BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. satu titik yaitu rendahnya kualitas SDM (Sumber Daya Manusia). Hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, berbudi pekerti luhur memiliki

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting dan tidak

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi, politik, budaya, sosial dan pendidikan. Kondisi seperti ini menuntut

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. produktif. Di sisi lain, pendidikan dipercayai sebagai wahana perluasan akses.

BAB I PENDAHULUAN. karena belajar merupakan kunci untuk memperoleh ilmu pengetahuan. Tanpa

BAB I PENDAHULUAN. globalisasi seperti sekarang ini akan membawa dampak diberbagai bidang

BAB I PENDAHULUAN. Implementasi Kurukulum 2013 Pada Pembelajaran PAI Dan Budi Pekerti

BAB I PENDAHULUAN. suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana tujuan Pendidikan Nasional dalam Undang-Undang No.

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional. Seiring dengan laju pembangunan saat ini telah banyak

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di Indonesia terus

BAB I PENDAHULUAN. Dengan berkembangnya ini mengakibatkan ilmu pengetahuan memiliki. dampak positif dan negatif. Agar dapat mengikuti dan meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah sa

BAB I PENDAHULUAN. I.1.Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. menentukan arah kemajuan suatu bangsa. Dengan pendidikan yang berjalan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan akhlak mulia, serta

diri yang memahami perannya dalam masyarakat. Mengenal lingkungan lingkungan budaya dengan nilai-nilai dan norma, maupun lingkungan fisik

BAB I PENDAHULUAN. hidup yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan individu.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bab. I, pasal 1:

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang Masalah. Indonesia merupakan negara yang kaya akan hasil alam dan juga

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Akuntansi. Disusun Oleh:

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kualitas sumber daya manusia. Karena keberhasilan pendidikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan sumber daya manusia (human resources development) untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan usaha berkesinambungan yang dilakukan untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi terutama pada era

I. PENDAHULUAN. dan teknologi yang memadai. Untuk menuju pada kemajuan teknologi yang

BAB I PENDAHULUAN. suasana belajar dan proses pembelajaran agar siswa secara aktif

BAB I PENDAHULUAN. mendorong dan memfasilitasi kegiatan belajar peserta didik (Syah, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan nasional bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan

BAB I PENDAHULUAN. belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi dan informasi dituntut kemampuan ilmu. pengetahuan dan teknologi yang memadai. Untuk menuju pada kemajuan

BAB I PENDAHULUAN. sebuah organisasi. Karena itu, sumber daya manusia perlu dikelolah secara. organisasi dalam memenangkan berbagai macam persaingan.

PEMBELAJARAN MELALUI DISKUSI KELOMPOK DALAM UPAYA MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. memiliki peranan penting bagi keberlangsungan hidup dan masa depan seseorang.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat,bangsa dan negara. Pendidikan diarahkan untuk dapat. menciptakan sumber yang berkualitas dengan segala aspeknya.

BAB I PENDAHULUAN. peranan penting dalam mewujudkan tujuan pendidikan nasional melalui

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Era informasi dan globalisasi yang terjadi saat ini, menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. atau anak didik sesuai dengan kebutuhan dan perkembangannya.

BAB I PENDAHULUAN. perubahan zaman. Hal ini sesuai dengan UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan faktor utama dalam pembentukan pribadi

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan bertujuan mengembangkan dan meningkatkan kompetensi kognitif,

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2003, telah di gariskan bahwa:

BAB I PENDAHULUAN. dapat bermanfaat untuk masyarakat, bangsa dan negara. Sebagaimana

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini ternyata

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.

BUPATI LUWU PROPINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU NOMOR : TENTANG PENDALAMAN MATERI PENDIDIKAN AGAMA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata-1 Program Studi Pendidikan Ekonomi Akuntansi.

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dan pengembangan potensi ilmiah yang ada pada diri manusia secara. terjadi. Dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah Dasar (SD) Negeri Wirosari memiliki visi menjadikan SD

BAB I PENDAHULUAN. mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas manusia. dan Undang-undang Dasar Tahun Upaya tersebut harus selalu

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan hal yang terpenting dalam kehidupan, ini berarti bahwa setiap

BAB I PENDAHULUAN. bidang pendidikan, bidang sosial dan lain sebagainya, sehingga memberikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. serta ketrampilan yang diperlukan oleh setiap orang. Dirumuskan dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Keunggulan suatu bangsa tidak lagi tertumpu pada kekayaan alam,

BAB I PENDAHULUAN. sekolah dasar adalah meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. meningkatkan kualitas sumber daya manusia tersebut adalah pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan formal, dalam mewujudkan tujuan pendidikan nasional melalui. pasal 4 tentang sistem pendidikan nasional bahwa:

