JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA

dokumen-dokumen yang mirip
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1994 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA

KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA JAKARTA

SURAT EDARAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 2 TAHUN 1998 TENTANG PERMOHONAN KASASI PERKARA PIDANA YANG TERDAKWANYA BERADA DALAM STATUS TAHANAN

SURAT EDARAN Nomor 3 Tahun 2016

2014, No c. bahwa dalam praktiknya, apabila pengadilan menjatuhkan pidana tambahan pembayaran uang pengganti, sekaligus ditetapkan juga maksimu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap bangsa mempunyai kebutuhan yang berbeda dalam hal

UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK [LN 1997/3, TLN 3668]

SURAT EDARAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 4 TAHUN 1993 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN TATA CARA PENYELESAIAN PERKARA PELANGGARAN LALU LINTAS JALAN TERTENTU

KEJAKSAAN AGUNG REPUBLlK INDONESIA JAKARTA

KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA JAKARTA

KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA JAKARTA

BAB V PENUTUP. pembahasan, maka telah didapat pokok-pokok kesimpulan dalam penulisan

2 tersebut dilihat dengan adanya Peraturan Mahkamah agung terkait penentuan pidana penjara sebagai pengganti uang pengganti yang tidak dibayarkan terp

I. PENDAHULUAN. Manusia didalam pergaulan sehari-hari tidak dapat terlepas dari interaksi dengan

PERSPEKTIF DAN PERAN MASYARAKAT DALAM PELAKSANAAN PIDANA ALTERNATIF

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. penuntutan terhadap terdakwa tindak pidana narkotika adalah:

SURAT EDARAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 8 TAHUN 1980 TENTANG PASAL 284 (1) 1a KUHP

P U T U S A N NOMOR 74/PDT/2015/PT.BDG. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N Nomor : 100/Pid.Sus/2013/PT.Bdg. PENGADILAN TINGGI BANDUNG, yang memeriksa dan mengadili perkara

P U T U S A N. Nomor : 33/PID.SUS.Anak/2014/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

POLITIK HUKUM PEMERINTAH DALAM PENYUSUNAN RUU KUHP. Prof. Dr. Enny Nurbaningsih, S.H.,M.Hum. Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional

BAB I PENDAHULUAN. kurang atau tidak memperoleh kasih sayang, asuhan bimbingan dan

Penerapan Pidana Bersyarat Sebagai Alternatif Pidana Perampasan Kemerdekaan

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ATMAJAYA YOGYAKARTA

KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA JAKARTA

JAKARTA 9USUS, KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA. : tf lfjpl

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan pengguna jalan raya berkeinginan untuk segera sampai. terlambat, saling serobot atau yang lain. 1

BAB III PIDANA BERSYARAT

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

P U T U S A N. Nomor : 12/PID.SUS.ANAK/2014/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA : TERDAKWA;

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

SURAT EDARAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 02 TAHUN 1977 TENTANG TAHANAN SEMENTARA YANG DILAKUKAN OLEH KOPKAMTIB/LAKSUSDA DALAM PERKARA G.30.S./P.K.

BAB I PENDAHULUAN. dan kodratnya. Karena itu anak adalah tunas, potensi dan generasi muda penerus

PENGADILAN TINGG P U T U S A N. Nomor : 554/PID/2016/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

I. PENDAHULUAN. Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang

Institute for Criminal Justice Reform

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 31/PUU-XV/2017 Pidana bagi Pemakai/Pengguna Narkotika

BAB I PENDAHULUAN. buruk bagi perkembangan suatu bangsa, sebab tindak pidana korupsi bukan

JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA SURAT EDARAN JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR: SE-004/J.A/11/1993 TENTANG PEMBUATAN SURAT DAKWAAN

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan

Makalah Daluwarsa Penuntutan (Hukum Pidana) BAB I PENDAHULUAN

I. PENDAHULUAN. meminta. Hal ini sesuai dengan ketentuan Konvensi Hak Anak (Convention on the

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2002 TENTANG GRASI

BAB I PENDAHULUAN. mengenai adanya suatu samenloop van strafbare feiten, apabila di dalam. salah satu dari tindakan-tindakan yang telah dilakukan.

JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP-409/A.J.A/10/2001

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan Negara hukum, hal ini telah dinyatakan dalam

Jakarta, 6 Agustus Kepada Yang Terhormat:

BAB IV PENUTUP. diajukan dalam tesis dapat disimpulkan sebagai berikut :

Berdasarkan angka 1 dan 2 diatas dan dengan pertimbangan hal-hal, antara lain: 1. Azas peradilan yang cepat, sederhana dan biaya ringan

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita

P U T U S A N. Nomor : 762/PID.SUS/2015/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pertanggungjawaban Pidana Korporasi

P U T U S A N. Nomor : 28/PID.SUS.Anak/2015/PT.MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 86 TAHUN 1982 TENTANG POKOK-POKOK ORGANISASI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

SURAT EDARAN Nomor : 02 Tahun 1977

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2002 TENTANG GRASI

KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA JAKARTA

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia

KEPUTUSAN MENTERI KEHAKIMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : M.01-PK TAHUN 1999 TENTANG ASIMILASI, PEMBEBASAN BERSYARAT DAN CUTI MENJELANG BEBAS

TUGAS II PENGANTAR ILMU HUKUM PENGARUH PUTUSAN PENGADILAN DALAM HUKUM

SUATU TINJAUAN TERHADAP PENERAPAN PASAL 45A UU NO 5 TH 2004 TERHADAP TERDAKWA SEORANG PRAJURIT TNI. Sugeng Sutrisno *

BAB II PIDANA TAMBAHAN DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI YANG BERUPA UANG PENGGANTI. A. Pidana Tambahan Dalam Tindak Pidana Korupsi Yang Berupa Uang

P U T U S A N Nomor : 103 /PID/2013/PT-MDN.-

II. TINJAUAN PUSTAKA. pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi

ABU BAKAR ALIAS ABU BAKAR BAA SYIR BIN ABUD BAA SYIR ALIAS ABDUS SAMAD

KEPUTUSAN BERSAMA MENTERI AGAMA, JAKSA AGUNG, DAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

PENJATUHAN PIDANA PELAKU PEDOFILIA DALAM SISTEM HUKUM INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Untuk kewenangan kejaksaan di bidang pidana yang menyangkut tentang eksekutor adalah merupakan tindakan dari pihak kejaksaan sebagai eksekutor (pelaks

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang dilarang atau diharuskan dan diancam dengan pidana oleh undang-undang,

PEMBUNUHAN DENGAN RENCANA DAN PASAL 340 KUHP

P U T U S A N Nomor : 311/Pid.B/2013/PN.Bkn DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. : NURZANI Als ZANI Bin ATIN (Alm)

P U T U S A N NOMOR : 207/PID/2013/PT.BDG DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

Perlindungan Hukum terhadap Anak sebagai Pelaku Tindak Pidana (Studi di Kota Pematangsiantar)

P U T U S A N. Nomor : 685/PID/2015/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. Pekerjaan : Karyawan Swasta;

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP SANKSI ABORSI YANG DILAKUKAN OLEH ANAK DIBAWAH UMUR

Kajian yuridis terhadap putusan hakim dalam tindak pidana pencurian tanaman jenis anthurium (studi kasus di Pengadilan Negeri Karanganyar)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 86 TAHUN 1999 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 86 TAHUN 1999 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

I. PENDAHULUAN. masing-masing wilayah negara, contohnya di Indonesia. Indonesia memiliki Hukum

UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI [LN 1999/140, TLN 3874]

adalah penerapan pidana yang tidak sama terhadap tindak pidana yang

ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga. Kasus posisi yang menyangkut masalah korupsi. Indonesia, yaitu berdasarkan Putusan Mahkamah #Agung

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1973 TENTANG BADAN PEMERIKSA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Oleh : Didit Susilo Guntono NIM. S BAB I PENDAHULUAN

KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENYESUAIAN BATASAN TINDAK PIDANA RINGAN DAN JUMLAH DENDA DALAM KUHP

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan hukum dan penegakkan hukum yang sah. pembuatan aturan atau ketentuan dalam bentuk perundang-undangan.

