BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya manusia merupakan faktor penting dalam membangun suatu

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi yang begitu pesat

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang konsep, kaidah,

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional) Pasal 37 menegaskan bahwa mata pelajaran matematika

BAB I PENDAHULUAN. penalaran logis, sistematis, kritis, cermat, kreatif dan inovatif dalam

BAB I PENDAHULUAN. karena matematika sebagai ilmu, memiliki struktur dan keterkaitan yang kuat dan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat pesat, hal ini

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (UU Sisdiknas 2003:5).

BAB I PENDAHULUAN. dalam proses belajar sehingga mereka dapat mencapai tujuan pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai mahluk yang diberikan kelebihan oleh Allah swt dengan

BAB I PENDAHULUAN. secara terus menerus sesuai dengan level kognitif siswa. Dalam proses belajar

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Helen Martanilova, 2014

BAB I PENDAHULUAN. kesamaan, perbedaan, konsistensi dan inkonsistensi. tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba.

BAB I PENDAHULUAN. memunculkan persaingan yang cukup tajam, dan sekaligus menjadi ajang seleksi

PEMAHAMAN KONSEP DAN KOMUNIKASI MATEMATIK DENGAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF CO-OP CO-OP

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sri Asnawati, 2013

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan berpikir kritis, sistematis, logis, dan mampu mengkomunikasikan

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam berbagai bidang kehidupan. Sebagai salah satu disiplin ilmu yang

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran Model Treffinger Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Dan Koneksi Matematis Siswa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nurningsih, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Untuk menghadapi tantangan zaman yang dinamis, berkembang dan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan ilmu matematika sampai saat ini, seperti Pythagoras, Plato,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah salah satu bentuk perwujudan kebudayaan manusia

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini sangat berperan dalam upaya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yeni Febrianti, 2014

BAB I PENDAHULUAN. Dalam beberapa tahun terakhir ini pesatnya kemajuan teknologi informasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. matematika kurang disukai oleh kebanyakan siswa. Menurut Wahyudin (1999),

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di dunia secara global dan

BAB I PENDAHULUAN. terutama dalam mata pelajaran matematika sejauh ini telah mengalami

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan daya pikir manusia. Perkembangan teknologi dan informasi

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah upaya memanusiakan manusia. Salah satu upaya untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematis melalui Pembelajaran berbasis Masalah

BAB I PENDAHULUAN. diberikan sejak tingkat pendidikan dasar sampai dengan pendidikan menengah di

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dedi Abdurozak, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Pentingnya belajar matematika tidak terlepas dari peranannya dalam

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang berkualitas, berkarakter dan mampu berkompetensi dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tujuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk mata

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembelajaran matematika di sekolah, menurut. Kurikulum 2004, adalah membantu siswa mengembangkan kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. Diantaranya, Kurikulum 1964, Kurikulum 1974, Kurikulum 1984, Kurikulum

A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan

II. TINJAUAN PUSTAKA. dua orang atau lebih sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami. Untuk

Siti Chotimah Pendidikan Matematika, STKIP Siliwangi Bandung

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indrie Noor Aini, 2013

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi dan kreativitasnya melalui kegiatan belajar. Oleh

BAB I PENDAHULUAN. jenjang pendidikan di Indonesia mengindikasikan bahwa matematika sangatlah

I. PENDAHULUAN. Pada era global yang ditandai dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN. mendatangkan berbagai efek negatif bagi manusia. Penyikapan atas

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan suatu landasan dan kerangka perkembangan ilmu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Maya Siti Rohmah, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Arif Abdul Haqq, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Hasratuddin : 2006) menyatakan bahwa: matematika merupaka ide-ide abstrak

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam pengembangan kemampuan matematis peserta didik. Matematika

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah AgusPrasetyo, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Diajukan Oleh : IRFAKNI BIRRUL WALIDATI A

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) secara global semakin

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Eka Rachma Kurniasi, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan salah satu ilmu yang mendasari perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. berlangsung sejak lama dan sudah dilalui beberapa pembuat kebijakan di bidang

BAB I PENDAHULUAN. Matematika mempunyai peran yang sangat besar baik dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan salah satu disiplin ilmu yang memiliki peranan

BAB I PENDAHULUAN. pesat terutama dalam bidang telekomunikasi dan informasi. Sebagai akibat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seiring dengan perkembangan zaman, bangsa Indonesia harus

