PEMERINTAHAN UMUM. A. Kelembagaan dan Ketatalaksanaan Pemerintahan

dokumen-dokumen yang mirip
WALIKOTA TANGERANG SELATAN,

PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN. NOMOR : 13 Tahun 2011 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2012

WALIKOTA TANGERANG SELATAN,

PENAMBAHAN RUANG KELAS SD PERKIRAAN NILAI PEKERJAAN RENCANA PELAKSANAAN NO NAMA PROGRAM/KEGIATAN KEGIATAN

WALIKOTA TANGERANG SELATAN

RENCANA UMUM PENGADAAN (RUP) DINAS PENDIDIKAN KOTA TANGERANG SELATAN

BUPATI GUNUNGKIDUL BUPATI GUNUNGKIDUL,

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 130 TAHUN 2016 T E N T A N G POLA KOORDINASI PERANGKAT DAERAH

KOTA TANGERANG SELATAN

BUPATI BIMA PERATURAN BUPATI BIMA NOMOR 16 TAHUN 2017 TENTANG URAIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA KECAMATAN DI KABUPATEN BIMA

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH ISTIMEWA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG

KOTA TANGERANG SELATAN PROVINSI BANTEN

W A L I K O T A Y O G Y A K A R T A PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 103 TAHUN 2008 TENTANG

BAB 3 OBJEK PENELITIAN. Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor: 55/PMK.01/2007

WALIKOTA SINGKAWANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA DAERAH KABUPATEN BANTUL

W A L I K O T A Y O G Y A K A R T A PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 100 TAHUN 2009 TENTANG

PEMERINTAHAN DAERAH. Harsanto Nursadi

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 63 TAHUN 2016

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 57 TAHUN 2007 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENATAAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 57 TAHUN 2007 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENATAAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG ORGANISASI KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU UTARA

BUPATI KUDUS PROVINSI JAWA TENGAH TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH KABUPATEN KUDUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUDUS,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PROGRAM LEGISLASI DAERAH PEMERINTAH PROVINSI BALI TAHUN 2009

PROVINSI BANTEN PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 101 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI KULON PROGO PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR : 33 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN KOORDINASI PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH

RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) KECAMATAN SLAWI KABUPATEN TEGAL TAHUN PEMERINTAH KABUPATEN TEGAL KECAMATAN SLAWI

BUPATI BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 49 TAHUN 2008 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH KABUPATEN LANDAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA SURAKARTA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

PERATURAN BUPATI SUMBAWA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN SUMBAWA DAN STAF AHLI BUPATI

TaH, Jum RancangaN PERATURAN BUPATI BANDUNG NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG PROGRAM LEGISLASI DAERAH PEMERINTAH PROVINSI BALI TAHUN 2012

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2007 TENTANG

BUPATI BANYUMAS PERATURAN BUPATI BANYUMAS NOMOR 64 TAHUN 2008 TENTANG PENJABARAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA KELURAHAN DI KABUPATEN BANYUMAS

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 2 TAHUN 2005 TENTANG ORGANISASI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BELITUNG,

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

BUPATI JEMBRANA PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH

WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH

WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 21 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2007 TENTANG

BUPATI TIMOR TENGAH UTARA PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TIMOR TENGAH UTARA NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG

BUPATI BANJAR PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH

BERITA DAERAH KOTA DUMAI

GUBERNUR JAWA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH PROVINSI JAWA BARAT

Dengan Persetujuan Bersama. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA dan GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

- 1 - PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI ASAHAN PROVINSI SUMATERA UTARA PERATURAN BUPATI ASAHAN NOMOR 32 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT

RINGKASAN APBD MENURUT ORGANISASI DAN URUSAN PEMERINTAHAN

BERITA DAERAH KABUPATEN BIMA

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 08 TAHUN 2008 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Bentuk, Bidang, dan Perkembangan Usaha Bentuk Usaha

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA TANGERANG SELATAN DI PROVINSI BANTEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI WONOSOBO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA BOGOR. Nomor 7 Tahun 2016 Seri D Nomor 1 PERATURAN DAERAH KOTA BOGOR NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI

