BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
UJI KELAYAKAN PESAWAT SINAR-X TERHADAP PROYEKSI PA (POSTERO-ANTERIOR) DAN LAT (LATERAL) PADA TEKNIK PEMERIKSAAN FOTO THORAX

DETEKTOR RADIASI. NANIK DWI NURHAYATI, S.Si, M.Si nanikdn.staff.uns.ac.id

DETEKTOR RADIASI INTI. Sulistyani, M.Si.

BAB II Besaran dan Satuan Radiasi

ALAT UKUR RADIASI. Badan Pengawas Tenaga Nuklir. Jl. MH Thamrin, No. 55, Jakarta Telepon : (021)

PERKIRAAN DOSIS PASIEN PADA PEMERIKSAAN DENGAN SINAR-X RADIOGRAFI UMUM. RUSMANTO

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Badan Tenaga Nuklir Nasional

Prinsip Dasar Pengukuran Radiasi

TEORI DASAR RADIOTERAPI

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 01-P /Ka-BAPETEN/ I-03 TENTANG PEDOMAN DOSIS PASIEN RADIODIAGNOSTIK

OPTIMALISASI DOSIS RADIASI SINAR-X TERHADAP PROYEKSI PA (POSTERO-ANTERIOR) DAN LAT (LATERAL) PADA TEKNIK PEMERIKSAAN FOTO THORAX SKRIPSI

PENGUKURAN RADIASI. Dipresentasikan dalam Mata Kuliah Pengukuran Besaran Listrik Dosen Pengajar : Dr.-Ing Eko Adhi Setiawan S.T., M.T.

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II DASAR TEORI. Universitas Sumatera Utara

Sinar x memiliki daya tembus dan biasa digunakan dalam dunia kedokteran. Untuk mendeteksi penyakit yang ada dalam tubuh.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Analisa Kualitas Sinar-X Pada Variasi Ketebalan Filter Aluminium Terhadap Dosis Efektif

Dhahryan 1, Much Azam 2 1) RSUD 2 )Laboratorium Fisika Atom dan Nuklir Jurusan Fisika UNDIP

Sinar X. (Diajukan Guna Memenuhi Tugas Fisika Modern) Oleh :

PANDUAN UJI KESESUAIAN PESAWAT SINAR-X RADIOGRAFI UMUM

PR ONLINE MATA UJIAN: FISIKA (KODE A07)

PENGARUH TEGANGAN TABUNG (KV) TERHADAP KUALITAS CITRA RADIOGRAFI PESAWAT SINAR-X DIGITAL RADIOGRAPHY (DR) PADA PHANTOM ABDOMEN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. 5 B. 4 C. 3 Kunci : D Penyelesaian : D. 2 E. 1. Di titik 2 terjadi keseimbangan intriksi magnetik karena : B x = B y

LEMBAR PENGESAHAN. No. Dok : Tanggal : Revisi : Halaman 1 dari 24

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG UJI KESESUAIAN PESAWAT SINAR-X RADIOLOGI DIAGNOSTIK DAN INTERVENSIONAL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terdapat 2 elektroda yaitu anoda dan katoda. Katoda/filamen tabung

Penentuan Efisiensi Beta Terhadap Gamma Pada Detektor Geiger Muller

4. Sebuah sistem benda terdiri atas balok A dan B seperti gambar. Pilihlah jawaban yang benar!

PELURUHAN GAMMA ( ) dengan memancarkan foton (gelombang elektromagnetik) yang dikenal dengan sinar gamma ( ).

