BAB II PERLINDUNGAN TERHADAP NASABAH BANK DI INDONESIA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. khususnya dalam menunjang pertumbuhan ekonomi negara. Bank adalah salah

BAB I PENDAHULUAN. perseorangan, badan-badan usaha swasta, badan-badan usaha milik negara,

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2.

BAB I PENDAHULUAN. perumahan mengakibatkan persaingan, sehingga membangun rumah. memerlukan banyak dana. Padahal tidak semua orang mempunyai dana yang

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam sistem perekonomian. Menurut Undang Undang Nomor

BAB II TINJAUAN HUKUM HUBUNGAN BANK DENGAN NASABAH. Kemudian pihak bank menggunakan dana yang disetorkan tersebut untuk

BAB I PENDAHULUAN. di dalam mewujudkan cita-cita atau tujuan pembangunan nasional, sub sektor ini

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, Presiden Republik Indonesia,

I. PENDAHULUAN. perekonomian. Kebutuhan masyarakat yang tinggi terhadap sektor masyarakat

BAB III KLAUSULA BAKU PADA PERJANJIAN KREDIT BANK. A. Klausula baku yang memberatkan nasabah pada perjanjian kredit

BAB I PENDAHULUAN. pengaturan yang segera dari hukum itu sendiri. Tidak dapat dipungkiri, perkembangan

TANGGUNG JAWAB BANK AKIBAT KERUGIAN DIDERITA OLEH NASABAH. Suwardi, SH., MH 1. Raga Taufani 2 ABSTRAK

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB 4 ANALISIS PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KREDIT YANG DIBAKUKAN OLEH PT. BANK X

PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR: 1/POJK.07/2013 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN SEKTOR JASA KEUANGAN

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI BANK DAN NASABAH

BAB I PENDAHULUAN. Perlindungan hukum..., Pramita Dyah Hapsari, FH UI, 2011.

BAB III TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KARTU KREDIT BANK MANDIRI, CITIBANK DAN STANDARD CHARTERED BANK

BAB II PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM PEMBERIAN KREDIT. E. Latar Belakang dan Pengertian Prinsip Kehati-Hatian

Lex et Societatis, Vol. II/No. 8/Sep-Nov/2014

NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia merupakan negara hukum (rechtstaat) dimana

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kata Bank dalam kehidupan sehari-hari bukanlah merupakan hal yang asing lagi.

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR: 1/POJK.07/2013 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN SEKTOR JASA KEUANGAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. kewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut. Pendapat lain menyatakan bahwa

SAP & SILABUS IDENTITAS MATA KULIAH

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG BANK. keuangan (Financial Intermediary) antara debitur dan kreditur

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1999 TENTANG PENCABUTAN IZIN USAHA, PEMBUBARAN DAN LIKUIDASI BANK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERTANGGUNGJAWABAN BANK ATAS PENCATATAN PALSU YANG DILAKUKAN OLEH PEGAWAI BANK DALAM PENERBITAN SURAT KETERANGAN PENOLAKAN (SKP) BILYET GIRO Oleh :

TINJAUAN HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PERJANJIAN KREDIT BANK DIANA SIMANJUNTAK / D

Lex Administratum, Vol. IV/No. 3/Mar/2016

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian

BAB III TANGGUNG GUGAT BANK SYARIAH ATAS PELANGGARAN KEPATUHAN BANK PADA PRINSIP SYARIAH

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, kegiatan ini memegang peranan penting bagi kehidupan bank. umum di Indonesia khususnya dan di negara lain pada umumnya.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. Kehadiran bank sebagai penyedia jasa keuangan berkaitan dengan kepentingan

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN KOMODITI BERJANGKA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN [LN 1992/31, TLN 3472]

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG LIKUIDASI BANK DAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN. Pengertian Likuidasi Bank menurut Pasal 1 angka 13 Peraturan Lembaga

BAB I PENDAHULUAN. Peran bank sangat besar dalam mendorong pertumbuhan ekonomi suatu

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling,

Lex Crimen Vol. VI/No. 3/Mei/2017

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN KOMODITI BERJANGKA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lex et Societatis, Vol. IV/No. 2/Feb/2016/Edisi Khusus

NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI

BAB II KEDUDUKAN BANK INDONESIA DALAM SISTEM KEUANGAN NEGARA. Menurut Undang-Undang Pokok Perbankan Nomor 10 Tahun 1998

Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tersebut, maka salah satu cara dari pihak bank untuk menyalurkan dana adalah dengan mem

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1995 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA SIMPAN PINJAM OLEH KOPERASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. satu jasa yang diberikan bank adalah kredit. sebagai lembaga penjamin simpanan masyarakat hingga mengatur masalah

BAB I PENDAHULUAN. penduduk menjadikan Indonesia harus dapat meningkatkan berbagai

TINJAUAN HUKUM TENTANG PENGAWASAN BANK DAN PERLINDUNGAN NASABAH OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN CHAIRIL SUSANTO / D

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Untuk mencapai. pembangunan, termasuk dibidang ekonomi dan keuangan.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KEUANGAN MIKRO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. melayani masyarakat yang ingin menabungkan uangnya di bank, sedangkan

BAB II ASPEK HUKUM PARA PIHAK DALAM TRANSAKSI PERBANKAN. A. Pengertian Hukum Perbankan dan Jenis-Jenis Transaksi Perbankan

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 9 TAHUN 1995 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA SIMPAN PINJAM OLEH KOPERASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Bank selaku lembaga penyedia jasa keuangan memiliki peran penting

BAB I PENDAHULUAN. adalah untuk kepentingan seluruh rakyat Indonesia. Untuk mewujudkan hal

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian yang dimuat secara sah mengikat para pihak sebagai Undang-undang.