BAB I PENDAHULUAN. didik memperoleh ilmu pengetahuan, keterampilan, budi pekerti, bekal hidup di masyarakat. Sekolah Menengah Atas merupakan lembaga

PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu usaha yang dilakukan secara sadar dan terencana

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan jaman yang semakin modern terutama pada era

BAB I PENDAHULUAN. bagi kalangan masyarakat terkhusus generasi muda sekarang ini mulai dari tingkat

I. PENDAHULUAN. Sistem Pendidikan Nasional diatur dalam pasal 3 Undang-undang No. 20 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Sasaran dan. Pengembangan Sikap Profesional. Kompetensi Dasar

BAB I PENDAHULUAN. anak agar mempunyai sifat dan tabiat sesuai cita-cita pendidik. 1

UNIVERSITAS SEBELAS MARET NIM. K

PENINGKATAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL PADA SISWA KELAS III SDN 01 PANDEYAN

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

BAB 1 PENDAHULUAN. pendidikan terdapat nilai-nilai yang baik, luhur, dan pantas untuk dikembangkan

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

PROGRAM STUDI AKUNTANSI FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan nilai perilaku seseorang atau masyarakat, dari suatu keadaan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

2016 HUBUNGAN ANTARA SELF-EFFICACY DENGAN PRESTASI BELAJAR

BAB I PENDAHULUAN. Anak adalah manusia kecil yang memiliki potensi yang harus. dikembangkan sejak dini agar dapat berkembang secara optimal.

diidentikkan dengan pendidikan formal. Pendidikan formal diupayakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai usaha telah dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

PENDAHULUAN. seperti dirumuskan dalam Undang Undang Nomor 2 tahun 1989 tentang

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Suatu bangsa bisa dikatakan telah maju apabila seluruh warga negaranya

I. PENDAHULUAN. sesuai dengan penegasan pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi,

BAB 1 PENDAHULUAN. terpenting dalam bidang pendidikan. Pendidikan yang berkualitas adalah yang. Pasal 3 tentang fungsi dan tujuan pendidikan adalah:

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan selalu diarahkan untuk pengembengkan nilai-nilai

PARADIGMA PEMBELAJARAN EKONOMI. Sosialisasi KTSP 1

BAB I PENDAHULUAN. generasi muda agar melanjutkan kehidupan dan cara hidup mereka dalam konteks

BAB I PENDAHULUAN. strategis bagi peningkatan sumber daya manusia adalah pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. merupakan tugas Negara yang amat penting. pembukaan UUD Negara Kesatuan Republik Indonesia 1945, yaitu untuk

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu hal penting dalam hidup setiap manusia di dunia. Di Indonesia, yang disebut dengan pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Dalam UU No. 2 tahun 1989 disebutkan bahwa tujuan pendidikan di Indonesia adalah menjadikan manusia Indonesia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Dalam rangka mewujudkan tujuan ini, pemerintah pun mendirikan lembaga-lembaga pendidikan formal yang terdiri dari berbagai macam tingkat pendidikan untuk masyarakat Indonesia. Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa salah satu jenjang pendidikan formal di Indonesia adalah jenjang pendidikan menengah. Pendidikan menengah merupakan pendidikan yang diselenggarakan bagi lulusan pendidikan dasar (Depdikbud, 1997). Dalam pasal 4 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 1990 Tentang Pendidikan Menengah, disebutkan bahwa terdapat beberapa bentuk satuan pendidikan menengah, dan Sekolah Menengah Atas (SMA) merupakan salah satu dari bentuk satuan pendidikan menengah tersebut (Depdikbud, 1997). Pendidikan menengah umum (atau yang saat ini disebut sebagai Sekolah Menengah Atas/SMA) adalah pendidikan pada jenjang pendidikan menengah yang mengutamakan perluasan pengetahuan dan peningkatan keterampilan siswa. (Peraturan Pemerintah RI Nomor 29 Tahun 1990 pasal 1). Dalam pendidikan