SOAL UN FISIKA DAN PENYELESAIANNYA 2005

UJI KESESUAIAN PESAWAT CT-SCAN MEREK PHILIPS BRILIANCE 6 DENGAN PERATURAN KEPALA BAPETEN NOMOR 9 TAHUN 2011

BAB I PENDAHULUAN. Radiodiagnostik merupakan tindakan medis yang memanfaatkan radiasi

Fisika Modern (Teori Atom)

Alat Proteksi Radiasi

D. 30 newton E. 70 newton. D. momentum E. percepatan

BAB III BESARAN DOSIS RADIASI

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR FORMULIR PERMOHONAN SURAT IZIN BEKERJA PETUGAS TERTENTU

ANALISIS KUALITAS RADIOGRAFI PADA OBJEK BERGERAK DAN OBJEK TIDAK BERGERAK DENGAN MENGGUNAKAN VARIASI EKSPOSE SKRIPSI

Fisika Ujian Akhir Nasional Tahun 2003

1. Pengukuran tebal sebuah logam dengan jangka sorong ditunjukkan 2,79 cm,ditentikan gambar yang benar adalah. A

SPEKTROSKOPI-γ (GAMMA)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. Diameter suatu benda diukur dengan jangka sorong seperti gambar berikut ini.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

D. 80,28 cm² E. 80,80cm²

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR,

PERBANDINGAN DOSIS RADIASI DI UDARA TERHADAP DOSIS RADIASI DI PERMUKAAN PHANTOM PADA PESAWAT CT-SCAN

Laporan Praktikum Fisika Eksperimental Lanjut Laboratorium Radiasi

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 63 TAHUN 2000 (63/2000) TENTANG KESELAMATAN DAN KESEHATAN TERHADAP PEMANFAATAN RADIASI PENGION

Perancangan Keselamatan Ruangan Radiologi Pesawat Sinar-X Di PSTA BATAN Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

OPERASI MESIN BERKAS ELEKTRON (MBE) PTAPB BATAN TIPE BA 350 kev / 10 ma

Pertanyaan Final (rebutan)

Materi. Radioaktif Radiasi Proteksi Radiasi

PERTEMUAN KE 2 (50 MENIT)

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG

PENEMUAN RADIOAKTIVITAS. Sulistyani, M.Si.

1. Diameter suatu benda diukur dengan jangka sorong seperti gambar berikut ini.

PENGARUH RADIASI HAMBUR TERHADAP KONTRAS RADIOGRAFI AKIBAT VARIASI KETEBALAN OBYEK DAN LUAS LAPANGAN PENYINARAN MUHAMMAD SYARIF BODDY

DAMPAK TINGKAT RADIASI PADA TUBUH MANUSIA

1. RADIASI BENDA HITAM Beberapa Pengamatan

drimbajoe.wordpress.com

SIMAK UI Fisika

BAB II LANDASAN TEORI

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK UTARA DINAS PENDIDIKAN PEMUDA DAN OLAHRAGA MUSYAWARAH KERJA KEPALA SEKOLAH (MKKS) SMA TRY OUT UJIAN NASIONAL 2010

PERBANDINGAN KARAKTERISTIK KELUARAN ANTARA PESAWAT SINAR-X TOSHIBA MODEL DRX-1824B DAN TOSHIBA MODEL DRX-1603B. Skripsi

VII. PELURUHAN GAMMA. Sub-pokok Bahasan Meliputi: Peluruhan Gamma Absorbsi Sinar Gamma Interaksi Sinar Gamma dengan Materi

Oleh ADI GUNAWAN XII IPA 2 FISIKA INTI DAN RADIOAKTIVITAS

LATIHAN UJIAN NASIONAL

FISIKA 2015 TIPE C. gambar. Ukuran setiap skala menyatakan 10 newton. horisontal dan y: arah vertikal) karena pengaruh gravitasi bumi (g = 10 m/s 2 )

D. 6,25 x 10 5 J E. 4,00 x 10 6 J

Karakterisasi XRD. Pengukuran

12/03/2015 SEKILAS SEJARAH. PERTEMUAN KE-3 PEMBENTUKAN DAN PENDETEKSIAN SINAR-X Nurun Nayiroh, M.Si TABUNG SINAR-X SKEMA TABUNG SINAR-X

