BAB II TEORI DASAR ANTENA an secara terpisah Joseph Henry, profesor dari Pinceton University dan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TEORI DASAR ANTENA. Dilihat dari latar belakang telekomunikasi berupa komunikasi wireless,

BAB II TEORI DASAR. tracking untuk mengarahkan antena. Sistem tracking adalah suatu sistem yang

BAB II TEORI DASAR ANTENA DAN EVOLUTION DATA ONLY (EVDO) Awal 1800-an secara terpisah Joseph Henry, profesor dari Pinceton University,

BAB II TEORI DASAR ANTENA

RANCANG BANGUN ANTENA YAGI 2,1 GHz UNTUK MEMPERKUAT PENERIMAAN SINYAL 3G

BAB II DASAR TEORI. Antena radio pertama dibuat oleh Heinrich Hertz yang tujuannya untuk

Materi II TEORI DASAR ANTENNA

Mengetahui peranan antena pada sistem telekomunikasi. Memahami macam dan bentuk antena yang digunakan dalam sistem telekomunikasi.

BAB II ANTENA MIKROSTRIP. dalam sistem komunikasi tanpa kabel atau wireless. Perancangan antena yang baik

DESAIN DAN PEMBUATAN ANTENA LOG PERIODIC DIPOLE ARRAY PADA RENTANG FREKUENSI MHz DENGAN GAIN 8,5 dbi

BAB II TEORI DASAR. sistematis pertama tentang fenomena listrik dan medan magnet. Gilbert jugalah

DESAIN DAN PEMBUATAN ANTENA LOG - PERIODIC DIPOLE ARRAY PADA RENTANG FREKUENSI MHz DENGAN GAIN 9 dbi

BAB II LANDASAN TEORI

Pertemuan 9 SISTEM ANTENA. DAHLAN ABDULLAH

PERBANDINGAN MATCHING IMPEDANSI ANTENA DIPOLE SEDERHANA 152 MHz DENGAN ANTENA DIPOLE GAMMA MATCH 152 MHz

BAB II LANDASAN TEORI

CARA PEMASANGAN RADIO KOMUNIKASI DAN ANTENA I. Alat yang harus disiapkan 1. Radio Transceiver VHF/HF 2. Power Supply /Accu 12 Volt min 20 Amp 3.

BAB II TEORI DASAR. Jika target yang dituju dapat bergerak, maka diperlukan suatu sistem tracking

BAB 8 HIGH FREQUENCY ANTENNA. Mahasiswa mampu menjelaskan secara lisan/tertulis mengenai jenis-jenis frekuensi untuk

DESAIN DAN PEMBUATAN ANTENA LOG PERIODIC DIPOLE ARRAY (LPDA) PADA RENTANG FREKUENSI MHZ

BAB II TINJAUAN TEORITIS

LAPORAN FISIKA LABORATORIUM INSTRUMENTASI ELEKTRONIKA

BAB 2 LANDASAN TEORI

MENDESAIN DAN MEMBUAT ANTENA LOG-PERIODIC DIPOLE ARRAY PADA RENTANG FREKUENSI MHz DENGAN GAIN 10 dbi

PENGUJIAN DAYA PANCAR ANTENA YAGI TERHADAP EMPAT JENIS ANTENA PENERIMA

Unjuk Kerja Antena UWB Egg Berdasarkan Dimensinya

BAB II LANDASAN TEORI

PERANCANGAN ANTENA YAGI UDA 11 ELEMEN PADA FREKUENSI MHz (TVONE) MENGGUNAKAN SOFTWARE NEC-Win Pro V e

RANCANG BANGUN ANTENA MIKROSTRIP DIPOLE UNTUK FREKUENSI 2,4 GHz

BAB II SALURAN TRANSMISI

BAB IV PENGUKURAN DAN ANALISIS

PERANCANGAN ANTENA HELIX PADA FREKUENSI 433 MHz

Jenis-jenis Antena pada Wireless

ANTENA TELEKOMUNIKASI

BAB IV HASIL PENGUKURAN DAN ANALISIS HASIL PENGUKURAN

BAB II TEORI DASAR ANTENA DAN WIDEBAND CODE DIVISION MULTIPLE ACCESS (WCDMA)

Antena Dipole Oleh YC0PE Ridwan Lesmana

ANALISIS ANTENA MIKROSTRIP PATCH SEGIEMPAT DENGAN TEKNIK PLANAR ARRAY

BAB IV PENGUKURAN DAN ANALISIS

PENGARUH POSISI ANTENA TERHADAP SINYAL GELOMBANG ANTENA YAGI ALUMUNIUM

BAB II TEORI ANTENA. Penemuan teknologi radio adalah kemajuan besar dunia telekomunikasi.

RANCANG BANGUN ANTENA MIKROSTRIP PATCH ARRAY SEGI EMPAT TRIPLE BAND PADA FREKUENSI 2,3, 3,3 GHz DAN 5,8 GHz

BAB II TEORI DASAR ANTENA DAN PROPAGASI GELOMBANG RADIO

Pengaruh Beamwidth, Gain dan Pola Radiasi terhadap Performansi Antena Penerima

BAB II SALURAN TRANSMISI. tunda ketika sinyal bergerak didalam saluran interkoneksi. Jika digunakan sinyal

Rancang Bangun Dan Analisis Antena Yagi 11 Elemen Dengan Elemen Pencatu Folded Dipole Untuk Jaringan VOIP

BAB II DASAR TEORI. Antena adalah sebuah komponen yang dirancang untuk bisa memancarkan

