KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 425/KMK.06/2003

dokumen-dokumen yang mirip
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 25/ KMK.06/ 2003 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 426 /KMK.06/2003

No. URAIAN Dasar Hukum a. Bukti Pemenuhan persyaratan modal di setor (dalam Anggaran Dasar)

BAB I PERUSAHAAN ASURANSI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2008 TENTANG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA 406 /KMK.06/2004 TENTANG USAHA JASA PENILAI BERBENTUK PERSEROAN TERBATAS

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

BAB II PENGELOLAAN BISNIS ASURANSI

Form Self Assesment Permohonan PERMOHONAN IZIN USAHA PERUSAHAAN ASURANSI

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PMK.01/2016 TENTANG AKTUARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 1992 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA PERASURANSIAN

- 3 - PASAL DEMI PASAL. Pasal 1 Cukup jelas.

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 78/PMK.05/2007 TENTANG PENILAIAN KEMAMPUAN DAN KEPATUTAN BAGI DIREKSI DAN KOMISARIS PERUSAHAAN PERASURANSIAN

KERANGKA RPMK AKTUARIS. Perubahan Nama dan/atau Bentuk Badan Usaha Konsultan Aktuaria

- 1 - SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 16 /POJK.04/2015 TENTANG AHLI SYARIAH PASAR MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 1992 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA PERASURANSIAN BAB I KETENTUAN UMUM.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 35 /POJK.05/2016 TENTANG TATA CARA PENETAPAN PERINTAH TERTULIS PADA SEKTOR PERASURANSIAN

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 27 /POJK.03/2016 TENTANG PENILAIAN KEMAMPUAN DAN KEPATUTAN BAGI PIHAK UTAMA LEMBAGA JASA KEUANGAN

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 1995 TENTANG PENYELENGGARAAN KEGIATAN DI BIDANG PASAR MODAL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 1995 TENTANG PENYELENGGARAAN KEGIATAN DI BIDANG PASAR MODAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 11/POJK.05/2014 TENTANG PEMERIKSAAN LANGSUNG LEMBAGA JASA KEUANGAN NON-BANK

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 1995 TENTANG PENYELENGGARAAN KEGIATAN DI BIDANG PASAR MODAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 486/KMK.017/1996 TENTANG PERUSAHAAN PENJAMINAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 57 /POJK.04/2015 TENTANG LAPORAN PERUSAHAAN PEMERINGKAT EFEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 5/POJK.05/2014 TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN LEMBAGA PENJAMINAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2014 TENTANG PERASURANSIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN /POJK.04/2014 TENTANG AHLI SYARIAH PASAR MODAL

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25/PMK.01/2014 TENTANG AKUNTAN BEREGISTER NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25/PMK.01/2014 TENTANG AKUNTAN BEREGISTER NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Bursa Efek dapat menjalankan usaha setelah memperoleh izin usaha dari Bapepam.

2017, No Berjangka Komoditi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 79, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5232);

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

*36403 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 28 TAHUN 1999 (28/1999) TENTANG MERGER, KONSOLIDASI DAN AKUISISI BANK

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PMK.01/2017 TENTANG AKUNTAN BEREGISTER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 511/KMK.06/2002 TENTANG INVESTASI DANA PENSIUN

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 111/PMK.03/2014 TENTANG KONSULTAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 111/PMK.03/2014 TENTANG KONSULTAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 111/PMK.03/2014 TENTANG KONSULTAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2014 TENTANG PERASURANSIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 168/PMK.010/2010 TENTANG PEMERIKSAAN PERUSAHAAN PERASURANSIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 168 /PMK.010/2010 TENTANG PEMERIKSAAN PERUSAHAAN PERASURANSIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 1995 TENTANG PENYELENGGARAAN KEGIATAN DI BIDANG PASAR MODAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 424/KMK.06/2003 TENTANG KESEHATAN KEUANGAN PERUSAHAAN ASURANSI DAN PERUSAHAAN REASURANSI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

2017, No Otoritas Jasa Keuangan mempunyai wewenang untuk melakukan pengawasan, pemeriksaan, penyidikan, perlindungan konsumen, dan tindakan lain

