UNDANG-UNDANG 1946 NOMOR 12 TENTANG PEMBAHARUAN KOMITE NASIONAL PUSAT. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

dokumen-dokumen yang mirip
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1946 TENTANG PEMBAHARUAN KOMITE NASIONAL PUSAT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 2 TAHUN 1946 TENTANG PERATURAN TENTANG SUSUNAN DAN PEMILIHAN ANGGOTA KOMITE NASIONAL PUSAT. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1946 TENTANG SUSUNAN DAN PEMILIHAN ANGGOTA KOMITE NASIONAL PUSAT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1947 TENTANG MENGUBAH ORDONANSI PAJAK POTONG 1936 STBL. 1936, NO. 671 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG (UU) 1948 No. 27. (27/1948) Dewan Perwakilan Rakyat dan pemilihan anggauta-anggautanya. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH (PP) 1947 No. 4 *) (4/1947) MENGADAKAN MAHKAMAH TENTARA LUAR BIASA DI PURWAKARTA, SUKABUMI, SIBOLGA DAN KOTARAJA.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1990 TENTANG PEMBENTUKAN PENGADILAN TINGGI TATA USAHA NEGARA JAKARTA, MEDAN, DAN UJUNG PANDANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 1951 TENTANG PERATURAN TATA TERTIB DEWAN MENTERI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, MEMUTUSKAN:

UNDANG-UNDANG (UU) 1949 No. 6 (6/1949) Penambahan jumlah anggauta Komite Nasional Pusat. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG (UU) 1949 No. 2 (2/1949) Peraturan tentang kedudukan dan kekuasaan Wakil Perdana Menteri di Sumatra. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PROSEDUR BERACARA DALAM PEMBUBARAN PARTAI POLITIK

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG (UU) 1948 No. 19. (19/1948) Peraturan tentang susunan dan kekuasaan Badan-badan Kehakiman. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Copyright (C) 2000 BPHN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1964 TENTANG PEMBENTUKAN GABUNGAN PERUSAHAAN SEJENIS PERKEBUNAN BESAR

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BPKP. Pembinaan. Pengawasan. Perubahan.

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BPKP. Pembinaan. Pengawasan. Pencabutan.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Kepala Arsip Nasional Re

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1964 TENTANG PEMBENTUKAN GABUNGAN PERUSAHAAN SEJENIS PERKEBUNAN BESAR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1947 TENTANG MAHKAMAH TENTARA DAERAH TERPENCIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BKN. Kantor Regional. XIII. XIV. Pembentukan. Pencabutan. PERATURAN KEPALA BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA,

UU 20/1992, PEMBENTUKAN PENGADILAN TINGGI AGAMA DI YOGYAKARTA, DI BANDAR LAMPUNG, DAN DI JAMBI

2017, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN. Koordinasi Perguruan Tinggi Swasta. Organisasai. Tata Kerja.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2016, No Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakh

UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 1948 TENTANG SUSUNAN DAN KEKUASAAN BADAN-BADAN KEHAKIMAN. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1946 TENTANG PENGADILAN TENTARA. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA.

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 220/MENKES/SK/VI/2013 TENTANG TIM BINAAN WILAYAH BIDANG KESEHATAN

UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 1948 TENTANG SUSUNAN DAN KEKUASAAN BADAN-BADAN KEHAKIMAN DAN KEJAKSAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1947 TENTANG KANTOR URUSAN PERUSAHAAN PERKEBUNAN REPUBLIK INDONESIA.

- 1 - KEPUTUSAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5/HUK/2018 TENTANG PENETAPAN PENERIMA BANTUAN IURAN JAMINAN KESEHATAN TAHUN 2018

2017, No Penyesuaian dan Penetapan Kembali Pensiun Pokok Pensiunan Hakim dan Janda/Dudanya, serta Orang Tua dari Hakim yang Tewas dan Tidak Men

*177 UNDANG-UNDANG (UU) 1947 Nomer. 6. *) (6/1947)

KEPUTUSAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 041/P/2017 TENTANG

Memutuskan: Pertama: Mencabut peraturan-peraturan dan pasal-pasal peraturan yang bertentangan dengan Peraturan Presiden ini;

