PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

dokumen-dokumen yang mirip
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Oleh:PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor:6 TAHUN 1959 (6/1959) Tanggal:24 MARET 1959 (JAKARTA)

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2003 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2000 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2003 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2003 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2000 TENTANG PEMBENTUKAN PROPINSI BANTEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2000 TENTANG PEMBENTUKAN PROPINSI BANTEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1959

Peraturan Pemerintah No. 84 Tahun 2000 Tentang : Pedoman Organisasi Perangkat Daerah

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1957 TENTANG PEMBENTUKAN DAERAH-DAERAH TINGKAT I SUMATERA BARAT, JAMBI DAN RIAU

Dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat; Memutuskan:

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN 1958 TENTANG PEMBENTUKAN DAERAH-DAERAH TINGKAT I BALI, NUSA TENGGARA BARAT DAN NUSA TENGGARA TIMUR

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENETAPAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1959 TENTANG PEMERINTAH DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 91 TAHUN 2015 TENTANG DEWAN PERTIMBANGAN OTONOMI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2000 TENTANG PEMBENTUKAN PROVINSI GORONTALO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1990 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN DAERAH TINGKAT II HALMAHERA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1961 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 91 TAHUN 2015 TENTANG DEWAN PERTIMBANGAN OTONOMI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2003 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 188/ 83 /KPTS/013/2017

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1965 TENTANG PEMBERIAN BANTUAN PENGHIDUPAN ORANG JOMPO PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 61 TAHUN 1958 (61/1958) Tanggal: 25 JULI 1958 (JAKARTA)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2001 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA PAGAR ALAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA BANDAR LAMPUNG NOMOR 02 TAHUN 2008

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1992 TENTANG PEMBENTUKAN KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II DENPASAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 64 TAHUN 1958 (64/1958) Tanggal: 11 AGUSTUS 1958 (JAKARTA)

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 1964 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1956 TENTANG PEMBENTUKAN DAERAH OTONOM KOTA BESAR DALAM LINGKUNGAN DAERAH PROPINSI SUMATERA TENGAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1991 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN DAERAH TINGKAT II LAMPUNG BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,


PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL (PPNS) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1993 TENTANG PEMBENTUKAN KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II TANGERANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1963 TENTANG PEMBENTUKAN GABUNGAN PERUSAHAAN SEJENIS ASURANSI KERUGIAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Oleh:PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor:61 TAHUN 1958 (61/1958) Tanggal:25 JULI 1958 (JAKARTA)

WALIKOTA TUAL PROVINSI MALUKU PERATURAN DAERAH KOTA TUAL NOMOR 07 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 1963 TENTANG PEMBENTUKAN GABUNGAN PERUSAHAAN SEJENIS ASURANSI JIWA (G.P.S.)

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG

RGS Mitra 1 of 7 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2000 TENTANG PEMBENTUKAN PROPINSI BANTEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1993 TENTANG PEMBENTUKAN KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II JAYAPURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UU 9/1996, PEMBENTUKAN KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II BEKASI. Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 9 TAHUN 1996 (9/1996)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1993 TENTANG PEMBENTUKAN KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II MATARAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1956 TENTANG PEMBENTUKAN DAERAH OTONOM KOTA KECIL DALAM LINGKUNGAN DAERAH PROPINSI SUMATERA TENGAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1964 TENTANG BANK TABUNGAN NEGARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2001 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA PADANG SIDEMPUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KOTA YOGYAKARTA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Undang-Undang No. 32. Tahun 2004 Pelimpahan. wewenang. pemerintahan oleh. Pemerintah kepada. Gubernur sebagai. wakil pemerintah.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2001 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA PRABUMULIH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PENDIRIAN PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN DAERAH KOTA PADANG PANJANG Tahun 2008 Nomor 1 Seri D.1

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

RGS Mitra 1 of 7 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2001 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA CIMAHI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

NOMOR 12 TAHUN 2001 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA SINGKAWANG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

RGS Mitra 1 of 8 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2001 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA BATU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2001 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA TANJUNG PINANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RGS Mitra 1 of 15 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2001 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA PADANG SIDEMPUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2001 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA BAU-BAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 97 TAHUN 2008 TENTANG

