I. PENDAHULUAN. dilestarikan dan dikembangkan terus menerus guna meningkatkan ketahanan

dokumen-dokumen yang mirip
Blangkon gaya Yogyakarta ditinjau dari bentuk motif dan makna simbolisnya

BAB I PENDAHULUAN. Busana tidak hanya terbatas pada pakaian yang dipakai sehari-hari seperti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pada bab ini adalah latar belakang, perumusan masalah, batasan masalah, keaslian

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang memiliki tradisi dan hasil budaya yang

BAB 1 PENDAHULUAN. menciptakan berbagai peralatan dan perlengkapan hidup yang berfungsi untuk

BAB I PENDAHULUAN. sampai merauke, menyebabkan Indonesia memiliki banyak pulau. dijadikan modal bagi pengembang budaya secara keseluruhan.

BAB I PENDAHULUAN. kelompok atau lapisan sosial di dalam masyarakat. Kebudayaan ini merupakan suatu cara

BAB I PENDAHULUAN. besar terhadap kehidupan manusia, Bagi manusia, busana merupakan salah

BAB I PENDAHULUAN. Bima itu. Namun saat adat istiadat tersebut perlahan-lahan mulai memudar, dan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia penuh dengan keberagaman atau kemajemukan. Majemuk memiliki

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan teknologi. Perkembangan teknologi mengakibatkan terjadinya

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang kaya akan keanekaragaman budaya. Terdiri

BAB I PENDAHULUAN. bahasa daerah. Masyarakatnya terdiri dari atas beberapa suku seperti, Batak Toba,

BAB I PENDAHULUAN. memaknai bahwa kebudayaan itu beragam. Keragamannya berdasarkan norma norma serta

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha 1

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha 1

BAB I PENDAHULUAN. mencerminkan kepribadian seseorang. Tidak hanya pakaian sehari-hari saja

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Penjelasan Judul Perancangan

BAB I PENDAHULUAN. daerah terkaya jika di bandingkan dengan negeri-negeri muslim lainya.

I. 1. Latar Belakang I Latar Belakang Pengadaan Proyek

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Selo Soemardjan dalam Simanjuntak (2000:107) Menyatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Keanekaragaman budaya inilah yang mampu membuat bangsa Indonesia

Kain Sebagai Kebutuhan Manusia

BAB V PENUTUP. 5.1 Kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN. penutup atau pelindung anggota tubuh. Pakaian digunakan sebagai pelindung

BAB I PENDAHULUAN. kota Jakarta pada akhirnya menuntut tersedianya wadah fisik untuk menampung

BAB I PENDAHULUAN. adat istiadat, agama dan kesenian. Namun di era globalisasi ini banyak budayabudaya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kebudayaan merupakan kompleks yang mencakup pengetahuan,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki beraneka ragam suku budaya dan kebudayaan sangat erat

BAB I PENDAHULUAN. Daerah penghasil batik banyak terdapat di pulau Jawa dan tersebar. di daerah Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.

BAB I PENDAHULUAN. Menurut sejarah, sesudah Kerajaan Pajajaran pecah, mahkota birokrasi

2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS

BAB I PENDAHULUAN. dikaruniai berbagai kelebihan dibandingkan dengan ciptaan lainnya. Karunia itu

ini. Setiap daerah memilki ciri khas kebudayaan yang berbeda, salah satunya di

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Koentjaraningrat (2015: 116), sebanyak 250 juta masyarakat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Kajian Perhiasan Tradisional

BAB I PENDAHULUAN. Kesenian merupakan unsur atau bagian dari kebudayan yang hidup di

USULAN PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA JUDUL PROGRAM: PECINTA BUDAYA BAJU BATIK MODERN REMAJA SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN BUDAYA BANGSA BIDANG KEGIATAN

PENYELENGGARAAN PENGELOLAAN PENGETAHUAN TRADISIONAL & EKSPRESI BUDAYA TRADISIONAL. Dra. Dewi Indrawati MA 1

BAB I PENDAHULUAN. Moses, 2014 Keraton Ismahayana Landak Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu

BAB I PENDAHULUAN. Batik merupakan salah satu kain khas yang berasal dari Indonesia. Kesenian batik

Kreativitas Busana Pengantin Agung Ningrat Buleleng Modifikasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari banyak pulau

BAB I PENDAHULUAN. Batak merupakan salah satu suku bangsa yang terdapat di Indonesia yang banyak


BAB I PENDAHULUAN. buddayah, yaitu bentuk jamak dari buddhi yang berarti budi atau akal.