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Elita Lismiana, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan

B A B I P E N D A H U L U A N

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar merupakan

BAB I PENDAHULUAN. dianggap sebagai pelajaran yang sulit dan kenyataannya sampai saat ini mutu pendidikan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang baik. Pendidikan bertujuan untuk meningkatkan kualitas sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. menyampaikan informasi atau mengkomunikasikan ide-ide melalui lisan, tulisan,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan sains dan teknologi merupakan salah satu alasan tentang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan matematika sangat berperan penting dalam upaya menciptakan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan matematika merupakan salah satu unsur utama dalam. mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hakikatnya matematika

BAB I PENDAHULUAN. Hani Handayani, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam setiap kurikulum pendidikan nasional, mata pelajaran

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu universal yang mempunyai peran penting

BAB I PENDAHULUAN. matematika. Pendidikan matematika berperan penting bagi setiap individu karena

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nobonnizar, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan salah satu bidang studi yang menduduki peranan

BAB I PENDAHULUAN. Pergeseran pandangan terhadap matematika akhir-akhir ini sudah hampir

A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. mulai dari Sekolah Dasar sampai dengan Perguruan Tinggi. Matematika telah

BAB I PENDAHULUAN. kompetensi yang harus dimiliki individu dan tujuan yang akan dicapai dalam

BAB I PENDAHULUAN. Matematika adalah salah satu ilmu dasar, yang sangat berperan penting

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Depdiknas (2006) mengungkapkan bahwa dalam pendidikan, siswa

BAB I PENDAHULUAN. teknologi tidak dapat kita hindari. Pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memungkinkan semua pihak

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, antara lain pembaharuan kurikulum, peningkatan kualitas tenaga. pendidik dan peningkatan sarana dan pra sarana.

I. PENDAHULUAN. Sejarah suatu bangsa dapat dilihat dari perkembangan pendidikan yang diperoleh

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumber daya manusia merupakan faktor penting dalam membangun suatu bangsa. Penduduk yang banyak tidak akan menjadi beban suatu negara apabila berkualitas, terlebih memasuki era globalisasi yang penuh tantangan. Untuk menghadapi tantangan era globalisasi diperlukan sumber daya manusia yang memiliki keterampilan intelektual tingkat tinggi, yang melibatkan kemampuan penalaran logis, sistematis, kritis, cermat, dan kreatif dalam mengkomunikasikan gagasan atau dalam memecahkan masalah. Kemampuan-kemampuan tersebut dapat dikembangkan melalui pembelajaran Matematika, karena matematika sebagai ilmu yang memiliki struktur dan keterkaitan yang kuat dan jelas antar konsepnya sehingga memungkinkan siswa dituntut untuk terampil berpikir rasional. Seperti yang diungkapkan Plato (Dahlan, 2004) bahwa seseorang yang baik dalam belajar matematika, akan menjadi seorang pemikir yang baik dalam kaitan dengan pemunculan ide dan konsep matematika. Matematika dapat dipandang sebagai ilmu dasar yang strategis diajarkan di setiap tingkatan kelas pada satuan pendidikan dasar dan menengah, dan berfungsi untuk: 1) menata dan meningkatkan ketajaman penalaran siswa, sehingga dapat memperjelas penyelesaian masalah dalam kehidupan sehari-hari; 2) melatih kemampuan berkomunikasi dengan menggunakan bilangan dan simbol-simbol; 3)

