BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. segala potensinya. Oleh sebab itu pendidikan harus diterima olah setiap warga negara,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. gembira dapat memotivasi anak untuk belajar. Lingkungan harus diciptakan

BAB I PENDAHULUAN. yang diharapkan memiliki kecakapan hidup dan mampu mengoptimalkan segenap

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia tersebut adalah pendidikan. 31 ayat (1) menyebutkan bahwa Setiap warga Negara berhak mendapat

2015 PENGARUH METODE DRILL TERHADAP PENINGKATAN KETERAMPILAN MEMAKAI SEPATU BERTALI PADA ANAK TUNAGRAHITA RINGAN KELAS 3 SDLB DI SLB C YPLB MAJALENGKA

BAB I PENDAHULUAN. Anak usia dini berada pada rentang usia 0-8 tahun. Pada masa ini proses

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. dalam memasuki jenjang pendidikan selanjutnya. kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan mempunyai peranan penting dalam perkembangan dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. pembinaan dan pengembangan potensi anak dari usia 0-6 tahun. Untuk itu

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap anak berpotensi mengalami masalah dalam belajar,

BAB I PENDAHULUAN. bagi seorang anak bermain sambil belajar adalah suatu kegiatan di mana

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Millatulhaq, 2014

BAB I PENDAHULUAN. suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. mudah bosan, sulit memecahkan suatu masalah dan mengikuti pelajaran

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Usia lahir sampai dengan memasuki pendidikan dasar merupakan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Nurfitri Amelia Rahman, 2013

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang dalam proses pembelajarannya menekankan pada prinsip bermain

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. untuk suatu profesi, tetapi mampu menyelesaikan masalah-masalah yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dalam menghadapi persaingan global yang semakin ketat di zaman modren saat. Pendidikan Nasional Pasal 1 ayat 14 dinyatakan bahwa :

BAB I PENDAHULUAN. ditujukan untuk anak usia 0-6 tahun. Aspek yang dikembangkan dalam

BAB I PENDAHULUAN. mandiri ilmu yang dipelajarinya. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan di Indonesia merupakan suatu hal yang wajib ditempuh oleh semua warga negara.

2014 MENINGKATKAN KEMAMPUAN MOTORIK HALUS ANAK USIA DINIMELALUI BERMAIN CLAY

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang tepat bagi perkembangan buah hatinya. Dengan demikian anak akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Musik merupakan bahasa yang universal karena musik mampu dimengerti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan sebagai suatu proses pembinaan yang berlangsung seumur

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Tubuh manusia merupakan hal yang bisa dipelajari, baik bentuk maupun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. anak usia dini merupakan pendidikan yang. diselenggarakan untuk mengembangkan pribadi, pengetahuan,

I. PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang RI No.20 tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan. Nasional, yang dimaksud dengan Pendidikan adalah usaha sadar dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. jenjang pendidikan dasar yang merupakan suatu upaya pembinaan yang

BAB I PENDAHULUAN UKDW. perkembangan fase selanjutnya (Dwienda et al, 2014). Peran pengasuhan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. dari 400 gr di waktu lahir menjadi 3 kali lipatnya seteleh akhir tahun ketiga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan generasi sumber daya manusia yang lebih baik. Pendidikan anak usia

BAB I PENDAHULUAN. tersebut, pemerintah sangat serius dalam menangani bidang pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. berlangsung dengan sangat cepat, hal ini terlihat dari sikap anak yang terlihat jarang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. usia dini, karena berada pada fase golden age atau masa keemasan, dengan alasan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang di miliki. Di dalam diri mereka telah melekat harkat dan martabat sebagai

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran pada dasarnya adalah suatu proses terjadinya interaksi antara

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan dan perkembangan yang pesat bahkan dikatakan sebagai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pilar yaitu, learning to know, learning to do, learning to be, dan learning to live

BAB I PENDAHULUAN. Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memiliki perbedaan