BUPATI KEPULAUAN ANAMBAS

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG

Tugas, Fungsi, dan Struktur Organisasi Kecamatan Bandung Kidul Kota Bandung

WALIKOTA TANGERANG SELATAN

2016, No Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republ

BUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TULUNGAGUNG NOMOR 80 TAHUN 2014 TENTANG TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA KELURAHAN

BUPATI BUTON UTARA PROVINSI SULAWESI TENGGARA PERATURAN BUPATI BUTON UTARA NOMOR : 53 TAHUN 2016 TENTANG

WALIKOTA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2007 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR : 4 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG

WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BATU NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH

BUPATI LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI PULANG PISAU,

WA L I K O T A Y O G Y A K A R T A A K A R T A

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BUPATI BADUNG PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH

MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN WALIKOTA TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS, FUNGSI, DAN TATA KERJA KELURAHAN.

WALIKOTA MADIUN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH

PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA SEKRETARIAT DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN

LEMBARAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 10 TAHUN 2008

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA TANGERANG SELATAN DI PROVINSI BANTEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR

BERITA DAERAH KABUPATEN BIMA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PERANGKAT DAERAH KABUPATEN JEMBRANA

BERITA DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2008 NOMOR : 11 PERATURAN WALIKOTA BANDUNG NOMOR 250 TAHUN 2008 TENTANG

BUPATI WONOSOBO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI WONOSOBO NOMOR 67 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG

MEMUTUSKAN: PERATURAN DAERAH TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA KECAMATAN DALAM WILAYAH KABUPATEN BULUNGAN.

Transkripsi:

PEMERINTAHAN UMUM A. Kelembagaan dan Ketatalaksanaan Pemerintahan Selama periode 2002-2008 berbagai tuntutan terhadap pembentukan daerah otonom baru (pemekaran wilayah) berkembang di lingkungan masyarakat. Wacana serta tuntutan pembentukan daerah otonom baru hendaknya tidak sekedar mempertimbangkan aspek politis dan kemauan sebagian kecil elite daerah tapi merupakan aspirasi dan harapan yang perlu direspon untuk dinilai terhadap ketepatan dan kelayakannya secara normatif maupun teknis. Pembentukan Kota Tangerang Selatan yang merupakan pemekaran dari wilayah induknya yaitu Kabupaten Tangerang telah memenuhi kaidah peraturan perundangan maupun teknis pada tahun 2008 dapat direalisasikan, yang dituangkan dalam Undand-undang Nomor 51 tahun 2008 tentang Pembentukan Kota Tangerang Selatan. Pembentukan pondasi penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah diawali dengan ditunjuknya Penjabat Walikota Tangerang Selatan oleh Gubernur Banten. Selanjutnya Penjabat Walikota menyusun formasi perangkat daerah, guna membantu dalam menyelenggarakan pemerintahan dan pembangunan. Ditetapkan perangkat daerah yang terdiri dari Sekretariat Daerah (3 Asisten Daerah, 9 Bagian), Sekretariat DPRD, Inspektorat, 6 Badan, 11 Dinas dan 1 Satuan, dimana legalitas atas kedudukan serta tugas pokok dan fungsinya diatur dalam peraturan Walikota Tangerang Selatan Nomor 7 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Peraturan Walikota Tangerang Selatan Nomor 01 Tahun 2009 tentang Organisasi Perangkat Daerah Kota Tangerang Selatan. Dalam implementasinya, beberapa permasalahan yang dihadapi dalam penyelenggaraan tugas dan fungsi seluruh perangkat daerah antara lain seperti belum efektifnya penetapan struktur kelembagaan perangkat daerah, masih dirasakannya tumpang tindih tugas pokok dan fungsi antar perangkat daerah,

