PENGGUNAAN HIGH TEMPORAL AND SPASIAL IMAGERY DALAM UPAYA PENCARIAN PESAWAT YANG HILANG



dokumen-dokumen yang mirip
PERBANDINGAN RESOLUSI SPASIAL, TEMPORAL DAN RADIOMETRIK SERTA KENDALANYA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

KARAKTERISTIK CITRA SATELIT Uftori Wasit 1

PENGINDERAAN JAUH. --- anna s file

penginderaan jauh remote sensing penginderaan jauh penginderaan jauh (passive remote sensing) (active remote sensing).

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan, Penggunaan Lahan dan Perubahan Penggunaan Lahan

Lampiran 1. Karakteristik satelit MODIS.

II. TINJAUAN PUSTAKA. permukaan lahan (Burley, 1961 dalam Lo, 1995). Konstruksi tersebut seluruhnya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Satelit Landsat 8, Landsat Data Continuity Mission Pengolahan Citra Digital

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kekeringan

SENSOR DAN PLATFORM. Kuliah ketiga ICD

MENU STANDAR KOMPETENSI KOMPETENSI DASAR MATERI SOAL REFERENSI

ISTILAH DI NEGARA LAIN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

2. TINJAUAN PUSTAKA Pemanfaatan Citra Satelit Untuk Pemetaan Perairan Dangkal

BAB I PENDAHULUAN. Pertambahan penduduk daerah perkotaan di negara-negara berkembang,

11/25/2009. Sebuah gambar mengandung informasi dari obyek berupa: Posisi. Introduction to Remote Sensing Campbell, James B. Bab I

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada Gambar 7 tertera citra MODIS level 1b hasil composite RGB: 13, 12

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 3 A. CITRA NONFOTO. a. Berdasarkan Spektrum Elektromagnetik

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. terjangkau oleh daya beli masyarakat (Pasal 3, Undang-undang No. 14 Tahun 1992

BAB VII ANALISIS. Airborne LIDAR adalah survey untuk mendapatkan posisi tiga dimensi dari suatu titik

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pemetaan Sawah Baku 2.2. Parameter Sawah Baku

Bab I Pendahuluan. I.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

LEMBAGA PENERBANGAN DAN ANTARIKSA NASIONAL

PERAN REMOTE SENSING DALAM KEGIATAN EKSPLORASI GEOLOGI

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 2 A. PENGINDERAAN JAUH NONFOTOGRAFIK. a. Sistem Termal

Gambar 1.1 Siklus Hidrologi (Kurkura, 2011)

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang


BAB I PENDAHULUAN I.1

Citra Satelit IKONOS

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 1 A. PENGERTIAN PENGINDERAAN JAUH B. PENGINDERAAN JAUH FOTOGRAFIK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. pada radius 4 kilometer dari bibir kawah. (

KOMPONEN PENGINDERAAN JAUH. Sumber tenaga Atmosfer Interaksi antara tenaga dan objek Sensor Wahana Perolehan data Pengguna data

1.2 Tujuan. 1.3 Metodologi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kondisi ekonomi, sosial dan pertumbuhan penduduk

TURBULENSI HEBAT di INDONESIA Tahun 2016 M. Heru Jatmika, Heri Ismanto, Zulkarnaen, M. Arif Munandar, Restiana Dewi, Kurniaji

REMOTE SENSING AND GIS DATA FOR URBAN PLANNING

TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia adalah salah satu Negara Mega Biodiversity yang terletak

BAB I PENDAHULUAN. Jakarta. Kata Bandung berasal dari kata bendung atau bendungan karena

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Evapotranspirasi Potensial Standard (ETo)

Pengukuran Kekotaan. Lecture Note: by Sri Rezki Artini, ST., M.Eng. Geomatic Engineering Study Program Dept. Of Geodetic Engineering

ULANGAN HARIAN PENGINDERAAN JAUH

Dukungan Teknologi Penginderaan Jauh dalam Penilaian Sumberdaya Hutan Tingkat Nasional: Akses Citra Satelit, Penggunaan dan Kepentingannya

Pemanfaatan Citra Penginderaan Jauh ( Citra ASTER dan Ikonos ) Oleh : Bhian Rangga JR Prodi Geografi FKIP UNS

