PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI KOTA TAHUN : 2014

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR : 6 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK DAERAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2010 NOMOR 1 SERI B

PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG SELATAN,

PEMERINTAH KABUPATEN KEDIRI

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 7 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1997 TENTANG PAJAK DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG TAHUN 2011 NOMOR 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK DAERAH

BUPATI BANGKA TENGAH

BUPATI SUBANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUBANG NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJAR,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG BARAT NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK DAERAH KABUPATEN LAMPUNG BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KENDAL,

NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

PERATURAN DAERAH KOTA TANJUNGBALAI NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANJUNGBALAI,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TASIKMALAYA,

PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO

PEMERINTAH KABUPATEN MADIUN

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN,

PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI SOLOK SELATAN PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SOLOK SELATAN NOMOR 2 14 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI GROBOGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUMAS,

BUPATI MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAGELANG,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TEGAL

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG

PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 1 Tahun : 2011 Seri : B

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA METRO,

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT

BUPATI BATU BARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATU BARA NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BATU BARA

BUPATI WONOGIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI WONOGIRI,

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBONG NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LEBONG,

LEMBARAN DAERAH KOTA SURAKARTA TAHUN 2011 NOMOR 3 WALIKOTA SURAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK DAERAH

BUPATI BERAU PROVINSI KALIMANTAN TIMUR RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BERAU

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN ILIR NOMOR : 15 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI OGAN ILIR,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BERAU

PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG PERATURAN DAERAH KOTA TANJUNGPINANG NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PEMALANG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERDANG BEDAGAI,

B U P A T I S R A G E N

B U P A T I S R A G E N

b. bahwa Pajak Daerah merupakan salah satu sumber pendapatan Daerah yang penting guna membiayai pelaksanaan Pembangunan Daerah ;

BUPATI SAMPANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMPANG NOMOR : 4 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SAMPANG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SRAGEN,

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER PENGUNDANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBER NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA TEGAL PERATURAN DAERAH KOTA TEGAL

PEMERINTAH KABUPATEN BENGKULU SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKULU SELATAN NOMOR 01 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK DAERAH

BAB II KAJIAN PUSTAKA. a. Pengertian Pendapatan Asli Daerah (PAD)

PEMERINTAH KABUPATEN TUBAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TUBAN NOMOR 05 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TUBAN,

WALIKOTA MAGELANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG

PROVINSI BANTEN BUPATI TANGERANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 18 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GROBOGAN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 08 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL,

PERATURAN DAERAH KOTA BINJAI NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BINJAI,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALUKU TENGGARA BARAT NOMOR 02 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK-PAJAK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BOYOLALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BOYOLALI,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BREBES. Nomor : 23 Tahun : 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK DAERAH KABUPATEN BREBES

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL (Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul) Nomor : 6 Tahun : 2017

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL (Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul) Nomor : 6 Tahun : 2017

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 2 TAHUN 2011 SERI B.1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK DAERAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BELITUNG TIMUR,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAY KANAN TAHUN 2011 NOMOR 7

BUPATI BIMA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BIMA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BIMA,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 1 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK DAERAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERANG,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PONTIANAK,

BUPATI BLORA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLORA NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BLORA,

PEMERINTAH KABUPATEN MALINAU

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BERAU

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK-PAJAK DAERAH

PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO

PEMERINTAH KABUPATEN MOJOKERTO

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

PEMERINTAH KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW SELATAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAHAT NOMOR 03 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LAHAT,

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 122 TAHUN : 2011 SERI : B PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK DAERAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 1 TAHUN 2016 PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU TENTANG PAJAK DAERAH

PEMERINTAH KABUPATEN PELALAWAN

5. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran Negara Republik

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG

WALIKOTA JAMBI PROVINSI JAMBI

BUPATI BONDOWOSO PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BONDOWOSO,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN TORAJA UTARA BUPATI TORAJA UTARA,

Perpajakan 2 Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Bea Materai

PEMERINTAH KABUPATEN BARITO UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BANYUWANGI SALINAN

PEMERINTAH KOTA SINGKAWANG

Transkripsi:

PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK DAERAH DI KABUPATEN CILACAP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP, Menimbang : a. bahwa sesuai dengan Undang Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, maka Kabupaten/Kota diberi kewenangan untuk memungut 11 (sebelas) Jenis Pajak Daerah yang menjadi kewenangan Kabupaten/Kota; b. bahwa Pajak Daerah yang merupakan salah satu sumber pendapatan daerah sangat penting guna membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah khususnya dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada masyarakat; c. bahwa untuk meningkatkan partisipasi dan peranserta masyarakat sebagai mitra dalam melaksanakan ketentuan perpajakan daerah, ketentuan materi yang diatur dalam beberapa Peraturan Daerah perlu disempurnakan berupa penyederhanaan dalam satu Peraturan Daerah; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf c maka perlu menetapkan Peraturan Daerah Kabupaten Cilacap tentang Pajak Daerah di Kabupaten Cilacap; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah- Daerah Kabupaten Dalam Lingkungan Propinsi Jawa Tengah (Berita Negara Republik Indonesia Tanggal 8 Agustus 1950); 2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2043); 3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 79, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209); 4. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262); 5. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 42 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3686) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 129, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3987);

6. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 27, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4189); 7. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53,Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389); 8. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik IndonesiaTahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 9. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438); 10. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 61, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4846); 11. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5049); 12. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara republik Indonesia Nomor 3258) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang- Undang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 90, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5145); 13. Peraturan Pemerintah Nomor 135 Tahun 2000 tentang Tata Cara Penyitaan dalam rangka Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 135, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4049); 14. Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penghapusan Piutang Negara/Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4488); 15. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4578) 16. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik IndonesiaI Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737); 2

17. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pemberian dan Pemanfaatan Insentif Pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 119, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5161); 18. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2007 tentang Pengesahan, Pengundangan, dan Penyebarluasan Peraturan Perundang- Undangan; 19. Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Cilacap Nomor 2 Tahun 1988 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Cilacap Tahun 1988 (Lembaran Daerah Kabupaten Cilacap Tahun 1988 Nomor 6, Seri D Nomor 3); 20. Peraturan Daerah Kabupaten Cilacap Nomor 8 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Daerah Kabupaten Cilacap Tahun 2007 Nomor 8). Dengan Persetujuan Bersama 3 DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN CILACAP dan BUPATI CILACAP MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PAJAK DAERAH DI KABUPATEN CILACAP. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Kabupaten Cilacap; 2. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan Perangkat Daerah sebagai unsur Pelaksana Pemerintahan Daerah; 3. Kepala Daerah adalah Bupati Cilacap; 4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Cilacap; 5. Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah adalah Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Cilacap; 6. Pejabat adalah pegawai yang diberi tugas tertentu di bidang perpajakan daerah sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan; 7. Peraturan Daerah adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan persetujuan bersama Kepala Daerah; 8. Pajak Daerah adalah, yang selanjutnya disebut Pajak, adalah kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat; 9. Kas Daerah adalah Kas Daerah Kabupaten Cilacap;