belum optimalnya penetapan dan pemilahan tugas pokok dan fungsi perangkat daerah berdasarkan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan, serta belum optimalnya hubungan kerja antar lembaga, termasuk antara pemerintah daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, masyarakat, dan organisasi non pemerintah. Pada awal penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah, belum didukung dengan produk hukum daerah (perda, dll), jadi sementara masih menggunakan regulasi wilayah induk. Sehingga permasalahan yang dihadapi berkaitan dengan kewenangan daerah masih banyak yang belum maksimal. Hal ini mengakibatkan berbagai kendala antara lain dalam hal pelaksanaan kewenangan, pengelolaan APBD, pengelolaan suatu kawasan atau pelayanan tertentu, serta pengaturan pembagian hasil sumberdaya alam dan pajak, dan lainnya. B. Prasarana dan Sarana Pemerintah Daerah Sebagian besar pelaksanaan tugas dan fungsi perangkat daerah juga masih diselenggarakan pada bangunan-bangunan yang berstatus sewa, dengan kapasitas ruang yang tidak memadai dengan keberadaan pegawai, sehingga mengurangi efektifitas dan kenyamanan kerja. Sementara itu, berdasarkan informasi dari berbagai perangkat daerah, dukungan sarana dalam menunjang pelaksanaan operasional kantor maupun operasional lapangan belum sepenuhnya terpenuhi. C. Penyelenggaraan Koordinasi Koordinasi dalam bidang pemerintahan hakikatnya merupakan upaya yang dilaksanakan oleh Kepala Daerah guna mencapai keselarasan dan keterpaduan baik perencanaan maupun pelaksanaan tugas semua instansi baik

antar dinas. lembaga teknis daerah, pemerintah kecamatan, desa dan kelurahan, maupun dengan instansi vertikal agar tercapai hasil yang optimal. Hal ini telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1988 tentang Koordinasi Kegiatan Instansi Vertikal di Daerah serta Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 18 Tahun 1989 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1988. 1. Penyelenggaraan Koordinasi Horisontal dengan Unsur Muspida Kualitas penyelenggaraan forum kemuspidaan yang prinsip dan penting yang dilakukan, mengikuti pola aturan : Terhadap permasalahan yang bersifat mendesak dan memerlukan waktu yang segera, forum diselenggarakan secara insedentil di luar ketentuan vang ada; Terhadap permasalahan yang telah disepak - ati oleh Forum Muspida ditindaklanjuti oleh perangkat masing-masing instansi dan bila dipandang perlu dilakukan secara Tim Terpadu yang dilaksanakan dengan sebaik-baiknya sesuai dengan kebijakan yang telah digariskan. 2. Penyelenggaraan Koordinasi Vertikal dengan Instansi/Dinas Daerah Penyelenggaraan koordinasi vertikal antara instansi/dinas daerah dilaksanakan secara komprehensif, terpadu dan berkelanjutan meliputi pelaksanaan pelaporan, pengawasan, dan koordinasi pembinaan. 1) Koordinasi Perencanaan Walikota akan meminta program/rencana kegiatan dari masing-masing komponen/instansi vertikal serta membahasnya di daerah;

2) Koordinasi Pelaksanaan Walikota selaku Kepala Daerah meminta laporan pelaksaan tugas dari masing-masing instansi vertikal mengenai hambatan dan permasalahan yang dihadapi dalam melaksanakan kegiatannya. Apabila terdapat hambatan dan permasalahan, maka Walikota memberikan petunjuk alternatif pemecahannya; 3) Koordinasi Pelaporan Masing-masing Kepala Dinas/Komponen dan Instansi Vertikal wajib menyampaikan laporan kegiatan bulanan secara periodik mengenai halhal yang berkaitan dengan perkembangan pelaksanaan tugasnya, laporan tahunan setiap akhir tahun anggaran serta laporan insidentil terhadap hal-hal yang perlu segera mendapat penyelesaian. 4) Koordinasi Pengawasan Hasil pelaksanaan pengawasan yang dilakukan oleh aparat pengawasan Departemen dan Lembaga Pemerintahan Non Departemen di bawah koordinasi Kepala BPKP disampaikan ke Menteri/Kepala Departemen yang bersangkutan dan ditembuskan kepada Walikota sebagai informasi kepada Menteri/Kepala Departemen yang bersangkutan. 5) Koordinasi Pembinaan Walikota memberikan pertimbangan terhadap pengangkatan /pemindahan serta pelantikan dan pengambilan sumpah Kepala Instansi Vertikal dalam wilayah Kota Tangerang Selatan. Selain koordinasi secara formal seperti tersebut di atas, juga dilakukan koordinasi secara informal seperti pada setiap kesempatan pertemuan, olah raga maupun kegiatan lainnya.