PEMBENTUKAN DAERAH OTONOM KOTA-KECIL DALAM LINGKUNGAN DAERAH PROPINSI SUMATERA TENGAH *) SUMATERA TENGAH. OTONOM KOTA-KECIL PEMBENTUKAN.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA, NOMOR 79 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 1992 TENTANG PENYELENGGARAAN OTONOMI DAERAH DENGAN TITIK BERAT PADA DAERAH TINGKAT II

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 1961 TENTANG PERGURUAN TINGGI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN PEMBINAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1961 TENTANG PERUBAHAN ATAU PENAMBAHAN NAMA KELUARGA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

QANUN KOTA LANGSA NOMOR 18 TAHUN 2004 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA SATUAN POLISI PAMONG PRAJA KOTA LANGSA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1963 TENTANG TABUNGAN DAN ASURANSI PEGAWAI NEGERI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN KECAMATAN BALIKPAPAN KOTA DALAM WILAYAH KOTA BALIKPAPAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1957 TENTANG POKOK-POKOK PEMERINTAHAN DAERAH *) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1964 TENTANG BADAN MUSYAWARAH PENGUSAHA NASIONAL SWASTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Transkripsi:

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 1963 TENTANG PERNYATAAN MULAI BERLAKUNYA DAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PENYERAHAN PEMERINTAHAN UMUM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa berhubung dengan perkembangan ketatanegaraan, khususnya mengenai Pemerintahan Daerah, dianggap perlu segera menetapkan pernyataan mulai berlakunya dan pelaksanaan Undang-undang Penyerahan Pemerintahan Umum (Undang-undang Nomor 6 tahun 1959, Lembaran Negara tahun 1959 Nomor 15) untuk seluruh wilayah Negara Republik Indonesia; b. bahwa pelaksanaan Undang-undang itu perlu disesuaikan dengan ketentuan-ketentuan dalam Ketetapan M.P.R.S. Nomor II/MPRS/1960, Penetapan Presiden Nomor 6 tahun 1959 (disempurnakan) beserta peraturan-peraturan pelaksanaannya dan Penetapan Presiden Nomor 2 tahun 1961; Mengingat: 1. pasal 5 ayat 2 Undang-undang Dasar; 2. pasal 2, 12 ayat (1) dan 15,Undang-undang Penyerahan Pemerintahan Umum" (Undang-undang Nomor 6 tahun 1959, Lembaran Negara tahun 1959 Nomor 15); 3. "Undang-undang tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah 1959" (Undang-undang Nomor 1 tahun 1957, Lembaran Negara tahun 1957 Nomor 6) yang sejak itu telah diubah, berhubung dengan Penetapan-penetapan Presiden Nomor 6 tahun 1959 (disempurnakan), Nomor 5 tahun 1960 (disempurnakan) dan Nomor 2 tahun 1961 (berturut-turut dimuat dalam Lembaran Negara tahun 1959 Nomor 94, tahun 1960 Nomor 6 dan tahun 1961 Nomor 274); 4. Ketetapan M.P.R.S. Nomor II/MPRS/1960 (Lembaran Negara tahun 1960 Nomor 152); Mendengar: Menteri Pertama, Wakil Menteri Pertama Bidang Dalam Negeri dan Menteri Pemerintahan Umum dan Otonomi Daerah; MEMUTUSKAN: Menetapkan: Peraturan Pemerintah tentang Pernyataan Mulai berlakunya dan Pelaksanaan Undang-undang Penyerahan Pemerintahan Umum. BAB I 1 / 10