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya jaminan dalam pemberian kredit merupakan keharusan yang tidak

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. jenis dan variasi dari masing-masing jenis barang dan atau jasa yang akan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Perbankan mempunyai peranan penting dalam menjalankan. Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan diatur bahwa:

BAB I PENDAHULUAN. banknote. Kata bank berasal dari bahasa Italia banca berarti tempat

PP 9/1999, PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN KOMODITI BERJANGKA

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Guna mewujudkan

2017, No Indonesia Nomor 3608); 2. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 20

ekonomi Kelas X BANK DAN LEMBAGA KEUANGAN BUKAN BANK KTSP & K-13 A. Pengertian Bank Tujuan Pembelajaran

PERLINDUNGAN HUKUM NASABAH OLEH BANK SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN KEPERCAYAAN MASYARAKAT PENYIMPAN DANA. Aniek Tyaswati W.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2017, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN TENTANG PENGELOLAAN, PENATAUSAHAAN, SERTA PENCATATAN ASET DAN KEWAJIBAN D

BAB I PENDAHULUAN. melindungi segenap Bangsa Indonesia, berdasarkan Pancasila dan Undangundang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PENJAMINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan Asuransi, Perusahaan Keuangan, Pasar Modal, Holding. bank adalah lembaga perbankan itu sendiri.

2017, No tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 24 T

BAB I PENDAHULUAN. Sebagian besar masyarakat tidak memahami apa itu klausula baku,

KAJIAN PENDALAMAN. Perkara Nomor 1/PUU-XVI/2018

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KEUANGAN MIKRO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini perbankan di Indonesia diatur dalam UU Nomor 10 tahun 1998

BAB I PENDAHULUAN. Dalam agenda pembangunan nasional Tahun , secara politis dikatakan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KEDUDUKAN HUKUM ANTARA BANK DENGAN NASABAH

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG JARING PENGAMAN SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Perlindungan hukum atas dana nasabah pada bank melalui lembaga penjamin simpanan

BAB I PENDAHULUAN. keberhasilan pembangunan sangat ditentukan oleh partisipasi dan kerjasama

BAB I PENDAHULUAN. waktu Pada pertengahan tahun 1997, industri perbankan akhirnya

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 93, 1997 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3720)

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjanjian pengalihan..., Agnes Kusuma Putri, FH UI, Universitas Indonesia

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Transkripsi:

BAB II PERLINDUNGAN TERHADAP NASABAH BANK DI INDONESIA Salah satu kegiatan perekonomian yang penting adalah kegiatan perbankan. Lembaga perbankan merupakan inti dari sistem keuangan setiap negara. Bank adalah lembaga perbankan yang menjadi tempat bagi perseorangan, badan-badan usaha swasta, badan-badan usaha milik negara, bahkan lembaga-lembaga pemerintahan menyimpan dana-dana yang dimilikinya. Melalui kegiatan perkreditan dan berbagai jasa yang diberikan, bank melayani kebutuhan pembiayaan serta melancarkan mekanisme sistem pembayaran bagi semua sektor perekonomian. Bank adalah lembaga keuangan yang merupakan tempat masyarakat menyimpan dananya yang semata-mata dilandasi oleh kepercayaan bahwa uangnya akan diperoleh kembali pada waktunya dan disertai imbalan berupa bunga. Artinya, eksistensi suatu bank sangat bergantung pada kepercayaan masyarakat tersebut. Semakin tinggi kepercayaan masyarakat maka akan semakin tinggi pula kesadaran masyarakat untuk menyimpan uangnya pada bank dan menggunakan jasa-jasa perbankan yang lain. Kepercayaan masyarakat merupakan kata kunci utama bagi berkembang atau tidaknya suatu bank, dalam arti tanpa adanya kepercayaan dari masyarakat maka suatu bank tidak akan mampu menjalankan kegiatan usahanya. Mengenai fungsi bank dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 3 UU Perbankan. Pasal 3 menyatakan bahwa, Fungsi utama perbankan Indonesia adalah sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat. 22

23 Dari ketentuan ini tercermin fungsi bank sebagai perantara pihak-pihak yang memiliki kelebihan dana (surplus of funds) dengan pihak-pihak yang kekurangan dana (lack of funds). Yang perlu ditekankan sekali lagi bahwa lembaga perbankan adalah lembaga yang mengandalkan kepercayaan masyarakat demi kelangsungan usahanya. Dengan demikian guna tetap mengekalkan kepercayaan masyarakat terhadap bank, pemerintah harus berusaha melindungi masyarakat sebagai nasabah bank. Apabila terjadi kemerosotan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap lembaga perbankan maka hal tersebut merupakan suatu bencana bagi perekonomian negara secara keseluruhan dan keadaan tersebut sulit untuk dipulihkan. Seperti kejadian pada saat 16 bank dilikuidasi pada tahun 1997, akibatnya sejumlah bank mengalami rush, sebagai akibat runtuhnya kepercayaan masyarakat terhadap perbankan nasional. Melihat begitu besarnya resiko yang dapat terjadi bila kepercayaan masyarakat terhadap bank merosot, maka tidak berlebihan bila usaha perlindungan terhadap masyarakat atau nasabah bank pada khususnya perlu mendapatkan perhatian. Dalam rangka usaha melindungi nasabah atau konsumen secara umum sekarang ini digunakan UU Perlindungan Konsumen. Undang-undang ini dimaksudkan untuk menjadi landasan hukum yang kuat untuk pemerintah dan masyarakat untuk melakukan upaya pemberdayaan konsumen. Peran Bank Indonesia sebagai bank sentral sangat diharapkan bagi keberhasilan usaha perlindungan nasabah ini. Konsekuensi logis dari diundangkannya UU Perlindungan Konsumen terhadap pelayanan jasa perbankan, pelaku usaha dituntut untuk: a. beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya

24 b. memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur tentang kondisi dan menjamin jasa yang diberikannya. c. Memperlakukan dan melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif d. Menjamin kegiatan usaha perbankan berdasarkan ketentuan standar bank yang berlaku. Adanya perlindungan hukum bagi nasabah selaku konsumen di bidang perbankan menjadi urgent, karena secara faktual kedudukan antara para pihak seringkali tidak seimbang. Perjanjian kredit/pembiayaan dan perjanjian pembukaan rekening bank yang seharusnya dibuat berdasarkan kesepakatan para pihak, karena alasan efisiensi diubah menjadi perjanjian yang sudah dibuat oleh pihak yang mempunyai posisi tawar (bargaining position) dalam hal ini adalah pihak bank. Nasabah tidak mempunyai pilihan lain, kecuali menerima atau menolak perjanjian yang disodorkan oleh pihak bank (take it or leave it). 2.1 BENTUK DAN PENERAPAN PRINSIP HUBUNGAN ANTARA NASABAH DAN BANK Hubungan bank sebagai penyedia jasa perbankan bagi masyarakat dan nasabah sebagai konsumen atau pelanggan sering menimbulkan masalah bagi kedua belah pihak. Bagi bank, kredit macet adalah masalah yang paling sering muncul atau terjadi. Nasabah atau debitur tidak membayar kreditnya ke bank sesuai dengan jumlah dan jadwal yang disepakati. Sedangkan bagi nasabah, permasalahan yang sering muncul adalah manakala bank lalai atau tidak melayani nasabah sesuai dengan yang dijanjikan dalam produk-produk jasanya.

25 Hubungan antara bank dan nasabah didasarkan pada 2 (dua) unsur yang saling terkait yaitu hukum dan kepercayaan. Suatu bank hanya bisa melakukan kegiatan dan mengembangkan banknya apabila masyarakat menaruh kepercayaan untuk menempatkan uangnya melalui produk perbankan yang ditawarkan oleh bank tersebut. Berdasarkan kepercayaan masyarakat tersebut, bank dapat memobilisir dana dari masyarakat untuk ditempatkan di banknya, dan bank akan dapat memberikan jasa-jasa perbankan. Undang-undang Perbankan pada pasal 1 ayat 1 menyebutkan bahwa bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup orang banyak. Berdasarkan dua fungsi utama bank, yaitu fungsi pengerahan dana dan fungsi penyaluran dana, maka terdapat dua hubungan hukum antara bank dan nasabah yaitu 6 : 2.1.1. Hubungan Hukum Antara Bank Dengan Nasabah Penyimpan Dana Artinya bank menempatkan dirinya sebagai peminjam dana milik masyarakat yang berlaku sebagai penanam dana. Bentuk hubungan hukum antara bank dan nasabah penyimpan dana dapat terlihat dari hubungan hukum yang muncul dari produk-produk perbankan, seperti deposito, tabungan, giro dan yang dipersamakan dengan itu. Bentuk hubungan hukum itu dapat tertuang dalam bentuk peraturan bank yang bersangkutan dan syarat-syarat umum yang harus dipatuhi oleh setiap nasabah penyimpan dana. Syarat-syarat tersebut harus disesuaikan dengan 6 Ronny Sautma Hotma Bako, Hubungan Bank dan Nasabah Terhadap Produk Tabungan dan Deposito (Suatu Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Deposan di Indonesia Dewasa Ini), Penerbit: Citra Aditya Bhakti, Bandung, hal 34.

26 produk perbankan yang ada, karena syarat dari suatu produk perbankan tidak akan sama dengan syarat dari produk perbankan lainnya. Dalam produk perbankan seperti tabungan dan deposito, maka ketentuan-ketentuan dan syarat-syarat umum yang berlaku adalah ketentuan-ketentuan dan syarat-syarat umum hubungan rekening deposito dan rekening tabungan. 2.1.2. Hubungan Hukum Antara Bank Dengan Nasabah Debitur Artinya bank sebagai lembaga penyedia dana bagi para debiturnya. Bentuknya dapat berupa kredit, seperti kredit modal kerja, kredit investasi atau kredit usaha kecil. Pada dasarnya, hubungan hukum antara nasabah dengan bank adalah hubungan kontraktual. Begitu seorang nasabah menjalin kontraktual dengan pihak bank, maka perikatan yang timbul adalah perikatan atas dasar kontrak atau perjanjian. Dalam wilayah hukum perjanjian, pengertian hubungan hukum merupakan hubungan antara pihak-pihak yang kedudukannya seimbang atau sejajar. Hubungan nasabah dengan bank adalah hubungan hukum karena adanya perjanjian antara kedua belah pihak. Menurut Mariam Darus Badrulzaman, hubungan hukum adalah hubungan yang terhadapnya hukum melekatkan hak pada salah satu pihak dan melekatkan kewajiban pada pihak lainnya. Jika salah satu pihak tidak mengindahkan atau melanggar hubungan tadi maka hukum dapat memaksakan agar hubungan hukum tadi dipenuhi atau dipulihkan kembali 7. Dalam hal ini hukum dapat bersifat memaksa kepada salah satu pihak bila terjadi pengingkaran atau wanprestasi terhadap hubungan hukum yang terjadi tersebut. 7 Mariam Darus Badrulzaman, Kompilasi Hukum Perikatan, Penerbit: Citra Aditya Bhakti, Bandung, 2001, hal 1-2.