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA,

2017, No telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang- Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahu

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN PEKALONGAN. NOMOR 05/Kpts/KPU-Kab/ /IV/2015 TENTANG PEDOMAN TEKNIS TATA KERJA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KOORDINASI PERGURUAN TINGGI SWASTA

2017, No tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis di Lingkungan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigras

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Per June 2009 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGADILAN NIAGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

mempunyai sesuatu pangkat yang sama atau disamakan, pada umumnya diatur menurut lamanya waktu sejak mulai berlakunya pengangkatan yang bersangkutan da

Populasi Ternak Menurut Provinsi dan Jenis Ternak (Ribu Ekor),

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 03 TAHUN 2011 TENTANG

KEPUTUSAN JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP 558 /A/J.A/ 12/ 2003 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2013 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN PEKALONGAN NOMOR : 270/06 Tahun 2010 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BAPPENAS. Pelimpahan Urusan Pemerintahan. Gubernur. Dekonsetrasi. Perubahan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEUANGAN. Tata kerja. Panitia urusan piutang negara.

MENTERI HUKUM DAN HAM R.I REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN SEKRETARIS JENDERAL KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, NOMOR HK.03.01/VI/432/2010 TENTANG

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Nusa Tenggara Timur Luar Negeri Banten Kepulauan Riau Sumatera Selatan Jambi. Nusa Tenggara Barat Jawa Tengah Sumatera Utara.

2017, No sesuai dengan perkembangan kebutuhan hukum, sehingga perlu diganti; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huru

KOMISI PEMILIHAN UMUM,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 1947 TENTANG PERATURAN MAHKAMAH TENTARA SEMENTARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

2015, No Indonesia Tahun 2015 Nomor168); 3. Keputusan Menteri Agama Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pedoman Pendidikan dan Pelatihan Pegawai Negeri

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 1947 TENTANG PERATURAN PERADILAN ULANGAN DI JAWA DAN MADURA. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2015, No Mengingat : Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 85,

2013, No Mengingat dan tata cara seleksi, pemilihan, dan pengajuan calon hakim konstitusi serta pembentukan majelis kehormatan hakim konstitusi;

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG

TUGAS DAN FUNGSI BIRO, BAGIAN, DAN SUBBAGIAN KOMISI PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA. No BIRO BAGIAN SUB-BAGIAN

PERATURAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 15 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN BERACARA DALAM PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH

KEPUTUSAN BADAN AKREDITASI NASIONAL ( BAN PAUD DAN PNF ) NOMOR: 024/BAN PAUD DAN PNF/AK/2017

Presiden Republik Indonesia,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK LAMPIRAN SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : SE-07/PJ/2016 TENTANG

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2002 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN WEWENANG MAHKAMAH KONSTITUSI OLEH MAHKAMAH AGUNG

Transkripsi:

UNDANG-UNDANG 1946 NOMOR 12 TENTANG PEMBAHARUAN KOMITE NASIONAL PUSAT. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa perlu diadakan pembaharuan susunan Komite Nasional Pusat; Mengingat : Keputusan Rapat Pleno Komite Nasional Pusat pada tanggal 3 Maret tahun 1946; di Surakarta; Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 1946; pasal 5 ayat 1, pasal 20 ayat 1, Aturan Peralihan pasal IV Undang-Undang Dasar dan Maklumat Wakil-Presiden Republik Indonesia No. X tanggal 16 Oktober 1945. Dengan persetujuan Badan Pekerja Komite Nasional Pusat. Memutuskan : Menetapkan peraturan sebagai berikut : UNDANG-UNDANG PEMBAHARUAN SUSUNAN KOMITE NASIONAL PUSAT. Pasal 1. 1. Jumlah anggauta Komite Nasional Pusat ialah 200 orang yang terbagi dalam : a. 110 orang yang ditetapkan menurut pemilihan daerah; b. 60 orang wakil-wakil perkumpulan politik, dan c. 30 orang yang ditunjuk oleh Presiden. 2. Pembagian dalam golongan-golongan hanya berlaku guna pembentukan. Pasal 2. 1. Yang dimaksud dengan golongan a, ialah anggauta-anggauta yang dipilih oleh pemilih-pemilih dalam tiap-tiap karesidenan bagi daerah Jawa dan Sumatra, dan oleh pemilih-pemilih dalam tiap-tiap propinsi bagi daerah Kalimantan, Sulawesi, Sunda Kecil dan Maluku. 2. Pembagian menurut daerah ditetapkan sebanding dengan banyaknya penduduk berdasarkan cacah jiwa 1930 dengan progressie (kemajuan) yang didapat tiap-tiap tahun. 3. Dalam menetapkan angka perimbangan dari jumlah anggauta pada umumnya dibulatkan ke atas. Berdasarkan kebijaksanaan pembulatan dapat dilakukan menyimpang dari penetapan tersebut. Pasal 3. 1. Guna menetapkan pemilih-pemilih dalam tiap-tiap karesidenan di daerah Jawa, maka dalam tiap-tiap kawedanan dibentuk satu komisi yang terdiri dari wakil-wakil perkumpulan politik, sosial, ekonomi, dan Laskar-laskar rakyat. 2. Banyaknya wakil perkumpulan dalam komisi tersebut pada ayat satu ialah seorang buat satu perkumpulan. 3. Jumlah anggauta komisi ialah sebanyak jumlah badan-badan dan perkumpulan yang terdapat pada kawedanan, dengan memperhatikan pasal 5.

Pasal 4. 1. Komisi tersebut menetapkan daftar pemilih yang terdiri dari 10 orang yang tinggal dalam daerah kawedanan. 2. Orang yang tidak tergabung dalam perkumpulan juga boleh dimasukkan dalam daftar pemilih tersebut pada ayat 1. Pasal 5. Jika dalam sesuatu kawedanan tidak terdapat sesuatu perkumpulan yang tersebut dalam pasal 3, maka Wedana bersama dengan camat-camat bawahannya membentuk satu komisi yang terdiri dari 7 orang-orang cerdik pandai. Demikian pula jika jumlah perkumpulan yang ada kurang dari 5, maka jumlah anggauta komisi ditambah oleh Wedana bersama-sama dengan wakil-wakil perkumpulan yang ada sehingga menjadi 7. Pasal 6. Pemilih-pemilih yang ditetapkan oleh komisi-komisi kawedanan dari satu karesidenan bersama-sama merupakan badan pemilih karesidenan. Pasal 7. 1. Guna menetapkan pemilih-pemilih Karesidenan di daerah Sumatera diadakan bagi tiap-tiap karesidenan satu komisi yang sekaligus menetapkan pemilih dari karesidenannya. 2. Komisi terdiri dari wakil-wakil perkumpulan-perkumpulan seperti yang dimaksud dalam pasal 3 ayat 1. 3. Jumlah pemilih bagi sesuatu karesidenan ialah 20 X jumlahnya anggauta golongan a yang ditetapkan buat karesidenannya. 4. Jika dalam Karesidenan yang berkepentingan tidak terdapat sesuatu perkumpulan, maka Residen bersama-sama dengan Kepala-Kepala daerah yang langsung dibawahnya menetapkan sebuah komisi yang terdiri dari orang-orang cerdik pandai dalam daerahnya. Pasal 8. 1. Guna menetapkan pemilih-pemilih dari daerah-daerah lainnya maka ditiap-tiap Propinsi diadakan suatu komisi pemilih menurut aturan-aturan yang berlaku buat karesidenan dalam pasal 7. 2. Berhubung dengan keadaan maka Propinsi-Propinsi yang dimaksud dalam ayat 1 dapat menyelenggarakan pemilihan di Jawa. 3. Jika bagi sesuatu Propinsi tidak ada perkumpulan yang bisa mengirimkan wakil kepada komisi tersebut, maka Gupernur bersama-sama dengan orang-orang cerdik pandai yang berasal dari daerahnya membentuk suatu komisi yang terdiri dari 7 orang. Demikian pula jika jumlah perkumpulan-perkumpulan yang dapat mengirimkan wakilnya kurang dari 5 (lima), jumlah anggauta komisi ditambah oleh Gupernur bersama-sama dengan wakil-wakil perkumpulan yang ada itu sehingga menjadi 7 orang. 4. Jika Gupernur tidak dapat membentuk Komisi yang dimaksud dalam ayat 3 dalam waktu yang ditetapkan oleh Badan Pembaharuan Susunan Komite Nasional Pusat maka Menteri Dalam Negeri menunjuk penggantinya untuk membentuk Komisi tersebut.