10. Pajak Hotel adalah Pajak atas Pelayanan yang disediakan oleh hotel; 11. Hotel adalah fasilitas penyedia jasa penginapan/peristirahatan termasuk jasa terkait lainnya dengan dipungut bayaran, yang mencakup juga motel, losmen, gubug pariwisata, wisma pariwisata, pesanggrahan, rumah penginapan dan sejenisnya serta rumah kos dengan jumlah kamar lebih dari 10 (sepuluh); 12. Pembayaran adalah jumlah yang diterima atau seharusnya diterima sebagai imbalan atas penyerahan jasa sebagai pembayaran kepada pengusaha hotel; 13. Pengusaha Hotel adalah perorangan atau badan yang menyelenggarakan usaha hotel untuk dan atas nama pihak lain yang menjadi tanggungannya; 14. Pajak Restoran adalah pajak atas pelayanan yang disediakan oleh restoran; 15. Restoran adalah fasilitas penyedia makanan dan atau minuman dengan dipungut bayaran, yang mencakup juga rumah makan, kafetaria, kantin, warung, bar dan sejenisnya termasuk jasa boga/katering; 16. Pembayaran adalah jumlah yang diterima atau seharusnya diterima sebagai imbalan atas penyerahan jasa sebagai pembayaran kepada pemilik restoran; 17. Pajak Hiburan adalah Pajak atas penyelenggaraan hiburan; 18. Hiburan adalah jenis tontonan, pertunjukan, permainan dan atau keramaian yang dinikmati dengan dipungut bayaran; 19. Penyelenggara hiburan adalah perorangan atau badan yang menyelenggarakan hiburan baik untuk dan atas nama sendiri atau untuk dan atas nama pihak lain yang menjadi tanggungannya menyelenggarakan sesuatu hiburan; 20. Harga Tanda Masuk (HTM) adalah suatu tanda atau alat yang sah dengan nama dan dalam bentuk apapun yang dapat digunakan untuk menonton, menggunakan atau menikmati hiburan; 21. Pajak Reklame adalah pajak atas penyelenggaraan reklame; 22. Reklame adalah benda, alat perbuatan atau media yang menurut bentuk sesuatu barang dan corak ragamnya untuk tujuan komersial, dipergunakan untuk memperkenalkan, menganjurkan mempromosikan atau menarik perhatian umum sesuatu barang, jasa, orang atau yang dapat dilihat, dibaca dan atau didengar dirasakan dan atau dinikmati oleh umum; 23. Penyelenggara Reklame adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan reklame; 24. Panggung/Lokasi reklame adalah suatu sarana atau tempat pemasangan satu atau beberapa buah reklame; 25. Kawasan/Zona adalah batasan-batasan wilayah tertentu sesuai dengan pemanfaatan wilayah tersebut yang dapat digunakan untuk pemasangan reklame; 26. Nilai sewa Reklame, yang selanjutnya disebut NSR adalah nilai yang ditetapkan sebagai dasar penghitungan penetapan besarnya pajak daerah; 27. Nilai Jual Obyek Pajak Reklame yang selanjutnya disebut NJOPR adalah keseluruhan pembayaran/pengeluaran biaya yang dikeluarkan oleh pemilik dan atau penyelenggara Reklame termasuk dalam hal ini adalah biaya/harga beli barang reklame, kontruksi, instalasi listrik, pembayaran/ongkos perakitan, pemancaran, peragaan, penayangan, pengecatan, pemasangan dan transportasi pengangkutan dan lainnya sampai dengan bangunan reklame selesai, 28. Nilai Strategis Pemasangan Reklame yang selanjutnya disebut NSPR adalah nilai yang ditetapkan pada titik lokasi pemasangan Reklame tersebut berdasarkan kriteria kepadatan pemanfaatan tata ruang kota untuk berbagai aspek kegiatan; 29. Izin Penyelenggaraan Reklame adalah izin yang diperlukan oleh orang atau badan yang menyelenggarakan dan atau memasang reklame di Wilayah Kabupaten Cilacap; 4

5 30. Pajak Penerangan Jalan adalah pajak atas penggunaan tenaga listrik, baik yang dihasilkan sendiri maupun diperoleh dari sumber lain; 31. Perusahaan Listrik Negara yang selanjutnya disebut PLN adalah PT. PLN (persero) APJ Cilacap dan APJ Purwokerto; 32. Tenaga Listrik PLN adalah aliran listrik yang dipasok oleh PLN; 33. Tenaga Listrik bukan PLN adalah aliran listrik yang dipasok bukan oleh PLN; 34. Pelanggan listrik adalah orang dan atau badan yang menjadi pemilik/penyewa/penghuni bangunan rumah dan bangunan lainnya yang menggunakan listrik dari PLN/bukan PLN; 35. Pajak Mineral bukan Logam dan Batuan adalah pajak atas kegiatan pengambilan mineral bukan logam dan batuan, baik dari sumber alam di dalam dan/atau permukaan bumi untuk dimanfaatkan; 36. Mineral bukan logam dan batuan adalah mineral bukan logam dan batuan sebagaimana di dalam peraturan perundangan-undangan di bidang mineral dan batubara; 37. Eksploitasi mineral bukan logam dan batuan adalah pengambilan mineral bukan logam dan batuan dari sumber alam di dalam dan atau permukaan bumi untuk dimanfaatkan; 38. Pajak Parkir adalah pajak atas penyelenggarakan tempat parkir di luar badan jalan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor; 39. Parkir adalah keadaan yang tidak bergerak suatu kendaraan yang tidak bersifat sementara; 40. Tempat Parkir adalah tempat parkir di luar badan jalan yang disediakan oleh orang pribadi atau badan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu usaha, termasuk tempat penitipan kendaraan bermotor dan garasi kendaraan bermotor yang memungut bayaran; 41. Izin tempat parkir adalah izin yang diperlukan untuk menyelenggarakan tempat parkir yang dijalankan secara teratur dalam suatu bidang tertentu dengan dipungut bayaran untuk maksud mencari keuntungan; 42. Burung walet adalah satwa yang termasuk marga collacalia yaitu collocalia fuchliap haga, collocalia maxina, collocalia esculanta dan collocalia linchi. 43. Pajak Sarang Burung Walet adalah pajak atas kegiatan pengambilan dan atau pengusahaan sarang burung walet atau sebangsanya; 44. Sarang Burung adalah sarang burung walet atau sebangsanya yang dapat diperdagangkan dan digunakan sebagai bahan makanan atau obat-obatan yang terdapat dalam Wilayah Kabupaten Cilacap; 45. Tempat pengelolaan dan pengusahaan adalah rumah-rumah, bangunan-bangunan, gua-gua dan tempat lain yang digunakan untuk pemeliharaan sarang burung; 46. Pajak Air Tanah adalah pajak atas pengambilan dan atau pemanfaatan air tanah; 47. Air Tanah adalah air yang terdapat dalam lapisan tanah atau batuan dibawah permukaan tanah ; 48. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah pajak atas bumi dan / atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan / atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau Badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan dan pertambangan; 49. Bumi adalah permukaan bumi yang meliputi tanah dan perairan pedalaman serta laut wilayah kabupaten / kota; 50. Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan / atau perairan pedalaman dan / atau laut;