ANTENA YAGI. Oleh : Sunarto YBØUSJ

BAB II DASAR TEORI. (transmitting antenna) adalah sebuah transduser (pengubah) elektromagnetis,

ANALISA ANTENA DIPOLE-λ/2 PADA MODUL PRAKTIKUM B4520 MENGGUNAKAN SIMULATOR ANSOFT HFSS VERSI 10.0 DAN CST MICROWAVE STUDIO 2010

STUDI PERANCANGAN ANTENA MIKROSTRIP ARRAY PATCH SEGITIGA DUAL-BAND UNTUK APLIKASI WLAN (2,45 GHZ) DAN WiMAX (3,35 GHZ)

Pertemuan ke-6 Sensor : Bagian 2. Afif Rakhman, S.Si., M.T. Drs. Suparwoto, M.Si. Geofisika - UGM

PERBANDINGAN KINERJA ANTENA MIKROSTRIP SUSUN DUA ELEMEN PATCH

RANCANG BANGUN ANTENA OMNIDIRECTIONAL 15 dbi UNTUK PENGUAT SINYAL WIRELESS FIDELITY (Wi-Fi)

PERANCANGAN ANTENA HELIX UNTUK FREKUENSI 2,4 GHz

PERANCANGAN ANTENA HELIX UNTUK FREKUENSI 2,4 GHz

BAB III. PERANCANGAN ANTENNA YAGI 2,4 GHz

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV PENGUKURAN ANTENA

PERANCANGAN ANTENA MIKROSTRIP MULTI-PATCH COPLANAR DIPOLE DUAL BAND UNTUK APLIKASI WIMAX

PENGETAHUAN DASAR RADIO KOMUNIKASI ANTENA DIPOLE DAN MONOPOLE JAKARTA Diterbitkan oleh :

BAB II TINJAUAN TEORITIS

Gambar 2.1. Diagram blog dasar dari RF energy harvesting.

BAB II TEORI DASAR. antena. Selanjutnya akan dijelaskan pula mengenai pengenalan wireless LAN.

SALURAN TRANSMISI 1.1 Umum 1.2 Jenis Media Saluran Transmisi

ANALISA EFISIENSI ANTENA DIPOLE DITINJAU DARI PENGGUNAAN BAHAN REFLEKTOR

B A B 1 TEORI DASAR ANTENA

BAB 4 PENERAPAN DGS PADA ANTENA SUSUN MULTIBAND

BAB III PERANCANGAN ANTENA DAN METODOLOGI PENGUKURAN

TUGAS AKHIR TE Desain Antena Log Periodik Mikrostrip untuk Aplikasi Pengukuran EMC pada Frekuensi 2 GHz 3.5 GHz.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TEORI DASAR. menimbulkan arus di batang kawat lain, meski keduanya tidak berhubungan.

BAB I PENDAHULUAN. wireless dimana transmisi sinyal tanpa menggunakan perantara konduktor / wire.

BAB II ANTENA MIKROSTRIP BIQUAD

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 4 HASIL PENGUKURAN DAN ANALISIS ANTENA

STUDI PERBANDINGAN EFISIENSI BAHAN PADA PEMBUATAN ANTENA HORN SEKTORAL BIDANG MEDAN LISTRIK (E)

BAB II ANTENA MIKROSTRIP

BAB II DASAR TEORI ANTENA MIKROSTRIP DAN WIRELESS LAN

STUDI PERANCANGAN ANTENA SUSUN MIKROSTRIP PATCH SEGIEMPAT DUAL-BAND (2.4 GHz dan 3.3 GHz)

RANCANG BANGUN ANTENA BICONICAL UHF UNTUK APLIKASI KANAL TV

BAB II ANTENA MIKROSTRIP PATCH SEGIEMPAT

SIMULASI MODEL INDOOR CEILING MOUNT ANTENNA SEBAGAI PENGUAT SINYAL WI-FI MENGGUNAKAN SIMULATOR ANSOFT HFSS V10.0

BAB 4 PENGUKURAN ANTENA, HASIL dan ANALISA

STUDI PERANCANGAN ANTENA MIKROSTRIP MULTI-PATCH STACKED DUAL-BAND PADA FREKUENSI WiMAX (3,3 GHZ DAN 5,8 GHZ)

Radio dan Medan Elektromagnetik

DESAIN DAN PEMBUATAN ANTENA LOG-PERIODIC DIPOLE ARRAY PADA RENTANG FREKUENSI MHz DENGAN GAIN 10,5 dbi

PENGARUH BAHAN DIELEKTRIK DALAM UNJUK KERJA WAVEGUIDE

BAB II ANTENA MIKROSTRIP

DAFTAR PUSTAKA. 1. Balanis Constatantine, A John Wiley - Sons Analysis And Design Antena Theory Third Edition.

BAB 3 PERANCANGAN ANTENA MIKROSTRIP ARRAY

PERANCANGAN DAN IMPLEMENTASI ANTENA HELIKAL UNTUK PENGGUNAAN FREKUENSI L-BAND

Budi Basuki Subagio 1, Ika Aditya Febriani Putri 2, Ridwan Bagus Santoso 3. Keywords : antenna;folde;dipole;radio;communication

Perancangan, Realisasi, dan Pengujian Antena Helik Mode Axial pada Access Point Wireless-G 2,4 GHz Broadband Linksys

MAKALAH KONSEP TEKNOLOGI. Teknologi Antena TV

BAB III WAVEGUIDE. Gambar 3.1 bumbung gelombang persegi dan lingkaran

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

Seminar Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi Terapan (SEMANTIK) 2015 Id paper: SM142

Lower Frequency (MHz) Center Frequency (MHz)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