27 Hubungan hukum nasabah dengan bank yang berkaitan dengan perjanjian kedua pihak merupakan masalah keperdataan yang berpotensi menimbulkan sengketa apabila salah satu pihak ingkar janji atau wanprestasi. Sengketa keperdataan antara bank nasabah timbul dari transaksi keuangan yang dilakukan oleh kedua pihak. Secara umum sengketa keperdataan ialah sengketa yang terjadi dalam wilayah hukum kebendaan dan perorangan yang disebabkan oleh salah satu pihak melanggar asas kepentingan publik. Sengketa ini biasanya muncul akibat tidak terpenuhinya asas-asas hukum perikatan. Selama ini jika timbul sengketa perdata maka penyelesaiannya dilakukan melalui proses hukum perdata materiil melalui tuntutan hukum oleh salah satu pihak yang merasa dirugikan ke lembaga yang berwenang yaitu pengadilan. Dasar hukum hubungan bank dengan nasabah penyimpan dana dapat dilihat dalam literatur hukum perbankan (banking law) yang dikemukakan oleh S. Tuwm 8 : The relationship between a banker and his customer is also one of contract. It consists of a general contract and special contracts (such as giving advise on investment to the customer) and other duties, e.g. the banker duty of secrecy. Rumusan senada dikemukakan oleh Remy Sjahdeini, bahwa sekalipun dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata tidak mengatur lembaga khusus tentang simpanan nasabah penyimpan kepada bank (giro, deposito, atau tabungan) atau yang khusus mengatur hubungan hukum antara bank dengan nasabah penyimpan dana. Secara umum hubungan hukum mereka sebagai perjanjian pinjam-meminjam, atau lebih spesifik sebagai perjanjian peminjaman uang. Karena hal tersebut 8 S. Tuwm, Banking Law, Publisher: Seet & Maxwell, London, 1970, page 1.

28 merupakan perjanjian pinjam-meminjam, sesuai dengan ketentuan Pasal 1755 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, dana yang disimpan oleh nasabah dianggap sebagai milik bank selama dalam penyimpanan bank. Dengan kata lain, sebelum ditagih oleh nasabah, pihak bank dapat menggunakan dana tersebut untuk kepentingannya seperti layaknya seorang pemilik. Apakah untuk disalurkan sebagai kredit ataupun untuk investasi dan biaya-biaya bank 9. Dengan demikian, dapat diketahui hubungan antar bank dengan nasabah berdasarkan perjanjian. Arti perjanjian di sini adalah suatu peristiwa antara seseorang berjanji kepada orang lain untuk melaksanakan sesuatu. Perjanjian itu berbentuk suatu rangkaian perkataan yang mengandung janji/kesanggupan yang diucapkan atau ditulis 10. Akibat hukum dari peristiwa tersebut para pihak ialah nasabah penyimpan dana dan bank mempunyai hak dan kewajiban. Dalam hubungannya dengan hukum perbankan di Indonesia bahwa bentuk perjanjian antara nasabah penyimpan dengan bank tidak dijabarkan apakah sebagai penitipan uang atau pinjam meminjam. Hubungan antara bank dengan nasabah penyimpan dana dalam praktik umumnya bank telah menyediakan formulir tersendiri. Dalam formulir tersebut tertera persyaratan yang telah ditentukan oleh pihak bank yang dikenal dengan perjanjian baku. Akibat hukum dari hubungan yang timbul antara bank dan nasabah penyimpan dana didasarkan pada perjanjian penyimpanan. Bank berkedudukan sebagai penerima simpanan dan nasabah penyimpan sebagai pemberi simpanan. Pengertian menyimpan oleh bank menurut 9 Remy Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang Seimbang bagi para Pihak dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia, Penerbit: Institut Bankir Indonesia, Jakarta, 1993, hal. 154. 10 R. Subekti, Aspek-aspek Hukum Perikatan Nasional, Penerbit: Alumni, Bandung, 1976, hal. 1.

29 UU Perbankan adalah untuk dimanfaatkan oleh bank dalam melakukan kegiatan perbankan. Ini berarti bahwa dana masyarakat penyimpan akan digunakan atas kepercayaan pemilik dana, kedudukan pihak bank sebagai pihak yang berhutang atau debitur terhadap pemilik dana, sedangkan kreditur adalah pihak nasabah penyimpan dana yang berhak pada waktu tertentu untuk menagih kembali dananya beserta bunga. Ini berarti masyarakat penyimpanan dana menyerahkan penguasaan hak milik atas dananya kepada bank. Nasabah penyimpan dana menyerahkan dananya untuk disimpan oleh bank dengan tujuan untuk dapat dipergunakan atau dimanfaatkan lebih lanjut oleh masyarakat pengguna dana guna meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Prinsip simpanan nasabah tersebut bukan karena paksaan, melainkan atas kesepakatan kedua belah pihak. Nasabah penyimpan dana yang telah menyerahkan dana kepada bank akan memperoleh imbalan bunga untuk jangka waktu tertentu dan pihak bank berkewajiban melaksanakan kepercayaan menyimpan dana nasabah. Kedua belah pihak telah membuat perjanjian simpanan atau perjanjian penyimpanan dana dan perjanjian tersebut tidak diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Karena perjanjian tersebut mengandung unsur menyimpan, menitip, memberi kuasa atau kepercayaan (fiduciary relationship) dan unsur meminjam yang berarti perjanjian yang mempunyai ciri khas tersendiri. Hubungan hukum yang terjadi antara bank dengan nasabah penyimpan dana berdasarkan perjanjian penyimpanan. Bank berkedudukan sebagai penerima simpanan dan nasabah penyimpan dana sebagai pemberi kepercayaan kepada lembaga perbankan. Oleh karena itu kepercayaan yang diberikan pada lembaga perbankan tidak boleh disalahgunakan.