Pasal 9. 1. Sesuatu badan Pemilih boleh memilih orang yang tinggal di luar daerahnya. 2. Jika seseorang terpilih oleh lebih dari satu daerah maka ia selekas mungkin memberitahukan kepada Badan Pembaharuan Susunan Komite Nasional Pusat dari daerah mana ia menerima pemilihannya. 3. Pemilihan yang tidak diterima oleh orang yang dimaksud dalam ayat 2 diulangi dengan mengingat peraturan-peraturan Undang-undang ini. Pasal 10. 1. Guna menetapkan wakil-wakil perkumpulan yang dimaksud oleh pasal 1 huruf b, maka oleh Presiden diangkat satu Komisi yang anggauta-anggautanya terdiri dari wakil-wakil perkumpulan politik, yang memenuhi syarat-syarat berikut : a. mempunyai pengurus besar. b. mempunyai cabang-cabang dalam 10 karesidenan. 2. Jumlah wakil tiap-tiap perkumpulan di dalam komisi tersebut dalam ayat 1 sebanyak-banyaknya 2 orang yang ditunjuk oleh perkumpulan sendiri. 3. Komisi berapat di bawah pimpinan ketua yang dipilih oleh dan dari anggauta-anggautanya. Pasal 11. Komisi tersebut dalam pasal 10 menetapkan : a. perkumpulan politik mana yang harus mempunyai wakil dalam Komite Nasional Pusat. b. berapa jumlah wakil tiap-tiap perkumpulan tersebut dengan mengingat jumlah yang tersebut dalam pasal 1 ayat b. Pasal 12. 1. Tiap-tiap perkumpulan merdeka dalam menetapkan wakilnya dalam Komite Nasional Pusat. 2. Penetapan tersebut di atas berlaku selama adanya Komite Nasional Pusat. Pasal 13. 1. Dalam menunjuk anggauta-anggauta golongan c, Presiden tidak terbatas pada orang-orang yang masuk sesuatu perkumpulan. 2. Dalam menetapkan golongan c Presiden harus memperhatikan adanya wakil dari bagian warga negara yang di bawah pemerintah kolonial tidak termasuk dalam golongan bangsa Indonesia. 3. Dalam menetapkan wakil-wakil golongan yang tersebut dalam ayat 2 hendaklah Presiden mendengar gabungangabungan (perkumpulan-perkumpulan yang terdapat diantara golongan yang berkepentingan). Pasal 14. Yang tidak boleh menjadi anggauta Komite Nasional Pusat ialah: Presiden, Wakil Presiden Negara Republik Indonesia; Menteri, Wakil Menteri, Direktur-Jenderal dan Sekretaris dari suatu Departemen; Sekretaris Negara; Ketua, Wakil Ketua dan Anggauta Dewan Pertimbangan Agung; Ketua dan Hakim Mahkamah Agung; Ketua Pengadilan Tinggi; Jaksa Agung; Presiden dan Wakil Presiden Bank Negara Indonesia, Gupernur; Komisaris Tinggi, Residen; Prajurit Tentara dari pangkat Kolonel keatas. Pasal 15.