Dibuat oleh invir.com, dibikin pdf oleh

CHAPTER I RADIASI BENDA HITAM

Copyright all right reserved

Fisika EBTANAS Tahun 1992

FISIKA ATOM & RADIASI

2 A (C) - (D) - (E) -

PAKET SOAL LATIHAN FISIKA, 2 / 2

Youngster Physics Journal ISSN : Vol. 5, No. 4, Oktober 2016, Hal

ANALISA PENGARUH FAKTOR EKSPOSI TERHADAP ENTRANCE SURFACE AIR KERMA (ESAK)

UJIAN NASIONAL TP 2008/2009

BAB 1 PENDAHULUAN. pada gelombang listrik dari pada peralatan yang dimaksudkan ialah X-Ray (sinar-

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH JARAK TABUNG SINAR-X DENGAN FILM TERHADAP KESESUAIAN BERKAS RADIASI PADA PESAWAT X-RAY SIMULATOR DI INSTALASI RADIOTERAPI RSUD DR

Kontras. Darmini J. Dahjono Asri Indah Aryani

Xpedia Fisika. Soal Fismod 2

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Fisika EBTANAS Tahun 1993

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Mekanisme Penyinaran Sinar-X

Antiremed Kelas 12 Fisika

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2007 TENTANG KESELAMATAN RADIASI PENGION DAN KEAMANAN SUMBER RADIOAKTIF

SPEKTROSKOPI-γ (GAMMA)

Dualisme Partikel Gelombang

LAPORAN RESMI PRAKTEK KERJA LABORATORIUM 1

Latihan Soal UN Fisika SMA. 1. Dimensi energi potensial adalah... A. MLT-1 B. MLT-2 C. ML-1T-2 D. ML2 T-2 E. ML-2T-2

Wardaya College. Tes Simulasi Ujian Nasional SMA Berbasis Komputer. Mata Pelajaran Fisika Tahun Ajaran 2017/2018. Departemen Fisika - Wardaya College

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sinar-X Sinar-X dapat diproduksi dengan jalan menembaki target logam dengan elektron cepat dalam tabung sinar katoda. Elektron sebagai proyektil dihasilkan dari filament panas yang juga berfungsi sebagai katoda. Elektron dari filamen dipercepat gerakanya menggunakan tegangan listrik berorde 10 2-10 6 Volt. Sinar-X memiliki panjang gelombang dalam orde 1 Ǻ dengan kecepatan cahaya sebesar 3x10 8 m/s. Gambar tabung sinar-x ditunjukkan pada Gambar 2.1. Gambar 2.1. Tabung sinar-x (Akhadi, 2000) Pada saat berkas elektron menumbuk target, sebagian besar energi elektron tersebut hilang dalam bentuk panas, dan sebagian energinya hilang untuk memproduksi sinar-x. Namun ada pula kemungkinan semua energi kinetik tersebut diubah menjadi foton sinar-x. elektron yang bergerak sangat cepat yang akhirnya ditumbukkan ke target logam bernomor atom dan suhu lelehnya tinggi. Ketika elektron menabrak target logam, maka sinar-x akan terpancar dari permukaan logam tersebut. Sinar-X dalam proses ini disebut sinar-x bremsstrahlung. Sinar-X dapat pula terbentuk melalui proses perpindahan elektron atom dari tingkat energi yang tinggi menuju ke tingkat energi yang rendah yang disebut sinar-x karakteristik. 4