I. PENDAHULUAN. Hak kekayaan intelektual merupakan suatu hak milik hasil pemikiran yang bersifat

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia disatupadukan dari kebudayaan nasional dan kebudayaan. daerah. Kebudayaan nasional Indonesia merupakan puncak puncak

1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN

2015 KAJIAN NILAI-NILAI BUDAYA UPACARA ADAT NYANGKU DALAM KEHIDUPAN DI ERA MODERNISASI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

JURNAL SKRIPSI. MAKNA RITUAL DALAM PEMENTASAN SENI TRADISI REOG PONOROGO (Studi Kasus di Desa Wagir Lor, Kecamatan Ngebel, Kabupaten Ponorogo)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. keanekaragaman kulinernya yang sangat khas. Setiap suku bangsa di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia memiliki beranekaragam kebudayaan dan kesenian tradisionalnya.

BAB I PENDAHULUAN. Museum Budaya Dayak Di Kota Palangka Raya Page 1

BAB I PENDAHULUAN. disebut juga dengan Batik Girli (Pinggir Kali) 1980-an. Sebab, pionir kerajinan batik di Sregen umunya pernah bekerja

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seni adalah karya cipta manusia yang memiliki nilai estetika dan artistik.

I. PENDAHULUAN. yakni berbeda-beda tetapi tetap satu. Maknanya meskipun berbeda-beda namun

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha 1

1.6 Manfaat a. Melestarikan batik sebagai warisan kekayaan budaya indonesia. b. Menambah pengetahuan masyarakat tentang batik.

ANALISIS MAKNA BLANGKON POLA YOGYAKARTA

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terkenal sebagai salah satu negeri terbesar penghasil kain tenun tradisional yang

I. PENDAHULUAN. Secara umum, kebudayaan memiliki tiga wujud, yakni kebudayaan secara ideal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

PENCIPTAAN SERAGAM BATIK UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Selain keberagaman kebudayaan Indonesia, juga dikenal sebagai negara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kehidupan sosial, adat istiadat. Indonesia memiliki beragam kebudayaan yang

BAB I PENDAHULUAN. keberagaman suku, agama, ras, budaya dan bahasa daerah. Indonesia memiliki

BAB I PENDAHULUAN. negara ikut serta dalam memajukan kebudayaan nasional Indonesia dan

BAB I PENDAHULUAN. daerah atau suku- suku yang telah membudaya berabad- abad. Berbagai ragam

BAB I PENDAHULUAN. Sumardjo (2001:1) seni adalah bagian dari kehidupan manusia dan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN LatarBelakang Eko Juliana Susanto, 2015

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

2015 KEARIFAN LOKAL PADA JENIS DAN MOTIF BATIK TRUSMI BERDASARKAN NILAI-NILAI FILOSOFIS MASYARAKAT CIREBON

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. memberikan identitas kultural terhadap seseorang (Jayanti, 2008: 48).