BAB II TEORI DASAR ANTENA 2.1 Umum Penemuan teknologi radio adalah kemajuan besar dunia telekomunikasi. Awal 1800-an secara terpisah Joseph Henry, profesor dari Pinceton University dan fisikawan Inggris Michael Faraday mengembangkan teori induksi. Percobaan mereka terhadap elektromagnet membuktikan arus listrik di sebatang kawat dapat menimbulkan arus di batang kawat lain, meski keduanya tidak berhubungan. Tahun 1864 fisikawan Inggris lain James Clerik Maxwell, berteori bahwa arus listrik dapat menciptakan medan magnet dan bahwa gelombang elektromagnet bergerak dengan kecepatan cahaya. Teori Maxwell itu belakangan dibuktikan kebenarannya oleh percobaan yang dilakukan fisikawan Jerman Heinrich Hertz, tahun 1880. Pada tahun 1886, Hertz memasang peralatan yang sekarang diketahui sebagai sistem radio dengan antena dipole sebagai pengirim dan antena loop segi empat sebagai penerima. Penemuan Hertz ini dilanjutkan oleh Guglielmo Marconi dengan menambah rangkaian tuning dan antena besar yang mampu melakukan yang sangat jauh. Kemudian Guglielmo Marconi pada 1895, berhasil mengirim sinyal komunikasi radio dengan gelombang elektromagnet sejauh ± 1,5 km. Tahun 1901, sinyal dari perangkat radio Marconi mampu melintasi Samudera Atlantik dari Inggris ke Newfoundland, Kanada[1]. 5

2.2 Gelombang Elektromagnetik Gelombang elektromagnet adalah gelombang yang mempunyai sifat listrik dan sifat magnet secara bersamaan. Gelombang radio merupakan bagian dari gelombang elektromagnetik pada spektrum frekuensi radio. Gelombang dikarakteristikkan oleh panjang gelombang dan frekuensi. Panjang gelombang (λ) memiliki hubungan dengan frekuensi (ƒ) dan kecepatan (ν) yang ditunjukkan pada Persamaan 2.1 : λ = c f (2.1) Panjang fisik antena (L) adalah fungsi panjang gelombang (λ) yang tergantung pada frekuensi. Panjang antena dalam meter dihitung dengan Persamaan 2.2 : L = λ 2 (2.2) Kecepatan (ν) bergantung pada medium. Ketika medium rambat adalah hampa udara (free space), maka : v = c = 3 x 10 8 m/s (2.3) 2.3 Pengertian Antena Dalam sejarah komunikasi, perkembangan teknik informasi tanpa menggunakan kabel ditetapkan dengan nama antena. Antena berasal dari bahasa latin antena yang berarti tiang kapal layar. Dalam pengertian sederhana kata latin ini berarti juga penyentuh atau peraba sehingga kalau dihubungkan dengan teknik komunikasi berarti bahwa antena mempunyai tugas menyelusuri jejak gelombang elektromagnetik, hal ini jika antena berfungsi sebagai penerima. Sedangkan jika 6

sebagai pemancar maka tugas antena tersebut adalah menghasilkan sinyal gelombang elektromagnetik[2]. Antena dapat juga didefinisikan sebagai sebuah atau sekelompok konduktor yang digunakan untuk memancarkan atau meneruskan gelombang elektromagnetik menuju ruang bebas atau menangkap gelombang elektromegnetik dari ruang bebas. Energi listrik dari pemancar dikonversi menjadi gelombang elektromagnetik dan oleh sebuah antena yang kemudian gelombang tersebut dipancarkan menuju udara bebas. Pada penerima akhir gelombang elektromagnetik dikonversi menjadi energi listrik dengan menggunakan antena. Gambar 2.1 menunjukkan antena sebagai pengirim dan penerima[2]. Gambar 2.1 Antena Sebagai Pengirim dan Penerima 2.4 Parameter Parameter Antena Parameter antena digunakan untuk menguji atau mengukur performa antena yang akan digunakan. Berikut penjelasan beberapa parameter antena yang sering digunakan yaitu return loss, gain, pola radiasi, polarisasi, beamwidth, bandwidth, impedansi, voltage standing wave ratio (VSWR), dan distance to fault (DTF). 7

2.4.1 Return Loss Return loss adalah rasio perhitungan logaritma dengan satuan db (decibel) dengan perhitungan reflected power dari antena ke power energi yang dipancarkan ke antena melalui transmission line (cable coax). Nilai return loss efektif untuk sebuah antena pada rentang frekuensi kerja untuk beberapa sinyal adalah di antara -10 db dan -15 db[3]. Hubungan return loss dengan VSWR dapat dinyatakan dengan Persamaan 2.4 : Dimana : R db = return loss dalam satuan db S = nilai VSWR R db = 10 log 10 (S 1)2 (S+1) 2 (2.4) 2.4.2 Gain Antena Gain adalah karakter antena yang terkait dengan kemampuan antena mengarahkan radiasi sinyalnya atau penerimaan sinyal dari arah tertentu. Gain bukanlah kuantitas yang dapat diukur dalam satuan fisik pada umumnya seperti watt, ohm, atau lainnya, melainkan suatu bentuk perbandingan. Oleh karena itu, satuan yang digunakan untuk gain adalah decibel[4]. Gain dari sebuah antena adalah kualitas nyala yang besarnya lebih kecil daripada penguatan antena tersebut yang dapat dinyatakan dengan : Gain = G = k. D (2.5) Dimana : k = efisiensi antena, 0 k 1 8

