LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT

dokumen-dokumen yang mirip
PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUASIN NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUASIN,

PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOMBANA NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN BOMBANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BOMBANA,

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN SUKOHARJO

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL

BUPATI BLITAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BLITAR,

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR

BUPATI BANYUMAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN BANYUMAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BALANGAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 14 TAHUN 2014 TENTANG PENANAMAN MODAL

BUPATI WONOGIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN WONOGIRI

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH

WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BLITAR SERI B PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLORA NOMOR 17 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL

BUPATI JEPARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN JEPARA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 6 SERI E

BUPATI ALOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ALOR,

BUPATI HULU SUNGAI TENGAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN NOMOR 1 TAHUN 2014 PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

NCA N LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 12 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG

PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL DI KOTA TANGERANG SELATAN

BUPATI MUARA ENIM PROVINSI SUMATERA SELATAN

BUPATI BARITO KUALA PROVINSI KALIANTAN SELATAN

BUPATI GARUT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA BUKITTINGGI

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KOTA BANJARBARU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJARBARU,

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 14 TAHUN 2009 TENTANG PENANAMAN MODAL

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI

BUPATI CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP,

RANCANGAN (disempurnakan) PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BOYOLALI PROVINSI JAWA TENGAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 13 TAHUN 2011 RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGANYAR,

PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BUPATI SUMBA TENGAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG PENANAMAN MODAL

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PELAYANAN PERIZINAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN BANJAR

BUPATI BANDUNG PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG

WALIKOTA SINGKAWANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KOTA SINGKAWANG NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENANAMAN MODAL

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL

PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 35 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI KEPULAUAN ANAMBAS

BUPATI SOLOK SELATAN PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SOLOK SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PENANAMAN MODAL

LEMBARAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2015

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 17 TAHUN 2017

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 7 Tahun : 2013

LEMBARAN DAERAH KOTA BAUBAU NOMOR 25 TAHUN 2012

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BUPATI MERANGIN PROVINSI JAMBI PERATURANDAERAH KABUPATEN MERANGIN NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KOTA SEMARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 6 TAHUN 2014 PERATURAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL

BUPATI ENDE PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN ENDE NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BUTON PROVINSI SULAWESI TENGGARA

BUPATI BENGKAYANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SAMOSIR TAHUN 2011 NOMOR 34 SERI E NOMOR 11

GUBERNUR JAWA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU

BUPATI SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENANAMAN MODAL DAERAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BUTON NOMOR 103 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BUTON NOMOR 3 TAHUN 2015 T E N T A N G

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN KENDAL

BUPATI BANYUWANGI PROVINSI JAWA TIMUR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN NOMOR: 3 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI JEMBRANA PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG

NOMOR B TAHUN 2OL3 TENTANG BUPATI CIANJUR, Pembentukan Daerah-Daerah Kabupaten dalam Lingkungan Propinsi Djawa Barat (Berita Negara

BUPATI SIDOARJO PROPINSI JAWATIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN ACEH TIMUR

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

7. Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republi

BUPATI LUWU UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN

PERATURAN DAERAH KOTA PEKANBARU NOMOR TAHUN 2017 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BARRU PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARRU NOMOR 01 TAHUN 2008 TENTANG POKOK-POKOK PERLINDUNGAN INVESTASI DI KABUPATEN BARRU

PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 02 TAHUN 2004 TENTANG POKOK-POKOK KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI PROVINSI GORONTALO

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR : 12 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL DAERAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BARRU

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI KALIMANTAN BARAT

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

RANCANGAN QANUN ACEH NOMOR... TAHUN 2009 TENTANG PENANAMAN MODAL BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL NOMOR 13 TAHUN 2009

PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP

BUPATI POLEWALI MANDAR PROVINSI SULAWESI BARAT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR

PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG PELAYANAN TERPADU SATU PINTU DI BIDANG PENANAMAN MODAL

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG,

PERATURAN DAERAH KOTA SORONG

PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG PELAYANAN TERPADU SATU PINTU DI BIDANG PENANAMAN MODAL

WALIKOTA BATU PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 64 TAHUN TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PERIZINAN TERPADU PADA BADAN PENANAMAN MODAL KOTA BATU

QANUN ACEH NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG PENANAMAN MODAL BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH,

BERITA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 22 TAHUN 2009 PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG

Transkripsi:

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT NOMOR 12 TAHUN 2009 SERI E NOMOR 12 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT NOMOR 12 TAHUN 2009 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK BARAT, Menimbang : a. bahwa untuk memajukan pertumbuhan ekonomi daerah harus memperhatikan kondisi sosial ekonomi masyarakat, adat istiadat, potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia, yang dilaksanakan secara terpadu, menyeluruh dan terencana dalam rangka mendorong kegiatan ekonomi, penciptaan iklim usaha yang semakin kondusif, menarik, dengan lebih menjamin kelangsungan kegiatan penanaman modal; b. bahwa dalam upaya meningkatkan peran penanam modal dalam rangka mendukung pembangunan perlu diciptakan suatu kondisi yang menjamin kemudahan pelayanan, kepastian hukum kepada penanam modal dalam pembangunan daerah khususnya pada kegiatan penanaman modal di Kabupaten Lombok Barat ; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Penanaman Modal. Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 69 Tahun 1958 tentang Pembentukan Daerah-daerah Tingkat II Dalam Wilayah Daerah Tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur (Lembaran Negara Tahun 1958 Nomor 122, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1655); 2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1962 tentang Perusahaan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1962 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2387); 3. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3699); 4. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851);

5. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3854) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4150); 6. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286); 7. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355); 8. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389); 9. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4400); 10. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana beberapa kali telah diubah terahir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4844); 11. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438); 12. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4724); 13. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725); 14. Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2005 tentang Sistem Informasi Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4576); 15. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4578); 2

16. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593); 17. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4609); 18. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Propinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737); 19. Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal ; 20. Peraturan Daerah Kabupaten Lombok Barat Nomor 8 Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintahan Daerah Kabupaten Lombok Barat (Lembaran Daerah Tahun 2008 Nomor 8) ; Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT dan BUPATI LOMBOK BARAT MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PENANAMAN MODAL BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksudkan dengan : 1. Daerah adalah Daerah Kabupaten Lombok Barat. 2. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. 3. Bupati ialah Bupati Lombok Barat. 4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD adalah lembaga perwakilan rakyat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. 5. Penanaman modal adalah segala bentuk kegiatan menanam modal, baik oleh penanam modal dalam negeri maupun penanam modal asing untuk melakukan usaha di wilayah Negara Republik Indonesia. 6. Penanaman modal dalam negeri adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal dalam negeri dengan menggunakan modal dalam negeri. 7. Penanaman modal asing adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal asing, baik yang menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan penanam modal dalam negeri. 3

8. Penanam modal adalah perseorangan atau badan usaha yang melakukan penanaman modal yang dapat berupa penanam modal dalam negeri dan penanam modal asing. 9. Penanam modal dalam negeri adalah perseorangan warga negara Indonesia, badan usaha Indonesia, negara Republik Indonesia, atau daerah yang melakukan penanaman modal di wilayah negara Republik Indonesia. 10. Penanam modal asing adalah perseorangan warga negara asing, badan usaha asing, dan/atau pemerintah asing yang melakukan penanaman modal di Wilayah Negara Republik Indonesia. 11. Modal adalah aset dalam bentuk uang atau bentuk lain yang bukan uang yang dimiliki oleh penanam modal yang mempunyai nilai ekonomis. 12. Modal asing adalah modal yang dimiliki oleh negara asing, perseorangan warga negara asing, badan usaha asing, badan hukum asing dan/atau badan hukum Indonesia yang sebagian atau seluruh modalnya dimiliki oleh pihak asing. 13. Modal dalam negeri adalah modal yang dimiliki oleh negara Republik Indonesia, perseorangan warga negara Indonesia, atau badan usaha yang berbentuk badan hukum atau tidak berbadan hukum. 14. Pelayanan perizinan terpadu satu pintu adalah kegiatan penyelenggaraan suatu perijinan yang mendapat pendelegasian atau pelimpahan wewenang dari Bupati yang memiliki kewenangan perijinan yang proses pengelolaannya dimulai dari tahap permohonan sampai dengan tahap terbitnya dokumen yang dilakukan dalam satu tempat. 15. Badan Koordinasi Penanaman Modal yang selanjutnya disingkat dengan BKPM adalah instansi pemerintah pusat yang menangani penanaman modal. 16. Instansi Penanaman Modal Propinsi selanjutnya disingkat IPMP adalah instansi pemerintah propinsi yang menangani penanaman modal didaerah propinsi 17. Instansi Penanaman Modal Kabupaten selanjutnya disingkat IPMK adalah Instansi pemerintah kabupaten yang menangani kegiatan penanaman modal di daerah kabupaten. 18. SP adalah surat persetujuan yang dikeluarkan oleh BKPM Pusat atas permohonan dari badan hukum, perusahaan dan atau perorangan. 19. Satuan Kerja Perangkat Daerah selanjutnya disingkat SKPD adalah perangkat daerah pada pemerintah daerah selaku pengguna anggaran/pengguna barang. 20. AMDAL adalah Analisis Mengenai Dampak Lingkungan 21. UKL-UPL adalah Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup 22. Izin Usaha Tetap selanjutnya disingkat IUT adalah Izin yang wajib dimiliki oleh Perusahaan untuk melaksanakan kegiatan produksi komersial baik produksi barang maupun produksi jasa sebagai pelaksanaan atas surat persetujuan modal yang sebelumnya telah diperolaeh perusahaan. 23. Pengendalian adalah upaya atau kegiatan yang dilakukan guna mencegah, mengurangi terjadinya penyimpangan dan melaksanakan pengenaan sanksi/ penyimpangan atas ketentuan yang telah ditetapkan dalam surat persetujuan penanaman modal. 24. Pengawasan adalah semua upaya atau kegiatan pemeriksaan perusahaan penanaman modal dalam negeri dan penanaman modal asing dalam hal penggunaan fasilitas fiskal dan ketentuan penanaman modal yang telah ditetapkan. 25. Pemeriksaan adalah semua upaya pemantauan yang dilakukan oleh Tim secara detil terhadap kegiatan perusahaan penanaman modal didaerah. 26. Laporan Kegiatan Penanaman Modal yang selanjutnya disingkat LKPM adalah Laporan berkala yang disampaikan perusahaan mengenai perkembangan penanaman modal. 4