PERANAN TEKNOLOGI PENGINDERAAN JAUH DALAM MEMPERCEPAT PEROLEHAN DATA GEOGRAFIS UNTUK KEPERLUAN PEMBANGUNAN NASIONAL ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

PEMANFAATAN CITRA IKONOS UNTUK MENGIDENTIFIKASI KERUSAKAN BANGUNAN AKIBAT GEMPA BUMI. Oleh : Lili Somantri

PERUBAHAN LUAS EKOSISTEM MANGROVE DI KAWASAN PANTAI TIMUR SURABAYA

K13 Revisi Antiremed Kelas 12 Geografi

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Sistem Remote Sensing (Penginderaan Jauh)

JENIS CITRA

ANALISA DAERAH POTENSI BANJIR DI PULAU SUMATERA, JAWA DAN KALIMANTAN MENGGUNAKAN CITRA AVHRR/NOAA-16

INTERPRETASI CITRA SATELIT LANDSAT

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhannya bertoleransi terhadap garam (Kusman a et al, 2003). Hutan

KEMAJUAN TEKNOLOGI PENGINDERAAN JAUH SERTA APLIKASINYA DIBIDANG BENCANA ALAM. Oleh: Lili Somantri*)

Di zaman modern seperti sekarang ini, semakin sering. DNB/VIIRS: Menatap Bumi di Malam Hari AKTUALITA

RESOLUSI SPASIAL, TEMPORAL DAN SPEKTRAL PADA CITRA SATELIT LANDSAT, SPOT DAN IKONOS

BAB I PENDAHULUAN. kondisi penggunaan lahan dinamis, sehingga perlu terus dipantau. dilestarikan agar tidak terjadi kerusakan dan salah pemanfaatan.

BAB I PENDAHULUAN. ditunjukkan oleh besarnya tingkat pemanfaatan lahan untuk kawasan permukiman,

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

SUB POKOK BAHASAN 10/16/2012. Sensor Penginderaan Jauh menerima pantulan energi. Sensor Penginderaan Jauh menerima pantulan energi

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. lahan dengan data satelit penginderaan jauh makin tinggi akurasi hasil

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini berisi tentang latar belakang, tujuan, dan sistematika penulisan. BAB II KAJIAN LITERATUR

PEMANFAATAN DATA PENGINDERAAN JAUH UNTUK ANALISIS POTENSI BANJIR. Indah Prasasti*, Parwati*, M. Rokhis Khomarudin* Pusfatja, LAPAN

PERBEDAAN INTERPRETASI CITRA RADAR DENGAN CITRA FOTO UDARA

PENGOLAHAN DATA SATELIT NOAA-AVHRR UNTUK PENGUKURAN SUHU PERMUKAAN LAUT RATA-RATA HARIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Penyebab Tsunami BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. sumberdaya lahan (Sitorus, 2011). Pertumbuhan dan perkembangan kota

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Bab 5 HASIL-HASIL PENGINDERAAN JAUH. Pemahaman Peta Citra

Gambar 1. Satelit Landsat

BAB I PENDAHULUAN. listrik harus bisa men-supplay kebutuhan listrik rumah tangga maupun

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Ketelitian Objek pada Peta Citra Quickbird RS 0,68 m dan Ikonos RS 1,0 m

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

2. TINJAUAN PUSTAKA. berbeda tergantung pada jenis materi dan kondisinya. Perbedaan ini

1. BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Lahan dan Penggunaan Lahan 2.2 Perubahan Penggunaan Lahan dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya

BAB I PENDAHULUAN. kepulauan terbesar di dunia, dengan luas laut 5,8 juta km 2 atau 3/4 dari total

BAB IV ANALISIS IV.1 Analisis Data

ANALISIS PENENTUAN EKOSISTEM LAUT PULAU- PULAU KECIL DENGAN MENGGUNAKAN DATA SATELIT RESOLUSI TINGGI STUDY KASUS : PULAU BOKOR

BAB I PENDAHULUAN. and R.W. Kiefer., 1979). Penggunaan penginderaan jauh dalam mendeteksi luas

Transkripsi:

PENGGUNAAN HIGH TEMPORAL AND SPASIAL IMAGERY DALAM UPAYA PENCARIAN PESAWAT YANG HILANG Oleh : Yofri Furqani Hakim, ST. Ir. Edwin Hendrayana Kardiman, SE. Budi Santoso Bidang Pemetaan Dasar Kedirgantaraan Pusat Pemetaan Dasar Kelautan dan Kedirgantaraan BAKOSURTANAL

PENDAHULUAN Awal tahun 2007 ini, Bangsa Indonesia kembali dikejutkan oleh hilangnya pesawat Boeing 737-400 milik Maskapai Adam Air yang menerbangkan 102 penumpang dan krunya dari Surabaya ke Manado. Pesawat ini terbang dari Bandar Udara Internasional Juanda-Surabaya pukul 12.55 WIB dan dijadwalkan tiba di Bandar Udara Samratulangi-Manado pukul 16.14 WITA. Pesawat ini kemudian kehilangan kontak dengan ATC Bandar Udara Hasanuddin-Makassar pada pukul 14.53 WITA, dan hingga kini keberadaanya masih belum diketahui. Signal ELBA (Emergency Locator Beacon Aircraft) yang ditangkap oleh pihak Singapura mengindikasikan posisi terakhir pesawat berada di daerah Majene, Sulawesi Barat. Keterangan terakhir menyebutkan ada 3 posisi yang ditangkap dari signal ELBA tersebut, yakni Majene, Ratapao, dan Bolaang. RESPON PEMERINTAH Pemerintah dalam hal ini BASARNAS (Badan SAR Nasional) mengerahkan berbagai upaya untuk mencari keberadaan pesawat naas tersebut. BASARNAS bersama aparat TNI dan POLRI dibantu masyarakat mengerahkan ribuan orang untuk melakukan penyisiran di lokasi yang diduga tempat jatuhnya pesawat naas tersebut. Selain itu, penyisiran dari udara juga dilakukan dengan pesawat-pesawat milik BASARNAS dan TNI/POLRI, serta pesawat dari Tim SAR Singapura. Dari beberapa alternatif yang ditempuh pemerintah seperti disampaikan di atas, masih belum menunjukkan pemanfaatan citra satelit untuk melokalisir daerahdaerah potensial untuk pencarian pesawat, apabila diasumsikan jatuh di daratan. Tulisan ini merupakan kontribusi terhadap upaya mengungkapkan adanya alternatif lain untuk melokalisir posisi pesawat melalui 1

pemanfaatan citra satelit dari beragam citra satelit yang mengorbit bumi pada saat ini. BOEING 737-400 Generasi pertama keluarga Boeing 737 adalah Boeing 737-100 dan Boeing 737-200 yang diluncurkan pertama pada tahun 1967, kemudian dilanjutkan oleh generasi kedua yaitu Boeing 737-300 yang diluncurkan pada tahun 1984. Boeing 737-400 adalah generasi ke tiga dari jenis Boeing 737 yang diluncurkan pada tahun 1988. Jenis terakhir inilah pesawat milik Adam Air yang hilang di sekitar Sulawesi Barat pada tanggal 1 Januari lalu. Pesawat Boeing 737-400 milik Adam Air adalah pesawat buatan tahun 1989. Sebelum dipakai Adam Air, pesawat ini telah dipakai oleh 7 maskapai penerbangan di dunia. Pesawat ini memiliki bobot bersih 34.564 kg, sedangkan bobot maksimal lepas landas adalah 62.820 kg. Panjang pesawat adalah 36.45 m dengan bentang sayap sepanjang 28.88 m dan tinggi11.13 m. Gambar 1. Dimensi Pesawat Boeing 737-400. 2