51. Nilai Jual Objek Pajak, yang selanjutnya disingkat NJOP, adalah harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar, dan bilamana tidak terdapat transaksi jual beli, NJOP ditentukan melalui perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis, atau nilai perolehan baru, atau NJOP pengganti; 52. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah pajak atas perolehan hak atas tanah dan / atau bangunan; 53. Perolehan Hak atas Tanah dan / atau Bangunan adalah perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan / atau bangunan oleh orang pribadi atau Badan; 54. Hak atas Tanah dan / atau Bangunan adalah hak atas tanah, termasuk hak pengelolaan, beserta bangunan di atasnya, sebagaimana dimaksud dalam Undang Undang di bidang pertanahan dan bangunan; 55. Subjek Pajak adalah orang pribadi atau Badan yang dapat dikenakan Pajak; 56. Wajib Pajak adalah orang pribadi atau Badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan Perundang-undangan perpajakan daerah; 57. Masa Pajak adalah jangka waktu 1 ( satu ) bulan kalender atau jangka waktu yang lain yang diatur dengan Peraturan Kepala Daerah paling lama 3 ( tiga ) bulan kalender, yang menjadi dasar bagi Wajib Pajak yang menghitung, menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang; 58. Tahun Pajak adalah jangka waktu yang lamanya 1 ( satu ) tahun kalender, kecuali bila Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun kalender; 59. Pajak yang terutang adalah pajak yang harus dibayar pada suatu saat, dalam Masa Pajak, dalam Tahun Pajak, atau dalam Bagian Tahun Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah; 60. Pemungutan adalah suatu rangkaian kegiatan mulai dari penghimpunan data objek dan subjek pajak atau retribusi, penentuan besarnya pajak atau retribusi yang terutang sampai kegiatan penagihan pajak atau retribusi kepada Wajib Pajak atau Retribusi serta pengawasan penyetorannya; 61. Surat Pemberitahuan Pajak Daerah, yang selanjutnya disngkat SPTPD, adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan / atau pembayaran pajak, objek pajak dan / atau bukan objek pajak, dan / atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan perpajakan daerah; 61. Surat Pemberitahuan Objek Pajak, yang selanjutnya disingkat SPOP adalah surat yang digunakan oleh Wajib Pajak untuk melaporkan data subjek dan objek Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah yang terutang; 62. Surat Ketetapan Pajak Daerah, yang selanjutnya disingkat SKPD adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak yang terutang; 63. Surat Setoran Pajak Daerah yang selanjutnya disebut SSPD adalah Surat yang digunakan oleh Wajib Pajak untuk melakukan pembayaran atau penyetoran Pajak terutang ke Kas Daerah atau tempat lain yang ditetapkan Bupati; 64. Surat Tagihan adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan atau sanksi administrasi berupa bunga dan atau denda; 65. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar adalah surat ketetapan yang menentukan besarnya jumlah pajak yang terutang, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi, dan jumlah yang masih harus dibayar; 66. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan adalah surat ketetapan yang menentukan tambahan atas jumlah pajak telah ditetapkan; 67. Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar adalah surat ketetapan yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah pajak yang telah dibayar lebih besar daripada pajak yang seharusnya terutang; 6

68. Surat Pemberitahuan Pajak Terutang adalah surat yang digunakan untuk pemberitahuan besarnya Pajak bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan yang terutang kepada Wajib Pajak; 69. Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil adalah surat ketetapan yang menentukan jumlah pajak yang terutang sama besarnya dengan jumlah pajak yang dibayar; 70. Surat Keputusan Pembetulan adalah surat keputusan untuk membetulkan kasalahan tulis, kasalahan hitung dan / atau kekeliruan dalam penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan perundang undangan perpajakan daerah yang terdapat dalam Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang, Surat Ketetapan Pajak Daerah, Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil, Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar, Surat Tagihan Pajak Daerah, Surat Keputusan Pembetulan, atau Surat Keputusan Keberatan; 71. Surat Keputusan Keberatan adalah surat keputusan atas keberatan terhadap Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang, Surat Ketetapan Pajak Daerah, Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil, Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar, atau terhadap pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga yang diajukan oleh Wajib Pajak; 72. Juru Sita adalah pelaksana tindakan penagihan pajak meliputi penagihan seketika dan sekaligus, pembetulan surat paksa, penyitaan dan penyanderaan; 73. Putusan Banding adalah putusan Badan Peradilan Pajak atas banding terhadap Surat Keputusan Keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajak; 74. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara obyektif dan profesional berdasarkan suatu standart pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan daerah dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan Perundang-Undangan Perpajakan daerah. 75. Penyidikan Tindak Pidana di bidang Perpajakan Daerah adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana di bidang perpajakan daerah yang terjadi serta menemukan tersangkanya; 76. Kas Umum Daerah adalah Tempat penyimpanan uang daerah yang ditentukan oleh Kepala Daerah untuk menampung seluruh penerimaan daerah dan digunakan untuk membayar seluruh pengeluaran daerah; BAB II JENIS PAJAK Pasal 2 Jenis Pajak Daerah terdiri atas : a. Pajak Hotel ; b. Pajak Restoran ; c. Pajak Hiburan ; d. Pajak Reklame; e. Pajak Penerangan Jalan ; f. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan; g. Pajak Parkir ; h. Pajak Air Tanah ; i. Pajak Sarang Burung Walet ; j. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan; dan k. Pajak Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan. 7