1. PENDAHULUAN. Di era globalisasi yang semakin maju ini teknologi serba modern dan canggih, banyak hal telah

BAB I PENDAHULUAN. Ayu Fauziyyah, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. memiliki bermacam-macam kebudayaan, diantaranya bahasa daerah,

keunggulan daerah, yang materinya tidak dapat dikelompokkan ke dalam mata pelajaran yang ada (Yamin, 2010:64). Tetapi terkadang dalam

TARI KREASI NANGGOK DI KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SUMATERA SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya kebudayaan. Beberapa kekayaan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia kaya keragaman budaya. Keragaman budaya yang dimiliki

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang LAPORAN TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. sedikit pergeseran yaitu tidak hanya sebagai pelindung tubuh dari. gangguan alam dan untuk kesopanan, tetapi juga untuk menyalurkan

BAB I PENDAHULUAN. beragam pula yang dilakukan oleh masing masing etnis itu sendiri. Tumbuhantumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. bagi kemajuan suatu bangsa. Masa anak-anak disebut-sebut sebagai masa. yang panjang dalam rentang kehidupan.

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu benda pakai yang memiliki nilai seni tinggi dalam seni rupa ialah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara kesatuan yang memiliki beranekaragam kebudayaan. Budaya Indonesia yang beraneka ragam merupakan kekayaan yang perlu dilestarikan dan dikembangkan terus menerus guna meningkatkan ketahanan budaya serta dapat dimanfaatkan untuk menunjang wisata budaya. Kebudayaan adalah kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, kemampuan-kemampuan, serta kebiasaaan-kebiasaan yang didapatkan oleh manusia anggota masyarakat (Depdikbud, 1988: 10). Budaya adalah hasil cipta, rasa, dan karsa manusia. Segala bentuk pemikiran intelektual dan keindahan seni dapat diekspresikan melalui budaya. Pada hakikatnya manusia sebagai makhluk tertinggi diciptakan agar dapat menggunakan akal dalam beradaptasi dengan lingkungannya. Dengan berbagai keterbatasan jasmaninya, manusia harus berusaha dengan akalnya untuk menciptakan berbagai peralatan yang dapat melindungi dan mengembangkan diri. Oleh karena itu manusia lebih meningkatkan kemampuan budayanya. Salah satu bentuk adaptasi manusia adalah pakaian. Sejak zaman pra sejarah, manusia Indonesia telah mengenal kebudayaan membuat pakaian sebagai pelindung badan dari panas, dingin, gangguan serangga, dan benda tajam. Pakaian mempunyai fungsi keindahan/estetika dengan melindungi bagian-bagian tertentu

2 dan dapat memberikan kenyamanan. Di samping itu pakaian juga menunjukkan atau melambangkan status dan kedudukan sosial seseorang. Bagi orang Jawa salah satu kelengkapan berbusana adalah tutup kepala atau Blangkon. Blangkon adalah kain penutup kepala tradisional kaum pria Jawa yang digunakan sebagai pelengkap busana tradisional. Selain sebagai pelindung terhadap sinar matahari, Blangkon juga mempunyai fungsi sosial yang menunjukkan martabat atau kedudukan sosial bagi pemiliknya. Sebagian besar masyarakat Jawa menjadikan Blangkon sebagai simbol atau ciri khas dan konon dulunya digunakan sebagai pembeda antara kaum ningrat Kraton dengan masyarakat jelata yang hanya memakai iket sebagai penutup kepala. Masyarakat Jawa beranggapan bahwa kepala lelaki mempunyai arti penting, sehingga pelindung kepala lelaki sebagai penutup tubuh yang amat diutamakan, sehingga masyarakat Jawa kuno menggunakan Blangkon sebagai pakaian keseharian dan dapat dikatakan pakaian wajib (Soegeng Toekio, 1980/1981: 27). Dulu nama Blangkon adalah Iket. Iket ini wujud, guna, dan manfaatnya sama dengan Blangkon, akan tetapi masih berwujud kain motif batik tertentu. Ketika akan menggunakannya di kepala Iket tersebut dililitkan di kepala dan dibentuk sedemikian rupa (Wawancara KPH Winoto Kusuma, Senin, 15 juli 2013). Pada perkembangannya, Blangkon menjadi sebuah simbol bagi para pria dari suku Jawa. Bentuk Blangkon sangat sederhana, akan tetapi dibalik kesederhanaannya itu Blangkon memiliki makna yang cukup tinggi. Makna estetika (keindahan, seni) tercermin dari bentuk Blangkon yang dibuat sedemikian rupa sehingga memancarkan keindahan, makna martabat tercermin dari kegunaan Blangkon