Gain antena dapat diperoleh dengan mengukur power pada main lobe dan membandingkan power-nya dengan power pada antena referensi. Gain antena diukur dalam satuan decibel. Decibel dapat ditetapkan dengan dua cara yaitu[5] : a. Ketika mengacu pada pengukuran daya (power) X db = 10log 10 P antena yang diukur P antena referensi (2.6) b. Ketika mengacu pada pengukuran tegangan (volt) Gain antena biasanya diukur relatif pada : 1) dbi (relatif pada radioator isotropic) 2) dbd (relatif pada radioator dipole) X db = 20log 10 V antena yang diukur V antena referensi (2.7) Hubungan antara dbi dan dbd adalah sebagai berikut[5]: 0 dbd = 2,15 dbi (2.8) Umumnya dbi digunakan untuk mengukur gain sebuah antena. Gain dapat dihitung dengan membandingkan kerapatan daya maksimum antena yang diukur dengan antena referensi yang diketahui gainnya. Maka dapat dituliskan pada Persamaan 2.9 : G = Pmax(antena yang diukur) Pmax(antena referensi) G(antena referensi) (2.9) Atau jika dihitung dalam nilai logaritmik dirumuskan oleh Persamaan 2.10 : Dimana : Gt (db) = (Pt(dBm) Ps(dBm)) + Gs(dB) (2.10) Gt Pt = Gain total antena. = Nilai level sinyal maksimum yang diterima antena terukur (dbm). 9

Ps Gs = Nilai level sinyal maksimum yang diterima antena referensi (dbm). = Gain antena referensi. 2.4.3 Pola Radiasi Antena Pola radiasi antena atau pola antena didefinisikan sebagai fungsi matematik atau representasi grafik dari sifat radiasi antena sebagai fungsi dari koordinat. Di sebagian besar kasus, pola radiasi ditentukan di luasan wilayah dan direpresentasikan sebagai fungsi dari koordinat directional[5]. Pola radiasi antena adalah plot 3-dimensi distribusi sinyal yang dipancarkan oleh sebuah antena atau plot 3-dimensi tingkat penerimaan sinyal yang diterima oleh sebuah antena[3]. Pola radiasi antena menjelaskan bagaimana antena meradiasikan energi ke ruang bebas atau bagaimana antena menerima energi. Gambar 2.2 menunjukkan pola radiasi antena dalam dua dimensi dan tiga dimensi. Gambar 2.2 Dimensi Pola Radiasi Antena 10

a. Pola Radiasi Antena Unidirectional Antena unidirectional mempunyai pola radiasi yang terarah dan dapat menjangkau jarak yang relative jauh. Gambar 2.3 merupakan gambaran secara umum bentuk pancaran yang dihasilkan oleh antena unidirectional. a) Side View b) Top View Gambar 2.3 Bentuk Pola Radiasi Antena Unidirectional b. Pola Radiasi Antena Omnidirectional Antena omnidirectional mempunyai pola radiasi yang digambarkan seperti bentuk kue donat (doughnut) dengan pusat berimpit. Antena Omnidirectional pada umumnya mempunyai pola radiasi 360 0 jika dilihat pada bidang medan magnetnya. Gambar 2.4 merupakan gambaran secara umum bentuk pancaran yang dihasilkan oleh antena omnidirectional. Coverage Pattern Coverage Pattern Antenna Side View Top View Antenna Gambar 2.4 Bentuk Pola Radiasi Antena Omnidirectional 11

2.4.4 Polarisasi Antena Polarisasi antena merupakan orientasi perambatan radiasi gelombang elektromagnetik yang dipancarkan oleh suatu antena di mana arah elemen antena terhadap permukaan bumi sebagai referensi arah. Dalam jaringan wireless, polarisasi dipilih dan digunakan untuk mengoptimalkan penerimaan sinyal yang diinginkan dan mengurangi derau dan interferensi dari sinyal yang tidak diinginkan. Gambar 2.5 menunjukkan gambar polarisasi antena. Ada empat macam polarisasi antena yaitu polarisasi vertikal, polarisasi horizontal, polarisasi circular dan polarisasi cross[6]. E M T Gambar 2.5 Polarisasi Antena a. Polarisasi Vertikal Antena dikatakan berpolarisasi vertikal jika elemen antena vertikal terhadap permukaan tanah. Polarisasi vertikal banyak digunakan pada jaringan wireless[6]. Gambar 2.6 menunjukkan polarisasi vertikal. Gambar 2.6 Polarisasi Vertikal 12

b. Polarisasi Horizontal Antena dikatakan berpolarisasi horizontal jika elemen antena horizontal terhadap permukaan tanah. Polarisasi horizontal digunakan pada beberapa jaringan wireless[6]. Gambar 2.7 menunjukkan polarisasi horizontal. Gambar 2.7 Polarisasi Horizontal c. Polarisasi Circular Polarisasi circular pernah digunakan pada beberapa jaringan wireless. Pada antena berpolarisasi circular, medan elektromagnetik berputar secara konstan terhadap antena[6]. Gambar 2.8 menunjukkan polarisasi circular. direction of propagation Field x z Note the 90 0 Phase difference y Gambar 2.8 Polarisasi Circular Ada dua jenis turunan pada antena polarisasi circular berdasarkan cara membuatnya yaitu left hand circular dan right hand circular. Medan elektromagnetik 13

pada right hand circular berputar searah jarum jam ketika meninggalkan antena. Medan elektromagnetik pada left hand circular berputar berlawanan arah jarum jam ketika meninggalkan antena. d. Polarisasi Cross Polarisasi cross terjadi ketika antena pemancar mempunyai polarisasi horizontal, sedangkan antena penerima mempunyai polarisasi vertikal atau sebaliknya[6]. Gambar 2.9 menunjukkan polarisasi cross. 2.4.5 Beamwidth Antena Gambar 2.9 Polarisasi Cross Beamwidth adalah besarnya sudut berkas pancaran gelombang frekuensi radio utama (main lobe) yang dihitung pada titik 3 db menurun dari puncak lobe utama[6]. Besarnya beamwidth adalah sebagai berikut : Dimana : B = beamwidth (derajat) f = frekuensi (GHz) d = diameter antena (m) B = 21,1 derajat (2.11) f.d 14