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN

2012, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK BAGI PERUSAHAAN PERASURANSIAN. BAB I KETEN

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 73 /POJK.05/2016 TENTANG TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK BAGI PERUSAHAAN PERASURANSIAN

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 11/POJK.05/2014 TENTANG PEMERIKSAAN LANGSUNG LEMBAGA JASA KEUANGAN NON-BANK

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN RANCANGAN PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 13 /POJK.03/2017 TENTANG PENGGUNAAN JASA AKUNTAN PUBLIK DAN KANTOR AKUNTAN PUBLIK DALAM KEGIATAN JASA KEUANGAN

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI

BAB I. KETENTUAN UMUM

Direksi Perusahaan Efek yang melakukan kegiatan usaha sebagai Penjamin Emisi Efek dan/atau Perantara Pedagang Efek SALINAN

NOMOR 152/PMK.010/2012 TENTANG TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK BAGI PERUSAHAAN PERASURANSIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

-1- LAMPIRAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 57 /SEOJK.04/2017 TENTANG

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 28/POJK.05/2014 TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN PERUSAHAAN PEMBIAYAAN

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini yang dimaksud dengan: 1. Perusahaan adalah perusahan pembiayaan dan perusaha

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 5 / 5 / PBI / 2003 TENTANG PERUSAHAAN PIALANG PASAR UANG RUPIAH DAN VALUTA ASING GUBERNUR BANK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1999 TENTANG MERGER, KONSOLIDASI DAN AKUISISI BANK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 1 /POJK.05/ TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN LEMBAGA PENJAMIN

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1999 TENTANG MERGER, KONSOLIDASI DAN AKUISISI BANK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.05/2015 TENTANG

- 2 - Mengingat: 1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 31, Tambahan Lembaran Nega

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN /POJK.05/2016 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 448/KMK.017/2000 TENTANG PERUSAHAAN PEMBIAYAAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

Menetapkan: PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG PERANTARA PEDAGANG EFEK UNTUK EFEK BERSIFAT UTANG DAN SUKUK BAB I KETENTUAN UMUM

- 2 - SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 67 /POJK.04/2017 TENTANG NOTARIS YANG MELAKUKAN KEGIATAN DI PASAR MODAL

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA ANGGOTA DEWAN GUBERNUR BANK INDONESIA,

RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 2/ 27 /PBI/2000 TENTANG BANK UMUM GUBERNUR BANK INDONESIA,

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 24 /POJK.04/2016 TENTANG AGEN PERANTARA PEDAGANG EFEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.05/2013 TENTANG PENILAIAN KEMAMPUAN DAN KEPATUTAN DI INDUSTRI KEUANGAN NON-BANK

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

II. PIHAK YANG WAJIB MELALUI PROSES PENILAIAN KEMAMPUAN DAN KEPATUTAN

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 222/PMK.010/2008 TENTANG

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 37/POJK.03/2017 TENTANG PEMANFAATAN TENAGA KERJA ASING DAN PROGRAM ALIH PENGETAHUAN DI SEKTOR PERBANKAN

2 d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c perlu menetapkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang

RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.05/2014 TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN PERUSAHAAN PEMBIAYAAN

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

S U R A T E D A R A N. Kepada SEMUA BANK PERKREDITAN RAKYAT DI INDONESIA. Perihal : Lembaga Sertifikasi bagi Bank Perkreditan Rakyat.

Transkripsi:

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 425/KMK.06/2003 TENTANG PERIZINAN DAN PENYELENGGARAAN KEGIATAN USAHA PERUSAHAN PENUNJANG USAHA ASURANSI Keputusan ini telah diketik ulang, bila ada keraguan mengenai isinya harap merujuk kepada teks aslinya.