PERNYATAAN MULAI BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG PENYERAHAN PEMERINTAHAN UMUM Pasal 1 Undang-undang Penyerahan Pemerintahan Umum (Undang-undang Nomor 6 tahun 1959, Lembaran Negara tahun 1959 Nomor 15) berlaku untuk seluruh wilayah Negara Republik Indonesia mulai pada hari diundangkannya Peraturan Pemerintah ini. BAB II PELAKSANAAN PENYERAHAN TUGAS-TUGAS PEMERINTAH PUSAT DALAM BIDANG PEMERINTAHAN UMUM BAGIAN I Tugas-tugas yang diserahkan. Pasal 2 (1). Kepala Daerah tingkat I bersama-sama Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong-Royong Daerah tingkat I menjalankan tugas kewajiban, kekuasaan dan kewenangan, yang bersifat mengatur, yang menurut atau berdasarkan Undang-undang, algemeene verordeningen, Peraturan Pemerintah dan/atau peraturan perundangan setingkat ada pada Gouberneur/Gubernur, Resident/Residen dan Hoofd van Gewestelijk Bestuur, yang dijalankan oleh Gouberneur/Gubernur/Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta/Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta Raya dan Resident/Residen. (2). Kepala Daerah tingkat I menjalankan tugas kewajiban, kekuasaan dan kewenangan, kecuali yang bersifat mengatur, seperti dimaksudkan pada ayat (1) pasal ini, yang menurut atau berdasarkan Undang-undang, algemeene verordeningen, Peraturan Pemerintah dan/atau peraturan perundangan setingkat ada pada Gouberneur/Gubernur, Resident/Residen dan Hoofd van Gewes-telijk Bestuur yang dijalankan oleh Gouberneur/Gubernur Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta/Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta Raya dan Resident/Residen. (3). Kepala Daerah tingkat II bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong Daerah tingkat II menjalankan tugas kewajiban, kekuasaan dan kewenangan, yang bersifat mengatur yang menurut atau berdasarkan Undang-undang, algemeene verordeningen, Peraturan Pemerintah dan/atau peraturan perundangan setingkat ada pada Regent/Bupati dijalankan oleh Regent/Bupati. (4). Kepala Daerah tingkat II menjalankan tugas kewajiban kekuasaan dan kewenangan, kecuali yang bersifat mengatur, seperti yang dimaksudkan pada ayat (3) pasal ini, yang menurut atau berdasarkan Undangundang, algemeene verordeningen, Peraturan Pemerintah dan/atau peraturan perundangan setingkat ada pada Regent/Bupati, Walikota, Assistent Resident, Hoofd van Plaatselijk Bestuur, Patih, Afdefingshoofd dan Onder-afde-lingshoofd, Districtshoofd/Wedana dan Onderdistrictshoofd/Assistent Wedana atau penjabat-penjabat setingkat dengan sebutan lain dari padanya. BAGIAN II Tugas-tugas yang dikecualikan Pasal 3 (1) Dengan tidak mengurangi tugas kewajiban, kekuasaan dan kewenangan Kepala Daerah tingkat I dan 2 / 10

Kepala Daerah tingkat II berdasarkan pasal 14 ayat (2) Penetapan Presiden Nomor 6 tahun 1959 (disempurnakan) dan peraturan perundangan lain yang berlaku, maka tugas-tugas yang dikecualikan sebagai- mana dimaksudkan dalam pasal 2,Undang-undang Penyerahan Pemerintahan Umum" yang hingga pada saat mulai berlakunya Peraturan Pemerintah ini: a. masih dijalankan oleh Residen, beralih pada dan dijalankan oleh Kepala Daerah tingkat I yang bersangkutan dalam kedudukannya sebagai alat Pemerintahan Pusat; b. masih dijalankan oleh Patih dan Wedana atau penjabat setingkat dengan sebutan-sebutan lain dari padanya, beralih pada dan dijalankan oleh Kepala Daerah tingkat II yang bersangkutan, dalam kedudukannya sebagai alat pemerintah Pusat. (2) Dengan tidak mengurangi ketentuan-ketentuan lain dalam Peraturan Pemerintah ini dan dengan mengingat ketentuan dalam pasal 4 sub f, sebelum ada ketentuan lain, maka tugas kewajiban, kekuasaan dan kewenangan yang melekat pada jabatan Asisten Wedana/Camat atau penjabat setingkat dengan sebutan-sebutan lain dari padanya tetap dijalankan oleh penjabat termaksud. BAGIAN III Perbantuan Pegawai Negeri kepada Pemerintah Daerah Pasal 4 Pegawai Negeri dalam lingkungan Departemen Pemerintahan Umum dan Otonomi Daerah yang pada waktu mulai berlakunya Peraturan Pemerintah ini bekerja: a. pada kantor Kepala Daerah tingkat I, diperbantukan kepada Pemerintah Daerah tingkat I yang bersangkutan; b. pada kantor Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta Raya dan pada kantor Pamong Praja dalam wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Raya diperbantukan kepada Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Raya; c. pada kantor Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta, diperbantukan kepada Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta; d. pada kantor Residen dalam wilayah sesuatu Daerah tingkat I, diperbantukan kepada Pemerintah Daerah tingkat I yang bersangkutan; e. pada kantor Kota Praja dan pada kantor Pamong Praja dalam wilayah Kota Praja, diperbantukan kepada Pemerintah Daerah Kota Praja yang bersangkutan; f. pada kantor Kepala Daerah tingkat II, pada kantor Wedana dan pada Kantor Asisten Wedana/Camat atau kantor Pamong Praja yang setingkat dalam wilayah Daerah tingkat II, diperbantukan kepada Pemerintah Daerah tingkat II yang bersangkutan, dengan ketentuan bahwa para Asisten Wedana/Camat atau para penjabat setingkat dengan sebutan lain, dan para pegawai pada kantor-kantor tersebut tetap berkedudukan ditempatnya masing-masing. Pasal 5 (1). Perbantuan pegawai negeri pada Pemerintah Daerah termaksud dalam pasal 4 dilakukan dengan surat keputusan Menteri Pemerintahan Umum dan Otonomi Daerah atau penjabat yang ditunjuknya. (2). Atas dasar surat keputusan termaksud pada ayat (1) Kepala Daerah yang bersangkutan menetapkan surat keputusan untuk mempekerjakan pegawai tersebut dengan mengindahkan petunjuk Menteri Pemerintahan Umum dan Otonomi Daerah. 3 / 10