D. Hubungan Pemerintah Kota dengan DPRD Hubungan antara Pemerintah Kota Tangerang Selatan dan DPRD dilaksanakan melalui forum-forum pertemuan, sidang, hearing, kunjungan kerja bersama serta pembahasan terhadap suatu Rancangan Peraturan Daerah dan produk kebijakan daerah. Keharmonisan hubungan dibangun melalui mekanisme pelaksanaan tugas masing-masing yang menempatkan pihak eksekutif dan legislatif sebagai mitra kerja yang saling mengisi dan saling mendukung. 1. Kelembagaan Daerah Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2003 tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah Tugas penyusunan dan pengaturan di bidang kelembagaan ini dilaksanakan oleh Bagian Hukum dan Organisasi pada Sekretariat Daerah. Susunan kelembagaan daerah tersebut adalah sebagai berikut : a. Sekretariat Daerah terdiri dari 1 orang Sekretaris Daerah, 3 orang Asisten Sekretaris Daerah dan 9 Bagian, yaitu: 1. Asisten Tata Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat; 2. Asisten Perekonomian dan Pembangunan; 3. Asisten Administrasi Umum; 4. Bagian Pemerintahan; 5. Bagian Kesejahteraan Sosial; 6. Bagian Pertanahan; 7. Bagian Perekonomian; 8. Bagian Pembangunan; 9. Bagian Pengelolaan Teknologi Informasi; 10. Bagian Hukum dan Organisasi; 11. Bagian Umum dan Perlengkapan; 12. Bagian Humas dan Protokol.

b. Sekretariat DPRD terdiri dari 1 orang Sekretaris DPRD dan 3 orang Kepala Bagian, sebagai berikut : 1. Sekretaris DPRD 2. Bagian Perlengkapan 3. Bagian Humas dan Hukum 4. Bagian Persidangan dan Risalah 5. Bagian Tata Usaha c. Lembaga Teknis Daerah terdiri dari 1 Inspektorat, 1 Satuan dan 6 Badan, sebagai berikut : 1. Inspektorat; 2. Satuan Polisi pamong Praja; 3. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah; 4. Badan Kepegawaian Daerah; 5. Badan Pelayanan Perizinan Terpadu; 6. Badan Lingkungan Hidup Daerah; 7. Badan Kesatuan Bangsa, Politik dan Perlindungan Masyarakat; 8. Badan Pemberdayaan Masyarakat, Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana. d. Dinas Daerah terdiri dari 11 Dinas, sebagai berikut : 1. Dinas Pendidikan; 2. Dinas Kesehatan; 3. Dinas Pekerjaan Umum; 4. Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika; 5. Dinas Kebersihan, Pertamanan dan Pemakaman; 6. Dinas Kependudukan, Catatan Sipil, Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi; 7. Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Menengah; 8. Dinas Pemuda, Olahraga, Kebudayaan dan Pariwisata; 9. Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah; 10. Dinas Pertanian dan Perikanan; 11. Dinas Perindustrian dan Perdagangan.

2. Penyelenggaraan Pemerintahan Kecamatan Implementasi kebijakan otonomi daerah telah mendorong dan memacu terjadinya perubahan baik secara struktural, fungsional maupun kultural dalam tatanan penyelenggaraan pemerintahan daerah. Salah satu perubahan yang mendasar adalah menyangkut kedudukan, tugas pokok dan fungsi kecamatan yang sebelumnya merupakan perangkat wilayah dalam kerangka asas dekonsentrasi. Berdasarkan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 berubah statusnya menjadi perangkat daerah dalam kerangka asas desentralisasi. Sebagai perangkat daerah yang diangkat oleh kepala daerah kabupaten/kota, maka Camat dalam menjalankan tugasnya mendapat pelimpahan kewenangan dari dan bertanggung jawab kepada kepala daerah. Hal ini mengandung pengertian bahwa tanpa pelimpahan sebagian kewenangan dari kepala daerah maka tugas seorang camat menjadi tidak jelas sehingga dapat berpengaruh pada pelaksanaan tugas dan fungsinya di lapangan. Sehubungan dengan hal tersebut dan dalam rangka upaya pemberdayaan kecamatan guna percepatan otonomi daerah, maka dengan merujuk pada Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999, Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2003 dan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 158 Tahun 2004 tentang Pedoman Organisasi Kecamatan. Pemerintah Kota Tangerang Selatan mencoba memformulasikan suatu kebijakan tentang pengaturan organisasi kecamatan di daerah ini. Langkah ini diawali dengan upaya melimpahkan sebagian kewenangan yang dimiliki oleh pemerintah daerah kepada Camat dalam rangka efisiensi dan efektifitas penyelenggaraan pemerintahan.