5 Besarnya energi elektron yang dipercepat dengan beda potensial V secara matematis dirumuskan pada Persamaan 2.1 (Akhadi, 2000). E = V. e (2.1) Dimana : E : energi elektron (ev) V : beda potensial (Volt) e : Muatan elememter elektron ( 1,6 x 10-19 C) 2.2 Besaran dan Satuan Dosimetri Dosimetri merupakan kegiatan pengukuran dosis radiasi dengan tehnik pengukurannya didasarkan pada pengukuran ionisasi yang disebabkan oleh radiasi dalam gas, terutama udara. Besaran yang dipakai dalam pengukuran jumlah radiasi selalu didasarkan pada jumlah ion yang terbentuk dalam keadaan tertentu atau pada jumlah energi radiasi yang diserahkan kepada bahan. Ada beberapa besaran dan satuan dasar yang berhubungan dengan radiasi pengion ini disesuaikan dengan kriteria penggunaannya. Adapun besaran dan satuan dasar dalam dosimetri adalah sebagai berikut : 2.2.1 Paparan Paparan merupakan besaran untuk menyatakan intensitas sinar-x yang dapat menghasilkan ionisasi di udara dalam jumlah tertentu. Secara matematis dirumuskan pada Persamaan 2.2 (Akhadi, 2000). (2.2) dimana : X : paparan (C.kg -1 ) dq : perubahan jumlah muatan pasangan ion (C) dm : jumlah massa (kg) Satuan besaran paparan yaitu coulomb per kilogram-udara (C.kg -1 ) dan diberi nama khusus yaitu rontgen, disingkat R. Satu rontgen didefinisikan sebagai intensitas sinar-x yang dapat menghasilkan ionisasi di udara sebanyak 1,16 x 10 15 pasangan ion per kg udara.

6 2.2.2 Dosis Serap Dosis serap merupakan jumlah energi radiasi yang diberikan oleh radiasi pengion kepada medium. Dalam satuan SI (Satuan Internasional) besaran dosis serap diberi satuan khusus, yaitu gray (Gy) dimana 1 Gy = 1 J.kg -1. Secara matematis, dosis serap (D) dirumuskan dengan Persamaan 2.3 (Akhadi, 2000). (2.3 ) Dimana : D : dosis serap (J. kg -1 ) de : energi yang diserap oleh medium ( J) dm : jumlah massa (kg) Jika de dalam Joule (J) dan dm dalam kilogram (kg), maka satuan dari D adalah J.kg -1. Dalam satuan SI besaran dosis serap diberi satuan khusus yaitu Gray dan disingkat Gy, dimana 1 Gy = 1 J. kg -1. Satuan Gy menunjukan nilai dosis serap yang sangat tinggi. Untuk nilai dosis serap yang lebih rendah biasanya digunakan satuan mgy (10-3 Gy). Turunan dosis serap terhadap waktu disebut laju dosis serap dan dirumuskan dengan persamaan 2.4 = (2.4) Laju dosis serap mempunyai satuan dosis serap per satuan waktu. Dalam sitem SI, laju dosis serap dinyatakan dalam Gy.s -1. 2.3 Tingkat Panduan Dosis Berdasarkan peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir No. 8 Tahun 2011 tentang keselamatan radiasi dalam penggunaan pesawat sinar-x radiologi diagnostik dan intervensional disebutkan tingkat panduan paparan medik sebagaimana dimaksud dalam pasal 36 ayat 2 dijelaskan bahwa penerapan optimasi proteksi dan keselamatan radiasi harus diupayakan agar pasien menerima dosis radiasi serendah mungkin sesuai dengan yang diperlukan agar mencapai tujuan diagnostik. Dalam pasal 40 menerapkan panduan paparan medik sebagaimana dimaksud dalam pasal 36 ayat (3) huruf b diterapkan untuk radiografi dan fluroskopi. Pasal 40 ayat 1 tingkat panduan medik yang dimaksud pada ayat 1 dapat dilampaui apabila ada justifikasi berdasarkan

7 kebutuhan klinis. Tingkat panduan paparan medik tersebut diukur pada pasien dewasa dengan nilai dosis yang diperlihatkan pada Tabel 2.1 Tabel 2.1. Tingkat panduan dosis radiografi diagnostik untuk setiap pasien dewasa (Perka BAPETEN No. 8 tahun 2011) No Jenis Pemeriksaan 1 Lumbal tulang belakang ( lumbal spine) 2 Organ ginjal, empedu (abdomen, intravenous urography dan cholecystography) Posisi Pemeriksaan AP LAT LSJ Dosis Permukaan Masuk per Radiografi ( mgy) 10 30 40 AP 10 3 (Pelvis) AP 10 4 Sendi panggul AP 10 (hip joint) 5 Paru (chest) PA LAT 0,4 1,5 6 Tulang bagian belakang (thoracic spine) AP LAT 7 Gigi periapical (dental) AP 8 Kepala (skull) PA LAT 7 20 7 5 5 3 2.4 Teknik foto thorax Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan (KEMENKES) No.1250 tahun 2009 tentang pedoman kendali mutu untuk pengujian paparan radiasi, pasien digantikan dengan phantom. Dalam pengukuran dosis paparan radiasi sifat fisis material phantom ekuivalen dengan jaringan lunak pada tubuh manusia serta mudah diperoleh. Sehingga proses pengukuran dosis dapat dilakukan berulang-ulang dengan variasi jarak yang diinginkan. Salah satu proyeksi yang biasa digunakan untuk teknik pemeriksaan foto thorax adalah proyeksi PA dan LAT.