2 melatih siswa untuk selalu berorientasi pada kebenaran dengan mengembangkan sikap logis, kritis, kreatif, objektif, rasional, cermat, disiplin, dan mampu bekerja sama secara efektif; dan 4) melatih siswa untuk berfikir secara teratur, sistematis, dan terstruktur dalam konsepsi yang jelas (Sidi, 2002, dalam Rusmini, 2008). Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) (Depdiknas, 2006) dinyatakan bahwa setelah pembelajaran, siswa harus memiliki seperangkat kompetensi matematika yang harus ditunjukkan pada hasil belajarnya dalam mata pelajaran matematika (Standar Kompetensi). Adapun kemampuan matematik yang diharapkan dapat dicapai oleh siswa dalam belajar matematika mulai dari Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP) sampai Sekolah Menengah Atas (SMA), adalah sebagai berikut: 1) pemahaman konsep; 2) penalaran; 3) komunikasi; 4) pemecahan masalah; 5) dan memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan. Selain kelima kemampuan matematik yang terdapat pada dokumen KTSP di atas, National Council of Teachers of Mathematics atau NCTM (2000), juga merumuskan kemampuan matematik yang harus dikuasai siswa, yaitu kemampuan komunikasi, penalaran, pemecahan masalah, koneksi dan pembentukan sikap positif terhadap matematika. Untuk mecapai kelima kemampuan matematik tersebut di atas bukan pekerjaan yang mudah, Jaworski (Depdiknas, 2006) menyatakan bahwa penyelenggaraan pembelajaran matematika tidaklah mudah, karena fakta menunjukkan para siswa mengalami kesulitan dalam mempelajari matematika. Hal ini menyebabkan siswa mempunyai kemampuan rendah dalam bidang studi matematika.

3 Berdasarkan hasil studi Rif at (2005) lemahnya kemampuan matematika siswa di lihat dari kinerja dalam bernalar, yaitu misalnya kesalahan dalam penyelesaian soal matematika disebabkan karena kesalahan menggunakan penalaran. Hal senada juga diungkapkan Wahyudin (1999:251-252) yang menemukan salah satu kelemahan yang ada pada siswa adalah kurang memiliki kemampuan nalar yang logis dalam menyelesaikan persoalan atau soal-soal matematika. Sejalan dengan itu, penelitian yang dilakukan oleh Sumarmo (1987:297) menemukan bahwa skor kemampuan siswa dalam penalaran matematik masih rendah. Selain itu, kenyataan di lapangan rendahnya hasil belajar matematik dipengaruhi oleh siswa kurang mampu memberikan penjelasan dengan menggunakan gambar, menjelaskan sifat dan pola yang ada pada gambar, dan kurang mampu memberikan argumen-argumen logis dalam menyelesaikan soalsoal matematika. Oleh karena itu kemampuan penalaran harus memperoleh penelitian yang lebih serius dan lebih ditingkatkan lagi, sehingga nantinya prestasi belajar siswa menjadi lebih baik. Berkaitan dengan pentingnya penalaran matematika, NCTM (2000) telah menggariskan secara rinci keterampilan-keterampilan kunci penalaran matematik yang dapat dilakukan di dalam kelas dan harus dipandang sebagai bagian integral dari kurikulum matematika. Keterampilan-keterampilan kunci penalaran matematik tersebut adalah mengenal dan mengaplikasikan penalaran deduktif dan induktif, memahami dan menerapkan proses penalaran dengan perhatian yang khusus terhadap penalaran dengan proporsi-proporsi dan grafik-grafik; membuat

4 dan mengevaluasi konjektur-konjektur dan argumen-argumen secara logis; menilai daya serap dan kekuatan penalaran sebagai bagian dari matematik. Disamping mengembangkan kemampuan penalaran pembelajaran matematika juga bertujuan untuk mengembangkan kemampuan komunikasi, yaitu mengembangkan kemampuan mengkomunikasikan gagasan antara lain melalui pembicaraan lisan, catatan, grafik, peta, diagram, dalam menjelaskan gagasan (Depdiknas, 2003). Lebih lanjut Sumarmo (2005) merinci karakteristik kemampuan komunikasi matematis dalam beberapa indikator sebagai berikut: 1) membuat hubungan benda nyata, gambar dan diagram ke dalam ide matematika; 2) menjelaskan ide, situasi dan relasi matematika secara lisan maupun tulisan dengan benda nyata, gambar, grafik dan aljabar; 3) menyatakan peristiwa seharihari dalam bahasa dan simbol matematika; 4) mendengarkan, berdiskusi dan menulis tentang matematika, membaca dengan pemahaman suatu presentasi matematika tertulis; 5) membuat konjektur, menyusun argumen, merumuskan definisi dan generalisasi, dan 6) menjelaskan dan membuat pertanyaan tentang matematika yang telah dipelajari. Melihat pentingnya kemampuan komunikasi matematik dirasa perlu untuk mengupayakan suatu pendekatan pembelajaran yang mampu mendorong siswa untuk melatih kemampuan komunikasi. Selanjutnya Kusumah (2008) menyatakan bahwa komunikasi merupakan bagian yang sangat penting dalam pembelajaran matematika. Melalui komunikasi ide-ide matematika dapat dieksploitasi dalam berbagai perspektif; cara berpikir siswa dapat dipertajam; pertumbuhan pemahaman dapat diukur; pemikiran siswa dapat dikonsolidasikan dan diorganisir; pengetahuan matematika dan