30 Bank dalam menjalankan usahanya agar dapat bertahan lama dan tetap mendapat kepercayaan dari masyarakat harus memerhatikan asasasas khusus dari hubungan bank dan nasabah yang terdiri dari hubungan Kepercayaan, hubungan Kerahasiaan dan prinsip kehati-hatian. 2.2 PERLINDUNGAN TERHADAP NASABAH BANK Perlindungan terhadap konsumen pada umumnya dan perlindungan pada nasabah bank pada khususnya merupakan topik yang sangat menarik untuk didiskusikan. Konsumen atau nasabah bank seringkali menjadi pihak yang dirugikan. Hubungan antara bank dengan nasabah sebagai konsumen merupakan hubungan yang timpang karena di satu sisi bank mempunyai bargaining power yang lebih kuat sehingga nasabah berada pada posisi menerima (take it or leave it) saja. Dengan adanya hubungan yang tidak seimbang ini, perlindungan terhadap nasabah sebagai konsumen bank adalah menjadi sangat penting. Perlindungan terhadap nasabah bank atau konsumen dilakukan melalui undang-undang yang pada akhirnya dapat mengikat para pihak. Pada prinsipnya setiap undang-undang melindungi kepentingan masyarakat, atau nasabah bank pada khususnya. Misalnya pada UU Perlindungan Konsumen,perlindungan terhadap nasabah bank terutama bisa dilihat dari pasal 18 tentang pencantuman klausula baku. Pelaku usaha, dalam hal ini bank, dalam setiap perjanjian kredit atau surat-surat yang berkenaan dengan bank biasanya selalu mencantumkan klausula baku. Pencantuman klausula baku ini membuat nasabah tidak bisa berkutik atau protes. Apabila nasabah tidak setuju dengan klausula yang diajukan oleh bank, maka nasabah boleh saja untuk tidak mengikatkan diri dengan bank, tetapi hal tersebut akan merugikan nasabah itu sendiri.

31 Oleh karena itu UU Perlindungan Konsumen berupaya untuk melindungi nasabah bank dengan cara membuat batasan-batasan terhadap klausula baku yang tidak dapat dihindari di dalam dunia bisnis ini. Contoh yang lain dari upaya Undang-undang untuk melakukan perlindungan kepada masyarakat dengan adanya KUH Perdata, misalnya pada pasal 1367 disebutkan bahwa: Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, untuk mengganti kerugian tersebut. Pasal mengenai perbuatan melanggar hukum ini juga bertujuan untuk melindungi kepentingan masyarakat, pada khususnya nasabah bank. Selain itu juga yang jelas secara tegas melindungi kepentingan nasabah bank adalah UU Perbankan, UU Bank Indonesia, KUHP, UU PT, dan lain sebagainya. Apabila berbicara mengenai perlindungan terhadap nasabah bank, maka kita harus membedakan nasabah sebagai kreditur terhadap bank dan nasabah sebagai debitur terhadap bank. Dalam konteks UU Perbankan, nasabah dibagi menjadi 2 (dua) yaitu nasabah penyimpan dan nasabah debitur. Nasabah Penyimpan adalah nasabah yang menempatkan dananya di bank dalam bentuk simpanan berdasarkan perjanjian bank dengan nasabah yang bersangkutan. Sedangkan yang dimaksud dengan nasabah debitur adalah nasabah yang memperoleh fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah atau yang dipersamakan dengan itu berdasarkan perjanjian bank dengan nasabah yang bersangkutan. Sedangkan dalam praktek perbankan yang ada di Indonesia, nasabah bank dibedakan menjadi 3 (tiga) yaitu: Pertama, nasabah

32 deposan, yaitu nasabah yang menyimpan dananya pada suatu bank, misalnya dalam bentuk giro, tabungan dan deposito. Kedua, nasabah yang memanfaatkan fasilitas kredit atau pembiayaan, misalnya kredit kepemilikan rumah, pembiayaan murabahah, dan sebagainya. Ketiga, nasabah yang melakukan transaksi dengan pihak lain melalui bank (walk in customer), misalnya nasabah yang melakukan transfer tetapi tidak memiliki rekening di bank tersebut. 2.2.1 Perlindungan Terhadap Nasabah Penyimpan Dana Sebagai Kreditur Nasabah berkedudukan sebagai Kreditur terhadap bank manakala ia menyalurkan dananya kepada bank dalam bentuk antara lain tabungan, deposito, rekening koran, dan lain-lain. Dari sudut hukum, maka dana ini sudah beralih kepemilikannya kepada bank pada saat dana tersebut diserahkan. Marulak Pardede dalam bukunya Likuidasi dan Perlindungan Nasabah menjelaskan bahwa menurut sistem perbankan Indonesia, perlindungan terhadap nasabah sebagai kreditur atau nasabah penyimpan dana atau deposan dapat dilakukan melalui 2 (dua) cara, yakni: Perlindungan secara implisit (Implicit Deposit Protection) Perlindungan secara Implisit adalah perlindungan yang dihasilkan oleh pengawasan dan pembinaan bank yang efektif yang dapat menghindarkan terjadinya kebangkrutan bank yang diawasi. Perlindungan ini dapat diperoleh melalui: a). Peraturan perundang-undangan di bidang Perbankan (Undang-undang nomor 10 Tahun 1998).