8 2.4.1 Proyeksi PA Pada proyeksi ini pasien diposisikan berdiri tegak menghadap kaset, dagu diangkat keatas, tangan diletakkan dibelakang dan dibawah pinggul. Thorax harus diposisikan secara simetris relatif terhadap film, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.2. Sumber radiasi diposisikan di belakang pasien dengan jarak fokus ke film sejauh mulai dari 150-180 cm, dan pancaran sinar-x ditransmisikan ke pasien. Gambar 2.2 Proyeksi PA pada Pasien (Withley, 2005) Pada penelitian ini proyeksi PA menggunakan phantom diperlihatkan pada Gambar 2.3 Gambar 2.3 Skema proyeksi PA phantom

9 Pada Gambar 2.3 ditunjukkan skema proyeksi PA yang digunakan adalah phantom dengan luas lapangan penyinaran yang berukuran 30 x 30 cm dimana variasi jarak dari titik fokus ke detektor mulai dari 100-180 cm. Detektor dihubungkan dengan elektrometer dan ditempatkan diluar ruangan. Teknik pengukuran dosis penyinaran dilakukan pada arah vertikal dengan cara menggeser stand tabung sinar-x menjauhi detektor. 2.4.2 Proyeksi LAT Proyeksi LAT pada pasien dapat dilakukan dengan dua sisi yaitu miring menyamping ke kiri atau kanan. Pasien diposisikan berdiri tegak disamping kaset, lengan dilipat dan dinaikkan diatas kepala. Sagital median sejajar disesuaikan dengan kaset. Sumber sinar-x diarahkan dari disamping pasien dengan jarak fokus ke film mulai dari 150-180 cm. Proyeksi LAT pada pasien dapat ditunjukkan pada Gambar 2.4 Gambar 2.4 Proyeksi LAT pada Pasien (Withley, 2005) Skema proyeksi LAT phantom yang ditunjukkan pada Gambar 2.5 luas lapangan penyinaran berukuran 20 x 30 cm dan variasi jarak dari titik fokus ke detektor mulai dari 100-180 cm. Detektor dihubungkan dengan elektrometer dan ditempatkan diluar ruangan. Setiap dosis radiasi yang masuk akan terbaca pada elektrometer. Teknik

10 pengukuran dosis penyinaran dilakukan pada arah vertikal dengan cara menggeser stand tabung sinar-x menjauhi detektor. Gambar 2.5 Skema Proyeksi LAT phantom 2.5 Pengaturan Jarak Faktor jarak berkaitan erat dengan fluks ( ) radiasi. Fluks radiasi pada suatu titik berbanding terbalik dengan kuadrat jarak antara titik tersebut dengan sumber radiasi. Untuk mengetahui pengaruh jarak terhadap fluks radiasi, diberikan sumber yang memancarkan radiasi dengan jumlah pancaran S (radiasi/s). Fluks radiasi didefinisikan sebagai jumlah radiasi yang menembus luas permukaan (dalam cm 2 ) per satauan waktu (s) (Akhadi, 2000). Hubungan jumlah pancaran (S) dengan fluks radiasi ( ) pada jarak r dituliskan sebagai berikut: (2.5) Dari persamaan 2.5 terlihat bahwa fluks radiasi pada suatu titik berbanding terbalik dengan kuadrat jarak titik tersebut terhadap sumber radiasi. Laju dosis radiasi berbanding lurus dengan fluks radiasi, sehingga laju dosis pada suatu titik juga berbanding terbalik dengan kuadrat jarak titik tersebut terhadap sumber. Namun ketentuan ini hanya berlaku apabila sumber radiasi berbentuk titik dan tidak ada absorbsi radiasi oleh medium.