5 pengembangan masalah siswa dikontruksi; penalaran siswa dapat ditingkatkan; dan komunitas siswa dapat dibentuk. Mengingat pentingnya kemampuan komunikasi matematik maka peningkatan tersebut haruslah diperhatikan dalam pembelajaran matematika. Namun kenyataan dilapangan menunjukkan bahwa kemampuan komunikasi matematik siswa masih rendah, seperti siswa kurang mampu menjelaskan idea dalam bentuk tulisan dan gambar, sulit menyatakan suatu diagram ke dalam bahasa simbol, dan siswa kurang mampu mengemukaan suatu idea dengan katakata sendiri serta siswa kurang mampu menyampaikan pendapatnya di dalam pembelajaran. Hal ini terungkap dalam penelitian yang dilakukan Wihatma (2004), Rusmini (2008) dan Asmida (2009) bahwa rata-rata kemampuan komunikasi siswa berada pada kualifikasi kurang dan dalam mengkomunikasikan ide-ide matematika kurang sekali. Menurut Barody (dalam Saragih, 2007), pada pembelajaran matematika dengan pembelajaran konvensional, kemampuan komunikasi siswa masih sangat terbatas pada jawaban verbal yang pendek atas berbagai penalaran yang diajukan oleh guru. Cai dan Patricia (dalam Saragih, 2007) berpendapat guru dapat mempercepat peningkatan komunikasi matematik dengan cara memberikan tugas matematika dalam berbagai variasi. Komunikasi matematik akan berperan efektif manakala guru mengkondisikan siswa agar mendengarkan dengan baik, sebaik mereka mempercakapannya. Oleh karena itu perubahan pandangan dari guru mengajar ke siswa belajar sudah harus menjadi fokus utama dalam setiap kegiatan pembelajaran matematika.

6 Polya (1988) menyatakan Pendidikan matematika di Indonesia nampaknya perlu direformasi terutama dari segi pembelajarannya. Dari pendekatan pembelajaran yang berorientasi pada guru menjadi pendekatan yang berorientasi pada siswa. Karena tidak dapat kita pungkiri masih banyak guru matematika yang menganut paradigma transfer ilmu. Dalam pembelajaran matematika aktivitas masih didominasi oleh guru, siswa masih belum berperan aktif dalam pembelajaran. Faktor lain yang perlu diperhatikan adalah sikap positif siswa terhadap matematika. Dienes (Ruseffendi, 2006:156) mengemukakan bahwa dalam pengamatan dan pengalamannya terdapat anak-anak yang menyenangi matematika hanya pada permulaan mereka berkenalan dengan matematika yang sederhana. Makin tinggi tingkatan sekolahnya dan makin sukar matematika yang dipelajarinya akan semakin berkurang minatnya. Hal ini sangat penting karena bila siswa kurang berminat dalam belajar matematika (karena merasa matematika bukan merupakan hal yang penting untuk dipelajari dan siswa merasa tidak ada manfaatnya belajar matematika) maka akan menyebabkan matematika itu makin sulit untuk dipelajari. Sikap merupakan salah satu komponen dari domain afektif, yaitu suatu kecenderungan seseorang untuk merespon secara positif atau negatif suatu objek. Thorndike dan Hagen (1995) menyatakan bahwa sikap adalah suatu kecenderungan untuk menerima atau menolak kelompok-kelompok individu, atau institusi sosial tertentu. Matematika sebagai suatu konsep atau ide abstrak dapat disikapi oleh siswa secara berbeda-beda, mungkin menerima dengan baik atau