BAB II. kejahatan adalah mencakup kegiatan mencegah sebelum. Perbuatannya yang anak-anak itu lakukan sering tidak disertai pertimbangan akan

PENJATUHAN PIDANA BERSYARAT DAN MASALAHNYA SERTA KAITANNYA DENGAN PEMBINAAN DISIPLIN PRAJURIT DI KESATUANNYA

P U T U S A N NOMOR 274/PID/2015/PT MDN. Tempat Lahir : Sei Kamah II; Umur/tanggal lahir : 30 tahun / 13 Juli 1984; Jenis Kelamin : Laki-laki;

UPAYA PENEGAKAN HUKUM NARKOTIKA DI INDONESIA Oleh Putri Maha Dewi, S.H., M.H Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA JAKARTA

2 3. Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2013 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian (Lembaran Negara Rep

NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK

DASAR PERTIMBANGAN HAKIM MEMBERIKAN PUTUSAN BERSYARAT TERHADAP ANAK PEMAKAI NARKOTIKA DI PENGADILAN NEGERI KELAS 1A PADANG

Transkripsi:

JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA Jakarta, 14 Desember 1985 SURAT EDARAN NOMOR : SE-009 /JA/12/1985 TENTANG PEDOMAN TUNTUTAN PIDANA Berdasarkan hasil Penelitian selama ini ternyata bahwa belum terdapat keseragaman / kesatuan mengenai berat ringannya tuntutan Pidana Yang diajukan Oleh para Jaksa Penuntut Umum terhadap perkara-perkara Yang sama baik jenis, keadaan maupun motifnya. Disamping itu, tidak jarang terjadi tuntutan Pidana Yang diajukan Oleh Jaksa Penuntut Umum dirasakan terlalu ringan baik ditinjau dari segi ancaman Pidana maksimum maupun ditinjau dari segi rasa keadilan Yang berkembang dalam masyarakat. Berpedoman Pada Prinsip KEJAKSAAN ADALAH SATU DAN TIDAK DAPAT DIPISAH-PISAHKAN, maka sewajarnyalah terdapat kesatuan didalam kebijakan Penuntutan, khususnya didalam tuntutan Pidana. Sebagaimana dimaklumi bahwa dengan Surat Edaran Menteri Jaksa Agung, Nomor: I/SE/Secr/1963, tanggal 3 Januari 1963, telah digariskan Pedoman mengenai beratnya hukuman Yang dituntut Oleh Jaksa Penuntut Umum. Namun demikian dirasakan bahwa Pedoman Yang digariskan dalam Surat Edaran tersebut sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan keadaan dewasa ini. Kemajuan teknologi Yang makin pesat, mengakibatkan makin meningkatnya Pula kejahatan baik kwantitas maupun kwalitas, sehingga sudah

sampai Pada tingkat Yang memprihatinkan. Oleh karena itu dirasa Perlu mangambil langkah-langkah kebijaksanaan untuk menekan meningkatnya kejahatan tersebut. Salah satu cara yang dapat ditempuh adalah mengajukan tuntutan pidana/menjatuhkan hukuman yang sesuai dengan rasa keadilan yang berkembang dalam masyarakat dewasa ini, sehingga mampu membawa. pengaruh sebagai daya tangkal. Sehubungan dengan itu, maka dalam rangka mewujudkan kesatuan di dalam penuntutan dengan ini digariskan pedoman tuntutan pidana. sebagai berikut: I. Dalam hal Faktor memberatkan lebih dominan maka pedoman tuntutan pidana adalah ancaman pidana badan maksimum yang diatur dalam pasal undang-undang bersangkutan. II. Dalam hal faktor meringankan lebih dominan dan pasal undang-undang yang didakwakan tidak mengatur ancaman pidana. mati, maka pedoman tuntutan pidana dibedakan antara tindak pidana Umum dan tindak pidana. khusus : - Untuk tindak pidana umum pada prinsipnya tuntutan pidananya adalah 2/3 (dua pertiga) dari ancaman pidana penjara maksimum sebagaimana diatur dalam pasal undang-undang bersangkutan. - Untuk tindak pidana khusus, pada prinsipnya tuntutan pidananya adalah 3/4 (tiga perempat) dari ancaman pidana penjara maksimum sebagaimana. diatur dalam pasal undang-undang yang bersangkutan. III. Dalam hal ancaman pidana badan yang diatur dalam pasal undang-undang bersangkutan lebih dari satu seperti antara lain pasal 340 KUHP. Yang menentukan ancaman pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara selama-lamanya 20 tahun maka pedoman tuntutan pidananya adalah sebagai berikut: - Dalam hal faktor memberatkan lebih dominan maka tuntutan pidananya adalah ancaman pidana alternatif pertama (yang terberat) yaitu pidana mati.