1. Ketua, Wakil Ketua I dan Wakil Ketua II diangkat oleh Presiden dari 3 orang calon yang dipilih oleh sidang yang pertama Komite Nasional Pusat. 2. Angkatan tersebut pada ayat 1 diumumkan dalam berita Republik Indonesia. Pasal 16. 1. Aturan yang tersebut pada pasal 12 ayat 2 berlaku pula buat anggauta-anggauta yang termasuk dalam golongan a dan c dari pasal 1 ayat 1. 2. Berhenti jadi anggauta : a. Karena meninggal. b. Atas permintaan anggauta yang bersangkutan. c. Karena diangkat dalam jabatan seperti tersebut dalam pasal 14. 3. Penggantian anggauta yang berhenti menurut aturan ayat 2 diserahkan kepada pihak yang memilih atau menunjuk anggauta yang berhenti itu. Pasal 17. 1. Untuk menyelenggarakan pembentukan Komite Nasional Pusat baru oleh Presiden diadakan suatu badan yang dinamai Badan Pembaharuan Susunan Komite Nasional Pusat. 2. Badan Pembaharuan berpusat di Jogyakarta dan mempunyai cabang-cabang pada tiap-tiap karesidenan Jawa dan Sumatera dan pada tempat kedudukan Gupernur untuk Borneo dan Maluku, dan untuk daerah Sulawesi dan Sunda Kecil pada tempat menurut pendapat-pendapat Pusat Badan Pembaharuan. 3. Anggauta-anggauta Pusat Badan Pembaharuan diangkat oleh Presiden dan anggauta-anggauta cabang Badan Pembaharuan diangkat oleh Residen atau Gubernur yang bersangkutan. Pasal 18. 1. Cara-cara pemilihan anggauta golongan a ditetapkan dengan peraturan yang disusun oleh Pusat Badan Pembaharuan. 2. Peraturan itu diumumkan dengan segala alat penyiaran. Pasal 19. Untuk menjaga jangan sampai ada pertepatan pemilihan seorang dan/atau penunjukan oleh partai dan oleh Presiden sebaik-baiknya dilakukan lebih dahulu penetapan anggauta golongan a, kemudian penetapan anggauta golongan b, dan akhirnya penunjukan oleh Presiden. Pasal 20. Dengan berlakunya Undang-undang ini peraturan Pemerintah No. 2 tanggal 18 April 1946 batal. Pasal 21. Undang-undang ini mulai berlaku pada hari diumumkan. Peraturan Peralihan. Komite Nasional Pusat yang lama bubar pada saat pelantikan Komite Nasional Pusat Baru, yang disusun menurut Undang-undang ini. Ditetapkan di Yogyakarta

pada tanggal 8 Juli 1946. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SOEKARNO. Diumumkan pada tanggal 10 Juli 1946. Sekretaris Negara, A.G. PRINGGODIGDO. DI JAWA : 70 orang). LAMPIRAN PADA PASAL 2 AYAT 2 DAN AYAT 3.

1. Banten= 2 orang, 2. Jakarta: 4 (termasuk Jakarta- kota 3)= 7 orang, 3. Bogor= 4 orang, 4. Priangan= 6 orang, 5. Cirebon= 3 orang, 6. Banyumas= 4 orang, 7. Pekalongan= 4 orang, 8. Kedu= 3 orang, 9. Semarang= 3 orang, 10. Pati= 3 orang, 11. Bojonegoro= 3 orang, 12. Madiun= 3 orang, 13. Kediri= 4 orang, 14. Surabaya= 3 orang, 15. Malang= 5 orang, 16. Besuki= 3 orang, 17. Madura= 3 orang, 18. Surakarta= 4 orang, 19. Yogyakarta= 3 orang. DI SUMATERA : (18 orang). 1. Aceh= 2 orang, 2. Sumatera Timur= 3 orang, 3. Tapanuli= 2 orang, 4. Sumatera Barat= 3 orang, 5. Riau= 1 orang, 6. Jambi= 1 orang, 7. Bangkahulu= 1 orang, 8. Palembang= 3 orang, 9. Bangka dan Bilitung= 1 orang, 10. Lampung= 1 orang. DI KALIMANTAN : (5 orang). 1. Kalimantan Barat= 2 orang, 2. Kalimantan Selatan dan Timur= 3 orang. DI SULAWESI : (9 orang). 1. Sulawesi Utara= 4 orang, 2. Sulawesi Selatan= 5 orang. DI SUNDA-KECIL : (4 orang) DI MALUKU : 4 orang).