum piston mencapai posisi tertingginya yaitu titik mati atas (Top Dead Center/TDC)yang sering disebut TMA, percikan api terjadi yang ditimbulkan oleh busi sehingga membakar campuran bahan bakar dan udara yang telah terkompresi, yang kemudian menaikkan tekanan dan temperatur pada daerah ruang bakar. Tekanan gas yang tinggi tersebut mendorong piston kebawah menuju TMB sehingga menyebabkan poros engkol berputar. Selama langkah usaha (langkah ekspansi) ini menghasilkan kerja keluaran yang merupakan torsi terbesar pada siklus pembakaran motor otto. Pada ujung langkah ini, piston berada pada posisi TMB untuk menyelesaikan siklus yang pertama (mesin satu siklus), sehingga isi silindernya berupa sisa pembakaran. Piston bergerak kembali ke atas membersihkan gas buang melalui katup buang (langkah pembuangan), kemudian piston turun kembali ke bawah mengambil campuran udara-bahan 10

bakar yang baru melalui katup hisap (langkah hisap). Sebagai catatan bahwa tekanan dalam silinder di atas tekanan lingkungan saat langkah buang dan berada di bawah tekanan lingkungan saat langkah hisap. Analisis termodinamika untuk kondisi aktual tersebut dapat disederhanakan bila digunakan asumsi udara-standar yang berlaku sebagai gas-ideal. Karenaitu, siklus untuk kondisi aktual dimodifikasi menjadi sistem tertutup yang disebut sebagai siklus Otto ideal. Siklus otto merupakan siklus ideal untuk mesin torak dengan pengapian nyala bunga api. Pada mesin pembakaran dengan sistem pengapian nyala api, campuran bahan bakar dan udara dibakar dengan menggunakan percikan bunga api dari busi. Piston bergerak dalam empat langkah ( disebut juga mesin dua siklus) dalam silinder. Skema berikut memperlihatkan setiap langkah piston dan pernyataan prosesnya pada diagram P-v dan T-s untuk kondisi aktual mesin pengapian nyala api empat langkah. Gambar 2.3 Diagram P-v dan T-s Mesin Otto 4 Langkah [2] Siklus Otto ideal terdiri dari empat proses reversibel internal, yaitu proses 1-2 kompresi isentropik, proses 2-3 penambahan kalor pada volume tetap, proses 3-4 ekspansi isentropik, dan proses 4-1 pelepasan kalor pada volume tetap. Karena siklus Otto ideal ini merupakan sistem tertutup, maka ada beberapa asumsi yang digunakan yaitu (1) mengabaikan perubahan energi 11

kinetik dan potensial, dan (2) tidak ada kerja yang timbul selama proses perpindahan kalor. Efisiensi termal siklus Otto ideal ini tergantung dari besarnya rasio kompresi mesin dan rasio kalor spesifik dari fluida kerjanya. Efisiensi siklus akan naik bila rasio kompresi semakin besar. Berikut siklus motor otto empat langkah secara singkat : a) Langkah Hisap Piston bergerak dari TMA ke TMB Katup hisap terbuka dan katup buang tertutup Terjadi kevakuman dalam silinder, yang menyebabkan campuran udara dan bahan bakar masuk ke dalam silinder b) Langkah Kompresi Piston bergerak dari TMB ke TMA Katup hisap tertutup dan katup buang tertutup Pada akhir langkah kompresi busi memercikkan bunga api c) Langkah Usaha Piston bergerak dari TMA ke TMB Katup hisap tertutup dan katup buang tertutup Hasil pembakaran menekan piston d) Langkah buang Piston bergerak dari TMB ke TMA Katup hisap tertutup Katup buang terbuka Piston mendorong gas sisa pembakaran keluar 2.3 Performansi Motor Bakar Perfonmansi motor bakar dipengaruhi oleh berbagai hal, diantaranya perbandingan kompresi, homogenitas campuran bahan bakar dengan udara, angka oktan bahan bakar serta tekanan udara masuk kedalam ruang bakar. Apabila perbandingan udara pada ruang bakar semakin besar, maka efisiensi motor bakar tersebut akan semakin tinggi akan tetapi dapat menimbulkan knocking pada motor yang menimbulkan berkurangnya daya pada motor tersebut. Untuk mengatasi 12