33 b). Perlindungan yang dihasilkan oleh pengawasan dan pembinaan yang efektif yang dilakukan oleh Bank Indonesia. c). Upaya menjaga kelangsungan usaha bank sebagai suatu lembaga pada khususnya dan perlindungan terhadap sistem perbankan pada umumnya. d). Memelihara tingkat kesehatan bank. e). Melakukan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian. f). Cara pemberian kredit yang tidak merugikan bank dan kepentingan nasabah. g). Menyediakan informasi resiko pada nasabah. Perlindungan Secara Eksplisit (Eksplicit Deposit Protection) Yang dimaksud dengan Perlindungan secara eksplisit adalah perlindungan melalui pembentukan suatu lembaga yang menjamin simpanan masyarakat sehingga apabila bank mengalami kegagalan maka lembaga tersebut akan mengganti dana masyarakat yang disimpan di bank tersebut. Perlindungan secara eksplisit dapat diperoleh melalui adanya Lembaga Penjamin Simpanan. Industri perbankan merupakan salah satu komponen sangat penting dalam perekonomian nasional. Kepercayaan masyarakat terhadap industri perbankan merupakan salah satu kunci untuk kelangsungan perekonomian nasional ini. Kepercayaan ini dapat diperoleh dengan adanya kepastian hukum dalam pengaturan dan pengawasan bank serta menjamin simpanan nasabah bank untuk meningkatkan kelangsungan usaha bank yang sehat. Kelangsungan usaha secara sehat dapat menjamin keamanan simpanan para

34 nasabahnya serta meningkatkan peran bank sebagai penyedia jasa pembangunan dan pelayan jasa perbankan. Untuk dapat mengambil kepercayaan masyarakat terhadap industri perbankan yang pernah terpuruk pada saat krisis moneter tahun 1998, maka dibuatlah suatu Lembaga Penjamin Simpanan yang dapat melindungi uang masyarakat yang dihimpun dalam suatu bank dari kondisi bank gagal. Bank gagal (failing bank) adalah suatu kondisi dimana bank mengalami kesulitan keuangan dan membahayakan kelangsungan usahanya serta tidak dapat lagi disehatkan oleh LPP sesuai dengan kewenangan yang dimilikinya. Adapun dasar hukum dari lembaga ini adalah Undang-undang No. 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan ( LPS ). Dengan adanya undang-undang ini maka dapat dilakukan perlindungan secara implisit atau secara langsung terhadap nasabah. Undang-undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998 hanya mengatur perlindungan kepada nasabah secara implisit/ tidak langsung. Dalam undang-undang tersebut, pada dasarnya perlindungan kepada nasabah tidak dapat dipisahkan dengan upaya menjaga kelangsungan bank sebagai suatu lembaga pada khususnya dan perlindungan terhadap sistem perbankan pada umumnya. Perlindungan tidak langsung kepada nasabah dapat berbentuk pengawasan terhadap bank oleh pemerintah dalam hal ini Bank Indonesia. Fungsi pembinaan dan pengawasan yang dilakukan oleh Bank Indonesia dijelaskan dalam pasal 29 ayat (1) Undang-undang Perbankan. Selain itu juga dalam pasal 29 ayat (2)

35 disebutkan bahwa Bank Indonesia menetapkan ketentuan tentang kesehatan bank dengan memperhatikan aspek permodalan, kualitas aset, kualitas manajemen, rentabilitas, likuiditas, solvabilitas dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank. Disamping harus menjaga kesehatannya sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan Bank Indonesia, setiap bank juga diwajibkan untuk: a. Menjaga usahanya sesuai dengan prinsip kehati-hatian (prudential banking principles), antara lain melaksanakan ketentuan batas maksimum pemberian kredit, pemberian jaminan, penempatan investasi surat berharga, atau hak lain yang serupa, yang dapat dilakukan oleh bank kepada peminjam atau sekelompok peminjam yang terkait, termasuk kepada perusahaan-perusahaan dalam kelompok yang sama dengan bank yang bersangkutan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. b. Dalam memberikan kredit dalam melakukan kegiatan usaha lainnya, menempuh cara-cara yang tidak merugikan bank dan kepentingan nasabah yang mempercayakan dananya ke bank. (pasal 29 ayat (4)) c. Untuk kepentingan nasabah, bank menyediakan informasi mengenai kemungkinan timbulnya resiko kerugian bagi transaksi nasabah yang dilakukan melalui bank. (pasal 29 ayat (5)) Perlindungan nasabah selaku kreditur, juga terlihat dalam bentuk pengawasan Bank Indonesia dimana menurut pasal 30 ayat (2) UU Perbankan, bank atas permintaan Bank Indonesia wajib memberikan kesempatan bagi pemeriksaan buku-buku dan berkasberkas yang ada padanya, serta wajib memberikan bantuan yang