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 425/KMK.06/2003 TENTANG PERIZINAN DAN PENYELENGGARAAN KEGIATAN USAHA PERUSAHAN PENUNJANG USAHA ASURANSI MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka menyesuaikan dengan perkembangan yang terjadi dalam industri perasuransian nasional, perlu dilakukan penyesuaian secara menyeluruh terhadap ketentuan mengenai Perizinan dan Penyelenggaraan Kegiatan Usaha Perusahaan Penunjang Usaha Asuransi sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 226/KMK.017/1993 Tahun 1993; b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Keputusan Menteri Keuangan tentang Perizinan dan Penyelenggaraan Kegiatan Usaha Perusahaan Penunjang Usaha Asuransi; Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 13, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3467); 2. Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 120, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3506) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 1999 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3861); 3. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 228/M Tahun 2001; MEMUTUSKAN: Menetapkan: KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PERIZINAN DAN PENYELENGGARAAN KEGIATAN USAHA PERUSAHAN PENUNJANG USAHA ASURANSI. BABI KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Keputusan Menteri Keuangan ini, yang dimaksud dengan : 1. Direksi adalah direksi pada perseroan terbatas atau persero, atau yang setara dengan itu untuk koperasi dan usaha bersama. 2. Komisaris adalah komisaris pada perseroan terbatas atau persero, atau yang setara dengan itu untuk koperasi dan usaha bersama. 3. Asosiasi adalah asosiasi dari perusahaan yang mempunyai lingkup usaha penunjang usaha asuransi atau profesi keahlian di lingkup usaha penunjang usaha asuransi. 9_KMK-425-2003.doc3 2

4. Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia. BAB II IZIN USAHA Bagian Pertama Persyaratan dan Tata Cara Memperoleh Izin Usaha Pasal 2 (1) Untuk mendapatkan izin usaha, Perusahaan Penunjang Usaha Asuransi harus mengajukan permohonan tertulis kepada Menteri dengan melampirkan hal-hal sebagai berikut : a. bukti pemenuhan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 1999; b. dokumen pendukung lainnya yang meliputi : 1) susunan organisasi dan kepengurusan, termasuk uraian tugas dan sistem pengolahan data; 2) surat keterangan dari lembaga pembina dan pengawas usaha perbankan bahwa pemegang saham tidak termasuk dalam daftar orang tercela; 3) neraca pembukaan yang dilengkapi dengan bukti pendukungnya, 4) studi kelayakan usaha yang antara lain memuat rencana pengembangan usaha dan pengembangan sumber daya manusia; 5) bukti mempekerjakan tenaga ahli; 6) Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) perusahaan, berikut NPWP dari Direksi, Komisaris, dan pemegang sahamnya; 7) bukti identitas diri dan daftar riwayat hidup Direksi, Komisaris, pemegang saham, dan tenaga ahli yang dipekerjakan; 8) pernyataan Direksi tidak merangkap jabatan pada perusahaan lain; 9) pernyataan tenaga ahli tidak bekerja di perusahaan lain; dan 10) bukti perjanjian keagenan dengan Perusahaan Asuransi, khusus bagi Agen Asuransi yang berbentuk badan hukum. (2) Bagi Perusahaan Penunjang Usaha Asuransi yang terdapat kepemilikan pihak asing, selain harus memenuhi ketentuan ayat (1) harus pula menyampaikan dokumen sebagai berikut : a. referensi atau rekomendasi dari badan pembina dan pengawas usaha perasuransian pihak asing tempat yang bersangkutan berdomisili, yang sekurang-kurangnya menyatakan bahwa pihak asing tersebut memiliki izin usaha dan reputasi baik; dan b. perjanjian kerjasama antara pihak Indonesia dan pihak asing. Pasal 3 Perjanjian kerjasama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf b harus dibuat dalam bahasa Indonesia dan sekurang-kurangnya memuat : a. komposisi permodalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 1999; b. susunan anggota dewan Direksi dan Komisaris sebagaimana dimaksud dalam. Pasal 4 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 1999; dan 9_KMK-425-2003.doc3 3