7 sebaliknya. Siswa yang telah memiliki sikap positif terhadap matematika biasanya memiliki ciri antara lain: terlihat sungguh-sungguh dalam belajar matematika, memperhatikan guru dalam menjelaskan materi matematika, menyelesaikan tugas dengan baik dan tepat waktu, berpartisipasi aktif dalam diskusi, dan mengerjakan tugas-tugas pekerjaan rumah dengan tuntas dan selesai pada waktunya. Sedangkan siswa yang bersikap negatif terhadap matematika, biasanya terdapat ciri-ciri antara lain: malas dalam belajar matematika, kurang memperhatikan guru saat menjelaskan materi matematika dan jarang menyelesaikan tugas matematika. Menurut Haji (2005:70) menyatakan bahwa sikap siswa terhadap matematika mempengaruhi ketuntasan belajar mereka. Siswa yang mempunyai sikap positif terhadap matematika akan cenderung dan tertarik untuk belajar dengan sungguh-sungguh serta berupaya keras untuk menuntaskan materi matematika yang mereka pelajari. Sebaliknya siswa yang sikapnya kurang positif terhadap matematika akan cenderung belajar hanya sekedarnya saja dalam arti mereka kurang berupaya untuk menuntaskan materi matematika yang seharusnya ia dapatkan. Sabandar (2008) menyatakan kalau seseorang tidak memandang matematika sebagai subjek yang penting untuk dipelajari serta manfaatnya untuk berbagai hal, sulit baginya untuk mempelajari matematika karena mempelajarinya sendiri tidak mudah. Jadi, rendahnya kemampuan penalaran dan komunikasi matematik siswa akan berimbas pada rendahnya prestasi belajar siswa di sekolah. Adapun salah satu upaya yang dapat dilakukan dalam menyikapi masalah tersebut adalah melalui pendekatan pembelajaran yang tepat. Sejalan dengan itu Wahyudin

8 (1999) menyatakan bahwa kemampuan para guru matematika menggunakan berbagai metode atau pendekatan dengan tepat dan benar dalam mengajar, dapat mempengaruhi tingkat penguasaan siswa dalam matematika itu sendiri. Berdasarkan uraian diatas jelas diperlukan strategi pembelajaran matematika yang disamping mampu meningkatkan kemampuan penalaran dan komunikasi matematik juga bertujuan melibatkan para siswa secara aktif dalam proses membangun pengetahuannya, salah satunya adalah pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme. Hal ini sesuai dengan pendapat Marpaung (Sugiman, 2001:166) yang mengatakan bahwa pada pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme, setiap siswa secara aktif menggunakan pikirannya untuk mengkonstruksi sendiri pengetahuannya. Guru hanya sebagai fasilitator dan menciptakan kondisi agar siswa aktif dan mandiri melalui pengajuan pertanyaanpertanyaan, diskusi baik dalam kelompok maupun diskusi kelas. Lebih jauh dikatakan bahwa dalam pendekatan konstruktivisme aktivitas matematika mungkin diwujudkan melalui tantangan masalah, kerja dalam kelompok kecil, dan diskusi kelas menggunakan apa yang biasa muncul dalam materi kurikulum kelas biasa. Dalam pendekatan konstruktivisme proses pembelajaran senantiasa problem centered approach dimana guru dan siswa terikat dalam pembicaraan yang memiliki makna matematika (Steffe dan Kieren, 1995:725). Beberapa ciri itulah yang mendasari pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme. Sedangkan Hudoyo (1998:7) mengatakan bahwa belajar adalah proses mengkaitkan informasi baru dengan informasi lain yang merupakan pengetahuan

9 yang sudah dimiliki siswa sehingga menyatu dengan skemata yang dimiliki siswa agar terjadi pemahaman terhadap informasi (materi) secara kompleks. Pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme adalah suatu pendekatan pembelajaran yang dianggap dapat memenuhi cara belajar siswa aktif dan konstruktif dilihat dari kerangka konseptualnya. Ciri-ciri pembelajaran tersebut menurut Driver dan Oldham (Suparno, 1997:69) adalah sebagai berikut: orientasi, elicitasi, restrukrisasi ide, penggunaan ide dalam banyak situasi dan review. Pada ciri orientasi, siswa diberi kesempatan untuk mengembangkan motivasi dalam mempelajari suatu pokok bahasan atau suatu topik, kemudian siswa diberi kesempatan untuk mengadakan observasi terhadap apa yang akan dipelajari. Pada tahap elicitasi siswa dibantu untuk mengungkapkan idenya secara jelas dengan berdiskusi, menulis, menggambar dan lainnya. Artinya siswa diberi kesempatan untuk mendiskusikan apa yang telah dikerjakan dalam bentuk tulisan, gambar atau poster. Selanjutnya pada restrukturisasi ide, ada tiga hal yang perlu diperhatikan yaitu: 1) adanya klarifikasi ide yang dikontraskan dengan ide-ide orang lain melalui diskusi atau melalui pengumpulan ide, dan 2) mengembangkan ide yang baru, serta 3) mengevaluasi ide baru dengan menerapkannya dalam suatu persoalan. Pada ciri keempat yaitu penggunaan ide dalam banyak situasi, siswa perlu mengaplikasikan pengetahuan dan ide yang telah dibentuk pada bermacammacam situasi yang dihadapi agar dapat membuat pengetahuan siswa lebih lengkap dan lebih rinci dengan segala pengecualiannya. Ciri yang terakhir yaitu review, untuk memberi kesempatan pada siswa apabila ide-ide itu yang sudah