36 diperlukan dalam rangka memperoleh kebenaran dari segala keterangan, dokumen dan penjelasan yang dilaporkan oleh bank yang bersangkutan. Selanjutnya pasal 31 ayat (1) menyebutkan, Bank Indonesia melakukan pemeriksaan terhadap bank, baik secara berkala maupun setiap waktu apabila diperlukan. Pasal 32 menambahkan pula bahwa jika dianggap perlu, Menteri dapat pula meminta Bank Indonesia untuk menyampaikan laporan mengenai hasil pemeriksaan bank atau meminta Bank Indonesia untuk melakukan pemeriksaan khusus terhadap bank dan melaporkan hasil pemeriksaan yang dilakukan. Sehubungan dengan neraca dan perhitungan rugi/laba, bank wajib menyampaikan kepada Bank Indonesia neraca dan perhitungan rugi/laba tahunan serta penjelasannya yang telah diaudit oleh akuntan publik, serta laporan berkala lainnya dalam waktu dan bentuk yang ditetapkan oleh Bank Indonesia (pasal 34 ayat (1) dan (2)) Pengawasan pemerintah antara lain dalam rangka melindungi nasabah sebagai kreditur dapat juga dilihat dari tindakan Bank Indonesia apabila melihat suatu bank mengalami kesulitan yang membahayakan kelangsungan usahanya. Pasal 37 ayat (2) menyebutkan bahwa apabila suatu bank mengalami kesulitan yang membahayakan kelangsungan usahanya, maka Bank Indonesia dapat melakukan tindakan antara lain: 1. Pemegang saham menambah modal; 2. Pemegang saham mengganti dewan komisaris dan direksi bank; 3. bank menghapus-bukukan kredit yang macet, dan memperhitungkan kerugian bank dengan modalnya; 4. Bank melakukan merger atau konsolidasi dengan bank lain;

37 5. Bank dijual kepada pembeli yang bersedia mengambil alih seluruh kewajiban. Apabila Bank Indonesia menilai keadaan suatu bank membahayakan sistem perbankan atau tindakan-tindakan diatas belum cukup untuk mengatasi kesulitan yang dihadapi bank, maka Bank Indonesia dapat mengusulkan kepada Menteri untuk mencabut izin usaha bank tersebut dan bank tersebut kemudian dilikuidasi. Selain itu dalam hal direksi tidak melikuidasi banknya, maka Menteri Keuangan setelah mendengar pertimbangan dari Bank Indonesia meminta kepada pengadilan untuk melikuidasi bank yang bersangkutan. Ketentuan ini merupakan upaya terakhir untuk melindungi hak nasabah apabila suatu bank mengalami kegagalan usaha (dicabut izin usahanya) 11. Dengan adanya ketentuan ini, tentunya dapat dicegah adanya bank yang telah dicabut izinnya tetapi tidak dilikuidasi sehingga mengakibatkan tidak terjaminnya hak-hak nasabah yang menyimpan dananya pada bank yang bersangkutan. Disamping perlindungan terhadap nasabah melalui ketentuan-ketentuan di bidang pembinaan dan pengawasan bank, dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 juga terdapat ketentuan-ketentuan lain yang mendukung upaya perlindungan terhadap nasabah antara lain 12 : a. Dalam memberikan kredit, bank wajib mempunyai keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi hutangnya sesuai dengan yang diperjanjikan. Ketentuan ini dimaksudkan agar dalam memberikan kredit, bank selalu 11 Marulak Pardede, Likuidasi Bank dan Perlindungan Nasabah, Penerbit: Sinar Harapan, Jakarta, 1992, hal 33 12 Ibid, hal 34

38 memperhatikan asas-asas perkreditan yang sehat, sehingga dapat mengurangi kredit macet. Sebagaimana diketahui bahwa apabila bank mengalami kredit macetyang relatif besar maka akan dapat mempengaruhi kelangsungan usahanya dimana akibatnya lebih lanjut akan menimpa nasabah yang mempercayakan dananya pada bank. b. Merger, konsolidasi antar bank, serta akuisisi bank wajib terlebih dahulu mendapat izin Menteri Keuangan setelah mendapat pertimbangan Bank Indonesia. Dalam penjelasan undang-undang ini secara tegas dinyatakan bahwa merger, konsolidasi dan akuisisi yang dilakukan tidak boleh merugikan kepentingan nasabah. c. Dalam ketentuan tentang rahasia bank sebagaimana diatur dalam UU Perbankan dinyatakan bahwa bank dilarang memberikan keterangan yang tercatat pada pihak lain tentang keadaan keuangan dan hal-hal lain dari nasabahnya, yang wajib dirahasiakan oleh bank menurut kelaziman dalam dunia perbankan, kecuali dalam hal untuk kepentingan perpajakan, peradilan dalam perkara pidana, dan dalam perkara perdata antara bank dan nasabah. d. Ketentuan sanksi pidana dan administratif dalam UU Perbankan cukup mengikat dan dapat memberikan efek jera bagi yang melanggarnya. Ketentuan tersebut dimaksudkan untuk lebih terbentuknya ketaatan yang tinggi terhadap undang-undang ini mengingat bank adalah lembaga yang menyimpan dana yang dipercayakan oleh masyarakat kepadanya. Selain dari perlindungan nasabah yang dijelaskan oleh Marulak Pardede, Munir Fuady juga menjelaskan mekanisme yang

39 dapat dipergunakan dalam rangka perlindungan nasabah bank adalah sebagai berikut 13 : 1. Pembuatan peraturan baru 2. Pelaksanaan peraturan yang ada 3. Perlindungan nasabah deposan lewat lembaga asuransi deposito 4. Memperkuat perizinan bank 5. Memperketat pengaturan di bidang kegiatan bank 6. Memperketat pengawasan Bank 2.2.2 Perlindungan Terhadap Nasabah Penyimpan Dana Sebagai Debitur Apabila berbicara tentang perlindungan nasabah sebagai Debitur, maka kita tidak bisa melepaskan diri dari pembahasan isi suatu perjanjian kredit. Telah dibahas di awal bahwa hubungan bank dan nasabah antara lain berdasarkan asas kebebasan berkontrak, namun asas kebebasan berkontrak tidaklah bekerja secara tak terbatas. Pembatasan-pembatasan dilakukan dibuat untuk mengingat adanya kepentingan pihak yang lemah bertentangan dengan peraturan-peraturan yang ada. Di Amerika serikat, yang notabene hukum telah berkembang pesat, kebebasan berkontrakpun juga tidak tak terbatas. Black mengatakan:... there is, however, no absolute freedom of contract. The government may regulate or forbid any contract reasoably calculated to affect injuriously public interest.... It means freedom from arbitrary or unreasoable regulation to safeguard public interest. 13 Munir Fuady, Hukum Perbankan Modern (Berdasarkan Undang-undang Tahun 1998) Buku Kesatu, Penerbit: PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1999, hal. 106.