11 Dari persamaan 2.5 laju dosis pada suatu titik dapat dirumuskan dengan Persamaan 2.6. atau (2.6) di mana: = laju dosis serap pada suatu titik (R/s) R = jarak antara titik dengan sumber radiasi (cm) Sedangkan untuk radiasi elektromagnetik (sinar-x dan ) dapat pula dinyatakan dalam laju paparan, sehingga persamaan 2.6 dapat pula ditulis : (2.7) = laju dosis paparan pada suatu titik (R/s) R = jarak antara titik dengan sumber radiasi (cm) Dari persamaan (2.5), (2.6) dan (2.7) maka dapat diambil kesimpulan bahwa jika jarak menjadikan dua kali lebih besar, laju dosis berkurang menjadi 1/(2) 2 atau 4 kali lebih kecil. Jika jarak diperbesar 3 kali, laju dosis berkurang menjadi 1/(3) 2 atau 9 kali lebih kecil. Sebaliknya bila jarak sumber radiasi diperpendek 1/2 kali, laju dosis radiasi akan menjadi 4 kali lebih besar dan bila jarak diperpendek menjadi 1/3 kali, maka laju dosis menjadi 9 kali lebih besar. Jadi bila penyinaran terlalu dekat pada sumber, maka laju dosis berlipat ganda besarnya yang artinya semakin besar jarak, semakin kecil dosis radiasi yang terukur. 2.6 Alat Ukur Radiasi Alat ukur radiasi merupakan suatu sistem yang terdiri dari sistem yang terdiri dari detektor dan peralatan penunjang. Alat ukur yang dapat memberikan informasi dosis seperti paparan dalam roentgen, dosis serap dalam rad atau gray dan dosis ekivalen dalam rem atau sievert/sv. (Akhadi, 2000).

12 2.6.1 Detektor Isian Gas Detektor isian gas merupakan detektor yang paling sering digunakan untuk mengukur radiasi. Detektor ini terdiri dari dua elektroda, positif dan negatif, serta berisi gas di antara kedua elektrodanya. Elektroda positif disebut sebagai anoda, yang dihubungkan ke kutub listrik positif, sedangkan elektroda negatif disebut sebagai katoda, yang dihubungkan ke kutub negatif. Ada tiga jenis detektor isian gas yaitu detektor kamar ionisasi yang bekerja di daerah ionisasi, detektor proposional yang bekerja di daerah proposional serta detektor geiger mueller (GM) yang bekerja di daerah geiger mueller (Cember, 1956). Salah satu jenis detektor isian gas yang sering digunakan adalah detektor kamar ionisasi (ionization chamber). Kebanyakan detektor ini berbentuk silinder dengan sumbu yang berfungsi sebagai anoda dan dinding silindernya sebagai katoda. Radiasi yang memasuki detektor akan mengionisasi gas dan menghasilkan ion-ion positif dan ion-ion negatif (elektron). Jumlah ion yang dihasilkan sebanding dengan dengan energi radiasi. Ion-ion yang dihasilkan di dalam detektor akan memberikan kontribusi terbentuknya pulsa listrik ataupun arus listrik. Gambar 2.6 Proses terbentuknya ion positif dan negatif (BATAN, 2013) Terbentuknya arus listrik disebabkan oleh ion-ion yang dihasilkan oleh radiasi dan memasuki detektor. Ion yang memasuki detektor disebut sebagai ion primer sedangkan ion-ion yang dihasilkan oleh ion primer disebut ion sekunder. Bila medan listrik diantara dua elektroda semakin tinggi maka energi kinetik primer akan semakin tinggi sehingga mampu membedakan ionisasi lain dan jumlah yang dihasilkan sebuah radiasi akan sangat banyak. Keuntungan detektor ini adalah dapat membedakan energi yang memasukinya dan tegangan kerja yang dibutuhkan tidak terlalu tinggi. (Samsun, 2008).