masalah ini bisa diimbangi dengan meningkatkan angka oktan bahan bakar yang dingunakan, akan tetapi perlu diketahui, apabila angka oktannya terlalu tinggi, maka performansi motor tersebut juga tidak maksimal. 2.3.1 Nilai Kalor Bahan Bakar. Reaksi kimia antara bahan bakar dengan oksigen dari udara menghasilkan panas. Besarnya panas yang ditimbulkan jika satu satuan bahan bakar dibakar sempurna disebut nilai kalor bahan bakar (Calorific Value, CV). Bedasarkan asumsi ikut tidaknya panas laten pengembunan uap air dihitung sebagai bagian dari nilai kalor suatu bahan bakar, maka nilai kalor bahan bakar dapat dibedakan menjadi nilai kalor atas dan nilai kalor bawah. Nilai kalor atas (High Heating Value,HHV), merupakan nilai kalor yang diperoleh secara eksperimen dengan menggunakan kalorimeter dimana hasil pembakaran bahan bakar didinginkan sampai suhu kamar sehingga sebagian besar uap air yang terbentuk dari pembakaran hidrogen mengembun dan melepaskan panas latennya. Secara teoritis, besarnya nilai kalor atas (HHV) dapat dihitung bila diketahui komposisi bahan bakarnya dengan menggunakan persamaan : HHHHHH = (TT2 TT1 TTTTTT) xx CCCC...(1) Dimana: HHV = Nilai kalor atas (kj/kg) T1 = Temperatur air pendingin sebelum penyalaan (0C) T2 = Temperatur air pendingin sesudah penyalaan (0C) Tkp = Kenaikan temperatur akibat kawat penyala (0,05 0C) Cv = Panas jenis bom kalorimeter (KJ/Kg0C) Nilai kalor bawah (low Heating Value, LHV), merupakan nilai kalor bahan bakar tanpa panas laten yang berasal dari pengembunan uap air. Umumnya kandungan hidrogen dalam bahan bakar cair berkisar 15 % yang berarti setiap satu satuan bahan bakar, 0,15 bagian merupakan hidrogen. Pada proses pembakaran sempurna, air yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar adalah setengah dari jumlah hidrogennya. 13

Selain berasal dari pembakaran hidrogen, uap air yang terbentuk pada proses pembakaran dapat pula berasal dari kandungan air yang memang sudah ada didalam bahan bakar (moisture). Panas laten pengkondensasian uap air pada tekanan parsial 20 kn/m2 (tekanan yang umum timbul pada gas buang) adalah sebesar 2400 kj/kg, sehingga besarnya nilai kalor bawah (LHV) dapat dihitung berdasarkan persamaan berikut : LLLLLL = HHHHHH 3240... (2) Dimana: LHV = Nilai Kalor Bawah (KJ/Kg) Dalam perhitungan efisiensi panas dari motor bakar, dapat menggunakan nilai kalor bawah (LHV) dengan asumsi pada suhu tinggi saat gas buang meninggalkan mesin tidak terjadi pengembunan uap air. Namun dapat juga menggunakan nilai kalor atas (HHV) karena nilai tersebut umumnya lebih cepat tersedia. Peraturan pengujian berdasarkan ASME (American of Mechanical Enggineers) menentukan penggunaan nilai kalor atas (HHV), sedangkan peraturan SAE (Society of Automotive Engineers) menentukan penggunaan nilai kalor bawah (LHV). 2.3.2 Torsi Torsi adalah perkalian antara gaya dengan jarak. Selama proses usaha maka tekanan-tekanan yang terjadi di dalam silinder motor menimbulkan suatu gaya yang luar biasa kuatnya pada torak. Gaya tersebut dipindahkan kepada pena engkol melalui batang torak, dan mengakibatkan adanya momen putar atau torsi pada poros engkol. Untuk mengetahui besarnya torsi digunakan alat dynamometer. Biasanya motor pembakaran ini dihubungkan dengan dynamometer dengan maksud mendapatkan keluaran dari motor pembakaran dengan cara menghubungkan poros motor pembakaran dengan poros dynamometer dengan menggunakan kopling elastik. 14