3 sebagai alat pembeda antara kaum ningrat Kraton dengan rakyat jelata, dan makna etika tercermin dari kehidupan dan kepribadian orang Jawa. Seiring bergantinya zaman terutama pada era kolonialisme dan berlanjut ke era globalisasi seperti saat ini, banyak budaya, adat, dan segala sesuatunya masuk ke tanah Jawa khususnya Yogyakarta. Pengaruh-pengaruh tersebut telah memengaruhi pola pikir, kebiasaan, dan lain-lain. Hal itu mengakibatkan adanya suatu pergesekan budaya yang tidak bisa dihindari. Blangkon adalah salah satu budaya yang terkena dampaknya. Pada zaman dahulu Blangkon merupakan simbol kebanggaan para pria Jawa, namun telah tergeser oleh produk-produk barat yang datang dan berkembang secara cepat. Hanya sedikit masyarakat yang menyadari itu, sehingga saat ini telah jarang ditemukan orang yang memakai Blangkon. Pemakaian Blangkon dan topi biasa pada umumnya tidak berbeda, akan tetapi yang membedakan di antara keduanya adalah cara pandang masyarakat terhadap Blangkon. Saat ini Blangkon dianggap sebagai sesuatu yang kuno dan tidak relevan untuk dipakai dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini berpengaruh terhadap penggunaan Blangkon yang hanya dipakai pada acara-acara tertentu yang menggunakan tema tradisional. Masyarakat memandang Blangkon hanya sebagai pakaian bagi orangorang tradisional dan hanya dipakai pada era tradisional, selain itu mereka juga beranggapan bahwa orang yang memakai Blangkon adalah orang yang tidak bisa mengikuti perkembangan zaman dan dinilai tertinggal dalam aspek cita rasa berpakaian maupun perilakunya. Masyarakat saat ini lebih memilih menggunakan penutup kepala produksi dunia barat seperti topi. Produk tersebut dianggap lebih

4 relevan dan mempunyai nilai lebih baik dari sisi bentuk maupun fungsi secara fisik maupun sosial. Kemajuan zaman yang sangat pesat berpengaruh besar terhadap pergeseran nilai budaya Jawa, tidak terkecuali di Yogyakarta yang merupakan wilayah bagian pulau Jawa yang merupakan pusat kebudayaan Jawa. Bagi masyarakat Yogyakarta keberadaan Blangkon bukan hanya sekadar untuk menutupi kepala dari panasnya matahari atau dinginnya udara malam, melainkan juga sebagai simbol status bagi pemiliknya. Selain itu fungsi Blangkon tidaklah sekedar diarahkan sebagai suatu benda yang sifatnya melindungi kepala terhadap panas sinar matahari, bahkan Blangkon merupakan suatu rias kepala yang selain dipakai sebagai pelindung rambut iapun merupakan suatu atribut di dalam lingkungan masyarakat Yogyakarta, terutama di kawasan Kraton. Pertumbuhan penduduk yang tinggi di Yogyakarta menimbulkan berbagai macam gaya hidup, terutama masyarakat Yogyakarta yang hidup di perkotaan dan jauh dari kehidupan tradisional. Masyarakat Yogyakarta yang hidup di perkotaan cenderung berpenampilan modern, mereka juga lebih menyibukkan diri dengan dunia kerja. Blangkon tidak lagi menjadi kebanggaan bagi para pria Yogyakarta, dan saat ini masih banyak generasi muda di Yogyakarta yang kurang mengerti dan memaknai arti sebuah Blangkon bahkan enggan untuk mempergunakannya dalam kehidupan sehari-hari. Meskipun demikian masih ada orang yang memakai Blangkon sebagai pakaian sehari-hari misalnya pada Abdi Dalem di Kraton Yogyakarta.Blangkon sangat perlu untuk dipertahankan demi menjaga kearifan budaya Indonesia. Berdasarkan latar belakang masalah di atas, peneliti tertarik untuk menganalisis makna Blangkon.