BAB III PAJAK HOTEL Bagian Kesatu Nama, Obyek, Subyek dan Wajib Pajak Pasal 3 Setiap Pelayanan yang disediakan oleh hotel dengan pembayaran, dipungut pajak dengan nama Pajak Hotel; Pasal 4 (1) Obyek Pajak Hotel adalah pelayanan yang disediakan oleh Hotel dengan pembayaran, termasuk jasa penunjang sebagai kelengkapan hotel yang sifatnya memberikan kemudahan dan kenyamanan, termasuk fasilitas olahraga dan hiburan. (2) Jasa penunjang, sebagaiman dimaksud pada ayat (1), adalah fasilitas telepon, faksimilie, teleks, internet, fotokopi, pelayanan cuci, seterika, transportasi dan fasilitas sejenis lainnya yang disediakan atau dikelola Hotel. (3) Tidak termasuk obyek Pajak Hotel sebagaimana dimaksud pada ayat (1), adalah : a. Jasa tempat tinggal asrama yang diselenggarakan oleh pemerintah atau Pemerintah Daerah ; b. Jasa sewa apartemen, kondominium, dan sejenisnya ; c. Jasa tempat tinggal di pusat pendidikan atau kegiatan keagamaan ; d. Jasa tempat tinggal di rumah sakit, asrama perawat, panti jompo, panti asuhan dan panti sosial lainnya yang sejenis, dan e. Jasa biro perjalanan wisata yang diselenggarakan oleh Hotel yang dapat dimanfaatkan oleh umum. Pasal 5 (1) Subyek Pajak Hotel adalah Orang Pribadi atau Badan yang melakukan pembayaran kepada orang pribadi atau badan yang mengusahakan Hotel ; (2) Wajib Pajak Hotel adalah orang pribadi atau badan yang mengusahakan Hotel ; Bagian Kedua Dasar Pengenaan, Tarif dan Cara Penghitungan Pajak Pasal 6 Dasar pengenaan Pajak Hotel adalah jumlah pembayaran atau yang seharusnya dibayar kepada Hotel. Pasal 7 Tarip Pajak Hotel ditetapkan sebesar 10% ( sepuluh per seratus ) dari dasar pengenaan pajak. Pasal 8 Besarnya pokok pajak terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, dengan dasar pengenaan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6. Pasal 9 (1) Pengusaha Hotel mengenakan Pajak Hotel atas pembayaran pelayanan di Hotel dengan mengenakan tarif pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7; (2) Dalam hal Pengusaha Hotel tidak mengenakan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), jumlah pembayaran sudah termasuk Pajak Hotel. 8

9 BAB IV PAJAK RESTORAN Bagian Kesatu Nama, Obyek, Subyek dan Wajib Pajak Pasal 10 Setiap pelayanan yang disediakan dengan pembayaran di restoran dipungut pajak dengan nama Pajak Restoran. Pasal 11 (1) Obyek Pajak Restoran adalah pelayanan yang disediakan oleh restoran ; (2) Pelayanan yang disediakan restoran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi pelayanan penjualan makanan dan/atau minuman yang dikonsumsi oleh pembeli, baik dikonsumsi ditempat pelayanan maupun di tempat lain ; (3) Tidak termasuk obyek Pajak Restoran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), adalah pelayanan yang disediakan di restoran yang nilai penjualannya tidak melebihi omzet Rp. 3.000.000,- (tiga juta rupiah) setiap bulan. Pasal 12 (1) Subyek Pajak Restoran adalah Orang pribadi atau Badan yang membeli makanan dan/ atau minuman dari Restoran ; (2) Wajib Pajak Restoran adalah orang pribadi atau badan yang mengusahakan Restoran. Bagian Kedua Dasar Pengenaan, Tarif dan Cara Penghitungan Pajak Pasal 13 Dasar pengenaan Pajak Restoran adalah jumlah pembayaran yang diterima dan yang seharusnya diterima Restoran. Pasal 14 Tarip pajak ditetapkan sebesar 10% ( Sepuluh per seratus) dari dasar pengenaan pajak. Pasal 15 Besarnya pokok pajak terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 dengan dasar pengenaan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13. Pasal 16 (1). Pengusaha Restoran mengenakan Pajak Restoran atas pembayaran pelayanan di Restoran dengan mengenakan tarif pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14. (2). Dalam hal Pengusaha Restoran tidak mengenakan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) jumlah pembayaran sudah termasuk Pajak Restoran. BAB V PAJAK HIBURAN Bagian Kesatu Nama, Obyek, Subyek dan Wajib Pajak Pasal 17 Setiap penyelengaraan hiburan di daerah dengan dipungut bayaran dikenakan pajak dengan nama Pajak Hiburan. Pasal 18 (1) Obyek Pajak Hiburan adalah jasa penyelengaraan hiburan dengan dipungut bayaran ; (2) Hiburan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah : a. Tontonan film ; b. Pagelaran kesenian, musik, tari dan/atau busana ; c. Kontes kecantikan, binaraga dan sejenisnya ; d. Pameran ;