(3). Penempatan dan pemindahan pegawai negeri yang diperbantukan pada Pemerintah Daerah dalam wilayah Daerah, diselenggarakan menurut peraturan yang berlaku. (4). Menteri Pemerintahan Umum dan Otonomi Daerah dapat memindahkan pegawai negeri yang diperbantukan pada Pemerintah Daerah ke Daerah lain dengan mendengar pertimbangan Kepala Daerah yang bersangkutan. (5). Penetapan dan/atau kenaikan pangkat pegawai negeri yang diperbantukan diselenggarakan oleh Menteri Pemerintahan umum dan Otonomi Daerah atau penjabat yang ditunjuknya dengan memperhatikan pertimbangan Kepala Daerah yang bersangkutan. (6). Kenaikan gaji berkala, pemberian istirahat, baik istirahat tahunan dan istirahat besar, maupun istirahat karena sakit dan sebagainya dari pada pegawai negeri yang diperbantukan ditetapkan oleh Kepala Daerah menurut peraturan yang berlaku bagi pegawai negeri dan diberitahukan kepada Menteri Pemerintahan Umum dan Otonomi Daerah. BAGIAN IV Harga benda Pasal 6 (1) Mulai saat pelaksanaan penyerahan Pemerintahan Umum, tanaman, bangunan, gedung dan barang tidak bergerak lainnya, yang sampai pada saat tersebut dikuasai dan dipergunakan untuk kepentingan penyelenggaraan urusan Pemerintahan Umum yang menjadi urusan Daerah, diserahkan kepada Daerah untuk dikuasai dan dipergunakan Daerah guna kepentingan penyelenggaraan urusan tersebut oleh Menteri Pemerintahan Umum dan Otonomi Daerah atau penjabat yang ditunjuknya, bila perlu setelah memperoleh persetujuan Departemen lain yang bersangkutan. (2) Bahan perkakas, perlengkapan kantor dan barang bergerak lainnya yang ada pada saat pelaksanaan penyerahan dan di pergunakan untuk kepentingan penyelenggaraan urusan Pemerintahan Umum yang menjadi urusan Daerah diserahkan kepada Daerah untuk menjadi miliknya. Pasal 7 (1) Mulai saat pelaksanaan penyerahan Pemerintahan Umum, semua hutang-piutang yang bersangkutan dengan urusan yang diserahkan kepada Pemerintah Daerah menjadi tanggungan dan diselesaikan oleh Daerah yang bersangkutan, dengan ketentuan, bahwa soal-soal yang timbul dapat diajukan kepada Departemen Pemerintahan Umum dan Otonomi Daerah untuk mendapat penyelesaian. (2) Hutang-piutang yang belum atau sedang dalam penyelesaian Departemen Pemerintahan Umum dan Otonomi Daerah tetap menjadi beban dan diselesaikan oleh Departemen. BAGIAN V Ketentuan pelaksanaan penyerahan Pasal 8 (1) Pelaksanaan penyerahan Pemerintahan Umum bagi sesuatu Daerah dilakukan dengan Keputusan Menteri Pemerintahan Umum dan Otonomi Daerah atas usul Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong Daerah tingkat I yang bersangkutan. 4 / 10