c. kewajiban pihak asing untuk membuat dan melaksanakan program pendidikan dan pelatihan sesuai bidang keahliannya. Bagian Kedua Pemberian atau Penolakan Permohonan Izin Usaha Pasal 4 (1) Pemberian atau penolakan permohonan izin usaha bagi Perusahaan Penunjang Usaha Asuransi diberikan paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sejak tanggal permohonan diterima secara lengkap. (2) Setiap penolakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus disertai dengan penjelasan secara tertulis. BAB III PERSYARATAN UMUM Bagian Pertama Susunan Organisasi Pasal 5 Susunan organisasi Perusahaan Penunjang Usaha Asuransi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b angka 1 harus memenuhi ketentuan sebagai berikut: a. sekurang-kurangnya menggambarkan secara jelas adanya: 1) fungsi pengelolaan keuangan dan fungsi pelayanan yang terpisah satu dengan yang lainnya, bagi Perusahaan Pialang Asuransi dan Perusahaan Pialang Reasuransi; dan 2) fungsi teknis sesuai dengan bidang usaha yang diselenggarakannya, bagi Perusahaan Penilai Kerugian Asuransi, Perusahaan Konsultan Aktuaria, dan Perusahaan Agen Asuransi; dan b. dilengkapi dengan uraian tugas, wewenang, tanggung jawab, dan prosedur kerja 'dari masing-masing unit organisasi. Bagian Kedua Direksi, Komisaris, dan Pemegang Saham Pasal 6 (1) Setiap Direksi, Komisaris, dan pemegang saham Perusahaan Penunjang Usaha Asuransi setiap saat harus memenuhi ketentuan mengenai penilaian kemampuan dan kepatutan. (2) Dalam hal ketentuan mengenai penilaian kemampuan dan kepatutan bagi pemegang saham belum diberlakukan, pemegang saham dianggap memenuhi ketentuan mengenai pei-dlaian kemampuan dan kepatutan apabila yang bersangkutan tidak termasuk dalam daftar orang tercela di biding perbankan. 9_KMK-425-2003.doc3 4

Bagian Ketiga Tenaga Ahli Pasal 7 (1) Perusahaan Penunjang Usaha Asuransi harus mengangkat tenaga ahli. (2) Tenaga ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : a. memiliki kualifikasi sebagai : 1) ahli pialang asuransi bersertifikat dari Asosiasi Broker Asuransi Indonesia (ABAI), atau ajun ahli asuransi dari Asosiasi Ahli Manajemen Asuransi Indonesia (AAMAI), atau dari asosiasi sejenis di luar negeri setelah terlebih dahulu memperoleh pengakuan dari ABAI atau pengakuan dari AAMAI, bagi Perusahaan Pialang Asuransi; 2) ahli asuransi bersertifikat dari Asosiasi Ahli Manajemen Asuransi Indonesia (AAMAI), atau dari asosiasi sejenis di luar negeri setelah terlebih dahulu memperoleh pengakuan dari AAMAI, bagi Perusahaan Pialang Reasuransi; 3) adjuster bersertifikat dari Asosiasi Adjuster Asuransi Indonesia (AAAI) atau dari asosiasi sejenis di luar negeri setelah terlebih dahulu memperoleh pengakuan dari AAAI, bagi Perusahaan Penilai Kerugian Asuransi; 4) aktuaris bersertifikat dari Persatuan Aktuaris Indonesia (PAI) atau dari asosiasi sejenis di luar negeri setelah terlebih dahulu memperoleh pengakuan dari PAI, bagi Perusahaan Konsultan Aktuaria; 5) agen bersertifikat dari asosiasi industri asuransi sejenis di Indonesia, bagi Agen Asuransi; b. memiliki pengalaman kerja dalam bidang perasuransian sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun; c. tidak sedang dalam pengenaan sanksi dari asosiasi profesinya; dan d. terdaftar sebagai tenaga ahli di Direktorat jenderal Lembaga Keuangan, Departemen Keuangan. (3) Perusahaan Penunjang Usaha Asuransi harus melaporkan pengangkatan tenaga ahli kepada Menteri, paling lambat 14 (empat belas) hari sejak tanggal pengangkatan. Pasal 8 Tenaga ahli sebagaimana dimaksud pada Pasal 7 wajib melakukan tugasnya dengan berpedoman pada standar praktek dan kode etik profesi yang berlaku. Pasal 9 (1) Perusahaan Penunjang Usaha Asuransi wajib memberhentikan tenaga ahli yang melanggar peraturan perundang-undangan di bidang usaha perasuransian paling lambat 7 (tujuh) hari sejak ditemukannya pelanggaran. (2) Perusahaan Penunjang Usaha Asuransi yang memberhentikan tenaga ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib mengangkat tenaga ahli baru dan melaporkan kepada Menteri paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak tanggal pemberhentian. 9_KMK-425-2003.doc3 5