BAB I PENDAHULUAN. semua aspek, baik kognitif, efektif maupun fisik motorik. besar, sebagian atau seluruh anggota tubuh. Contohnya berjalan, berlari,

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Anak usia dini pada hakikatnya merupakan anak yang berusia 0-6 tahun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. bertambahnya jaringan intraseluler. Sedangkan yang dimaksud dengan

BAB I PENDAHULUAN. kualitas sumber daya manusia tersebut adalah pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sebagai usaha mengoptimalkan potensi-potensi luar biasa anak yang bisa

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan yang tepat bagi anak sejak masa usia dini. aspek perkembangan kecerdasan intelektual, emosional, dan spiritual mengalami

BAB I PENDAHULUAN. dan melakukan berbagai kegiatan fisik lainnya. Bermain dapat membebaskan

2015 STUD I D ESKRIPTIF PELAKSANAAN PEMBELAJARAN PEND IDIKAN JASMANI D I SLB-A CITEREUP

Gambaran peran guru..., Dewi Rahmawati, FPsi UI, PENDAHULUAN

Tinjauan Mata Kuliah Masa TK : perkembangan fisik dan kemampuan anak berlangsung sangat cepat. Perkembangan Motorik Perkembangan motorik identik denga

BAB I PENDAHULUAN. yang berkualitas dan diharapkan akan menjadi pelaku dalam pembangunan suatu

A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. kecerdasannya jauh dibawah rata rata yang ditandai oleh keterbatasan intelejensi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan sebuah proses belajar yang tiada henti dalam

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan mereka dapat menggenggam dunia. mental. Semua orang berhak mendapatkan pendidikan yang layak serta sama,

BAB I PENDAHULUAN. komponen dalam rangka mencapai tujuan yang diharapkan. Indonesia telah mencanangkan pendidikan wajib belajar yang semula 6 tahun

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. perkembangannya anak usia dini merupakan masa-masa keemasan yang harus

BAB 1 PENDAHULUAN. menyadari akan penting nya mencerdaskan rakyat nya, Cita cita mulia itu pun

BAB I PENDAHULUAN. Anak usia dini pada hakikatnya adalah anak yang berusia 0-6 tahun yang

BAB 1 PENDAHULUAN. dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk. pada jalur formal, nonformal, dan informal.

BAB I PENDAHULUAN. Ai Nuraeni, 2014 Pembelajaran PAI Untuk Siswa Tunarungu Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.

SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana S-1 Keperawatan

HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU TENTANG STIMULASI DENGAN PERKEMBANGAN MOTORIK KASAR ANAK USIA 3-5 TAHUN DI BOYOLALI SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan anak usia dini adalah suatu proses pembinaan tumbuh kembang

BAB I PENDAHULUAN. yang bisa merangsang motorik halus anak. Kemampuan ibu-ibu dalam

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu faktor yang menentukan kualitas suatu bangsa. Setiap warga negara Indonesia, tanpa membedakan asal-usul, status sosial ekonomi, maupun keadaan fisik seseorang, termasuk anak-anak yang mempunyai kelainan tertentu berhak mendapatkan pendidikan. Hal tersebut tersurat dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 5 ayat 2 yang menyatakan bahwa: Warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental dan atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus. Pendidikan merupakan usaha sadar untuk mengembangkan potensi peserta didik yang berupa kekuatan spiritual, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia dan keterampilan-keterampilan yang bermanfaat bagi dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Salah satu wujud dari pendidikan adalah kegiatan pembelajaran di sekolah. Pembelajaran adalah proses mengajar yang dilakukan guru dan proses belajar yang dilakukan siswa untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Seperti halnya pembelajaran untuk siswa pada umumnya, pembelajaran bagi anak berkebutuhan khusus juga harus dirancang khusus sesuai kondisi dan kebutuhan, terlebih lagi untuk anak-anak yang memiliki dua atau bahkan beberapa jenis kelainan sekaligus yang biasa disebut dengan tunaganda. Tunaganda adalah individu yang mengalami perpaduan dari beberapa ketunaan dalam segi jasmani, keinderaan, mental, sosial dan emosi yang berdampak bagi kemampuannya. Kombinasi kelainan pada tunaganda sangat bervariasi jenisnya, salah satunya tunaganda dengan kelainan tunanetra dan autisme. Tunaganda dengan kelainan tunanetra dan autisme ialah individu yang memiliki hambatan dalam penglihatan sekaligus menunjukkan perilaku-perilaku autisme. Anak-anak dengan hambatan tunanetra dan autisme memiliki dampak 1