5 B. Analisis Masalah 1. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah, peneliti mengidentifikasikan masalahmasalah sebagai berikut : 1. Makna estetika Blangkon pola Yogyakarta pada Abdi Dalem di Kraton Yogyakarta 2. Makna martabat Blangkon pola Yogyakarta pada Abdi Dalem di Kraton Yogyakarta 3. Makna etika Blangkon pola Yogyakarta pada Abdi Dalem di Kraton Yogyakarta 2. Pembatasan Masalah Mengingat makna Blangkon yang cukup tinggi, maka dalam penelitian ini ketiga identifikasi masalah di atas dijadikan sebagai masalah yaitu : makna estetika, makna martabat, dan makna etika Blangkon pola Yogyakarta pada Abdi Dalem di Kraton Yogyakarta. Diharapkan dengan pembatasan masalah tersebut, peneliti dapat memfokuskan pada pokok kajian yang sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian.

6 3. Rumusan Masalah Sesuai dengan pembatasan masalah di atas maka rumusan masalah pada penelitian ini yaitu : 1. Apakah makna estetika Blangkon pola Yogyakarta pada Abdi Dalem di Kraton Yogyakarta 2. Apakah makna martabat Blangkon pola Yogyakarta pada Abdi Dalem di Kraton Yogyakarta 3. Apakah makna etika Blangkon pola Yogyakarta pada Abdi Dalem di Kraton Yogyakarta C. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas maka tujuan dilakukannya penelitian skripsi ini antara lain : 1. Untuk mengetahui makna estetika Blangkon pola Yogyakarta pada Abdi Dalem di Kraton Yogyakarta. 2. Untuk mengetahui makna martabat Blangkon pola Yogyakarta pada Abdi Dalem di Kraton Yogyakarta. 3. Untuk mengetahui makna etika Blangkon pola Yogyakarta pada Abdi Dalem di Kraton Yogyakarta.

7 D. Kegunaan Penelitian Setiap penelitian tentunya akan dapat memberikan berbagai manfaat bagi semua orang yang membutuhkan informasi tentang masalah yang penulis teliti, adapun kegunaan dari penelitian ini adalah: a. Secara teoritis, adalah menjadi bahan sumbangan pengetahuan dalam rangka pengembangan ilmu pengetahuan khususnya ilmu-ilmu sosial dan budaya mengenai kebudayaan Jawa tentang Blangkon pada masyarakat Yogyakarta. b. Secara praktis, dapat dijadikan sebagai bahan informasi kepada peminat kebudayaan yang ingin mengetahui makna Blangkon serta menambah wawasan bagi penulis dan pembaca tentang Blangkon yang digunakan pada masyarakat Yogyakarta E. Ruang Lingkup Penelitian Pada ruang lingkup yang menjadi subjek dalam penelitian ini adalah Blangkon yang digunakan pada masyarakat Yogyakarta, dan yang menjadi objek dalam penelitian ini adalah makna Blangkon meliputi makna estetika, makna martabat, dan makna etika. Penelitian ini akan dilakukan di Kraton Yogyakarta, karena sebagian besar Abdi Dalem pada Kraton Yogyakarta menggunakan Blangkon. Waktu penelitian adalah tahun 2013, dan bidang ilmu yang sesuai dengan penelitian ini adalah antropologi budaya karena yang menjadi kajiannya adalah masyarakat dan kebudayaan.

8 REFERENSI Tim Koordinasi Siaran Direktorat Jenderal Kebudayaan. 1988. Aneka Ragam Khasanah Budaya Nusantara 1. Jakarta: Departemen Pendidikan & Kebudayaan. 246 halaman. Soegeng, Toekio. 1980/1981. Tutup Kepala Tradisional Jawa. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 170 halaman