- Dalam hal faktor meringankan lebih dominan maka tuntutan pidananya adalah ancaman pidana alternatif kedua atau ketiga, sesuai dengan dominannya faktor meringankan tersebut. IV. Apabila di dalam undangan-undang bersangkutan diatur mengenai hukuman tambahan, supaya di dalam tuntutan pidana dicantumkan juga mengenai hukuman tambahan tersebut. V. Mengenai berat ringannya pidana denda diserahkan kepada kebijakan kepala kejaksaan Tinggi / Kepala Kejaksaan Negeri. VI. Di dalam menentukan berat ringannya tuntutan pidana perlu dipertimbangkan faktor-faktor sebagai berikut: A. Pelaku B. Perbuatan C. Akibat dari perbuatan D. Faktor-faktor lain Ad. A. Pelaku. harus dipertimbangkan mengenai 1. Umur 2. Pendidikan 3. Kedudukan sosial, ekonomi, kultural 4. Recidivist 5. Mental / Psychis 6. Motivasi 7. Phisik Ad. B Perbuatan. harus diperhatikan mengenai 1. Cara, sifat dan kualitas perbuatan 2. Kedudukan dan peranan a. Actor Intelectualis b. Pelaku

c. Peserta d. Pembantu Ad-C Akibat dari perbuatan Dalam hal ini harus diperhatikan akibat perbuatan yang telah dilakukan apakah menimbulkan kerugian 1. Material Terhadap : a Negara b. Masyarakat c. Perorangan 2. Jiwa 3. Badan 4. Immaterial 5. Lingkup ruang a. Lokal b. Nasional. c. Internasional 6. Lingkup waktu a. Jangka pendek b. Jangka panjang Ad.D Faktor-faktor lain Dalam hal ini perlu diperhatikan ialah 1. Politik hukum, yang ada kaitannya dengan rasa keadilan masyarakat. 2. Politik pemidanaan, yang ada kaitannya dengan daya tangkal. VII. Dalam hal terdapat pertimbangan-pertimbangan khusus, sehingga kepala Kejaksaan Tinggi / Kepala Kejaksaan Negeri berpendapat bahwa perlu diadakan penyimpangan dari pedoman yang digariskan dalam surat

edaran ini, supaya dimintakan petunjuk kepada kami, disertai penjelasan mengenai pertimbangan-pertimbangan tersebut. VIII. Pedoman tuntutan pidana ini tidak berlaku bagi perkara subversi, karena masih perlu dikendalikan langsung oleh Jaksa Agung Republik Indonesia. mengingat tindak pidana subversi merupakan Rongrongan terhadap ideologi Negara Pancasila, dan Undang-Undang Dasar 1945, serta menyangkut eksistensi Negara Republik Indonesia. IX. Dalam Hal hukuman yang dijatuhkan Pengadilan lebih rendah dari tuntutan pidana, supaya diperhatikan petunjuk yang digariskan dalam instruksi Menteri Jaksa Agung Nomor : 16/Lastr/Secr/1962, tanggal 25 Agustus 1962 jo. Surat Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum Nomor; B-696/E/EpL2/ 11/1983 tanggal 6 Nopember 1985, Untuk perkara tindak pidana Umum, dan surat Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor B-036/AAW1985, tanggal 12 Juni 1985 jo serta surat Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Nomor: B540/F/Fpi/9/1985, tanggal 8 september 1985 untuk perkara tindak pidana khusus. X. Dengan dikeluarkannya surat edaran ini, maka surat edaran Menteri Jaksa Agung Nomor: I/SE/Secr/1963 tanggal 3 Januari 1963 dinyatakan akan tidak berlaku lagi. Demikian untuk dimaklumi dan dilaksanakan sebagaimana mestinya. JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA Cap / ttd. HARI SUHARTO. SH TEMBUSAN 1. PARA JAKSA AGUNG MUDA 2. KOORDINATOR STAF AHLI 3. PARA KEPALA PUSAT KEJAKSAAN AGUNG 4. ARS I P