2 yang lebih kompleks dibandingkan anak-anak yang hanya memiliki kelainan tunanetra atau autisme saja. Dalam aspek motorik, anak tunaganda dengan perpaduan kelainan tunanetra dan autisme mengalami keterlambatan dari usianya. Keterlambatan tersebut, salah satunya akibat keterbatasan atau bahkan ketidakmampuan dalam indra penglihatannya. Anak normal belajar menggerakkan tangan dan kakinya dengan meniru apa yang dilihatnya, sedangkan anak dengan gangguan penglihatan tidak mampu melakukan hal tersebut. Di samping itu, kurangnya stimulus/rangsangan motorik dari lingkungan menjadikan anak tunaganda menjadi pasif dan otot-otot motoriknya menjadi kaku. Kekakuan otot ini apabila tidak dilatih kembali akan menyebabkan kekakuan yang permanen. Keterbatasan dalam melihat dan gangguan neurologi juga menyebabkan anak mengalami ketakutan dan kecemasan yang berlebihan untuk mencoba melakukan sesuatu dan menyentuh benda-benda yang belum pernah diketahui menggunakan keterampilan motorik tangannya, sehingga anak memilih tidak melakukan apapun. Oleh sebab melatih keterampilanan motorik dan memberikan dorongan sejak usia dini pada anak tunaganda penting dilakukan agar bermanfaat baik secara langsung maupun tidak langsung untuk aktivitas-aktivitas dalam kehidupannya. Keterlambatan dalam aspek motorik halus anak tunaganda lebih menonjol dibandingkan motorik kasarnya. Hal ini ditunjukkan dengan kebiasaan anak tunaganda yang lebih menyukai melakukan gerakan kasar seperti berjalan maupun melompat-lompat dibandingkan memainkan benda-benda kecil. Kebiasaan melakukan gerakan motorik kasar tersebut karena gerakan kasar dirasa lebih mudah dilakukan jika dibandingkan melakukan gerakan motorik halus. Sebagian besar gerakan motorik halus melibatkan penggunaan otot-otot kecil dan koordinasi mata, sedangkan anak-anak tunaganda dengan kelainan tunanetra dan autisme memiliki hambatan dalam penglihatannya, sehingga perlu cara dan dorongan yang khusus untuk melatih keterampilan motorik halus anak tunaganda dengan kelainan tunanetra dan autisme. Pelatihan motorik pada usia sedini mungkin, sangat perlu dilakukan karena perkembangan pada usia awal cenderung commit to bertahan user dan mempengaruhi sikap serta