e. Diskotik, karaoke, klab malam dan sejenisnya ; f. Sirkus, akrobat, dan sulap ; g. Permainan bilyar,golf, dan bowling; h. Pacuan kuda, kendaraan bermotor dan Permainan Ketangkasan; i. Panti pijat, refleksi, mandi uap/spa dan pusat kebugaran (fitnes center) j. Pertandingan dan kegiatan Olah Raga, Promosi, eksibisi dan Festival Olah Raga k. Kesenian Tradisional ; l. Semua jenis pertunjukan, pagelaran, tontonan yang pembayarannya dengan menjual produk dan sejenisnya. (3) Tidak termasuk dalam obyek Pajak Hiburan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) adalah Penyelengaraan hiburan yang tidak dipungut bayaran, seperti hiburan yang diselengarakan dalam rangka pernikahan, upacara adat, kegiatan keagamaan, dan sejenisnya. Pasal 19 (1) Subyek Pajak Hiburan adalah orang pribadi atau badan yang menikmati hiburan. (2) Wajib Pajak Hiburan adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan hiburan. Bagian Kedua Dasar Pengenaan, Tarif dan Cara Penghitungan Pajak Pasal 20 (1) Dasar pengenaan Pajak Hiburan adalah jumlah uang yang diterima atau yang seharusnya diterima oleh penyelengara Hiburan. (2) Jumlah uang yang seharusnya diterima sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk potongan harga dan tiket cuma-cuma yang diberikan kepada penerima jasa Hiburan. Pasal 21 Tarif Pajak Hiburan setiap jenis hiburan ditetapkan sebagai berikut : a. Tontonan film sebesar 10 % (sepuluh per seratus) ; b. Pagelaran kesenian tradisional sebesar 10 % (sepuluh per seratus); c. Musik, tari dan/atau busana sebesar 15 % (lima belas per seratus); d. Kontes kecantikan, binaraga dan sejenisnya sebesar 35 % (tiga puluh per seratus); e. Pameran sebesar 10 % (sepuluh per seratus); f. Diskotik, karaoke, klab malam dan sejenisnya sebesar 35 % (tiga puluh per seratus); g. Sirkus, akrobat, dan sulap sebesar 15 % (lima belas per seratus); h. Permainan bilyar, golf, dan bowling sebesar 35 % (tiga puluh per seratus); i. Pacuan kuda, kendaraan bermotor dan Permainan Ketangkasan sebesar 20 % (duapuluh per seratus); j. Panti pijat, refleksi, mandi uap/spa dan pusat kebugaran (fitnes center) sebesar 35 % (tiga puluh per seratus); k. Pertandingan dan kegiatan Olah Raga, Promosi, eksibisi dan Festival Olah Raga sebesar 10 % (sepuluh per seratus); l. Kesenian Tradisional sebesar 10 % (sepuluh per seratus); m. Semua jenis pertunjukan, pagelaran, tontonan yang pembayarannya dengan menjual produk dan sejenisnya sebesar 15 % (lima belas per seratus). Pasal 22 (1) Pengusaha hiburan yang menggunakan HTM besarnya pajak terhutang dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21, dengan dasar pengenaan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1). (2) Pengusaha hiburan yang tidak mengenakan HTM besarnya pajak terhutang dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dengan dasar pengenaan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1). 10

11 BAB VI PAJAK REKLAME Bagian Kesatu Nama, Obyek, Subyek dan Wajib Pajak Pasal 23 Setiap Penyelenggara Reklame di daerah dipungut pajak dengan nama Pajak Reklame; Pasal 24 (1) Obyek Pajak Reklame adalah semua penyelengaraan Reklame ; (2) Obyek pajak Reklame sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi : a. Reklame Papan/billboard/videotron/megatron dan sejenisnya; b. Reklame Kain; c. Reklame Melekat, stiker; d. Reklame Selebaran; e. Reklame Berjalan, termasuk pada kendaraan ; f. Reklame udara; g. Reklame Apung; h. Reklame Suara; i. Reklame Film/slide ; dan j. Reklame Peragaan. Pasal 25 Tidak termasuk Obyek Pajak Reklame : a. Penyelenggaraan reklame melalui internet, televisi, radio, warta harian, warta mingguan, warta bulanan, dan sejenisnya ; b. Label/ merk produk yang melekat pada barang yang diperdagangkan, yang berfungsi untuk membedakan dari produk sejenis lainnya ; c. Nama pengenal usaha atau profesi yang dipasang melekat pada bangunan tempat usaha atau profesi di selenggarakan sesuai dengan ketentuan yang mengatur nama pengenal usaha atau profesi tersebut, dengan ketentuan luas tidak melebihi 1 m 2 (satu meter persegi) ; d. Reklame yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah. Pasal 26 (1) Subyek Pajak Reklame adalah orang pribadi atau Badan yang menggunakan Reklame. (2) Wajib Pajak Reklame adalah orang pribadi atau Badan yang menyelenggarakan reklame. (3) Dalam hal reklame diselenggarakan, sendiri secara langsung oleh orang pribadi atau Badan, wajib Pajak Reklame adalah orang pribadi atau Badan tersebut. (4) Dalam hal Reklame diselenggarakan melalui pihak ketiga, pihak ketiga tersebut menjadi Wajib Pajak Reklame. (5) Setiap reklame yang dipasang atau diselenggarakan harus mendapat ijin dan/atau pengesahan terlebih dahulu dari Bupati. Bagian Kedua Dasar Pengenaan, Tarif dan Cara Penghitungan Pajak Pasal 27 (1) Dasar pengenaan Pajak Reklame adalah Nilai Sewa Reklame. (2) Dalam hal Reklame diselenggarakan oleh pihak ketiga, Nilai Sewa Reklame sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan berdasarkan nilai kontrak Reklame. (3) Dalam hal Reklame diselenggarakan sendiri, Nilai sewa Reklame sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung dengan memperhatikan faktor jenis, bahan yang digunakan, lokasi penempatan, waktu, jangka waktu penyelenggaraan, jumlah, dan ukuran media Reklame.

(4) Dalam hal ini Nilai Sewa Reklame sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak diketahui dan/atau dianggap tidak wajar, Nilai Sewa Reklame ditetapkan dengan menggunakan faktor-faktor sebagaimana dimaksud pada ayat (3). (5) Nilai Sewa Reklame sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dihitung dengan cara menjumlahkan Nilai Jual Obyek Pajak Reklame (NJOPR) dan Nilai Strategis Pemasangan Reklame (NSPR). (6) Nilai Sewa Reklame sebagaimana dimaksud pada ayat (5) akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati. Pasal 28 (1) Tarif Pajak Reklame ditetapkan sebesar 25 % ( dua puluh lima per seratus) (2) Besaran pokok pajak reklame yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dengan dasar pengenaan pajak sebagaimana dalam Pasal 27 ayat (1). Pasal 29 (1) Penetapan Nilai Pajak Reklame dibulatkan ke atas menjadi kelipatan Rp. 100,00 (seratus rupiah). (2) Ukuran luas dan ketinggian reklame, dibulatkan ke atas dua digit dibelakang koma. (3) Apabila suatu objek pajak reklame dapat digolongkan lebih dari satu jenis reklame sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2), maka nilai pajaknya ditetapkan menurut jenis reklame yang tarifnya paling tinggi. (4) Apabila suatu obyek pajak reklame dapat digolongkan lebih daru 1 (satu) zona/kelas jalan reklame, maka nilai pajaknya ditetapkan menurut zona/kelas jalan yang tarifnya paling tinggi. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai penentuan zona/kelas jalan reklame dalam wilayah daerah diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati. BAB VII PAJAK PENERANGAN JALAN Bagian Kesatu Nama, Obyek, Subyek dan Wajib Pajak Pasal 30 Setiap penggunaan tenaga listrik di Daerah dipungut Pajak dengan nama Pajak Penerangan Jalan. Pasal 31 (1) Obyek Pajak Penerangan Jalan adalah penggunaan tenaga listrik, baik yang dihasilkan sendiri maupun yang diperoleh dari sumber lain. (2) Listrik dihasilkan sendiri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi seluruh pembangkit listrik. (3) Penggunaan tenaga listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Penggunaan tenaga listrik yang berasal dari PLN maupun bukan PLN. (4) Dikecualikan dari objek Pajak Penerangan Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah : a. Penggunaan tenaga listrik oleh instansi pemerintah dan pemerintah daerah ; b. Penggunaan tenaga listrik pada tempat-tempat yang digunakan oleh kedutaan, konsulat dan perwakilan asing dengan azas timbal balik ; c. Penggunaan tenaga listrik yang dihasilkan sendiri dengan kapasitas tertentu yang tidak memerlukan ijin dari instansi teknis terkait. Pasal 32 (1) Subyek Pajak Penerangan Jalan adalah orang pribadi atau Badan yang dapat menggunakan tenaga listrik. (2) Wajib Pajak Penerangan Jalan adalah orang pribadi atau Badan yang menggunakan tenaga listrik. (3) Dalam hal tenaga listrik disediakan oleh sumber lain, Wajib Pajak Penerangan Jalan adalah penyedia tenaga listrik. 12