10 diperoleh berubah. Hal ini dapat terjadi bila dalam aplikasi pengetahuannya pada situasi yang dihadapi sehari-hari seseorang perlu merevisi gagasannya. Dengan mencermati ciri-ciri pada pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme, yaitu pada ciri elicitasi, restrukturisasi ide dan penggunaan ide, terlihat bahwa siswa mengkonstruksi sendiri pemahaman akan pengetahuan yang dipelajari. Selain memahami pengetahuan yang dipelajari juga untuk mengembangkan kemampuan menyampaikan informasi atau mengkomunikasikan gagasan. Kemampuan komunikasi matematika dapat dilakukan baik secara lisan maupun tulisan dengan berbagai aktivitas seperti: mengemukakan berbagai ide matematika, mengevaluasi pendapat teman, adu argumentasi, negosiasi pendapat, pengajuan pertanyaan dan sebagainya. Komunikasi dapat mengembangkan kemampuan yang mendalam tentang matematika yang dipelajari. Dari uraian di atas, maka diduga pembelajaran dengan menggunakan pendekatan konstruktivisme dapat meningkatkan penalaran dan kemampuan komunikasi matematik siswa, yang melibatkan cara berpikir dan bernalar melalui kegiatan konstruksi, eksplorasi, dan penemuan; serta melibatkan cara menyampaikan informasi atau mengkomunikasikan gagasan. Pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme diperkirakan dapat memberi kontribusi terhadap peningkatan kemampuan penalaran dan komunikasi matematik siswa. Meskipun konstruktivisme merupakan teori belajar, namun berdasarkan teori belajar ini, implikasinya dalam pembelajaran matematika dapat disusun. Beberapa prinsip pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme diantaranya bahwa observasi dan mendengar aktifitas dan pembicaraan

11 matematika siswa adalah sumber yang kuat dan petunjuk untuk mengajar, untuk kurikulum, untuk cara-cara di mana pertumbuhan pengetahuan siswa dapat di evaluasi (Steffe dan Kieren, 1995:723). Alasan pemilihan pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme dalam penelitian ini yaitu di dalam kelas konstruktivis, para siswa diberdayakan oleh pengetahuan yang mereka miliki sebelumnya. Mereka berbagi strategi dan penyelesaiannya, debat antara satu dengan yang lainnya, berfikir secara kritis tentang cara terbaik untuk menyelesaikan setiap masalah. Dengan demikian diharapkan dapat meningkatkan kemampuan penalaran dan komunikasi matematika siswa. Mungkinkah pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme mampu memberi suatu solusi terhadap rendahnya kemampuan penalaran dan komunikasi matematik siswa? Oleh karena itu penulis mengajukan sebuah studi dengan judul: Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematik Siswa Sekolah Menengah Pertama Melalui Pembelajaran dengan Pendekatan Konstruktivisme (Studi Eksperimen di Salah Satu SMP Negeri di Kabupaten Cirebon. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Apakah peningkatkan kemampuan penalaran matematik siswa yang belajar sdengan pendekatan konstruktivisme lebih baik daripada siswa yang belajar secara konvesional (biasa)?