3 perilaku anak sepanjang hidupnya. Pengembangan motorik halus pada anak tunaganda dengan kelainan tunanetra dan autisme usia dini merupakan bagian dari kebutuhan yang sangat diperlukan dalam kehidupan sehari-hari, terutama dalam melatih otot kecil anak. Pengembangan motorik halus pada anak tunaganda dengan kelainan tunanetra dan autisme di kelas persiapan/tk meliputi upaya pemberian stimulasi dan bimbingan yang dapat mengembangkan keterampilan motorik halus yang disesuaikan dengan fase perkembangan anak tersebut. Guru sebagai pengajar atau pendidik merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan suatu pembelajaran. Guru dituntut untuk melakukan berbagi inovasi dalam pembelajaran sehingga guru dapat memilih metode/cara yang sesuai dengan tujuan pembelajaran, usia dan karakteristik siswa. Pemilihan metode dalam pembelajaran yang mampu menciptakan kondisi belajar mengajar yang efektif. Pembelajaran yang efektif dan menyenangkan memberikan kesempatan siswa untuk aktif dalam proses pembelajaran, sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan baik. Inovasi dalam pembelajaran tidak selalu harus menggunakan teknologi canggih dan memerlukan biaya yang mahal, tetapi dapat menggunakan cara-cara yang sederhana dan banyak dikenal di masyarakat yaitu dengan bermain. Kegiatan bermain telah ada sejak jaman dahulu kala. Orang-orang jauh sebelum kita dilahirkan sudah mengenal bermain. Generasi muda saat inipun juga mengenal bermain, hanya yang membedakan adalah jenis permainannya. Pada jaman dahulu anak-anak lebih banyak bermain aktif di luar ruangan, sedangkan saat ini, karena pengaruh teknologi anak-anak lebih menyukai bermain pasif, seperti menonton televisi dan bermain game online. Bermain bukanlah kegiatan yang membuang-buang waktu saja, karena para ilmuwan sepakat bahwa bermain merupakan pengalaman belajar yang berharga karena bermain termasuk dalam fase perkembangan anak-anak. Bermain adalah suatu kegiatan yang sangat menyenangkan dan disukai oleh anak-anak, karena dalam bermain tidak ada unsur paksaan dan hanya mementingkan kesenangan semata. Perkembangan fisik, motorik, emosi, sosial dan komunikasi anak dapat commit terlatih to di user dalam bermain. Bermain bagi

4 perkembangan anak menurut Hurlock (2005) memiliki pengaruh untuk: mengembangkan fisik anak karena dapat melatih dan mengembangkan kekuatan otot, mendorong anak untuk melakukan komunikasi, menyalurkan energi emosional yang terpendam, menyalurkan kebutuhan dan keinginan, mengembangkan wawasan diri, belajar bermasyarakat, standar moral, belajar bermain sesuai dengan peran jenis kelamin dan mengembangkan ciri kepribadian yang diinginkan. Bermain memungkinkan anak untuk melatih keterampilan motorik mereka yang sedang berkembang. Dengan bermain memungkinkan anak untuk menggunakan motorik kasar untuk berlari, melompat, berjalan, dan lainnya. Bermain juga memungkinkan anak melatih motorik halus seperti menggunakan keterampilan jari-jemari mereka dan menggunakan alat-alat sehari-hari. Bermain secara rutin dengan menggunakan kekuatan tangan dan jari-jemari anak tunaganda diharapkan dapat meningkatkan keterampilan motorik halus. Keterampilan motorik halus sangat penting untuk melakukan aktivitas-aktivitas menolong diri anak tunaganda seperti makan, minum, menyisir rambut, dan lain sebagainya. Bermain juga dapat mengenalkan anak dengan berbagai alat-alat permainan baik alat-alat permainan modern maupun benda-benda sederhana yang sering dijumpai. Dengan dikenalkannya berbagai benda-benda dan diberikan dorongan bermain kepada anak menjadikan anak tunaganda dengan kelainan tunanetra dan autisme lebih berani untuk menyentuh dan memegang benda-benda yang belum diketahui sebelumnya. Demikian besarnya manfaat bermain bagi perkembangan anak seperti yang telah dikemukakan di atas, maka dari itu Peneliti tertarik untuk meneliti terapi bermain bagi motorik halus anak tunaganda dalam skripsi yang berjudul : Efektifitas Terapi Bermain Untuk Meningkatkan Keterampilan Motorik Halus Pada Siswa Tunaganda.