Tabel Luas Wilayah Menurut Kecamatan Kota Tangerang Selatan No Kecamatan Luas Wilayah (Ha) Persentase Terhadap Luas Kota (%) 1 Serpong 2,404 16.33% 2 Serpong Utara 1,784 12.12% 3 Ciputat 1,838 12.49% 4 Ciputat Timur 1,543 10.48% 5 Pamulang 2,682 18.22% 6 Pondok Aren 2,988 20.30% 7 Setu 1,480 10.06% Kota Tangerang Selatan 14,719 100.00% Tabel Jumlah Kelurahan dan Desa per Kecamatan Kota Tangerang Selatan Tahun 2009 No Kecamatan Jumlah Kelurahan Jumlah Desa Jumlah Rukun Warga (RW) Jumlah Rukun Tetangga (RT) 1 Serpong 9-69 337 2 Serpong Utara 7-65 272 3 Ciputat 7-92 460 4 Ciputat Timur 6-75 416 5 Pamulang 8-129 690 6 Pondok Aren 11-113 677 7 Setu 1 5 29 144 Jumlah 49 5 572 2,996

Tabel Luas Wilayah Kelurahan/Desa Kota Tangerang Selatan No Kecamatan Kelurahan/Desa Luas Wilayah (Ha) 1 Serpong 1 Buaran 334 2 Ciater 376 3 Rawa Mekar Jaya 235 4 Rawa Buntu 328 5 Serpong 139 6 Cilenggang 143 7 Lengkong Gudang 361 8 Lengkong Gudang Timur 262 9 Lengkong Wetan 226 2 Serpong Utara 1 Lengkong Karya 210 2 Jelupang 126 3 Pondok Jagung 209 4 Pondok Jagung Timur 225 5 Pakulonan 279 6 Paku Alam 281 7 Paku Jaya 454 3 Ciputat 1 Sarua 368 2 Jombang 345 3 Sawah Baru 274 4 Sarua Indah 193 5 Sawah 249 6 Ciputat 172 7 Cipayung 237 4 Ciputat Timur 1 Pisangan 391 2 Cireundeu 308 3 Cempaka Putih 227 4 Pondok Ranji 246 5 Rengas 165 6 Rempoa 206 5 Pamulang 1 Pondok Benda 386 2 Pamulang Barat 416 3 Pamulang Timur 259 4 Pondok Cabe Udik 483 5 Pondok Cabe Ilir 396 6 Kedaung 256 7 Bambu Apus 220 8 Benda Baru 266 6 Pondok Aren 1 Perigi Baru 310 2 Pondok Kacang Barat 252 3 Pondok Kacang Timur 252 4 Perigi Lama 389 5 Pondok Pucung 362 6 Pondok Jaya 233 7 Pondok Aren 217 8 Jurang Mangu Barat 253 9 Jurang Mangu Timur 258 10 Pondok Karya 271 11 Pondok Betung 191