2 menengah umum ini hal yang diutamakan adalah penyiapan siswa untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang pendidikan tinggi. Untuk mendukung proses belajar mengajar di lingkungan pendidikan formal, termasuk pendidikan menengah umum, dibutuhkan kerjasama dari semua pihak seperti pemerintah, siswa, orang tua siswa, kepala sekolah, serta para guru. Dalam harian Pelita (2006) disebutkan bahwa guru memiliki peranan penting dalam meningkatkan mutu pendidikan di sekolah. Di dalam artikel itu tertulis juga bahwa efektivitas pembelajaran di dalam kelas dan di luar kelas sangat ditentukan terutama oleh kompetensi guru, di samping faktor lain seperti anak didik, kepala sekolah, orang tua siswa, dan sebagainya. Begitu pentingnya peran guru dalam dunia pendidikan menjadikan guru sebagai pahlawan tanpa tanda jasa. Bahkan ada sebuah ungkapan dalam bahasa Jawa yang berbunyi, Guru ratu wong atua karo yang menyatakan bahwa status sosial guru adalah yang tertinggi, lebih tinggi dari penguasa negeri, juga lebih tinggi dari orang tua. Banyak sekali ungkapan-ungkapan yang meninggikan profesi guru. Guru merupakan suatu profesi yang mengutamakan intelektualitas yang tinggi, yang menuntut kepandaian, kecerdasan, keahlian berkomunikasi, kebijaksanaan dan kesabaran yang tinggi. (Surakiti, dalam www.bpkpenabur.org) Menurut Djamarah (2000), tugas guru tidak hanya sebagai suatu profesi, tetapi juga sebagai suatu tugas kemanusiaan dan kemasyarakatan. Mendidik, mengajar, dan melatih anak didik adalah tugas guru sebagai suatu profesi. Dalam menjalankan tugasnya sebagai pengajar, seorang guru harus meneruskan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi kepada anak didik, sedangkan sebagai pendidik, guru bertugas untuk meneruskan dan mengembangkan nilainilai hidup kepada anak didik. Tugas guru sebagai pelatih berarti mengembangkan keterampilan dan menerapkannya dalam kehidupan demi masa depan anak didik. Berdasarkan pemaparan di atas, dapat diketahui bahwa tugas dan tanggung jawab yang diemban oleh seorang guru tidaklah sedikit. Untuk dapat melakukan tugas dan tanggung jawab terhadap suatu hal dengan baik, seseorang memerlukan keyakinan akan kemampuan yang dimilikinya atau yang disebut sebagai selfefficacy (Bandura, 1994). Self-efficacy guru merupakan kepercayaan yang dimiliki oleh seorang guru terhadap kapasitasnya untuk mempengaruhi performa siswa.

3 Bandura (1986, 1994) menyatakan bahwa self-efficacy menjembatani antara pengetahuan yang dimiliki dengan perilaku tertentu. Mungkin saja terjadi, seorang guru yang memiliki pengetahuan yang tinggi tidak menampilkan performa yang baik karena dirinya tidak memiliki self-efficacy yang kuat. Dalam dunia pendidikan, self-efficacy yang dimiliki oleh seorang guru dapat mempengaruhi banyak hal. Dengan tingginya self-efficacy yang dimiliki, seorang guru dapat menampilkan unjuk kerja yang baik, ia akan bertahan dalam mengajar terutama dalam menghadapi siswa yang bermasalah di sekolah (Bandura, 1997). Selain mempengaruhi perilaku sang guru dalam mengajar, self-efficacy tinggi yang dimiliki oleh seorang guru juga dapat mempengaruhi motivasi (Eggen & Kauchak, 2004; Midgley, Feldlaufer & Eccles, 1989) dan prestasi siswa dalam belajar (Ashton & Webb, 1986; Moore & Esselman, 1992). Melihat pentingnya self-efficacy guru dalam dunia pendidikan, maka perlu diketahui hal-hal yang mampu mempengaruhi tinggi rendahnya self-efficacy guru. Gibson dan Dembo (1991) menyatakan bahwa self-efficacy guru sangat dipengaruhi oleh lingkungan dimana mereka mengajar. Lingkungan dalam hal ini tercermin dari faktor-faktor yang berasal dari luar diri guru, seperti kepala sekolah, karakteristik siswa, ciri dan tujuan sekolah, dan sebagainya. Lebih lanjut lagi Bandura (1986) menyatakan bahwa tingkat self-efficacy seseorang ditentukan oleh empat faktor, yaitu sifat dari tugas yang dihadapi individu, insentif eksternal atau reward yang diterima individu dari orang lain, status atau peran individu dalam lingkungannya, dan informasi mengenai kemampuan diri. Merujuk kepada pernyataan Gibson dan Dembo (1991), maka keempat faktor yang dikemukakan oleh Bandura ini dapat menjadi faktor-faktor yang membentuk lingkungan mengajar yang berbeda pada tiap-tiap sekolah. Berdasarkan pernyataan ini, dapat diketahui bahwa guru yang mengajar di satu jenis sekolah mungkin saja memiliki self-efficacy yang berbeda dengan guru yang mengajar di jenis sekolah lainnya. Berkaitan dengan jenis sekolah, Kantor Wilayah Depdikbud DKI Jakarta pada tahun 1995 mengeluarkan Pedoman Pengelolaan SMA yang menggolongkan beberapa SMA di Jakarta menjadi kategori Plus. Penggolongan ini dilakukan sebagai salah satu bentuk perhatian yang lebih khusus terhadap peserta didik yang memiliki kecerdasan dan kemampuan luar biasa, serta dalam rangka menjawab