(2) Pelaksanaan penyerahan termaksud dalam ayat (1) harus sudah selesai selambat-lambatnya pada akhir tahun 1965. BAGIAN VI Ketentuan peralihan Pasal 9 Peraturan-peraturan dan Keputusan-keputusan dengan segala akibat hukumnya mengenai Pemerintahan Umum yang menjadi urusan Daerah, yang dahulu ditetapkan oleh pengusaha-pengusaha berwenang di daerah, mulai saat pelaksanaan penyerahan termaksud dalam pasal 8 berlaku terus sebagai peraturan dan keputusan Pemerintah Daerah yang bersangkutan, sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan-perundang-undangan yang berlaku, hingga diubah, ditambah, dicabut atau ditetapkan kembali oleh Pemerintah Daerah termaksud. BAB III KETENTUAN PENUTUP Pasal 10 Dengan tidak mengurangi ketentuan-ketentuan yang ditetapkan dalam pasal 12 ayat (2) dan (3),Undang-undang Penyerahan Pemerintahan Umum", maka kesulitan-kesulitan yang timbul dalam melaksanakan peraturan ini diputus oleh Menteri Pemerintahan Umum dan Otonomi Daerah. Pasal 11 Dalam hal melaksanakan segala ketentuan dalam Undang-undang Nomor 6 tahun 1959 dan Peraturan Pemerintah ini, untuk Daerah Khusus Ibukota Jakarta Raya perkataan Menteri Pemerintahan Umum dan Otonomi Daerah dibaca Menteri Pertama. Pasal 12 Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada hari diundangkannya. Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Ditetapkan Di Jakarta, Pada Tanggal 25 September 1963 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Ttd. SUKARNO. Ditetapkan Di Jakarta, 5 / 10

Pada Tanggal 25 September 1963 SEKRETARIS NEGARA, Ttd. MOHD. ICHSAN. LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1963 NOMOR 96 6 / 10

PENJELASAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 1963 TENTANG PERNYATAAN MULAI BERLAKUNYA DAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PENYERAHAN PEMERINTAHAN UMUM UMUM 1. Sesudah diadakan perubahan-perubahan di bidang Pemerintahan Daerah sebagaimana termaktub dalam Penetapan Presiden Nomor 6 tahun 1959 (disempurnakan) dan Nomor 5 tahun 1960 (disempurnakan), maka kini dipandang tibalah saatnya untuk melaksanakan penyerahan tugas-tugas Pemerintah Pusat dalam bidang Pemerintahan Umum, sebagai yang dimaksudkan dalam Undang-undang Nomor 6 tahun 1959 (Lembaran Negara tahun 1959 Nomor 15). 2. Pada hakekatnya pelaksanaan Undang-undang Nomor 6 tahun 1959 itu merupakan suatu tindakan dalam bidang politik dekonsentrasi dan desentralisasi menuju kepemberian otonomi yang riil dan luas kepada Daerah-daerah, seperti yang ditandaskan dalam penjelasan Umum Penetapan Presiden Nomor 6/1959 (disempurnakan). Disamping itu juga menurut Ketetapan M.P.R.S. Nomor II/ M.P.R.S./1960. Undang-undang Nomor 6 tahun 1959 Harus dijalankan dengan seksama (Lampiran A, ad III, 395, angka 18). 3. Dalam pada itu pelaksanaan Undang-undang Nomor 6 tahun 1959 dengan sendirinya harus disesuaikan dengan perubahan-perubahan di bidang Pemerintahan Daerah seperti dikemukakan di atas pada angka 1. Oleh karena itu, maka yang dimaksudkan dengan Pemerintah Daerah dalam Peraturan Pemerintah ini ialah Pemerintah Daerah menurut Penetapan Presiden Nomor 6 tahun 1959 (disempurnakan), Demikian juga Dewan Perwakilan Rakyat Daerah harus diartikan sebagai Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong, sebagaimana dimaksudkan dalam Penetapan Presiden Nomor 5 tahun 1960 (disempurnakan). 4. Selanjutnya Ketetapan M.P.R.S. Nomor II/M.P.R.S./1960 mengenai bidang Pemerintahan Daerah, antara lain menghendaki: a. isi otonomi harus riil dan luas. Mengenai Otonomi Daerah hendaknya diberi otonomi yang seluasluasnya sesuai dengan Undang-undang Nomor 1 tahun 1957 menurut kemampuan tiap-tiap Daerah (lampiran A, ad. III 393, angka 4). b. politik otonomi dan disentralisasi harus stabil dengan memberi lebih banyak kepercayaan pada Daerah-daerah (Lampiran A, dan III, 395 angka 19). 5. Dalam hendak menjalankan dengan seksama penyerahan Pemerintahan Umum kepada Daerah, maka perlu diindahkan hal-hal yang berikut: a. Kepala Daerah adalah alat Pemerintah Pusat dan alat Pemerintah Daerah pasal 14 ayat (1) Penetapan Presiden Nomor 6 tahun 1959 (disempurnakan); b. sebagai alat Pemerintah Pusat Kepala Daerah menjalankan tugas-tugas seperti dimaksudkan pada pasal 14 ayat (2) sub a, b, c dan d Penetapan Presiden Nomor 6 tahun 1959 (disempurnakan), dan dengan demikian sudah ada penetapan tentang alat perlengkapan yang menjalankan tugas-tugas yang dikecualikan termaksud pada pasal 2 Undang-undang Nomor 6 tahun 1959; c. sebagai alat Pemerintah Daerah, Kepala Daerah menjalankan kekuasaan eksekutif yang tidak 7 / 10