27. Usaha Kecil Menengah selanjutnya disingkat UKM adalah usaha kecil menengah yang ada di daerah. 28. Kemitraan adalah suatu bentuk kerjasama antara penanam modal dengan usaha kecil menengah di daerah dengan mengedepankan prinsip saling menguntungkan. BAB II KEBIJAKAN DAERAH DI BIDANG PENANAMAN MODAL Pasal 2 (1) Kebijakan pengembangan penanaman modal mengacu kepada rencana umum tata ruang dan rencana rinci tata ruang. (2) Kebijakan pengembangan penanaman modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi : a. peta penanaman modal; b. bidang-bidang usaha yang perlu dipertimbangkan tertutup; c. bidang-bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan; dan d. bidang-bidang usaha yang mendapat prioritas tinggi. (3) Kebijakan pengembangan penanaman modal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati. BAB III HAK DAN KEWAJIBAN Pasal 3 (1). Penanam modal berhak mendapatkan : a. jaminan kepastian hukum, kepastian berusaha dan keamanan berusaha; b. informasi yang terbuka mengenai bidang usaha yang dijalankannya; c. berbagai bentuk fasilitas kemudahan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. d. insentif /keringanan pajak dan retribusi daerah. (2). insentif/keringanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d diatur lebih lanjut dengan Keputusan Bupati. Pasal 4 Penanam Modal berkewajiban : a. merealisasikan kegiatan perusahaan didaerah sesuai dengan Surat persetujuan penanaman modal yang dikeluarkan oleh BKPM; b. menerapkan prinsip tata kelola perusahaan yang baik; c. melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan; d. membuat laporan tentang kegiatan penanaman modal (LKPM) dan menyampaikannya kepada Bupati melalui kepala IPMK yang terkait; e. menghormati tradisi budaya masyarakat sekitar lokasi kegiatan usaha penanaman modal; f. mengutamakan tenaga kerja Daerah yang sesuai dan memadai serta memenuhi syarat kompetensi yang ditetapkan; g. mematuhi semua ketentuan peraturan perundang-undangan; h. menjamin tersedianya modal yang berasal dari sumber yang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; 5