13 2.6.2 Detektor Semikonduktor Sebuah detektor semikonduktor menggunakan semikonduktor (biasanya silikon atau germanium) untuk mendeteksi melintasi partikel bermuatan atau penyerapan foton. Detektor ini mempunyai beberapa keunggulan yaitu lebih effisien dibandingkan dengan detektor isian gas, karena terbuat dari zat padat, serta mempunyai resolusi yang lebih baik dari pada detektor sintilasi. Dengan demikian, detektor semikonduktor terutama berguna untuk spektroskopi nuklir (Cember, 1956). 2.6.3 Detektor Sintilasi Detektor sintilasi bekerja memamfaatkan radiasi fluoresensi yang dipancarkan ketika elektron dalam keadaan tereksitasi ke keadaan dasar di pita valensi. Ada bermacam-macam bahan yang memancarkan kerlipan cahaya (scintillator) apabila berinteraksi dengan radiasi pengion. Bahan ini bisa berupa zat padat, zat cair baik organik maupun anorganik (Akhadi, 2000). 2.6.4 Keunggulan dan Kelemahan Detektor Terdapat beberapa karakteristik detektor yang membedakan satu jenis detektor dengan lainnya yaitu efisiensi, kecepatan dan resolusi (BATAN, 2010). Adapun keunggulan dan kelemahan detektor ditunjukkan pada Tabel 2.2. Tabel 2.2 Spesifikasi keunggulan dan kelemahan detektor (BATAN, 2010) Jenis Detektor Keunggulan Kelemahan Isian Gas Kontruksi sederhana Efisiensi terendah Sintilasi Efisiensi tinggi dan Resolusi terendah dan Semikonduktor Respon cepat Resolusi tetinggi kontruksi rumit Kontruksi rumit Pemilihan detektor harus mempertimbangkan spesifikasi keunggulan dan kelemahan sebagaimana tabel di atas. Salah satunya adalah detektor yang digunakan pada alat ukur yang mudah dibawa sebaiknya adalah detektor isian gas, detektor yang digunakan pada alat ukur untuk radiasi alam (intensitas sangat rendah) sebaiknya adalah detektor sintilasi, sedangkan detektor pada sistem spektroskopi untuk menganalisis bahan sebaiknya detektor semikonduktor (BATAN, 2010).

14 Langkah penting yang perlu diperhatikan sebelum menggunakan detektor adalah memeriksa sertifikat kalibrasi. Pemeriksaan sertifikat kalibrasi harus memperhatikan faktor kalibrasi alat dan memeriksa tanggal validasi sertifikat. Faktor kalibrasi merupakan suatu parameter yang membandingkan nilai yang ditunjukkan oleh alat ukur standard dan nilai dosis (BATAN, 2013). Untuk mengukur nilai dosis sebenarnya menggunakan Persamaan 2.8 (Wahyu, 2015). D s = D u. F k (2.8) dimana : F k = faktor kalibrasi D s = nilai dosis sebenarnya (mgy) D u = nilai yang ditampilkan alat ukur (pc) 2.7 Faktor Kalibrasi Definisi kalibrasi menurut ISO/IEC Guide17025:2005 dan Vocabulary of International Metrology (VIM) adalah serangkaian kegiatan yang membentuk hubungan antara nilai yang ditunjukkan oleh instrumen ukur atau sistem pengukuran, atau nilai yang diwakili oleh bahan ukur. Dengan nilai-nilai yang sudah diketahui yang berkaitan dari besaran yang diukur dalam kondisi tertentu atau kegiatan untuk menentukan kebenaran konvensional nilai penunjukkan alat ukur dan bahan ukur dengan cara membandingkan terhadap standar ukur (traceable) ke standar nasional untuk satuan ukuran dan internasional (BATAN, 2013). Alat ukur radiasi memegang peranan penting dalam setiap kegiatan yang memamfaatkan radiasi. Alat ukur yang baik dan stabil memberikan informasi hasil pengukuran radiasi yang akurat. Oleh sebab itu dalam setiap melakukan pengukuran diperlukan alat ukur yang dapat menjamin kebenaran nilai penunjukkannya (Akhadi, 2000). Sudah merupakan suatu ketentuan bahwa setiap alat ukur proteksi radiasi harus di kalibrasi secara periodik oleh instansi yang berwenang. Hal ini dilakukan untuk menguji ketepatan nilai yang ditampilkan alat terhadap nilai sebenarnya. Perbedaan nilai antara yang ditampilkan dan yang sebenarnya harus dikoreksi dengan suatu parameter yang disebut sebagai faktor kalibrasi (F k ). Dalam melakukan pengukuran, nilai yang ditampilkan alat harus dikalikan dengan faktor kalibrasinya. Faktor Kalibrasi dapat dihitung dengan Persamaan (2.9) (BATAN, 2013). Faktor kalibrasi biasanya sudah