Bagian Kedua Dasar Pengenaan, Tarif dan Cara Penghitungan Pajak Pasal 33 (1) Dasar Pengenaan Pajak Penerangan Jalan adalah Nilai Jual Tenaga Listrik. (2) Nilai Jual Tenaga Listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di tetapkan : a. Dalam hal tenaga listrik berasal dari sumber lain dengan pembayaran, Nilai Jual Tenaga Listrik adalah jumlah tagihan biaya beban/tetap ditambah dengan biaya pemakaian kwh/variabel yang ditagihkan dalam rekening listrik ; b. Dalam hal tenaga listrik dihasilkan sendiri, Nilai Jual Tenaga Listrik dihitung berdasarkan kapasitas tersedia, tingkat penggunaan listrik, jangka waktu pemakaian listrik dan harga satuan listrik yang berlaku diwilayah daerah yang bersangkutan. (3) Harga satuan listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati yang berpedoman pada harga satuan listrik yang berlaku untuk PLN. Pasal 34 Tarif Pajak Penerangan Jalan ditetapkan sebagai berikut : a. Penggunaan tenaga listrik yang berasal dari sumber lain : 1. bukan untuk golongan industri, pertambangan, minyak bumi dan gas alam sebesar 9 % (sembilan per seratus). 2. untuk golongan industri pertambangan minyak bumi dan gas alam sebesar 3 % (tiga per seratus). b. Penggunaan tenaga listrik yang dihasilkan sendiri, sebesar 1,5 % (satu koma lima perseratus). Pasal 35 (1) Besaran pokok Pajak Penerangan Jalan yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarip sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34, dengan dasar pengenaan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1). (2) Pajak Penerangan Jalan yang terutang dipungut diwilayah daerah tempat penggunaan tenaga listrik. BAB VIII PAJAK MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN Bagian Kesatu Nama, Obyek, Subyek dan Wajib Pajak Pasal 36 Setiap kegiatan pengambilan mineral bukan logam dan batuan dipungut Pajak dengan nama Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan. Pasal 37 (1) Objek Pajak adalah kegiatan pengambilan Mineral Bukan Logam dan Batuan ; (2) Bahan Mineral Bukan Logam dan Batuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain : a. asbes, b. batu tulis; c. batu setengah permata d. batu kapur e. batu apung f. batu permata g. bentonit h. dolomit i. feldspar; j. garam batu (halite); k. grafit; l. granit/andesit; 13

m. gips; n. kalsit; o. kaolin; p. leusit; q. magnesit; r. mika; s. marmer; t. nitrat; u. opsidien; v. oker; w. pasir dan kaerikil; x. pasir kuarsa; y. perlit; z. phospat; aa. talk; ab. tanah serap (fullers earth) ac. tanah diatome; ad. tanah liat; ae. tawas (alum) af. tras ag. yarosif; ah. zeolit; ai. basal; aj. trakkit ;dan ak. Mineral Bukan Logam dan Batuan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Tidak termasuk objek Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan adalah : a. kegiatan pengambilan Mineral Bukan Logam dan Batuan yang nyata-nyata tidak dimanfaatkan secara komersial, seperti kegiatan pengambilan tanah untuk keperluan rumah tangga, pemancangan tiang listrik /telepon, penanaman kabel listrik/telepon, penanaman pipa air/gas; b. kegiatan pengambilan Mineral Bukan Logam dan Batuan yang merupakan ikutan dari kegiatan pertambangan lainnya, yang tidak dimanfaatkan secara komersial. Pasal 38 (1) Subyek Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan Lainnya adalah orang pribadi atau Badan yang dapat mengambil Mineral Bukan Logam dan Batuan. (2) Wajib Pajak adalah orang pribadi atau Badan yang mengambil Mineral Bukan Logam dan Batuan. Bagian Kedua Dasar Pengenaan, Tarif dan Cara Penghitungan Pajak Pasal 39 (1) Dasar pengenaan Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan adalah Nilai Jual hasil pengambilan Mineral Bukan Logam dan Batuan. (2) Nilai Jual sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung dengan mengalikan volume/tonase hasil pengambilan dengan nilai pasar atau harga stándar masingmasing jenis Mineral Bukan Logam dan Batuan. (3) Nilai pasar sebagaimana dimaksud ayat (2) adalah harga rata-rata yang berlaku di lokasi setempat di wilayah daerah yang bersangkutan. (4) Dalam hal nilai pasar dari hasil produkasi Mineral Bukan Logam dan Batuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sulit diperoleh, digunakan harga Standard yang ditetapkan oleh instansi yang berwenang dalam bidang pertambangan Mineral Bukan Logam dan Batuan. (5) Nilai Pasar atau Harga stándar masing-masing jenis Mineral Bukan Logam dan Batuan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati. 14