Gambar 2.10 menunjukkan tiga daerah pancaran yaitu lobe utama (main lobe, nomor 1), lobe sisi samping (side lobe, nomor 2) dan lobe sisi belakang (back lobe, nomor 3). Half Power Beamwidth (HPBW) adalah daerah sudut yang dibatasi oleh titik-titik ½ daya atau -3 db atau 0.707 dari medan maksimum pada lobe utama. First Null Beamwidth (FNBW) adalah besar sudut bidang di antara dua arah pada main lobe yang intensitas radiasinya nol[7]. Gambar 2.10 Beamwidth Antena 2.4.6 Bandwidth Antena Pemakaian sebuah antena dalam sistem pemancar atau penerima selalu dibatasi oleh daerah frekuensi kerjanya. Pada range frekuensi kerja tersebut antena dituntut harus dapat bekerja dengan efektif agar dapat menerima atau memancarkan gelombang pada band frekuensi tertentu[7]. Bandwidth antena dapat ditunjukkan seperti pada Gambar 2.11. 26 MHz 83,5 MHz 125 MHz Gambar 2.11 Bandwidth Antena 15

Daerah frekuensi kerja dimana antena masih dapat bekerja dengan baik dinamakan bandwidth antena. Misalnya sebuah antena bekerja pada frekuensi tengah sebesar f C, namun ia juga masih dapat bekerja dengan baik pada frekuensi f 1 (di bawah f C ) sampai dengan f 2 (di atas f C ), maka bandwidth antena tersebut adalah[6] : BW% = f 2 f 1 f c 100% (2.12) Bandwidth yang dinyatakan dalam persen seperti ini biasanya digunakan untuk menyatakan bandwidth antena yang memiliki band sempit (narrow band). Sedangkan untuk band yang lebar (broadband) biasanya digunakan definisi rasio antara batas frekuensi atas dengan frekuensi bawah. 2.4.7 Impedansi Antena Impedansi antena didefinisikan sebagai perbandingan antara medan elektrik terhadap medan magnetik pada suatu titik[4]. Dengan kata lain pada sepasang terminal maka impedansi antena bisa didefinisikan sebagai perbandingan antara tegangan terhadap arus pada terminal tersebut. Dimana : Z T = impedansi terminal V = beda potensial terminal I = arus terminal V Z T = (2.13) I 16

2.4.8 Voltage Standing Wave Ratio (VSWR) Pada saat sinyal merambat ke arah tertentu dalam saluran transmisi, maka perbandingan antara tegangan dan arus sinyal dapat dipandang sebagai impedansi karakteristik saluran. Perbandingan antara level tegangan yang datang menuju beban dan yang kembali ke sumbernya disebut koefisien pantul atau koefisien refleksi yang dinyatakan dengan simbol Γ. Harga koefisien pantul ini dapat bervariasi antara 0 sampai 1. Jika bernilai 0 artinya tidak ada pantulan dan jika bernilai 1 artinya sinyal yang datang ke beban seluruhnya dipantulkan kembali ke sumbernya. Hal ini dinyatakan dalam Persamaan 2.14[9] : V Γ = V + (2.14) Hubungan antara koefisien refleksi ( Γ ), impedansi karakteristik (Z L ), dan impedansi beban (Z 0 ) dapat dituliskan seperti pada Persamaan 2.15 : Z L o Γ = (2.15) Z L Z + Z o Pantulan daya pada saluran yang direpresentasikan dengan adanya tegangan pantul dan arus pantul di sepanjang saluran akan bertemu dengan gelombang datang dan menimbulkan gelombang resultan yang disebut dengan gelombang berdiri (standing wave). Gelombang berdiri memiliki tegangan maksimum dan minimum dalam saluran yang besarnya tergantung pada tegangan maupun arus pantul. Secara sederhana VSWR dapat dituliskan seperti pada Persamaan 2.16 : V V max VSWR = (2.16) min 17

VSWR yang berlebihan dapat menyebabkan masalah yang serius dalam frekuensi radio. Nilai VSWR yang seimbang untuk sebuah antena harus berada pada nilai antara 1 2 untuk beberapa level sinyal sesuai frekuensi kerja antena tersebut[9]. VSWR juga dapat dinyatakan dalam decibel seperti pada Persamaan 2.17 berikut: VSWR = 20 log (VSWR) (2.17) 2.4.9 Distance to Fault (DTF) Distance to fault (DTF) merupakan parameter analisis kegagalan dari sebuah antena dan layanan saluran transmisi. Perhitungan parameter ini menggunakan sistem Frequency Domain Reflectometry (FDR)[10]. Sistem FDR menggunakan frekuensi radio (RF). Distance to fault (DTF) dapat menampilkan frekuensi radio dari return loss atau SWR berbanding dengan jaraknya. Efek dari sambungan yang buruk, kerusakan kabel, atau kesalahan antena dapat dengan cepat diidentifikasi berdasarkan jarak yang ditampilkan pada alat ukur. Bila DTF dibandingkan dengan VSWR berarti pada jarak tertentu seperti pada pembacaan pada alat ukur menunjukkan nilai VSWR-nya. Bila antena memiliki nilai DTF sebesar 1,5 untuk jarak 0,20 m berarti pada jarak 0.20 m dihitung 0 m dari titik alat ukur ke ujung kabel hingga ke antena didapat nilai VSWR sebesar 1,5. Semakin tinggi nilai VSWR-nya maka semakin buruk kinerja dari antena yang dibuat. 2.5 Jenis Jenis Antena Beberapa jenis antena yang dipakai secara umum yaitu Antena Isotropis dan Antena Directional. 18