i. menanggung dan menyelesaikan segala kewajiban dan kerugian jika penanam modal menghentikan atau meninggalkan atau menelantarkan kegiatan usahanya secara sepihak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; j. menjaga kelestarian lingkungan hidup; k. menciptakan keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan kesejahteraan pekerja; dan l. menciptakan iklim usaha persaingan yang sehat, mencegah praktik monopoli dan hal lain yang merugikan Negara; BAB IV TUGAS DAN WEWENANG Pasal 5 Bupati dalam melaksanakan kebijakan penanaman modal bertugas : a. memberikan izin sesuai rencana peruntukan dengan mengacu pada rencana tata ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1); b. melakukan koordinasi pemanfaatan aset yang bukan merupakan kewenangan Pemerintah Daerah. Pasal 6 Dalam melaksanakan kebijakan daerah di bidang penanaman modal, Bupati berwenang untuk : a. meminta kepada penanam modal untuk melaksanakan dan menyelesaikan kegiatan yang berhubungan dengan tanggung jawab sosial penanam modal; b. menolak /mengabulkan permohonan persetujuan penanaman modal; c. membatalkan persetujuan penanaman modal; d. melakukan penyertaan modal dalam setiap kegiatan penanaman modal; dan e. mengajukan usul pencabutan SP kepada BKPM terhadap perusahaan yang tidak merealisasikan kegiatan nyata didaerah sesuai dengan masa berlakunya SP. BAB VI TATA CARA PENANAMAN MODAL Pasal 7 (1). Penanam modal yang akan melakukan penanaman modal wajib mempelajari dan memahami lebih dahulu rencana umum dan rencana strategis penanaman modal Daerah. (2).Setelah mengadakan penelitian mengenai bidang usaha yang diminati, penanam modal mengajukan permohonan persetujuan penanaman modal secara tertulis kepada BKPM. (3). Penanaman modal yang sudah mendapatkan surat persetujuan penanaman modal dari BKPM wajib menyampaikan tembusannya kepada Bupati. (4).Bupati memberikan persetujuan atau rekomendasi terhadap permohonan penanaman modal sebagaimana dimaksud pada ayat (3) kepada penanam modal yang telah memperoleh Surat Persetujuan penanaman modal dari BKPM. Pasal 8 (1) Penanam modal yang telah memiliki persetujuan penanaman modal, wajib mengurus segala perijinan di daerah yang diperlukan sesuai dengan bidang usaha yang akan dijalankannya. 6

(2) Perijinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi : a. Ijin Peruntukan Penggunaan Tanah (IPPT); b. Hak atas tanah atau sertifikat tanah; c. Ijin Mendirikan Bangunan (IMB); d. Ijin Gangguan (HO) bagi jenis usaha yang menimbulkan gangguan dan bahaya; e. Dokumen lingkungan berupa (Amdal/UKL-UPL); dan f. Ijin-ijin lainnya sesuai dengan bidang usaha yang akan dijalankannya. (3) Ijin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diperoleh melalui SKPD yang menyelenggarakan pelayanan terpadu satu pintu. BAB VII KERJA SAMA KEMITRAAN PENANAMAN MODAL Pasal 9 Penanaman modal yang telah melaksanakan penanaman modal didaerah dan telah memiliki izin usaha tetap (IUT) harus melaksanakan kerjasama kemitraan dengan UKM didaerah yang dinyatakan dengan surat pernyataan kerjasama kemitraan (MOU). Pasal 10 Pelaksanaan penanaman modal yang memanfaatkan barang dan aset milik daerah dilaksanakan dengan berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. BAB VIII PENINGKATAN NILAI INVESTASI Pasal 11 (1) Dalam rangka memperkenalkan potensi investasi dan peningkatan nilai investasi Pemerintah Daerah dapat melakukan kegiatan promosi bagi produk-produk unggulan daerah baik di dalam maupun luar negeri. (2) Kegiatan promosi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melibatkan Dinas Instansi terkait dan penanam modal. BAB IX PEMBINAAN, PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN Pasal 12 (1) Bupati bertanggungjawab melakukan pembinaan, pengawasan dan pengendalian atas penanaman modal didaerah. (2) Pembinaan, pengawasan dan pengendalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk jaminan kelangsungan usaha. (3) Pembinaan, pengawasan dan pengendalian penanaman modal dilakukan secara teknis dan operasional oleh tim yang dibentuk dengan Keputusan Bupati. 7