bersifat koligial akan tetapi juga tidak meninggalkan dasar permusyawaratan pasal 14 ayat (3) Penetapan Presiden Nomor 6 tahun 1959 (disempurnakan). d. anggota-anggota Badan Pemerintah Harian adalah pembantu-pembantu Kepala Daerah dalam Urusan-urusan di bidang rumah tangga Daerah (otonomi) dan tugas pembantuan dalam pemerintahan pasal 16 Penetapan Presiden No. 6 tahun 1959 (disempurnakan); e. Kepala Daerah bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong menjalankan kekuasaan, tugas dan kewajiban Pemerintah Daerah di bidang legislatif pasal 13 Penetapan Presiden Nomor 5 tahun 1960 (disempurnakan). 6. Berhubung dengan itu, ketentuan pasal 2 "Undang-undang Penyerahan Pemerintah Umum" tentang penentuan instansi yang menerima penyerahan tugas Pemerintahan Umum perlu disesuaikan sehingga berbunyi sebagai yang termaktub dalam pasal 2 Peraturan Pemerintah ini. 7. Kekuasaan, tugas dan kewajiban Kepala Daerah sebagai alat Pemerintah Pusat termaksud dalam pasal 14 ayat (2) Penetapan Presiden Nomor 6 tahun 1959 (disempurnakan), ialah yang menurut peraturanperaturan yang berlaku dilakukan oleh Gubernur untuk Daerah tingkat I dan oleh Bupati/Walikota untuk Daerah tingkat II/Kotapraja. Dengan demikian perlu diadakan pengaturan lebih lanjut tentang yang menjalankan tugas kewajiban, kekuasaan dan kewenangan termaksud yang melekat pada Residen, Patih, Wedana dan Camat. Tugas-tugas yang: 8. masih dijalankan oleh Residen, beralih dan dijalankan oleh Kepala Daerah tingkat I yang bersangkutan dalam kedudukannya sebagai alat Pemerintah Pusat; 9. masih dijalankan oleh Patih dan Wedana atau penjabat setingkat dengan sebutan-sebutan lain dari padanya, beralih dan dijalankan oleh Kepala Daerah tingkat II yang bersangkutan, dalam kedudukannya sebagai alat Pemerintah Pusat. 10. Adapun mengenai tugas kewajiban, kekuasaan dan kewenangan termaksud di atas yang melekat pada Asisten-Wedana/Camat atau penjabat setingkat dengan sebutan-sebutan lain dari padanya, dalam menuju ke pembentukan Daerah tingkat III seperti yang dikehendaki oleh Ketetapan M.P.R.S. Nomor II/M.P.R.S./ 1960/ 392, sampai pada pengaturan lebih lanjut, tetapi dijalankan oleh penjabat termaksud. Tugas-tugas Asisten-Wedana/Camat yang berdasarkan pasal 2 Undang-undang Nomor 6 tahun 1959 harus diserahkan kepada Daerah yang diatur lebih lanjut dalam pasal 2 Peraturan Pemerintah ini, oleh Kepala Daerah tingkat II kemudian dapat ditugaskan kembali kepada para Asisten-Wedana/Camat. Dengan demikian para Camat melanjutkan tugas-tugas itu berdasarkan kewenangan yang diperoleh dari Kepala Daerah tingkat II, jadi tidak lagi sebagai kewenangan sendiri berdasarkan peraturan yang bersangkutan. Selanjutnya yang dimaksudkan dengan pegawai negeri dalam lingkungan Departemen Pemerintahan Umum dan Otonomi Daerah yang bekerja pada kantor Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta Raya dan kantor pamong Praja dalam wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Raya, ialah para pegawai negeri dalam lingkungan Departemen Pemerintahan Umum dan Otonomi Darah yang sekarang tidak lagi dalam lingkungannya, melainkan berada dalam lingkungan Menteri Pertama sesuai dengan Penetapan Presiden Nomor 2 tahun 1961. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 8 / 10