Pasal 40 Besarnya tarif Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan ditetapkan sebesar 20% (dua puluh per seratus). Pasal 41 Besaran pokok Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif sebagaimana dalam Pasal 40 ini dengan dasar pengenaan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (1). 15 BAB IX PAJAK PARKIR Bagian Kesatu Nama, Obyek, Subyek dan Wajib Pajak Pasal 42 Setiap penyelenggaraan tempat parkir di luar badan jalan baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun disediakan sebagai suatu usaha di daerah, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor dipungut pajak dengan nama Pajak Parkir. Pasal 43 (1) Obyek pajak parkir adalah penyelenggara tempat parkir diluar badan jalan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor. (2) Tidak termasuk obyek pajak sebagaimana dimaksud ayat (1) adalah : a. Penyelenggaraan tempat parkir oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah ; b. Penyelenggaraan tempat parkir oleh perkantoran yang hanya digunakan untuk karyawannya sendiri ; c. Penyelenggaraan tempat parkir oleh kedutaan, konsulat, perwakilan negara asing dengan asas timbal balik. Pasal 44 (1) Subyek Pajak Parkir adalah orang pribadi atau Badan yang melakukan parkir kendaraan bermotor. (2) Wajib Pajak Parkir adalah orang pribadi atau Badan yang menyelenggarakan tempat parkir. Bagian Kedua Dasar Pengenaan, Tarif dan Cara Penghitungan Pajak Pasal 45 (1) Dasar Pengenaan Pajak Parkir adalah jumlah pembayaran atau yang seharusnya dibayar kepada penyelenggara tempat parkir. (2) Jumlah yang seharusnya dibayar sebagaimana dimaksud pada ayat (1), termasuk potongan harga parkir dan Parkir Cuma-Cuma yang diberikan kepada penerima jasa Parkir. Pasal 46 Tarif Pajak Parkir ditetapkan sebesar 20 % (dua puluh per seratus). Pasal 47 Besar pokok Pajak Parkir yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif sebagaimana dimaksud pada Pasal 46 dengan dasar pengenaan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (1).

BAB X PAJAK AIR TANAH Bagian Kesatu Nama, Obyek, Subyek dan Wajib Pajak Pasal 48 Setiap pengambilan, dan/atau pemanfaatan air tanah di daerah dikenakan pajak dengan nama Pajak Air Tanah. Pasal 49 (1) Obyek Pajak Air Tanah adalah pengambilan dan/atau pemanfaatan Air Tanah (2) Dikecualikan dari obyek Pajak Air Tanah adalah : a. Pengambilan, dan/atau pemanfaatan air tanah untuk keperluan dasar rumah tangga, pengairan pertanian dan perikanan rakyat, serta peribadatan ; b. Pengambilan, dan/atau pemanfaatan air tanah oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Pasal 50 (1) Subyek Pajak Air Tanah adalah orang pribadi atau Badan yang melakukan pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah. (2) Wajib Pajak Air Tanah adalah orang pribadi atau Badan yang melakukan pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah. Bagian Kedua Dasar Pengenaan, Tarif dan Cara Penghitungan Pajak Pasal 51 (1) Dasar pengenaan Pajak Air Tanah adalah Nilai Perolehan Air Tanah (2) Nilai Perolehan Air Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung berdasarkan perkalian antara Harga Dasar Air (HDA) dengan Volume yang dinyatakan dalam rupiah dengan mempertimbangkan sebagian atau seluruh faktor-faktor berikut : a. Jenis sumber air; b. Lokasi sumber air c. Tujuan pengembalian dan/atau pemanfaatan air; d. Volume air yang di ambil dan/atau dimanfaatkan; e. Kualitas air; f. Tingkat kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh pengembalian dan/atau pemanfaatan air. (3) Besarnya Nilai Perolehan Air (NPA) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati Pasal 52 Tarif Pajak Air Tanah ditetapkan sebesar 20 % (dua puluh persen); Pasal 53 Besaran pokok Pajak Air Tanah yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 dengan dasar pengenaan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1). BAB XI PAJAK SARANG BURUNG WALET Bagian Kesatu Nama, Obyek, Subyek dan Wajib Pajak Pasal 54 Setiap kegiatan pengambilan dan/atau pengusahaan sarang burung walet di daerah oleh setiap orang pribadi atau Badan dikenakan pajak dengan nama Pajak Sarang Burung Walet. 16

Pasal 55 (1) Objek Pajak Sarang Burung Walet adalah pengambilan dan/atau pengusahaan Sarang Burung Walet. (2) Pengambilan dan/atau pengusahaan sarang burung walet sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. Bentuk kegiatan pengambilan sarang burung walet di habitat alami; b. Bentuk kegiatan pengambilan sarang burung walet di luar habitat alami. (3) Burung walet di habitat alami sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a di atas adalah lingkungan burung walet hidup secara alami dan burung walet diluar habitat alami sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b adalah lingkungan tempat burung walet hidup dan berkembang yang diusahakan dan di budidayakan. (4) Tidak termasuk objek pajak sarang burung walet adalah pengambilan sarang burung yang telah dikenakan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Pasal 56 Subyek Pajak Sarang Burung Walet adalah orang pribadi atau Badan yang melakukan pengambilan dan/atau mengusahakan sarang burung walet. Pasal 57 Wajib Pajak adalah orang pribadi atau Badan yang melakukan pengambilan dan/atau mengusahakan Sarang Burung Walet; Bagian Kedua Dasar Pengenaan, Tarif dan Cara Penghitungan Pajak Pasal 58 (1) Dasar pengenaan Pajak Sarang Burung Walet adalah Nilai Jual Sarang Burung Walet; (2) Nilai Jual Sarang Burung Walet sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung berdasarkan perkalian antara harga pasaran umum sarang burung walet yang berlaku di daerah yang bersangkutan dengan volume sarang burung walet. (3) Harga pasar sarang burung walet sebagaimana dimaksud ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati. Pasal 59 Tarif Pajak Sarang Burung Walet ditetapkan sebesar 10 (sepuluh per seratus). Pasal 60 Besaran pokok Pajak Sarang Burung Walet yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 dengan dasar pengenaan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (1). BAB XII PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN Bagian Kesatu Nama, Obyek, Subyek dan Wajib Pajak Pasal 61 Setiap bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau Badan untuk sektor perkotaan dan perdesaan kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan dipungut pajak dengan nama Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan. Pasal 62 (1) Objek Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah Bumi dan/atau Bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau Badan, untuk sektor perkotaan dan perdesaan kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan dan pertambangan. 17