2.5.1 Antena Isotropis Antena isotropis merupakan sumber titik yang memancarkan daya ke segala arah dengan intensitas yang sama, seperti permukaan bola. Karena itu dikatakan pola radiasi antena isotropis berbentuk bola. Antena ini tidak ada dalam dunia nyata dan hanya digunakan sebagai dasar untuk merancang dan menganalisis struktur antena yang lebih kompleks. Gambar 2.12 menunjukkan gambar pola radiasi antena isotropis. Gambar 2.12 Pola Radiasi Antena Isotropis 2.5.2 Antena Directional Berdasarkan direktivitasnya, antena directional dibagi menjadi antena unidirectional dan antena omnidirectional. Antena unidirectional adalah antena yang memancarkan dan menerima sinyal hanya dari satu arah. Sedangkan antena omnidirectional memancarkan dan menerima sinyal dari segala arah. 2.5.2.1 Antena Unidirectional Antena unidirectional memancarkan dan menerima sinyal dari satu arah. Hal ini ditunjukkan dengan bentuk pola radisinya yang terarah. Antena unidirectional mempunyai kemampuan direktivitas yang lebih baik dibandingkan jenis-jenis antena 19

lainnya. Kemampuan direktivitas ini membuat antena ini lebih banyak digunakan untuk koneksi jarak jauh. Dengan kemampuan direktivitas ini membuat antena mampu mendapatkan sinyal yang relatif kecil dan mengirimkan sinyal lebih jauh. Umumnya antena unidirectional mempunyai spesifikasi gain tinggi tetapi beamwidth kecil. Hal ini menguntungkan karena kecilnya beamwidth menyebabkan berkurangnya derau yang masuk ke dalam antena. Semakin kecil bidang tangkapan (aperture), semakin naik selektivitas antena terhadap sinyal wireless yang berarti semakin sedikit derau yang ditangkap oleh antena tersebut. Beberapa macam antena unidirectional antara lain antena Yagi-Uda, antena parabola, antena helix, antena logperiodic dan lain lain. Gambar 2.13 memperlihatkan beberapa contoh antena unidirectional. Gambar 2.13 Contoh Antena Unidirectional 2.5.2.2 Antena Omnidirectional Antena omnidirectional memancarkan dan menerima sinyal dari segala arah dengan daya yang sama. Untuk menghasilkan cakupan area yang luas, gain antena omnidirectional harus memfokuskan dayanya secara horizontal, dengan mengabaikan pola pancaran ke atas dan ke bawah. Dengan demikian, keuntungan dari antena jenis 20

ini adalah dapat melayani jumlah pengguna yang lebih banyak dan biasanya digunakan untuk posisi pengguna yang melebar. Kesulitannya adalah pada pengalokasian frekuensi untuk setiap sel agar tidak terjadi interferensi. Antena jenis ini biasanya digunakan untuk posisi pelanggan yang melebar. Direktivitas antena omnidirectional berada dalam arah vertikal. Bentuk pola radiasi antena omnidirectional digambarkan seperti bentuk kue donat (doughnut) dengan pusat berimpit. Kebanyakan antena ini mempunyai polarisasi vertikal, meskipun tersedia polarisasi horizontal. Antena omnidirectional dalam pengukuran sering digunakan sebagai pembanding terhadap antena yang lebih kompleks. Contoh antena omnidirectional antara lain antena dipole, antena brown, antena coaxial, antena super-turnstile, antena groundplane, antena collinear, antena slotwave guide dan lainlain. Gambar 2.14 memperlihatkan beberapa contoh antena omnidirectional. Gambar 2.14 Contoh Antena Omnidirectional 2.6 Material Banyak desain antena membutuhkan pemilihan bahan dielektrik yang sesuai. Kekuatan, berat, konstanta dielektrik, dan ketahanan terhadap kondisi lingkungan adalah parameter utama yang harus diperhatikan. 21

2.6.1 Dielektrik Bahan dielektrik dapat didapatkan dalam proporsi bentuk dipasaran. Keramik, kaca, plastic, styrofoom adalah beberapa yang termasuk dalam kategori dielektrk. Bahan ini digunakan secara luas sebagai segel untuk komponen gelombang mikro dan sekat pada reflektor. Bahan ini biasanya digunakan untuk aplikasi dengan daya yang rendah. Untuk aplikasi dengan daya yang tinggi bisa menggunakan semua dielektrik kecuali keramik. Plastik yang diperkuat juga digunakan secara luas sebagai penyusun antena, feeder dan mounting surface. 2.6.2 Logam Pada saat ini tembaga, kuningan dan alumunium adalah logam penyusun paling penting pada antena. Jika berat bukan merupakan pertimbangan utama, maka kuningan dan tembaga merupakan pilihan yang dapat digunakan secara luas. Salah satu keunggulan kedua logam ini adalah dapat dibentuk dengan mudah tanpa perlu menggunakan peralatan yang khusus. Alumunium memiliki kemampuan yang sama bahkan melebihi kedua logam diatas kecuali dalam hal plating. Alumunium memiliki struktur yang lebih ringan daripada tembaga dan kuningan. 2.7 Antena Dipole Salah satu bagian penting dari suatu pemancar radio adalah antena. Antena adalah sebatang logam yang berfungsi menerima getaran listrik dari transmitter dan memancarkannya sebagai gelombang radio. Antena tersebut berfungsi pula sebaliknya yaitu menerima gelombang radio dan meneruskan gelombang listrik ke 22