Pasal 2 Pasal ini adalah penyesuaian sebagai termaksud dalam penjelasan umum ad. 5 dan 6. Dengan demikian maka tugas kewajiban, kekuasaan dan kewenangan yang bersifat mengatur, sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam pasal 13 Penetapan Presiden Nomor 5 tahun 1960 (disempurnakan) dijalankan oleh Kepala Daerah bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong dan yang tidak bersifat mengatur, seperti dimaksud di atas, dijalankan oleh Kepala Daerah sebagai alat Pemerintah Daerah. Ayat (1) Pasal 3 pasal ini mengatur pengalihan tugas-tugas Nasional yang dikecualikan, dari Residen kepada Kepala Daerah tingkat I dan dari Patih dan Wedana kepada Kepala Daerah tingkat II. Adapun tugas-tugas Nasional yang melekat pada penjabat Gubernur dan Bupati/Walikota adalah tugas Kepala Daerah tingkat I dan tingkat II berdasarkan pasal 14 ayat (2) Penetapan Presiden Nomor 6 tahun 1959 (disempurnakan). Selanjutnya mengenai ayat (2) pasal ini, lihat uraian dalam penjelasan umum ad. 8. Pasal 4 Sebagaimana diketahui Undang-undang Nomor 6 tahun 1959 adalah didasarkan pada Undang-undang Nomor 1 tahun 1957, sedangkan berhubung dengan perkembangan ketatanegaraan sekarang pelaksanaan dari penyerahan Pemerintahan Umum ini harus disesuaikan dengan Penetapan Presiden Nomor 6 tahun 1959 (disempurnakan). Oleh karena itu perkecualian dalam hal penyerahan pegawai yang bekerja pada kantor-kantor Pamong Praja di daerah sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 4 Undang-undang Nomor 6 tahun 1959 ditiadakan. Dalam hubungan ini hanyalah para Asisten Wedana/Camat atau para penjabat yang setingkat dengan sebutansebutan lain dari padanya dan para pegawai pada kantor-kantor tersebut tetap berbeda atau berkedudukan ditempatnya masing-masing. Pasal 5 Pasal 6 Pasal 7 Pasal 8 Dengan pelaksanaan penyerahan dalam pasal ini dimaksudkan penyerahan riil. Agar penyerahan riil ini dapat dilakukan dengan seksama, maka diperlukan lebih dahulu penyelesaian hal-hal 9 / 10

teknis administratif yang berhubungan dengan pelaksanaan ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini, antara lain penetapan surat keputusan perbantuan pegawai mengenai penyerahan keuangan, harta benda dan penyelenggaraan pembentukan Kecamatan-kecamatan di Daerah-daerah yang sebelumnya tidak mengenal adanya Kecamatan. Berhubung dengan itu dalam pasal ini ditentukan bahwa penyerahan riil termaksud diatur dengan keputusan Menteri Pemerintahan Umum dan Otonomi Daerah yang dikeluarkan secara berangsur-angsur, Daerah demi Daerah atau untuk beberapa Daerah dengan mengingat keinginan, kesanggupan serta kemampuan masingmasing Daerah dan selambat-lambatnya pada akhir tahun 1965 harus telah terlaksana penyerahan riil itu untuk seluruh Negara. Pasal 9 Pasal 10 Pasal 11 Sesuai dengan Penetapan Presiden Nomor 2 tahun 1961 yang menetapkan bahwa Daerah Khusus Ibukota Jakarta Raya ditempatkan langsung di bawah Presiden melalui Menteri Pertama, maka perkataan Menteri Pemerintah Umum dan Otonomi Daerah dibaca Menteri Pertama. Pasal 12 Mengetahui: PEJABAT SEKRETARIS NEGARA, Ttd. A.W. SURJOADININGRAT (S.H.). TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1963 NOMOR 2591 10 / 10