5 B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, terdapat beberapa masalah yang dapat diidentifikasi, yaitu sebagai berikut : 1. Kesulitan memperoleh stimulasi melalui indra penglihatan, mengakibatkan anak tunaganda dengan kelainan tunanetra dan autisme mengalami keterlambatan dalam motorik halus. 2. Anak tunaganda dengan kelainan tunanetra dan autisme, memiliki ketakutan dan kecemasan yang berlebihan untuk menyentuh bendabenda yang belum pernah diketahui, sehingga penggunaan alat-alat latihan modern yang asing bagi anak, membuat anak justru takut melakukan latihan gerakan motorik halus. 3. Kebiasaan dari lingkungan sekitar yang kurang memberi kesempatan anak tunaganda dengan kelainan tunanetra dan autisme melakukan gerakan motorik halus semakin memperparah keterlambatan pada aspek ini. 4. Latihan melakukan gerakan motorik halus yang dipaksakan pada anak tunaganda dengan kelainan tunanetra dan autisme, mengakibatkan anak justru menolak melakukan latihan. 5. Kemampuan motorik halus yang telah dimiliki anak tunaganda dengan kelainan tunanetra dan autisme jika tidak dilatih, menyebabkan kemampuan tersebut tidak berkembang bahkan dapat mengalami kemunduran. C. Pembatasan Masalah Mengingat berbagai keterbatasan yang dimiliki oleh peneliti, maka peneliti memberikan batasan-batasan sebagai berikut : 1. Subjek penelitian adalah anak yang mengalami ketunaan ganda berupa tunanetra dan autisme, di kelas persiapan/tk, semester genap, di SLB A YAAT Klaten, tahun ajaran 2013/2014. 2. Objek penelitian ini adalah keterampilan motorik halus yang meliputi keterampilan menjimpit, commit menggenggam/menyendok to user dan merobek.

6 3. Kebenaran hasil penelitian ini berlaku di wilayah penelitian ini dilaksanakan yaitu di SLB A YAAT Klaten khususnya pada anak yang mengalami ketunaan ganda berupa tunanetra dan autisme, kelas persiapan/tk di SLB A YAAT Klaten, kalaupun hasil penelitian ini dapat digunakan untuk menggeneralisasi pada siswa yang lain atau di tempat lain tentunya harus memiliki karakteristik yang sama. D. Perumusan Masalah Dengan memperhatikan latar belakang masalah tersebut, maka penulis mengajukan rumusan masalah sebagai berikut : 1. Apakah terapi bermain efektif untuk meningkatkan keterampilan motorik halus pada siswa tunaganda dengan kelainan tunanetra dan autisme kelas persiapan/tk di SLB A YAAT Klaten? 2. Bagaimana efektifitas terapi bermain untuk meningkatkan keterampilan motorik halus pada siswa tunaganda dengan kelainan tunanetra dan autisme kelas persiapan/tk di SLB A YAAT Klaten? E. Tujuan Penelitian Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui : 1. Efektifitas terapi bermain untuk meningkatkan keterampilan motorik halus pada siswa tunaganda dengan kelainan tunanetra dan autisme kelas persiapan/tk di SLB A YAAT Klaten. 2. Bagaimana efektifitas terapi bermain untuk meningkatkan keterampilan motorik halus pada siswa tunaganda dengan kelainan tunanetra dan autisme kelas persiapan/tk di SLB A YAAT Klaten.

7 F. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Secara teoritik, hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi bagi kajian mengenai terapi bermain untuk meningkatkan keterampilan motorik halus pada siswa tunaganda dengan kelainan tunanetra dan autisme. 2. Manfaat Praktis a. Bagi Siswa Memberikan latihan keterampilan motorik halus yang menyenangkan dan bermanfaat untuk melakukan aktivitas-aktivitas pada kehidupan seharihari. b. Bagi Guru Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar pertimbangan untuk menciptakan/melakukan inovasi baru dalam pembelajaran yang sesuai untuk anak tunaganda dengan kelainan tunanetra dan autisme. c. Bagi Orang tua siswa Memberikan pengetahuan mengenai terapi bermain bagi peningkatan gerak motorik halus anak tunaganda dengan kelainan tunanetra dan autisme, sehingga orang tua dapat melatih anak di rumah. d. Bagi Penulis Meningkatkan pengetahuan penulis tentang terapi bermain untuk anak tunaganda dengan kelainan tunanetra dan autisme.