receiver. Kuat tidaknya pancaran yang sampai di pesawat lawan bicara atau baik buruknya penerimaan sinyal tergantung dari beberapa faktor. Faktor pertama adalah kondisi propagasi, faktor kedua adalah posisi antena beserta lingkungannya, faktor ketiga adalah kesempurnaan antena. Untuk pancaran ada faktor keempat yaitu besar bandwidth pancaran dan faktor kelima adalah masalah power. Sebatang logam yang panjangnya ¼ λ akan beresonansi dengan baik bila ada gelombang radio yang menyentuh permukaannya. Jadi bila pada ujung coax bagian inner disambung dengan logam sepanjang ¼ λ dan outernya di-ground, ia akan menjadi antena. Antena semacam ini hanya mempunyai satu pole dan disebut monopole. Apabila outer dari coax tidak di-ground dan disambung dengan seutas logam sepanjang ¼ λ lagi menjadi antena dengan dua pole dan disebut dipole ½ λ. Antena dipole bisa terdiri hanya satu kawat saja disebut single wire dipole, bisa juga dengan dua kawat yang ujung-ujungnya dihubungkan dinamakan two wire folded dipole, bisa juga terdiri atas 3 kawat yang ujung-ujungnya disambung dinamakan three wire folded dipole. Berbagai macam cara untuk memasang antena tergantung dari tersedianya space yang dapat digunakan untuk memasangnya. Antena single wire dipole dapat dipasang horizontal (sayap kiri dan kanan sejajar dengan tanah), dapat pula dipasang dengan konfigurasi inverted V (seperti huruf V terbalik), dengan konfigurasi V (seperti huruf V), konfigurasi lazy V (ialah berbentuk huruf V yang tidur) atau dapat juga konfigurasi sloper (miring)[8]. Antena Monopole dan Dipole dapat dilihat pada Gambar 2.15. 23

Gambar 2.15 Antena Monopole dan Dipole Antena Dipole adalah antena yang paling banyak disukai oleh para pembuat radio karena beberapa kelebihannya, yaitu murah, efisien, mudah dibuat cukup memakai kawat tembaga atau sejenisnya, broadband, dan lain sebagainya. Antena Dipole sebenarnya merupakan sebuah antena yang dibuat dari kawat tembaga dan dipotong sesuai ukuran agar beresonansi pada frekuensi kerja yang diinginkan. Kawat yang dipakai sebaiknya minimal ukuran AWG (American Wire Gauge) diameter 2 mm. Lebih besar akan lebih baik secara kekuatan mekanik. Agar dapat beresonansi, maka panjang total sebuah Dipole (L) adalah 0,5 λ x K, dimana λ adalah panjang gelombang di udara dan K adalah velocity factor pada kawat tembaga. Untuk ukuran kawat tembaga yang relatif kecil (hanya berdiameter beberapa mm) jika dibandingkan setengah panjang gelombang, maka nilai K diambil sebesar 0,95 dan cukup memadai sebagai awal mulai. Sehingga rumus untuk menghitung total panjang sebuah antena dipole adalah sbb : λ = 300/f (2.18) L = 0,5 x K x λ (2.19) Dimana : f = frekuensi kerja yang diinginkan. λ = panjang gelombang di udara. 24

L = panjang total antena dipole. K = velocity factor yang diambil sebesar 0,95. Antena dipole sebenarnya balance sehingga sebaiknya diumpan melalui sebuah BALUN (singkatan dari BALance - UNbalance) setelah sebelumnya sinyal radio melalui kabel coaxial dari transceiver. Dengan memakai BALUN, maka beberapa kelebihannya adalah : a. Performance antena dipole dapat ditingkatkan. b. Mengurangi TVI (Interferensi ke Televisi). c. Mengurangi unbalance current. d. Mengurangi radiasi yang tidak diinginkan. Walaupun antena dipole termasuk balance, jika dipasang tanpa BALUN pun, antena dipole tsb masih bisa bekerja cukup baik. Antena dipole yang sering digunakan adalah antena dipole setengah gelombang. Panjang antena dipole tunggal adalah ½ λ pada frekuensi operasi yang mempunyai titik feeder di tengah, impedansi input yang sesuai, dan mempunyai pola radiasi berbentuk angka delapan terhadap arah depan kawat[8], dapat dilihat pada Gambar 2.16. 25

(a) (b) Gambar 2.16 Arus, Tegangan dan Pola Radiasi Pada Antena Dipole (a). Gelombang berdiri arus dan tegangan pada saluran terbuka (b).gelombang berdiri arus dan tegangan pada sebuah dipole ½ λ (c). Radiasi dipole ½ λ dibandingkan dengan dipole hertz. (c) 2.7.1 Komponen Pada Antena Dipole Dalam pembuatan atau perancangan suatu antena diperlukan suatu komponen penunjang yang digunakan untuk menguji atau mengukur performa antena yang akan digunakan. Berikut penjelasan dari komponen yang diperlukan dalam pembuatan antena dipole. 2.7.1.1 Panjang Antena Dipole Panjang antena dipole adalah ½ λ pada frekuensi operasi yang mempunyai titik feeder di tengah, impedansi input yang sesuai. Gambar 2.17 menunjukkan bagian antena dipole[8]. 26