Pasal 10 Setiap tenaga ahli sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, wajib mendaftarkan diri dengan mengajukan permohonan pendaftaran secara tertulis kepada Direktur Jenderal Lembaga Keuangan dengan melampirkan: a. daftar riwayat hidup yang dilengkapi dengan data pendukungnya; b. copy sertifikat gelar profesi; dan c. keterangan tidak sedang dalam pengenaan sanksi dari asosiasi profesi. Pasal 11 Pendaftaran tenaga ahli sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dapat dibatalkan apabila tenaga ahli dimaksud: a. dinyatakan melanggar kode etik dan standar praktek oleh asosiasi profesi tenaga ahli yang bersangkutan; b. dicabut gelar profesinya oleh asosiasi profesi yang mengeluarkan gelar tersebut; c. melakukan perbuatan tercela di bidang usaha perasuransian; atau d. tidak lulus pengujian kemampuan dan kepatutan karma faktor integritas, dalam hal tenaga ahli pernah mengikuti pengujian dimaksud. Bagian Keempat Sistem Administrasi dan Pengolahan Data Pasal 12 Pengelolaan Perusahaan Penunjang Usaha Asuransi sekurang-kurangnya harus didukung dengan : a. sistem administrasi yang memenuhi fungsi pengendalian intern; b. sistem pengolahan data yang dapat menghasilkan informasi yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan dalam pengambilan keputusan; dan c. program pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia. Bagian Kelima Penggunaan Tenaga Asing Pasal 13 Perusahaan Penunjang Usaha Asuransi dapat mempekerjakan tenaga asing sebagai penasihat dengan ketentuan tenaga asing dimaksud: a. memiliki keahlian sesuai dengan bidang tugas yang akan menjadi tanggung jawabnya; b. memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang ketenaga-kerjaan; dan c. memiliki program kerja sesuai dengan tugasnya. 9_KMK-425-2003.doc3 6

Bagian Keenam Dana Pendidikan dan Pelatihan Pasal 14 (1) Perusahaan Penunjang Usaha Asuransi wajib menganggarkan dana untuk pelaksanaan pendidikan dan pelatihan sekurang-kurangnya 5% (lima per seratus) dari jumlah biaya pegawai, Direksi dan Komisaris untuk meningkatkan keterampilan, pengetahuan, dan keahlian di bidang usaha asuransi bagi karyawannya. (2) Pelaksanaan pendidikan dan pelatihan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) untuk setiap tahun wajib dilaporkan kepada Menteri paling lambat pada tanggal 31 januari tahun berikutnya. BAB IV LAPORAN PERUBAHAN Pasal 15 (1) Perusahaan Penunjang Usaha Asuransi wajib melaporkan kepada Menteri setiap perubahan mengenai: a. anggaran dasar; b. alamat kantor perusahaan; dan c. perjanjian keagenan dengan perusahaan asuransi, bagi Agen Asuransi yang berbentuk badan hukum. (2) Perusahaan Penunjang Usaha Asuransi yang melakukan perubahan anggaran dasar harus menyampaikan bukti persetujuan dari instansi yang berwenang kepada Menteri, paling lambat 14 (empat belas) hari ker a sejak tanggal diperoleh persetujuan dimaksud. (3) Dalam hal perubahan anggaran dasar tidak memerlukan persetujuan dari instansi yang berwenang, maka perubahan yang sudah dimuat dalam akta notaris disampaikan kepada Menteri paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak tanggal perubahan. BAB V PENGGABUNGAN BADAN USAHA Pasal 16 (1) Perusahaan Penunjang Usaha Asuransi dapat melakukan penggabungan badan usaha dengan Perusahaan Penunjang Usaha Asuransi sejenis. (2) Perusahaan Penunjang Usaha Asuransi yang akan melakukan penggabungan badan usaha wajib melaporkan rencana penggabungan dimaksud kepada Menteri untuk mendapat persetujuan. (3) Perusahaan Penunjang Usaha Asuransi wajib melaporkan kepada Menteri pelaksanaan penggabungan usaha dimaksud paling lambat 14 (empat belas) hari sejak tanggal penggabungan badan usaha. 9_KMK-425-2003.doc3 7