Pada percobaan ini, alat yang digunakan untuk mengukur torsi motor adalah dengan timbangan pegas. Dimana timbangan pegas ini diikat pada roda belakang sepeda motor yang akan diuji nantinya. Maka didapat torsi pada roda dari hasil pembacaan pada timbangan pegas dengan menggunakan persamaan : FF = GG xx mm...(3) T roda = F x r...(4) Dimana : F = Gaya (N) G = Percepatan gravitasi (9,86 m/s 2 ) m = Massa (Kg) T roda = Torsi pada roda (Nm) r = Jari jari roda (m) Dengan rumus diatas akan didapat torsi pada roda, sedangkan torsi pada motor dapat dihitung dengan membagikan torsi pada roda terhadap perbandingan rasio (final rasio), adapun perbandingan rasio dapat diketahui dengan rumus berikut : final rasio = perbandingan rasio gear roda x perbandingan rasio gear speed 3 x perbandingan rasio poros engkol...(5) Jadi torsi mesin dapat diketahui dengan rumus berikut : T mesin = T roda final rasio... (6) Dimana : T mesin = torsi pada mesin (Nm) Sedangkan untuk percobaan dengan menggunakan blower, maka torsi pada mesin yang telah didapat akan dikurangkan lagi dengan torsi yang digunakan oleh blower, sehingga rumus menjadi : T mesin = T roda final rasio T blower... (7) 15

Dimana : T blower = Torsi pada blower (Nm) Adapun rumus untuk mencari T blower adalah sebagai berikut : Dimana : T blower = P B.60...(8) 2.π.n P B = Daya blower (W) n = Putaran blower (rpm) 2.3.3 Daya Poros Daya mesin adalah besarnya kerja mesin selama waktu tertentu. Pada motor bakar daya yang berguna adalah daya poros, dikarenakan poros tersebut menggerakan beban. Daya poros dibangkitkan oleh daya indikator, yang merupakan daya gas pembakaran yang menggerakan torak selanjutnya menggerakan semua mekanisme, sebagian daya indikator dibutuhkan untuk mengatasi gesekan mekanik, seperti pada torak dan dinding silinder dan gesekan antara poros dan bantalan. Prestasi motor bakar pertama-tama tergantung dari daya yang dapat ditimbulkannya. Semakin tinggi frekuensi putar motor makin tinggi daya yang diberikan hal ini disebabkan oleh semakin besarnya frekuensi semakin banyak langkah kerja yang dialami pada waktu yang sama. Dengan demikian besar daya poros itu adalah : P B = 2π.n T...(9) 60 Dimana : P B = Daya mesin ( W ) n = putaran mesin ( rpm ) 2.3.4 Konsumsi Bahan Bakar Spesifik (SFC) Konsumsi bahan bakar spesifik merupakan salah satu parameter prestasi mesin yang penting di dalam suatu motor bakar. Parameter ini biasa dipakai sebagai ukuran ekonomi pemakaian bahan bakar yang terpakai per-jam untuk setiap daya 16

kuda (Hp) yang dihasilkan. Adapun persamaan yang digunakan adalah sebagai berikut : SFC = m f x 10 3...(10) P B m f = m f x 10 3 t x 3600... (11) Dimana : SFC = Konsumsi Bahan Bakar Spesifik (Kg/kW.h) P B = Daya (W) m f = Laju aliran bahan bakar (gr/jam) t = Waktu (jam) 2.3.5 Efisiensi Thermal Kinerja yang dihasilkan motor selalu lebih kecil dari pada energi yang dibangkitkan piston karena sejumlah enegi hilang akibat adanya rugi-rugi mekanis (mechanical losses). Dengan alasan ekonomis, perlu dicari kerja maksimium yang dapat dihasilkan dari pembakaran sejumlah bahan bakar. Efisiensi ini disebut juga sebagai efisiensi thermal brake (thermal efficiency, η b ). Jika daya keluaran (P B ) dalam satuan W, laju aliran bahan bakar (m f ) dalam satuan kg/jam, maka: ηb = P B.10 3 m f. LHV x 3600... (12) Dimana : ηb : Efisiensi Thermal Brake LHV : Nilai Kalor Bahan Bakar (Kj/Kg) 2.3.6 Rasio Udara - Bahan Bakar (AFR) Energi yang masuk kedalam sebuah mesin Q_in berasal dari pembakaran bahan bakar hidrokarbon. Udara digunakan untuk menyuplai oksigen yang dibutuhkan untuk mendapatkan reaksi kimia didalam ruang bakar. Agar terjadi reaksi pembakaran, jumlah oksigen dan bahan bakar yang masuk ke ruang bakar harus tepat. Berdasarkan standarisasi SI, nilai AFR untuk mesin otto berada 17