Gambar 2.17 Antena Dipole 2.7.1.2 Bahan Antena Dipole Untuk analisis yang dilakukan dalam pengujian antena dipole, dipakai beberapa bahan pembuat sebagai perbandingannnya. Bahan logam yang dipakai dalam perbandingan yaitu perak, tembaga, emas, aluminium, kuningan dan besi. Salah satu parameter yang diperlukan yaitu nilai konduktivitas dan luas penampang dari bahan tersebut. Bahan antena yang dipakai dapat dilihat pada Tabel 2.1[8]. Tabel 2.1 Bahan Antena No Bahan Konduktivitas (σ) 1 Perak 6,17 x 10 7 Ω/m 2 Tembaga 5,80 x 10 7 Ω/m 3 Emas 4,10 x 10 7 Ω/m 4 Aluminium 3,82 x 10 7 Ω/m 5 Kuningan 1,50 x 10 7 Ω/m 6 Besi 1,03 x 10 7 Ω/m Di antara bahan-bahan di atas dipilih bahan aluminium dan tembaga sebagai bahan yang umum digunakan dalam pembuatan antena. Aluminium dan tembaga dipilih karena memiliki konduktivitas yang bagus dan bahannya mudah didapat. 27

2.7.2 Parameter Antena Dipole Parameter yang bisa mempengaruhi kualitas antena dipole, antara lain impedansi, beamwidth, direktivitas, gain, dan panjang fisik antena : a. Impedansi antena diketahui dari Persamaan 2.20 : Z A = V 1 V 2 (2.20) b. Beamwidth (lebar berkas) pada suatu pola radiasi antena merupakan besar sudut antena antara 2 buah titik pada pola radiasi, yang mempunyai rapat daya ½ (-3dB) dari nilai rapat daya maximum. c. Direktivitas (keterarahan) ialah perbandingan intensitas radiasi maksimum (U(θ,φ)max) dengan intensitas radiasi rata-rata (Uav). d. Gain (G), dengan nilai k (faktor efisiensi) ditentukan, misalnya 0,9. Nilai Gain atau penguatan antena dihasilkan dari Persamaan (2.5). G = k x D (2.21) k adalah faktor efisiensi antena (0 k 1). e. Panjang fisik antena (L) adalah fungsi panjang gelombang (λ) yang tergantung pada frekuensi. Menentukan Panjang Fisik Antena Dipole Tunggal Panjang fisik setengah gelombang pada Persamaan (2.2) dan untuk panjang gelombang sesuai dengan Persamaan (2.1) dapat dihitung untuk panjang antena dipole yang beroperasi pada frekuensi : 1. 3 MHz (pada siaran AM) dapat dihitung yaitu : Untuk f = 3MHz, maka : 28

λ = 3 x 108 100 = 100 meter, maka l = = 50 meter. 6 3 x 10 2 2. 300 MHz (pada siaran FM) dapat dihitung yaitu : Untuk f = 300 MHz, maka : 3 x 108 λ = 300 x 10 = 1 meter, maka l = 1 = 0,5meter = 50 cm 6 2 3. 10 GHz (pada band microwave) dapat dihitung yaitu : Untuk f = 10 GHz, maka : λ = 3 x 108 0,03 9 = 0,03 meter, maka l = = 0,015 meter = 1,5 cm 10 x 10 2 2.7.3 Pola Radiasi Pada Antena Dipole Pola radiasi merupakan gambaran sifat-sifat radiasi (medan jauh) oleh suatu antena. Pola radiasi terjadi karena arus listrik dalam suatu kawat selalu dikelilingi oleh medan magnetis. Arus listrik bolak balik (alternating current) menyebabkan muatan-muatan listrik bebas dalam kawat akan mendapat percepatan sehingga timbul suatu medan elektromagnetik bolak balik yang akan berjalan menjauhi antena dalam bentuk gelombang elektromagnetik dan terbentuklah medan elektromagnetik[8]. Daerah medan antena yang mempunyai kriteria jarak minimum pengamatan medan jauh dihasilkan dari Persamaan 2.22[8]. r = 2.L2 λ (2.22) Dimana: r = jarak minimum pengamatan medan jauh (m) 29

Batas maksimum daerah medan jauh ini tak terhingga. Pola radiasi dapat digambarkan dengan sistem koordinat 3 dimensi sebab pola radiasi antena itu berbentuk 3 dimensi pula, seperti Gambar 2.19[8]. Gambar 2.18 Koordinat-koordinat Bola (spherical coordinates) Gambar 2.19 menunjukkan bahwa posisi masing-masing koordinat bola (r,θ,φ) bisa digunakan untuk menggambarkan pola radiasi pada suatu jarak tertentu (r) dari antena. Pola radiasi sering digambarkan dengan pola dua dimensi dengan koordinat kutub maupun koordinat xy (absis : x, ordinat : y), seperti pada Gambar 2.20[8]. (a) (b) a) Polar plot/koordinat kutub b) Rectangular plot / koordinat-xy Gambar 2.19 Pola Radiasi Antena dalam Dua Dimensi 30

Pada umumnya, pola radiasi antena mempunyai berkas atau cuping utama (major lobe) maupun berkas atau cuping pada arah yang lain (minor lobe). Major lobe adalah berkas yang arah radiasinya ke depan (arah tujuan). Sedangkan minor lobe ialah berkas radiasi yang sebenarnya tidak diinginkan, yaitu berkas yang berada di sebelah major lobe (disebut side lobe) dan berkas yang berlawanan dengan major lobe (disebut back lobe). 31