7 Setu 1 Kranggan 205 2 Muncul 361 3 Setu 364 4 Babakan 170 5 Bakti Jaya 174 6 Kademangan 206 E. Hukum, Politik serta Ketenteraman dan Ketertiban Umum Disamping itu munculnya berbagai bentuk asosiasi masyarakat sipil baik dalam bentuk organisasi kemasyarakatan, lembaga swadaya masyarakat maupun forum-forum lainnya, merupakan bentuk pencapaian dalam mewujudkan proses demokratisasi. Munculnya berbagai aspirasi dan respon masyarakat terhadap kebijakan pembangunan yang dikeluarkan oleh Pemerintah, baik yang bersifat mendukung ataupun memberikan kritik membangun, disampaikan langsung ataupun melalui lembaga perwakilan (legislatif), merupakan cerminan terjadinya peningkatan kesadaran masyarakat akan politik dan nilai-nilai demokrasi. Kondisi keamanan ketentraman dan ketertiban dalam kehidupan kemasyarakatan di wilayah Kota Tangerang Selatan dalam kurun waktu 2003-2008 secara umum masih dalam kondisi yang stabil dan terkendali. Upaya pembinaan dan penanganan ketentraman dan ketertiban wilayah dilaksanakan secara terpadu, terintegrasi dan proporsional sesuai tugas dan fungsi masingmasing instansi. Ruang lingkup kerjasama dalam rangka Pembinaan Ketentraman dan Ketertiban umum serta Pemeliharaan Keamanan dan Ketertiban Masyarakat ini meliputi :

a. Penyelenggaraan/pemeliharaan ketentraman dan ketertiban umum serta keamanan dan ketertiban masyarakat di Kota Tangerang Selatan; b. Penegakan Peraturan Daerah (Perda) dan penegakan hukum sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku; c. Pemberian perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat di Kota Tangerang Selatan; d. Pengembangan sumber daya manusia dan sarana prasarana untuk mendukung penyelenggaraan ketentraman dan ketertiban umum serta keamanan dan ketertiban masyarakat di Kota Tangerang Selatan. e. Penilaian eskalasi gangguan ketentraman dan ketertiban umum serta keamanan dan ketertiban masyarakat di Kota Tangerang Selatan untuk menentukan langkah-langkah yang dipandang perlu, baik yang bersifat pencegahan maupun penanggulangan. Selain itu pembinaan keamanan dan ketertiban diarahkan untuk menciptakan kondisi tenteram, serasi dan teratur serta mantapnya stabilitas keamanan di Kota Tangerang Selatan. Upaya yang dilakukan untuk mendukung keberhasilan kegiatan tersebut adalah melalui kegiatan koordinasi antara instansi terkait secara terpadu. Di bidang keamanan yang berkaitan dengan tindak pidana umum dilaksanakan melalui upaya represif dan preventif oleh pihak Kepolisian untuk membantu menciptakan rasa tenteram dan tertib di masyarakat, antara lain dengan meningkatkan partisipasi masyarakat di bidang pengamanan swakarsa dengan menggiatkan siskamling.

Berbagai kerentanan dan kerawanan sosial merupakan sumber-sumber permasalahan masyarakat yang masih dihadapi yang dapat berdampak pada terjadinya gangguan ketenteraman dan ketertiban umum. Banyaknya keluarga penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) hingga tahun 2007 sebesar 48.889 jiwa, yang didominasi oleh keluarga fakir miskin berjumlah 37.538 jiwa (76,78%) dan anak terlantar sebanyak 1.141 jiwa (2,33%). Keberadaan PMKS tersebut merupakan potensi terhadap bertumbuhkembangnya ketunaan sosial dan penyimpangan perilaku masyarakat. Kasus gelandangan dan pengemis serta pekerja seks komersial (PSK) semalin merebak terutama pada pusat-pusat kota, pasar, terminal serta daerah hiburan merupakan salah satu potensi permasalahan yang dapat menganggu ketentraman dan ketertiban umum di wilayah Kota Tangerang Selatan. Berbagai upaya pencegahan terhadap berkembangnya gelandangan, pengemis dan PSK ini tengah dipersiapkan dan akan dilaksanakan oleh Pemerintah Kota tanerang Selatan. Demikian halnya dengan penyalahgunaan NARKOBA/NAPZA (Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif) yang semakin berkembang dikalangan remaja, bahkan telah memasuki kawasan-kawasan pendidikan (sekolah). Kejadian luar biasa (KLB) merupakan suatu kondisi tak terduga yang dapat mengganggu ketenteraman dan ketertiban umum. Berbagai kasus bencana banjir dan kekeringan sampai dengan tahun 2008 diketahui masih terjadi. Sedangkan kasus wabah penyakit yang terjadi di wilayah Kota Tangerang Selatan akhir-akhir ini meliputi : Muntaber, DBD, Polio dan Flu Burung. Kasus flu burung merupakan wabah penyakit yang melanda wilayah nasional yang penanganannya belum tuntas hingga saat ini. Di tahun 2009 terjadi bencana alam dengan jebolnya tanggul Situ Gintung yang merupakan bencana nasional, dimana kejadian ini dikenal dengan tragedi Situ Gintung.