diantara 12 AFR 18 sedangkan untuk mesin diesel berada diantara 18 AFR 70 [1]. Adapun perbandingan udara dan bahan bakar tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut: Dimana: AFR = m a m f = ṁ a ṁ f... (13) m a = massa udara di dalam silinder per siklus (Kg/cyl-cycle) m f = massa bahan bakar di dalam silinder per siklus (Kg/cyl-cycle) ṁ a = laju aliran udara didalam ruang bakar (Kg/jam) ṁ f = laju aliran bahan bakar didalam ruang bakar (Kg/jam) Untuk menghitung laju aliran udara didalam ruang bakar, digunakan persamaan berikut : mm aa = (mm aa )(cccccc) 3600rrrrrr 1cccccccccc...(14) 60ss 2rrrrrr Dimana : mm aa = PP ii (VV dd +VV cc ) RR.TT ii... (15) P i = tekanan udara masuk ruang bakar (kpa) V d = Volume langkah (m 3 ) V c = Volume sisa (m 3 ) R = Konstanta udara T i = Temperatur udara masuk ruang bakar (K) Sedangkan untuk menghitung volume langkah dan volume sisa digunakan persamaan berikut : VV dd = ππ 4. BB 2. SS...(16) VV cc = VV dd rrcc 1...(17) Dimana : 18

B = Bore (m) S = Stroke (m) r c = Rasio Kompresi 2.3.7 Efisiensi Volumetris Efisiensi volumetris η V merupakan volume campuran udara-bahan bakar yang masuk ke dalam silinder. Campuran udara-bahan bakar yang memasuki silinder ketika langkah isap inilah yang akan menghasilkan daya. Efisiensi volumetris η V mengindikasikan jumlah campuran udara-bahan bakar relatif terhadap tekanan udara atmosfir. Bila tekanan campuran udara-bahan bakar sama dengan tekanan atmosfir, maka dikatakan bahwa mesin memiliki Efisiensi volumetris 100%. Dengan menggunakan supercharger dan turbocharger akan menaikkan tekanan campuran udara-bahan bakar masuk silinder, sehingga efisiensi volumetris mesin akan lebih besar dari 100%. Namun, bila silinder diisi dengan tekanan kurang dari tekanan atmosfir, maka efisiensi volumetrisnya dibawah 100%. Efisiensi volumetris mesin standart biasanya berkisar antara 80% hingga 100%. ɳ v = m a...(18) (v d.ρ) ρ = P atm Rx T i... (19) Dimana : ɳ v =Efisiensi Volumetris ρ = Density udara (Kg/m 3 ) 2.4 Emisi Gas Buang Emisi gas buang adalah sisa hasil pembakaran bahan bakar di dalam mesin pembakaran dalam, mesin pembakaran luar, mesin jet yang dikeluarkan melalui sistem pembuangan mesin. Biasanya emisi gas buang ini terjadi karena pembakaran yang tidak sempurna dari sistem pembuangan dan pembakaran mesin serta lepasnya partikel-partikel karena kurang tercukupinya oksigen dalam proses pembakaran tersebut. 19