(2) Termasuk dalam pengertian Bangunan adalah : a. jalan lingkungan yang terletak dalam satu kompleks bangunan seperti hotel, pabrik, dan emplasemennya, yang merupakan suatu kesatuan dengan kompleks Bangunan tersebut; b. Jalan tol; c. Kolam renang; d. Pagar mewah; e. Tempat olah raga; f. Galangan kapal, dermaga; g. Taman mewah; h. Tempat penampungan/kilang minyak, air dan gas, pipa minyak; dan i. Menara. (3) Obyek Pajak yang tidak dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah obyek pajak yang: a. digunakan oleh Pemerintah dan Daerah untuk penyelenggaraan pemerintahan; b. digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum di bidang ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan nasional, yang tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan; c. digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala, atau yang sejenis dengan itu; d. merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah pengembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanah negara yang belum dibebani suatu hak; e. digunakan oleh perwakilan diplomatik dan konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik; dan f. digunakan oleh badan atau perwakilan lembaga internasional yang ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan. (4) Besarnya Nilai Jual Obyek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP) ditetapkan sebesar Rp. 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) untuk setiap Wajib Pajak. Pasal 63 (1) Subyek Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah orang pribadi atau Badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas Bumi dan/atau memperoleh manfaat atas Bumi, dan/atau memiliki, menguasai, dan/atau memperoleh manfaat atas Bangunan. (2) Wajib Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah orang pribadi atau Badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas Bumi dan/atau memperoleh manfaat atas Bumi, dan/atau memiliki, menguasai, dan/atau memperoleh manfaat atas Bangunan. Bagian Kedua Dasar Pengenaan, Tarif dan Cara Penghitungan Pajak Pasal 64 (1) Dasar Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan adalah NJOP. (2) Besarnya NJOP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan setiap 3 (tiga) tahun, kecuali untuk objek pajak tertentu dapat ditetapkan setiap tahun sesuai dengan perkembangan wilayahnya. (3) Penetapan besarnya NJOP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati. Pasal 65 Tarif Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan ditetapkan sebagai berikut : a. Untuk NJOP sampai dengan Rp. 1.000.000.000,- (satu milyard rupiah), Tarif ditetapkan sebesar 0,1 % (nol koma satu per seratus) per tahun. b. Untuk NJOP di atas Rp. 1.000.000.000,- (satu milyard rupiah), Tarif ditetapkan sebesar 0,2 % (nol koma dua per seratus) per tahun. 18

Pasal 66 Besarnya pokok Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan yang terhutang dihitung dengan cara mengalikan tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 dengan dasar pengenaan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (1) setelah dikurangi Nilai Jual Obyek Pajak Tidak Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 ayat (4). BAB XIII BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN Bagian Kesatu Nama, Obyek, Subyek dan Wajib Pajak Pasal 67 Setiap perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan dipungut pajak dengan nama Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan. Pasal 68 (1) Obyek Pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan. (2) Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi : a. Pemindahan hak karena : 1) jual beli; 2) tukar menukar; 3) hibah; 4) hibah wasiat; 5) waris; 6) pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lain; 7) pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan; 8) penunjukan pembelian dalam lelang; 9) pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap; 10) penggabungan usaha; 11) peleburan usaha; 12) pemekaran usaha; atau 13) hadiah. b. Pemberian hak baru karena : 1) kelanjutan pelepasan hak; atau 2) di luar pelepasan hak. (3) Hak atas tanah sebagaiman dimaksud pada ayat (1) adalah : a. hak milik; b. hak guna usaha; c. hak guna bangunan; d. hak pakai; e. hak milik atas satuan rumah susun; dan f. hak pengelolaan. (4) Obyek pajak yang tidak dikenakan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah obyek pajak yang diperoleh : a. perwakilan diplomatik dan konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik; b. negara untuk penyelenggaraan pemerintahan dan/atau untuk pelaksanaan pembangunan guna kepentingan umum; c. badan atau perwakilan lembaga internasional yang ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan dengan syarat tidak menjalankan usaha atau melakukan kegiatan lain di luar fungsi dan tugas badan atau perwakilan organisasi tersebut; d. orang pribadi atau Badan karena konversi hak atau karena perbuatan hukum lain dengan tidak adanya perubahan nama; e. orang pribadi atau Badan karena wakaf;dan f. orang pribadi atau Badan yang digunakan untuk kepentingan ibadah; 19

Pasal 69 (1) Subyek Pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah orang pribadi atau Badan yang memperoleh Hak atas Tanah dan/atau Bangunan. (2) Wajib Pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah orang pribadi atau Badan yang memperoleh Hak atas Tanah dan/atau Bangunan. Bagian Kedua Dasar Pengenaan, Tarif dan Cara Penghitungan Pajak Pasal 70 (1) Dasar pengenaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah Nilai Perolehan Objek Pajak. (2) Nilai Perolehan Objek Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam hal : a. jual beli adalah harga transaksi; b. tukar menukar adalah nilai pasar; c. hibah adalah nilai pasar; d. hibah wasiat adalah nilai pasar; e. waris adalah nilai pasar; f. pemasukan dalam peseroan atau badan hukum lainnya adalah nilai pasar; g. pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan adalah nilai pasar; h. peralihan hak karena pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap adalah nilai pasar; i. pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan hak adalah nilai pasar; j. pemberian hak baru atas tanah diluar pelepasan hak adalah nilai pasar; k. penggabungan usaha adalah nilai pasar; l. peleburan usaha adalah nilai pasar; m. pemekaran usaha adalah nilai pasar; n. hadiah adalah nilai pasar; dan/atau o. penunjukan pembeli dalam lelang adalah harga transaksi yang tercantum dalam risalah lelang. (3) Jika Nilai Perolehan Objek Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a sampai huruf dengan huruf n, tidak diketahui atau lebih rendah daripada NJOP yang digunakan dalam pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan pada tahun terjadinya perolehan, dasar pengenaan yang dipakai adalah NJOP Pajak Bumi dan Bangunan. (4) Dalam hal NJOP Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) belum ditetapkan pada saat terutangnya Pajak, NJOP Pajak Bumi dan Bangunan dapat didasarkan pada Surat Keterangan NJOP Pajak Bumi dan Bangunan. (5) Surat Keterangan NJOP Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) adalah bersifat sementara. (6) Surat Keterangan NJOP Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat diperoleh di Kantor Pelayanan Pajak atau Instansi yang berwenang sesuai dengan peraturan Perundang-undangan yang berlaku. (7) Besarnya Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak ditetapkan sebesar Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah) untuk setiap Wajib Pajak. (8) Dalam hal perolehan hak karena waris atau hibah wasiat yang diterima orang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat ke atas atau satu derajat kebawah dengan pemberi hibah wasiat, termasuk suami/istri, Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak ditetapkan sebesar Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah). Pasal 71 Tarif Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan ditetapkan sebesar 5% (lima per seratus). 20