CITRA SATELIT RESOLUSI TINGGI Salah satu alternatif teknologi yang dapat diterapkan untuk membantu pencarian pesawat Adam Air yang hilang adalah penginderaan jauh. Penginderaan jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu objek, daerah, atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu alat tanpa kontak langsung dengan objek, derah, atau fenomena tersebut (Lillesand dan Kiefer, 1994). Perkembangan pesat teknologi ini dimulai sejak tahun 1972, dengan diluncurkannya ERTS-1 (Earth Resources Technology Satellite-1) oleh NASA USA, yang memiliki resolusi spasial 80 meter dan resolusi temporal 18 hari. Generasi satelit terbaru, misalnya QUICKBIRD, menghasilkan citra satelit dengan resolusi 0.61 meter dan resolusi temporal 3 hari, suatu perkembangan yang luar biasa. Resolusi spasial adalah ukuran objek terkecil yang masih dapat disajikan dibedakan, dan dikenali pada citra. Semakin kecil ukuran objek yang dapat direkam, semakin baik resolusi spasialnya. Resolusi temporal adalah kemampuan sensor untuk merekam ulang objek yang sama. Semakin cepat suatu sensor merekam ulang objek yang sama, semakin baik resolusi temporalnya. Oleh karena itu, teknologi penginderaan jauh dengan citra resolusi temporal dan resolusi spasial yang tinggi ini bisa dimanfaatkan untuk membantu upaya pemerintah dalam menemukan pesawat yang hilang. Pemanfaatan citra resolusi tinggi ini,diharapkan dapat membuat kegiatan pencarian pesawat menjadi lebih efisien dan efektif. Dengan kondisi pesawat yang besar, Boeing 737-400 memiliki panjang 36.45 meter dan rentang sayap 28.88 meter, pesawat ini paling tidak dapat dideteksi dengan citra dengan resolusi kurang dari 2,5 meter, Beberapa citra satelit yang memenuhi criteria ini antara lain SPOT 5, Formosat 2, Ikonos, OrbView 3, dan QuickBird. 3

Ikonos Diluncurkan pertama kali pada tanggal 24 September 1999 oleh Space Imaging, merupakan citra satelit komersial pertama yang memiliki resolusi spasial 1 meter. Satelit ini mengorbit bumi sinkron dengan matahari setinggi 681 km. Waktu revolusinya adalah 98 menit. Resolusi spasialnya adalah 3 hari. Harga citra Ikonos adalah 37 USD/Km 2. QuickBird Diluncurkan pada tanggal 18 Oktober 2001 oleh Digital Globe, merupakan citra satelit dengan resolusi tertinggi saat ini, yaitu 0.61 meter. Satelit ini mengorbit bumi sinkron dengan matahari setinggi 450 km. Waktu revolusinya adalah 93.4 menit. Resolusi spasialnya adalah 3-7 hari. Harga citra Ikonos adalah 24 USD/Km 2. Gambar 2. Sebuah pesawat dalam rekaman Citra Ikonos. 4

Gambar 3. Sebuah pesawat dalam rekaman Citra QuickBird OrbView 3 Diluncurkan pada 26 Juni 2003 oleh GeoEye. Resolusi spasialnya adalah 1 meter (pankromatik) dan 4 meter (multispektral). Mengorbit pada ketinggian 470 Km, satelit ini mampu merekam data seluas 2.100 Km 2 setiap menitnya. Resolusi temporal OrbView 3 adalah 3 hari. Harga citra OrbView 3 adalah 10 USD/Km 2. Formosat 2 Diluncurkan pada 21 Mei 2004 oleh National Space Organization (NSPO) Taiwan. Satelit ini mempunyai resolusi temporal 1 hari. Resolusi temporal ini adalah yang terbaik untuk kelas citra resolusi tinggi. Resolusi spasialnya adalah 2 meter (pankromatik) dan 8 meter (multispektral). Mengorbit pada ketinggian 891 km, satelit ini melewati beberapa wilayah 5

Indonesia setiap hari, termasuk Pulau Sulawesi, sekaligus dapat melakukan perekaman data tiap kali melintas. Gambar 4. Jalur orbit Formosat 2, melewati Pulau Kalimantan dan Sulawesi (lingkaran merah). KELEBIHAN DAN KETERBATASAN Pemanfaatan cita-citra satelit resolusi tinggi (temporal dan spasial) dalam pencarian pesawat yang hilang seharusnya menjadi salah satu alternatif yang selayaknya dilakukan pemerintah. Beberapa pertimbangannya adalah sebagai berikut : 1. Resolusi spasial yang memadai, dengan resolusi spasial 0.61 m s.d 2 m, sebuah pesawat dengan panjang 36,45 m dan bentangan sayap 28.88 m akan mudah diidentifikasi pada citra. 2. Resolusi temporal yang memadai, kemampuan satelit Formosat 2 milik Taiwan yang mampu melakukan perekaman harian, memberikan jaminan data yang cepat dan akurat. Pada kasus Adam Air, pesawat dinyatakan hilang pada tanggal 1 Januari sore. Tim SAR mulai melakukan penyisiran pada pagi harinya dengan 6