4 tantangan global yang akan dihadapi. Menurut Dinas Pendidikan Menengah dan Tinggi (2004), SMA Plus merupakan SMA negeri dan swasta yang dipersiapkan untuk dapat dikembangkan menjadi SMA yang memiliki ciri-ciri Plus. Penetapan sekolah-sekolah ini menjadi kategori Plus bukanlah sembarangan. Terdapat beberapa karakteristik yang harus dimiliki oleh sebuah sekolah untuk dapat memiliki kategori Plus. Adapun ciri-ciri yang harus dimiliki oleh sebuah SMA Plus yang membedakan dengan sekolah lainnya antara lain memiliki sejumlah siswa dengan bakat-bakat khusus, serta siswa dengan kemampuan dan kecerdasan yang tinggi, memiliki tenaga guru profesional yang handal, melaksanakan kurikulum yang diperkaya, memiliki sarana dan prasarana yang memadai, memiliki sumber dana mandiri yang jelas dan pasti, serta dalam susunan Pembinaan ada unsur Pemerintah Daerah, dan bantuan dana dari APBD. Selain ciri-ciri yang harus dimiliki, pemerintahpun menetapkan beberapa tujuan yang harus dicapai oleh setiap SMA Plus di Jakarta. Salah satu tujuan tersebut adalah dapat dijadikan pusat keunggulan (agent of excellence) sehingga dapat memberikan resonansi kompetitif dan motivasi bagi SMA lain di Jakarta (dalam Dinas Pendidikan Menengah dan Tinggi, 2004). Tujuan lain dari dikategorikannya sebuah SMA menjadi SMA Plus adalah untuk memiliki keberhasilan dalam setiap lomba tingkat regional, nasional dan internasional. Ciri maupun tujuan SMA Plus inilah yang menimbulkan adanya perbedaan lingkungan mengajar bagi guru SMA Plus dengan SMA Non Plus. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Ross (1998) mendukung pemaparan sebelumnya bahwa lingkungan sekolah yang berbeda dapat mempengaruhi selfefficacy guru. Ross (1998) mendapati bahwa self-efficacy guru secara umum lebih tinggi pada sekolah yang memiliki siswa dengan tingkat kemampuan yang tinggi, seperti pada SMA Plus. Hal ini juga sejalan dengan hasil wawancara pribadi peneliti dengan salah seorang guru SMA Plus. Ia menyatakan bahwa tugas mengajar anak didik yang memiliki kemampuan tinggi merupakan sebuah tugas yang cukup menantang, dan karenanya ia harus mampu menyesuaikan diri dengan kemampuan siswa tersebut. Selain itu, dengan mendapatkan tugas mengajar siswa yang berkemampuan tinggi, iapun merasa yakin bahwa ia mampu mengajar para siswa tersebut dengan baik.

5 Pernyataan Gibson dan Dembo (1991), Ross (1998), Bandura (1986) serta hasil wawancara di lapangan yang sejalan menunjukkan bahwa karakteristik sebuah sekolah seperti SMA Plus dapat meningkatkan self-efficacy guru. Lalu bagaimana dengan lingkungan mengajar yang berbeda, dalam hal ini adalah di SMA Non Plus? Berdasarkan hal ini, peneliti tertarik untuk mencari tahu apakah terdapat perbedaan tingkat self-efficacy antara guru yang mengajar di SMA Plus dengan guru yang mengajar di SMA Non Plus. B. Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan tingkat self-efficacy antara guru yang mengajar di SMA Plus dengan guru yang mengajar di SMA Non Plus. C. Manfaat Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi kepada ilmu Psikologi Pendidikan, khususnya mengenai self-efficacy guru. D. Sistematika Penulisan Bab I Pendahuluan Berisi latar belakang diadakannya penelitian ini, tujuan, manfaat serta sistematika penulisan. Bab II Tinjauan Pustaka Berisi teori-teori yang menjadi landasan dalam melakukan penelitian ini. Adapun teori-teori yang digunakan adalah teori Self-Efficacy, teori Self-Efficacy Guru, Teori mengenai Guru serta SMA Plus. Bab III Metode Penelitian Berisi permasalahan dan variabel penelitian, partisipan yang akan diikutsertakan dalam penelitian, teknik pemilihan partisipan, metode pengumpulan data, teknik analisa data, dan tahapan prosedur yang dijalankan dalam penelitian ini. Bab IV Hasil dan Analisis Hasil

6 Berisi hasil yang diperoleh dalam penelitian beserta analisis yang dilakukan terhadap hasil yang diperoleh berdasarkan teori-teori yang digunakan. Bab V Kesimpulan, Diskusi, Saran Berisi kesimpulan yang diperoleh dari penelitian yang dijalankan, diskusi mengenai hasil yang diperoleh, serta saran.