15 tertera pada label yang tertempel di alat ukur. Untuk lebih jelasnya bisa dilihat di Gambar 2.8. (2.9) dimana : F k D s D u : faktor kalibrasi : nilai dosis sebenarnya (mgy) : nilai yang ditampilkan alat ukur (pc) Gambar 2.7 Elektrometer PTW (Instalasi Radiologi RSUP SANGLAH) Gambar 2.8 Label kalibrasi (Instalasi Radiologi RSUP SANGLAH)

16 Gambar 2.9 Detektor ionisasi chamber tipe TM 30013 No seri S/N 04874 (Instalasi Radiologi RSUP SANGLAH) 2.8 Phantom Phantom merupakan suatu bentuk permodelan dari objek manusia yang digunakan dalam bidang radiologi baik radiodiagnostik maupun radioterapi untuk evaluasi kualitas gambar radiograf secara realistis (Vassileva, 2002). Phantom yang banyak digunakan yaitu phantom yang terbuat dari akrilik karena mempunyai rapat masa yang hampir sama dengan kerapatan air yakni 0.994 gr/cm 3, hal ini dilakukan karena manusia terdiri dari 75 % molekul air (Pratiwi, 2006). Phantom geometris sederhana salah satunya yaitu phantom LucAl (standar dosimetrik) dirancang dalam pencitraan dan tujuan dosimetrik pada kisaran tegangan tabung 20 kv - 150 kv. Phantom yang digunakan dalam proses penelitian ditunjukkan pada Gambar 2.11 Gambar 2.10 Phantom air tipe T41001-00116 (Instalasi Radiologi RSUP Sanglah)

17 2.9 Quality Anssurace dan Quality Control Program keselamatan dan kesehatan kerja dalam medan radiasi pengion dilakukan secara berkala pada jangka waktu tertentu, sehingga dapat mendeteksi perkembangan ketidaknormalan fungsi peralatan dan sekaligus dapat diketahui tindakan perbaikan yang mungkin sangat diperlukan sebelum terjadi kerusakan yang signifikan terhadap kualitas citra. Program ini disebut program jaminan kualitas (Quality Anssurance) dan program control kualitas (Quality Control) yang bertujuan meyakinkan bahwa fasilitas sinar-x diagnostik akan menghasilkan gambar berkualitas tinggi secara konsisten dengan minimal paparan kepada pasien dalam segi penyembuhan personal. Beberapa kegiatan uji yang termasuk dalam program quality control terdiri dari reproduksibilitas keluaran radiasi sinar-x, reproduktifitas dan akurasi dari timer, reproduktifitas dan akurasi dari kvp, akurasi sumber ke film indikator jarak, cahaya/sinar-x bidang kongruensi, nilai HVL (filter Aluminium), konsistensi titik fokus dan entrance skin exposure, linearitas dan kemampuan untuk memproduksi nilai ma. (Ismail et al., 2013).