Adapun ambang batas emisi gas buang yang telah ditetapkan oleh pemerintah sesuai peraturan menteri negara lingkungan hidup nomor 05 tahun 2006, tentang ambang batas emisi gas buang kendaraan bermotor oleh menteri negara lingkungan hidup dapat dilihat pada lampiran. 2.4.1. Sumber Polutan dibedakan menjadi polutan primer atau sekunder. Polutan primer seperti nitrogen oksida (NOX) dan hidrokarbon (HC) langsung dibuangkan ke udara bebas dan mempertahankan bentuknya seperti pada saat pembuangan. Polutan sekunder seperti ozon (O3) dan peroksiasetil nitrat (PAN) adalah polutan yang terbentuk di atmosfer melalui reaksi fotokimia, hidrolisis atau oksidasi. 2.4.2 Komposisi Kimia Polutan dibedakan menjadi organik dan inorganik. Polutan organik mengandung karbon dan hidrogen, juga beberapa elemen seperti oksigen, nitrogen, sulfur atau fosfor, contohnya : hidrokarbon, keton, alkohol, ester dan lain-lain. Polutan inorganik seperti : karbon monoksida, karbonat, nitrogen oksida, ozon dan lainnya. 2.4.3. Bahan Penyusun Polutan dibedakan menjadi partikulat atau gas. Partikulat dibagi menjadi padatan dan cairan seperti : debu, asap, abu, kabut dan spray, partikulat dapat bertahan di atmosfer. Sedangkan polutan berupa gas tidak bertahan di atmosfer dan bercampur dengan udara bebas. Bahan pencemar (polutan) yang berasal dari mesin otto diklasifikasikan menjadi beberapa kategori sebagai berikut : a. Partikulat Polutan partikulat yang berasal dari kendaraan bermotor umumnya merupakan fasa padat yang terdispersi dalam udara dan membentuk asap. Fasa padatan tersebut berasal dari pembakaran tak sempurna bahan bakar dengan udara, sehingga terjadi tingkat ketebalan asap yang tinggi. 20

Selain itu partikulat juga mengandung timbal yang merupakan bahan aditif untuk meningkatkan kinerja pembakaran bahan bakar pada mesin kendaraan. Apabila butir-butir bahan bakar yang terjadi pada penyemprotan kedalam silinder motor terlalu besar atau apabila butir butir berkumpul menjadi satu, maka akan terjadi dekomposisi yang menyebabkan terbentuknya karbon karbon padat atau angus. Hal ini disebabkan karena pemanasan udara yang bertemperatur tinggi, tetapi penguapan dan pencampuran bahan bakar dengan udara yang ada di dalam silinder tidak dapat berlangsung sempurna, terutama pada saat saat dimana terlalu banyak bahan bakar disemprotkan yaitu pada waktu daya motor akan diperbesar, misalnya untuk akselerasi, maka terjadinya angus itu tidak dapat dihindarkan. Jika angus yang terjadi itu terlalu banyak, maka gas buang yang keluar dari gas buang motor akan bewarna hitam. b. Unburned Hidrocarbon (UHC) Hidrokarbon yang tidak terbakar dapat terbentuk tidak hanya karena campuran udara bahan bakar yang gemuk, tetapi bisa saja pada campuran kurus bila suhu pembakarannya rendah dan lambat serta bagian dari dinding ruang pembakarannya yang dingin dan agak besar. Motor memancarkan banyak hidrokarbon kalau baru saja dihidupkan atau berputar bebas (idle) atau waktu pemanasan. Pemanasan dari udara yang masuk dengan menggunakan gas buang meningkatkan penguapan dari bahan bakar dan mencegah pemancaran hidrokarbon. Jumlah hidrokarbon tertentu selalu ada dalam penguapan bahan bakar, di tangki bahan bakar dan dari kebocoran gas yang melalui celah antara silinder dari torak masuk kedalam poros engkol, yang disebut dengan blow by gasses (gas lalu). Pembakaran tak sempurna pada kendaraan juga menghasilkan gas buang yang mengandung hidrokarbon. c. Karbon Monoksida (CO) 21