BAB X SANKSI ADMINISTRASI Pasal 13 (1) Penanam modal yang tidak memenuhi kewajiban dan tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, dikenakan sanksi administratif berupa : a. peringatan tertulis; b. pembatasan kegiatan usaha; c. pembekuan kegiatan usaha dan/atau fasilitas penanaman modal; atau d. pencabutan kegiatan usaha dan/atau fasilitas penanaman modal. e. usulan pencabutan hak-hak atas tanah kepada badan pertanahan nasional baik berupa hak guna bangunan (HGB), hak guna usaha (HGU). (2) Sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan setelah diadakan pemeriksaan oleh Tim yang dibentuk dengan Keputusan Bupati. (3) Hasil pemeriksaan Tim sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada Bupati dalam bentuk Berita Acara Pemeriksaan. (4) Tata cara pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati. BAB XI KETENTUAN PENUTUP Pasal 14 Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Peraturan Daerah ini, sepanjang mengenai teknis pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati Pasal 15 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Lombok Barat. Ditetapkan di Gerung pada tanggal 23 November 2009 BUPATI LOMBOK BARAT, Diundangkan di Gerung pada tanggal 24 November 2009 An. SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT KEPALA BAGIAN HUKUM DAN PERUNDANG-UNDANGAN SETDA LOBAR H. ZAINI ARONY ABDUL HAKIM, SH LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT TAHUN 2009 NOMOR 12 8

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KEBUPATEN LOMBOK BARAT NOMOR 12 TAHUN 2009 TENTANG PENANAMAN MODAL I. PENJELASAN UMUM Salah satu tujuan pembentukan pemerintah Negara adalah untuk memajukan kesejahteraan umum. Amanat tersebut, antara lain, telah dijabarkan dalam pasal 33 Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan amanat konsitusi yang mendasari pembentukan seluruh peraturan perundang undangan dibidang perekonomian. Konsitusi mengamanatkan agar pembangunan ekonomi nasional harus berdasrkan prinsip demokrasi yang mampu menciptakan terwujudnya kedaulatan ekonomi Indonesia. Berkaitan dengan hal tersebut, penanaman modal harus menjadi bagian dari penyelenggaraan perekonomian nasional dan ditempatkan sebagai upaya untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional, menciptakan lapangan kerja, meningkatkan pembangunan ekonomi berkelanjutan, meningkatkan kapasitas dan kemampuan teknologi nasional, mendorong pembangunan ekonomi kerakyatan, serta mewujudkan kesejahteraan masyarakat dalam suatu sistem perekonomian yang bedaya saing. Tujuan penyelenggaraan penanaman modal hanya dapat tercapai apabila faktor penunjang yang menghambat iklim penanaman modal dapat diatasi, antara lain melalui perbaikan koordinasi antar instansi pemerintah pusat dan daerah, penciptaan birokrasi yang efisien, kepastian hukum dibidang penanaman modal, biaya ekonomi yang berdaya saing tinggi. Serta iklim usaha yang kondusif dibidang ketenagakerjaan dan keamanan berusaha. Dengan perbaikan berbagai faktor penunjang tersebut, diharapkan realisasi penanaman modal akan membaik secara signifikan koordinasi dengan pemerintah daerah harus sejalan dengan semangat otonomi daerah, pemertintah daerah bersama sama dengan instansi atau lembaga baik swasta maupun pemerintah, harus lebih diberdayakan lagi baik dalam pengembangan peluang potensi daerah maupun dalam koordinasi promosi dan pelayanan penanaman modal. Pemerintah daerah menjalankan otonomi seluas luasnya untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan penyelenggaraan penanaman modal berdasarkan asas otonomi daerah, oleh karena itu peningkatan koordinasi kelembagaan tersebut harus dapat diukur dari kecepatan pemberian perizinan dan fasilitas penanaman modal dengan biaya yang berdaya saing agar memenuhi prinsip demokrasi ekonomi. II. PENJELASAN PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Pasal 2 Pasal 3 huruf a Yang dimaksud dengan kepastian hukum adalah : jaminan pemerintah untuk menempatkan hukum dan ketentuan peraturan perundang undangan sebagai landasan utama dalam setiap tindakan dan kegiatan bagi penanaman modal. 9

huruf b huruf c huruf d Pasal 4 huruf a huruf b huruf c hurup d Laporan kegiatan penanaman modal yang memuat perkembangan penanaman modal dan kendala yang dihadapi penanaman modal disampaikan secara berkala kepada pemerintah daerah yang berwenang dibidang penanaman modal huruf e huruf f huruf g huruf h huruf h huruf i huruf j huruf k huruf l Pasal 5 Pasal 6 Pasal 7 Pasal 8 Pasal 9 Pasal 10 Pasal 11 Pasal 12 10

Pasal 13 Pasal 14 Pasal 15 TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT TAHUN 2009 NOMOR 92 11