12 2. Apakah peningkatan kemampuan komunikasi matematik siswa yang belajar dengan pendekatan konstruktivisme lebih baik daripada siswa yang belajar secara konvensional (biasa)? 3. Bagaimanakah kualitas peningkatan kemampuan penalaran dan komunikasi matematik siswa yang belajar dengan pendekatan konstruktivisme? 4. Apakah ada keterkaitan antara kemampuan penalaran dan komunikasi matematik siswa? 5. Bagaimanakah aktivitas selama proses belajar mengajar siswa yang belajar dengan pendekatan konstruktivisme dan siswa yang belajar dengan pembelajaran konvensional (biasa)? 6. Bagaimanakah sikap siswa terhadap pembelajaran dengan menggunakan pendekatan konstruktivisme? 7. Bagaimana tanggapan guru terhadap pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme dikaitkan dengan kemampuan penalaran dan komunikasi matematika siswa? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang diuraikan di atas, maka penelitian ini bertujuan: 1. Mengetahui peningkatkan kemampuan penalaran matematik siswa yang belajar menggunakan pendekatan konstruktivisme dengan siswa yang belajar secara konvesional (biasa).

13 2. Mengetahui peningkatan kemampuan komunikasi matematik siswa yang belajar menggunakan pendekatan konstruktivisme dengan siswa yang belajar secara konvensional (biasa). 3. Mengidentifikasi kualitas peningkatan kemampuan penalaran dan komunikasi matematik siswa yang belajar dengan pendekatan konstruktivisme 4. Mengetahui keterkaitan antara kemampuan penalaran dan komunikasi matematik siswa. 5. Mengidentifikasi aktivitas selama proses belajar mengajar siswa yang belajar dengan pendekatan konstruktivisme dan siswa yang belajar dengan pembelajaran konvensional (biasa). 6. Mengidentifikasi sikap siswa terhadap pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme. 7. Mengetahui tanggapan guru terhadap pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme dikaitkan dengan kemampuan penalaran dan komunikasi matematika siswa. D. Manfaat Penelitian Manfaat dilaksanakan penelitian ini adalah: 1. Memberikan pembelajaran alternatif yang dapat digunakan di kelas, khususnya dalam usaha meningkatkan kemampuan penalaran dan komunikasi matematik siswa melalui pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme.

14 2. Memberikan pengalaman baru dan mendorong siswa untuk terlibat aktif dalam pembelajaran matematika di kelas, sehingga selain dapat meningkatkan kemampuan penalaran dan komunikasi matematik siswa, juga memperkaya pengalaman belajar siswa. 3. Memberikan informasi tentang kaitan antara kemampuan penalaran dengan kemampuan komunikasi matematik siswa. E. Definisi Operasional Agar tidak terjadi perbedaan pemahaman tentang istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian ini, maka beberapa istilah perlu didefinisikan secara operasional sebagai berikut: 1. Pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme adalah pembelajaran di kelas yang diawali dengan orientasi dan penyajian masalah yang saling berhubungan dengan konsep-konsep yang akan dibahas, dilanjutkan dengan tahap elicitasi, evaluasi terhadap konsepsi siswa melalui diskusi kelompok atau diskusi kelas, penyusunan ide-ide (restrukturisasi ide) yang telah dikemukakan oleh siswa, penguatan ide dalam banyak situasi dan dilanjutkan review bila ide itu berubah. 2. Kemampuan penalaran adalah kemampuan memberikan penjelasan dengan menggunakan gambar, fakta, sifat, hubungan atau pola yang ada; kemampuan menyelesaikan soal-soal matematika dengan mengikuti argumen-argumen logis.

15 3. Kemampuan komunikasi matematik adalah kemampuan menjelaskan suatu persoalan secara tertulis dalam betuk gambar; kemampuan menyatakan suatu persoalan secara tertulis dalam bentuk model matematika; serta kemampuan menjelaskan ide atau situasi dari suatu gambar yang diberikan dengan kata-kata sendiri dalam bentuk tulisan (menulis). 4. Sikap siswa terhadap matematika adalah kecenderunggan siswa untuk merespon positif atau negatif tentang obyek matematika. F. Hipotesis Penelitian Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah diuraikan di atas, hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah: 1. Peningkatan kemampuan penalaran matematika siswa yang belajar menggunakan pendekatan konstruktivisme lebih baik dari siswa yang belajar secara konvensional (biasa). 2. Peningkatan kemampuan komunikasi matematika siswa yang belajar menggunakan pendekatan konstruktivisme lebih baik dari siswa yang belajar secara konvensional (biasa). 3. Terdapat kaitan antara kemampuan penalaran dan komunikasi matematika siswa.