Karbon dan Oksigen dapat bergabung membentuk senyawa karbon monoksida (CO) sebagai hasil pembakaran yang tidak sempurna dan karbon dioksida (CO2) sebagai hasil pembakaran sempurna. Karbon monoksida merupakan senyawa yang tidak berbau, tidak berasa dan pada suhu udara normal berbentuk gas yang tidak berwarna. Gas ini akan dihasilkan bila karbon yang terdapat dalam bahan bakar (kira kira 85 % dari berat dan sisanya hidrogen) terbakar tidak sempurna karena kekurangan oksigen. Hal ini terjadi bila campuran udara bahan bakar lebih gemuk dari pada campuran stoikiometris, dan terjadi selama idling pada beban rendah atau pada output maksimum. Karbon monoksida tidak dapat dihilangkan jika campuran udara bahan bakar gemuk. Bila campuran kurus karbon monoksida tidak terbentuk. Asap kendaraan merupakan sumber utama bagi karbonmonoksida di berbagai perkotaan. Data mengungkapkan bahwa 60% pencemaran udara di Jakarta di sebabkan karena benda bergerak atau transportasi umum yang berbahan bakar solar terutama berasal dari Metromini. Formasi CO merupakan fungsi dari rasio kebutuhan udara dan bahan bakar dalam proses pembakaran di dalam ruang bakar. Percampuran yang baik antara udara dan bahan bakar terutama yang terjadi pada mesin-mesin yang menggunakan Turbocharger atau supercharger merupakan salah satu strategi untuk meminimalkan emisi CO. Karbon monoksida yang meningkat di berbagai perkotaan dapat mengakibatkan turunnya berat janin dan meningkatkan jumlah kematian bayi serta kerusakan otak. Karena itu strategi penurunan kadar karbon monoksida akan tergantung pada pengendalian emisi seperti penggunaan bahan katalis yang mengubah bahan karbon monoksida menjadi karbon dioksida dan penggunaan bahan bakar terbarukan yang rendah polusi bagi kendaraan bermotor seperti dengan penggunaan bahan bakar alternatif. d. Oksigen (O2) 22

Oksigen (O2) sangat berperan dalam proses pembakaran, dimana oksigen tersebut akan diinjeksikan ke ruang bakar. Dengan tekanan yang sesuai akan mengakibatkan terjadinya pembakaran bahan bakar. Nitrogen monoksida (NO) merupakan gas yang tidak berwarna dan tidak berbau sebaliknya nitrogen dioksida (NO2) berwarna coklat kemerahan dan berbau tajam. NO merupakan gas yang berbahaya karena mengganggu saraf pusat. NO terjadi karena adanya reaksi antara N2 dan O2 pada temperature tinggi di atas 1210 o C. Persamaan reaksinya adalah sebagai berikut: O2 2O N2+O NO+N N+O2 NO+O Konsentrasi dari oksigen di gas buang kendaraan berbanding terbalik dengan konsentrasi CO2. Untuk mendapatkan proses pembakaran yang sempurna, maka kadar oksigen yang masuk ke ruang bakar harus mencukupi untuk setiap molekul hidrokarbon. Dalam ruang bakar, campuran udara dan bensin dapat terbakar dengan sempurna apabila bentuk dari ruang bakar tersebut melengkung secara sempurna. Kondisi ini memungkinkan molekul bensin dan molekul udara dapat dengan mudah bertemu untuk bereaksi dengan sempurna pada proses pembakaran. Tapi sayangnya, ruang bakar tidak dapat sempurna melengkung dan halus sehingga memungkinkan molekul bensin seolaholah bersembunyi dari molekul oksigen dan menyebabkan proses pembakaran tidak terjadi dengan sempurna. Normalnya konsentrasi oksigen di gas buang adalah sekitar 1.2% atau lebih kecil bahkan mungkin 0%. Tapi kita harus berhati-hati apabila konsentrasi oksigen mencapai 0%. Ini menunjukkan bahwa semua oksigen dapat terpakai semua dalam proses pembakaran dan ini dapat berarti bahwa AFR cenderung kaya. Dalam kondisi demikian, rendahnya 23