F. Kerjasama Pembangunan 1. Kerjasama Wilayah Perbatasan Sesuai dengan amanat dalam Pasal 195 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, bahwa dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat, daerah dapat mengadakan kerjasama dengan daerah lain yang didasarkan pada efisiensi dan efektifitas pelayanan publik. Belum terintegrasinya rencana-rencana pembangunan, keterbatasan dan lemahnya kapasitas pengelolaan sumber daya di kawasan perbatasan, seperti diantaranya dalam penataan ruang dan pembangunan prasarana wilayah serta perencanaan pembangunan lainnya, telah disadari sebagai suatu permasalahan yang dapat menyebabkan terjadinya ketidakserasian dan ketimpangan pembangunan di wilayah perbatasan. Oleh karenanya kerjasama pembangunan antar daerah yang didasarkan pada pertimbangan efisiensi dan efektifitas dalam pelayanan publik yang saling menguntungkan, merupakan hal yang perlu mendapatkan perhatian bersama. Sejalan dengan kepentingan tersebut, Pemerintah Provinsi Banten telah melaksanakan kesepakatan dengan Pemerintah Provinsi lain yang berbatasan dalam rangka kerjasama pembangunan di wilayah perbatasan seperti dengan Pemerintah Provinsi Jawa Barat sebagaimana hal ini telah ditandatanganinya Surat Keputusan Bersama Gubernur Jawa Barat dan Gubernur Banten Nomor 69 Tahun 2002 dan Nomor 35 Tahun 2002 tanggal 4 Desember 2002, tentang Kerjasama Pembangunan Wilayah Perbatasan. Sebagai implementasi tindak lanjut kerjasama pembangunan perbatasan yang telah disepakati bersama, diselenggarakan forum koordinasi kerjasama pembangunan antar kedua daerah yang dilaksanakan melalui Musyawarah Perencanaan Pembangunan Perbatasan (MUSRENBANGTAS) Banten-Jawa Barat yang diselenggarakan secara periodik setiap dua tahun sekali.

Pemerintah Kota Tangerang Selatan akan menjadikan surat Keputusan Bersama tersebut sebagai dasar dalam pelaksanaan kerjasama antar daerah dan kemungkinan untuk menuangkannya ke dalam regulasi daerah. 2. Kerjasama Antar Daerah Kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah telah memberikan kewenangan yang lebih besar kepada Pemerintah Daerah untuk melaksanakan dan mengelolah pembangunan di daerah berdasarkan kondisi dan kebutuhannya masing-masing. Namun demikian dalam pelaksanaan dan pengelolaan pembangunan di daerah seringkali dihadapkan kepada permasalahan yang tidak dapat diatasi sendiri, tetapi memerlukan kerjasama antar daerah yang memiliki kepentingan bersama. Sejalan dengan semangat yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004, perlu disikapi secara komprehensif dan langkah strategis untuk melakukan kerjasama antar daerah yang sinergis dengan perencanaan pembangunan guna mewujudkan keselarasan, keserasian dan keterpaduan perencanaan pembangunan antar wilayah dan antar sektor. Sementara itu, di lain pihak bahwa tekanan pertumbuhan penduduk dan perekonomian yang terkonsentrasi di Ibukota negara Jakarta dan wilayah sekitarnya dalam wilayah Jabotabek maupun secara umum pada wilayah Pulau Jawa dan Bali telah menyebabkan tingginya tuntutan dalam peningkatan pelayanan dan pembangunan yang dirasakan semakin kompleks. Sehingga dapat dipahami apabila di wilayah Jabotabek serta wilayah Jawa-Bali perlu mendapatkan perhatian secara lebih intensif untuk melakukan koordinasi dalam rangka penanganan bersama terhadap permasalahan pembangunan dan persoalan lainnya yang bersifat lintas wilayah dan lintas sektor.