beberapa pesawat serta penyisiran terrestrial, berselang 1 hari. Kondisi ini akan sama dengan metode penyisiran dengan data citra satelit yang memiliki kemampuan daily revisit. Formosat 2 adalah satelit yang mengorbit sinkron matahari, dan merekam data pukul 09.30 waktu setempat tiap harinya. Oleh karena itu, kecepatan akuisisi data tidak akan kalah dengan dengan penyisiran langsung menggunakan pesawat, bahkan akan jauh lebih baik jika dibandingkan dengan metode penyisiran terestris. 3. Murah. Harga rata-rata citra satelit resolusi berkisar antara 10 40 USD/Km 2, dan menunjukkan kecenderungan yang terus menurun. Generasi pertama, Ikonos, dijual dengan harga 37 USD/Km 2, generasi berikutnya, Quickbird, lebih murah, 24 USD/Km 2, sedangkan OrbView 3 dihargai 10 USD/Km 2. Nilai ini akan jauh lebih murah jika dibandingkan dengan operasi penyisiran secara terrestrial. Sebagai contoh, untuk data seluas 300 Km 2 (hampir 1/2 wilayah DKI Jakarta), dengan asumsi harga citra 40 USD, maka diperlukan biaya sebesar Rp 120.000.000,00. Harga ini akan setara dengan biaya operasional 4 pesawat selama 8 jam ( asumsi biaya operasional pesawat Rp 7.500.000,00/jam). 4. Efisiensi waktu. Data citra hasil perekaman dapat dianalisis dengan cepat dan akurat dengan teknologi digital, hasil analisis dapat dijadikan pedoman untuk menurunkan Tim Evakuasi jika pesawat terdeteksi, atau mengalihkan lokasi penyisiran jika ternyata pesawat tidak teridentifikasi. 5. Multiguna. Data citra hasil perekaman dapat digunakan sekaligus sebagai data perencanaan evakuasi, jika pesawat teridentifikasi, terutama untuk pengenalan wilayah dan alternatif akses jalan ke lokasi kejadian. 7

Disamping beberapa kemampuan yang disebutkan di atas, harus diakui adanya beberapa keterbatasan yang dimiliki metode penginderaan jauh ini, antara lain : 1. Terhalang cuaca. Citra-citra yang disebutkan di atas termasuk dalam kategori penginderaan jauh system pasif, artinya citra-citra tersebut merekam data hasil pantulan sinar matahari yang mengenai objek. Awan tebal tidak dapat ditembus matahari sehingga jika terdapat awan, objek-objek dipermukaan bumi akan tertutup oleh awan tersebut. Berbeda jika digunakan penginderaan jauh system aktif, dalam system aktif, satelit memancarkan gelombang elektromagnetik dan pantulannya akan direkam kembali oleh satelit. Sistem aktif ini tidak tergantung cuaca dan waktu, karena dapat menembus awan dan dapat beroperasi pada malam hari. 2. Terbatas untuk penyisiran wilayah daratan. Kemampuan penetrasi ke dalam air yang dimiliki citra-citra diatas sangat terbatas, sehingga tidak dapat digunakan untuk wilayah perairan. KESIMPULAN DAN SARAN Rentetan musibah yang menimpa Bangsa Indonesia memaksa kita untuk semakin mengasah kesigapan kita dalam mengantisipasi serta menanggulanginya. Dalam kejadian hilangnya pesawat Adam Air pada tanggal 1 Januari 2007, pemanfaatan teknologi penginderaan jauh dengan citra yang memiliki resolusi temporal dan spasial tinggi sudah saatnya dilakukan. Pemanfaatan teknologi penginderaan jauh ini diharapkan dapat membantu upaya pencarian pesawat yang hilang disamping upaya-upaya lain yang telah dilakukan. Dengan penerapan beberapa alternatif pencarian, diharapkan dapat mempercepat proses pencarian pesawat naas tersebut. 8