konsentrasi oksigen akan berbarengan dengan tingginya emisi CO. Apabila konsentrasi oksigen tinggi dapat berarti AFR terlalu kurus tapi juga dapat menunjukkan beberapa hal lain. Apabila dibarengi dengan tingginya CO dan HC, maka pada mobil yang dilengkapi dengan CC berarti CC mengalami kerusakan. Untuk mobil yang tidak dilengkapi dengan CC, bila oksigen terlalu tinggi dan lainnya rendah berarti ada kebocoran di exhaust system. e. Hidrokarbon (HC) Bensin adalah senyawa hidrokarbon, jadi setiap HC yang didapat di gas buang kendaraan menunjukkan adanya bensin yang tidak terbakar dan terbuang bersama sisa pembakaran. Apabila suatu senyawa hidrokarbon terbakar sempurna (bereaksi dengan oksigen) maka hasil reaksi pembakaran tersebut adalah karbondioksida (CO2) dan air (H2O). Walaupun rasio perbandingan antara udara dan bensin (AFR=Air Fuel Ratio) sudah tepat dan didukung oleh desain ruang bakar mesin saat ini yang sudah mendekati ideal, tetapi tetap saja sebagian dari bensin seolaholah tetap dapat bersembunyi dari api saat terjadi proses pembakaran dan menyebabkan emisi HC pada ujung knalpot pun tinggi. Untuk mesin otto yang tidak dilengkapi dengan Catalytic Converter (CC), emisi HC yang dapat ditolerir adalah 500 ppm dan untuk mesin otto yang dilengkapi dengan CC, emisi HC yang dapat ditolerir adalah 50 ppm. Emisi HC ini dapat ditekan dengan cara memberikan tambahan panas dan oksigen diluar ruang bakar untuk menuntaskan proses pembakaran. Proses injeksi oksigen tepat setelah exhaust port akan dapat menekan emisi HC secara drastis. Saat ini, beberapa mesin otto yang pada umumnya pada mesin mobil sudah dilengkapi dengan electronic air injection reaction pump yang langsung bekerja saat cold-start untuk menurunkan emisi HC sesaat sebelum CC mencapai suhu kerja ideal. 24

Apabila emisi HC tinggi, menunjukkan ada 3 kemungkinan penyebabnya yaitu CC yang tidak berfungsi, AFR yang tidak tepat (terlalu kaya) atau bensin tidak terbakar dengan sempurna di ruang bakar. Apabila mesin otto dilengkapi dengan CC, maka harus dilakukan pengujian terlebih dahulu terhadap CC dengan cara mengukur perbedaan suhu antara inlet CC dan outletnya. Seharusnya suhu di outlet akan lebih tinggi minimal 10% daripada inletnya. Apabila CC bekerja dengan normal tapi HC tetap tinggi, maka hal ini menunjukkan gejala bahwa AFR yang tidak tepat atau terjadi misfire. AFR yang terlalu kaya akan menyebabkan emisi HC menjadi tinggi. Ini bisa disebabkan antara lain kebocoran fuel pressure regulator, setelan karburator tidak tepat, filter udara yang tersumbat, sensor temperature mesin yang tidak normal dan sebagainya yang dapat membuat AFR terlalu kaya. Injector yang kotor atau fuel pressure yang terlalu rendah dapat membuat butiran bensin menjadi terlalu besar untuk terbakar dengan sempurna dan ini juga akan membuat emisi HC menjadi tinggi. AFR yang terlalu kaya juga akan membuat emisi CO menjadi tinggi dan bahkan menyebabkan outlet dari CC mengalami overheat, tetapi CO dan HC yang tinggi juga bisa disebabkan oleh rembasnya pelumas ke ruang bakar. Apabila hanya HC yang tinggi, maka harus ditelusuri penyebab yang membuat ECU memerintahkan injektor untuk menyemprotkan bensin hanya sedikit sehingga AFR terlalu kurus yang menyebabkan terjadinya intermittent misfire. Pada mesin otto yang masih menggunakan karburator, penyebab misfire antara lain adalah kabel busi yang tidak baik, timing pengapian yang terlalu mundur, kebocoran udara disekitar intake manifold atau mechanical problem yang menyebabkan angka kompresi mesin rendah. Untuk mengurangi emisi HC, maka dibutuhkan sedikit tambahan udara atau oksigen untuk memastikan bahwa semua molekul bensin dapat bertemu dengan molekul oksigen untuk bereaksi dengan 25