40 Di Indonesia, kebebasan berkontrak dibatasi antara lain oleh KUHPerdata pasal 1320 yang menyatakan bahwa suatu perjanjian dibuat atas dasar kesepakatan mengenai hal tertentu oleh para pihak yang cakap untuk membuat perjanjian, serta tidak menyangkut kuasa yang dilarang oleh undang-undang atau bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban umum. Selain itu, UU Perlindungan Konsumen juga melindungi nasabah bank melalui pasal-pasal mengenai klausula baku yang terutama dijelaskan pada pasal 18. 2.3 PERLINDUNGAN NASABAH DALAM ARSITEKTUR PERBANKAN INDONESIA (API) Industri perbankan nasional telah mengalami perkembangan yang pasang surut sejak beberapa dekade terakhir. Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1997 lalu telah menimbulkan dampak negatif bagi industri perbankan di Indonesia. Dengan makin membaiknya kondisi ekonomi dan dengan didukung oleh kondisi makro ekonomi yang lebih baik maka perlu dilakukan perubahan-perubahan untuk memperkuat fundamental perbankan Indonesia. Disisi lain permasalahan-permalahan yang dihadapi oleh industri perbankan menghambat perbankan untuk maju, antara lain kapasitas pertumbuhan kredit yang masih lemah, struktur perbankan yang belum optimal, kebutuhan masyarakat yang belum sepenuhnya terpenuhi dan perlindungan nasabah yang masih harus ditingkatkan. Untuk mengatasi hal-hal tersebut, maka Bank Indonesia selaku otoritas perbankan berusaha untuk menyusun suatu policy recommendation

41 tentang upaya-upaya yang harus dilakukan untuk mempercepat penyehatan perbankan. Tatanan industri perbankan tersebut dikenal sebagai Arsitektur Perbankan Indonesia (API) yang terdiri dari 6 (enam) pilar yang terdiri dari: 1. Struktur perbankan yang sehat 2. Sistem regulasi yang efektif 3. Sistem supervisi independen dan efektif 4. Industri perbankan yang kuat 5. Infrastruktur yang memadai 6. Perlindungan nasabah yang kuat Salah satu sasaran yang ingin dicapai dalam Arsitektur Perbankan Indonesia ini adalah mewujudkan pemberdayaan dan perlindungan nasabah yang akan dicapai dan diwujudkan melalui pilar ke 6 (enam), yaitu: a. Standar Mekanisme Pengaduan Nasabah Masalah perlindungan nasabah merupakan bagian yang sangat penting untuk menciptakan industri perbankan yang sehat dan stabil. Salah satu masalah yang terkait dengan perlindungan nasabah adalah belum adanya standar mekanisme perngaduan nasabah bank apabila nasabah menghadapi masalah dengan bank. Mekanisme yang bersifat standar untuk seluruh bank akan memberikan manfaat yang sama kepada semua nasabah sehingga akan dapat menciptakan rasa kepercayaan yang tinggi dari nasabah kepada perbankan nasional. Hal ini akan sangat menguntungkan bagi pihak bank. b. Membentuk Lembaga Mediasi Perbankan Jika penyelesaian masalah pengaduan antara nasabah dengan bank tidak dapat diselesaikan dengan baik, maka perbankan harus membentuk suatu Lembaga Mediasi Perbankan

42 yang Independen yang anggotanya terdiri dari para pihak yang mewakili bank maupun nasabah. Upaya penyelesaian permasalahan antara bank dengan nasabah melalui lembaga mediasi yang bersifat independen ini merupakan alternatif penyelesaian sengketa di luar pengadilan. c. Menyusun Transparansi Informasi Produk Bank Untuk meningkatkan pengetahuan nasabah bank atau masyarakat luas tentang produk dan jasa yang ditawarkan oleh bank, maka perlu dikembangkan adanya transparansi informasi yang sejelas-jelasnya tentang produk dan jasa perbankan tersebut sehingga masyarakat atau nasabah bank akan memiliki pilihan yang luas tentang produk dan jasa bank sehingga setiap nasabah mengerti dan memahami keuntungan dan risiko risiko dari produk dan jasa bank yang akan dipakainya. Bank Indonesia bersama-sama dengan perbankan akan menyusun standar minimum transparansi produk bank yang nantinya akan dipakai oleh semua bank. d. Edukasi Nasabah Edukasi nasabah tentang kegiatan operasional ataupun produk dan jasa bank sangat bermanfaat untuk menghindari munculnya informasi yang menyesatkan dan merugikan nasabah. Nasabah tidak semuanya mengerti dan memahami produk-produk perbankan, khususnya bagi mereka yang baru pertama kali ke bank. Oleh sebab itu, perbankan secara berkesinambungan harus terus melakukan edukasi tentang kegiatan bank dan produkproduknya melalui berbagai cara seperti forum seminar, diskusi, kunjungan ke perguruan tinggi maupun sekolah-sekolah dan kegiatan edukasi lainnya.