BAB VI PENYELENGGARAAN USAHA Pasal 17 Dalam rangka menjaga perimbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 1999, jumlah premi yang belum disetor oleh Perusahaan Pialang Asuransi kepada Perusahaan Asuransi senantiasa tidak boleh melebihi modal sendiri Perusahaan Pialang Asuransi yang bersangkutan. BAB VII LAPORAN OPERASIONAL DAN KEUANGAN Pasal 18 (1) Perusahaan Penilai Kerugian Asuransi dan Perusahaan Konsultan Aktuaria wajib menyampaikan kepada Menteri laporan operasional untuk kegiatan selama 1 (satu) tahun yang berakhir pada tanggal 31 Desember, paling lambat tanggal 30 April tahun berikutnya. (2) Perusahaan Pialang Asuransi dan Perusahaan Pialang Reasuransi wajib menyampaikan kepada Menteri : a. laporan operasional tahunan yang berakhir pada tanggal 31 Desember yang disampaikan paling lambat tanggal 30 April tahun berikutnya; b. laporan keuangan tahunan yang berakhir pada tanggal 31 Desember yang dilampiri dengan laporan auditor independen, disampaikan paling lambat tanggal 30 April tahun berikutnya; dan c. laporan keuangan semesteran yang berakhir pada tanggal 30 Juni dan 31 Desember, yang disampaikan paling lambat 1 (satu) bulan sejak berakhirnya semester yang bersangkutan. (3) Bentuk dan susunan laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal. BAB VIII KETENTUAN LAIN Pasal 19 (1) Setiap Perusahaan Penunjang Usaha Asuransi wajib menjadi anggota Asosiasi perusahaan sejenis. (2) Asosiasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) mempunyai tugas antara lain : a. mengkoordinir penyusunan standar praktek dan kode etik profesi usaha penunjang usaha asuransi; b. mengadakan pendidikan dan pelatihan yang berkelanjutan; dan c. melakukan pengendalian mutu terhadap tenaga ahli profesi usaha Penunjang Usaha Asuransi. (3) Pelaksanaan kegiatan Asosiasi sebagaimana dimaksud dalam. ayat (2) dikonsultasikan secara berkala kepada Menteri. 9_KMK-425-2003.doc3 8

Pasal 20 Setiap Perusahaan Penunjang Usaha Asuransi yang tidak menjalankan kegiatan usahanya selama 6 (enam) bulan dikenakan sanksi administratif sesuai ketentuan yang berlaku. BAB IX KETENTUAN PERALIHAN Pasal 21 (1) Setiap pihak yang telah mengajukan permohonan izin usaha Perusahaan Penunjang Usaha Asuransi sebelum Keputusan Menteri Keuangan ini ditetapkan, wajib mengajukan permohonan untuk memenuhi ketentuan imengenai penilaian kemampuan dan kepatutan paling lambat 3 (tiga) bulan sejak memperoleh izin usaha. (2) Setiap tenaga ahli dari Perusahaan Penunjang Usaha Asuransi wajib mendaftarkan diri kepada Direktur Jenderal Lembaga. Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 paling lambat 6 (enam) bulan sejak Keputusan Menteri Keuangan ini ditetapkan. (3) Perusahaan Penunjang Usaha Asuransi yang telah memperoleh izin usaha wajib menyesuaikan dengan Keputusan Menteri Keuangan ini paling lambat 1 (satu) tahun sejak Keputusan Menteri Keuangan ini ditetapkan. BAB X KETENTUAN PENUTUP Pasal 22 Pada saat Keputusan Menteri Keuangan ini mulai berlaku, Keputusan Menteri Keuangan Nomor 226/KMK.017/1993 tentang Perizinan dan Penyelenggaraan Kegiatan Usaha Perusahaan Penunjang Usaha Asuransi dinyatakan tidak berlaku. Pasal 23 Keputusan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Keputusan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 30 September 2003 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd,- BOEDIONO 9_KMK-425-2003.doc3 9