sempurna. Ini berarti AFR 14,7:1 (lambda = 1.00) sebenarnya merupakan kondisi yang sedikit kurus. Inilah yang menyebabkan oksigen dalam gas buang akan berkisar antara 0.5% sampai 1%. Pada mesin yang dilengkapi dengan CC, kondisi ini akan baik karena membantu fungsi CC untuk mengubah CO dan HC menjadi CO2. Mesin tetap dapat bekerja dengan baik walaupun AFR terlalu kurus bahkan hingga AFR mencapai 16:1. Tapi dalam kondisi seperti ini akan timbul efek lain seperti mesin cenderung knocking, suhu mesin bertambah dan emisi senyawa NOX juga akan meningkat drastis. 2.5 Sejarah Penggunaan Alkohol Sebagai Bahan Bakar Alternatif (Bio)Etanol telah digunakan manusia sejak zaman prasejarah sebagai bahan pemabuk dalam minuman beralkohol. Residu yang ditemukan pada peninggalan keramik yang berumur 9000 tahun dari China bagian utara menunjukkan bahwa minuman beralkohol telah digunakan oleh manusia prasejarah dari masa Neolitik. Campuran dari (Bio)etanol yang mendekati kemrunian untuk pertama kali ditemukan oleh Kimiawan Muslim yang mengembangkan proses distilasi pada masa Kalifah Abbasid dengan peneliti yang terkenal waktu itu adalah Jabir ibn Hayyan (Geber), Al-Kindi (Alkindus) dan al-razi (Rhazes). Catatan yang disusun oleh Jabir ibn Hayyan (721-815) menyebutkan bahwa uap dari wine yang mendidih mudah terbakar. Al-Kindi (801-873) dengan tegas menjelaskan tentang proses distilasi wine. Sedangkan (Bio)etanol absolut didapatkan pada tahun 1796 oleh Johann Tobias Lowitz, dengan menggunakan distilasi saringan arang. Antoine Lavoisier menggambarkan bahwa (Bio)etanol adalah senyawa yang terbentuk dari karbon, hidrogen dan oksigen. Pada tahun 1808 Nicolas- Théodore de Saussure dapat menentukan rumus kimia etanol. Limapuluh tahun kemudian (1858), Archibald Scott Couper menerbitkan rumus bangun etanol. Dengan demikian etanol adalah salah satu senyawa kimia yang pertama kali ditemukan rumus bangunnya. Etanol pertama kali dibuat secara sintetis pada tahu 1829 di Inggris oleh Henry Hennel dan S.G.Serullas di Perancis. Michael Faraday 26

membuat etanol dengan menggunakan hidrasi katalis asam pada etilen pada tahun 1982 yang digunakan pada proses produksi etanol sintetis hingga saat ini. Pada tahun 1840 etanol menjadi bahan bakar lampu di Amerika Serikat, pada tahun 1880-an Henry Ford membuat mobil quadrycycle dan sejak tahun 1908 mobil Ford model T telah dapat menggunakan (bio)etanol sebagai bahan bakarnya. Namun pada tahun 1920an bahan bakar dari petroleum yang harganya lebih murah telah menjadi dominan menyebabkan etanol kurang mendapatkan perhatian. Akhir-akhir ini, dengan meningkatnya harga minyak bumi, bioetanol kembali mendapatkan perhatian dan telah menjadi alternatif energi yang terus dikembangkan. 2.6 Bioetanol dari Tanaman tebu Tanaman tebu (Saccharum officinarum L) adalah satu anggota familia rumput-rumputan (Graminae) yang merupakan tanaman asli tropika basah, namun masih dapat tumbuh baik dan berkembang di daerah subtropika, pada berbagai jenis tanah dari daratan rendah hingga ketinggian 1.400 m diatas permukaan laut (dpl). Adapun klasisfikasi tanaman tebu secara biologi yaitu: Kerajaan Divisi Kelas Ordo Famili Genus Species : plantae : magnoliophyta : liliopsida : poales : poaceae : saccharum : saccharum afficinarum 27

Gambar 2.4 Tanaman Tebu [8] Penggunaan bensin yang dicampur dengan etanol pada kendaraan berbahan bakar bensin biasa hanya diperbolehkan dalam kadar yang rendah saja. Hal ini karena etanol bersifat korosif dan dapat merusak beberapa material di dalam mesin dan sistem bahan bakar. Mesinnya sendiri pun harus dikonfigurasi ulang sehingga memiliki rasio kompresi yang tinggi, agar dapat memanfaatkan kelebihan yang dimiliki oleh etanol, yang nantinya bisa berpengaruh pada efisiensi bahan bakar dan emisi gas buang yang lebih baik. Tabel di bawah ini menunjukkan modifikasi yang dibutuhkan pada mesin bensin biasa agar mobilnya bisa berjalan dengan halus dan tidak menyebabkan kerusakan apapun. Informasi di bawah ini didasarkan dari modifikasi yang dibuat oleh pabrikan otomotif di Brasil pada awal program etanol di negara itu pada akhir 1970-an. 28