Dalam rangka mengkoordinasikan kegiatan pembangunan sesuai Instruksi Presiden Nomor 13 Tahun 1976 tentang Pengembangan Wilayah Jabotabek telah dilakukan kerjasama wilayah Jabotabek yang telah ditetapkan dengan Peraturan Bersama Pemerintah Provinsi Daerah tingkat I Jawa Barat dan DKI Jakarta Nomor 1/DP/040/PD/1976 dan Nomor 3 Tahun 1976 tentang Kerjasama Dalam Rangka Pembangunan Jabotabek yang selanjutnya dibentuk Badan Kerjasama Pembangunan (BKSP) Jabodetabek berdasarkan Keputusan Bersama Pemerintah Provinsi Daerah tingkat I Jawa Barat dan DKI Jakarta Nomor D.IV-8201/d/II/1976 dan Nomor 197/Pem.121/sk/1976. Kerjasama tersebut telah ditindaklanjuti dan ditingkatkan dengan terbentuknya Kota Depok, Provinsi Banten dan keikutsertaan Kabupaten Cianjur yang diwujudkan dalam Kesepakatan Bersama Gubernur DKI Jakarta, Gubernur Jawa Barat, Gubernur Banten Bupati Bogor, Walikota Bogor, Walikota Depok, Bupati Tangerang, Walikota Tangerang, Bupati Bekasi, Walikota Bekasi dan Bupati Cianjur tanggal 16 Juni 2005. Memperhatikan kompleksitas permasalahan pembangunan regional yang terjadi saat ini di wilayah Jawa-Bali dan sejalan dengan makna yang termaktub dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan Undang- Undang Nomor 25 Tahun 2005, maka merupakan langkah yang sangat strategis diselengarakannya forum Musyawarah Perencanaan Pembangunan Regional (MUSRENBANGREG) Se Jawa-Bali, yang hal ini merupakan kesepakatan bersama yang telah direkomendasikan agar keberadaannya semakin dapat diperkokoh dan dikembangkan eksistensinya dalam rangka mendukung perencanaan pembangunan nasional. Dilatarbelakangi berbagi pengalaman memecahkan permasalahan antar daerah secara legal formal, membangun silaturahmi dan membangun satu persepsi dan pemahaman, pada tahun 1988, Provinsi DKI Jakarta dan Provinsi Jawa Barat mempelopori terbentuknya forum kerjasama antar daerah Dwi Praja sebagai cikal bakal forum Mitra Praja Utama (MPU) yang sekarang anggotanya terdiri dari 10 Provinsi yaitu Provinsi DKI Jakarta,

Provinsi Jawa Barat, Provinsi Jawa Tengah, Provinsi DI. Yogyakarta, Provinsi Jawa Timur, Provinsi Bali, Provinsi Lampung, Provinsi Nusa Tenggara Barat, Provinsi Banten dan Provinsi Nusa Tenggara Timur. Prinsip kerjasama dalam forum MPU dibangun dalam semangat kebersamaan, kemitraan, saling menguntungkan, berbagi tanggungjawab dan berkelanjutan dalam upaya berpadu daya mengatasi permasalahan kesejahteraan antar daerah secara bersama-sama. Dalam setiap tahunnya diadakan Rapat Kerja Gubernur yang menyepakati usulan program/kegiatan kerjasama untuk dilaksanakan pada tahun berikutnya, terdiri dari bidang Pemerintahan, bidang Ekonomi, bidang Kesos dan Tenaga Kerja, serta bidang Lingkungan dan Pariwisata Pembentukan forum Koordinasi Kerjasama pembangunan wilayah perbatasan ini sangat penting untuk memperkuat koordinasi antar Pemerintah Daerah dalam mengatasi persoalan ketidakintegrasian dalam berbagai kepentingan pembangunan dan pemerintahan antar daerah, agar rencana-rencana pembangunan yang akan dilaksanakan antar daerah khususnya di wilayah perbatasan dapat terselenggara dengan sinergi dan terintegrasi dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat di wilayah perbatasan.