BAB I PENDAHULUAN. proses pembelajaran peserta didik untuk meningkatkan mutu pendidikan.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Potensi sumber daya manusia merupakan aset nasional sekaligus

BAB I PENDAHULUAN. 1 Undang-Undang, Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) 2003, Sinar Grafika, Jakarta, 2006,

BAB I PENDAHULUAN. perhatian; motivasi; keaktifan siswa; mengalami sendiri; pengulangan; materi

BAB I PENDAHULUAN. peserta didik. Meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancang dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Islam adalah pembentukan pribadi muslim. Isi pribadi muslim itu adalah

BAB I PENDAHULUAN. suasana belajar dan proses pembelajaran agar siswa secara aktif

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak kalah pentingnya, termasuk di dalamnya belajar Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. pemahaman dan kemampuan yang memadai baik secara konseptual maupun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. beragama yaitu penghayatan kepada Tuhan, manusia menjadi memiliki

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan oleh keluarga, sekolah,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik.

BAB I PENDAHULUAN. menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati hingga

BAB I PENDAHULUAN. M. Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2009, hlm

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan teknis dalam bidang pendidikan. Salah satu unsur tenaga

BAB I PENDAHULUAN. 1, pasal 1, butir 1 yang menyatakan bahwa : belajar dan proses pembelajaran agar paeserta didik secara aktif

BAB I PENDAHULUAN. tidak terlepas dari tugas manusia untuk menumbuh dan. khususnya dalam pendidikan Islam. Usaha-usaha tersebut dilakukan untuk

BAB I PENDAHULUAN. tertentu termasuk pendidikan yang ada di Indonesia. Tujuan pendidikan di

BAB 1 PENDAHULUAN. dapat mencapai tujuan-tujuan pembelajaran secara efektif dan efisien.

BAB II KAJIAN TEORI. murid dalam berbagai peristiwa belajar 15. Jadi strategi pembelajaran. pelajaran yang diinginkan.

BAB I PENDAHULUAN. berikutnya. Pendidikan Agama Islam merupakan salah satu mata. mulai dari tingkat dasar sampai perguruan tinggi.

BAB I PENDAHULUAN. suatu proses untuk menentukan nilai dari sesuatu. 1 Sebagai suatu sistem

BAB I PENDAHULUAN. hlm Binti Maunah, Landasan Pendidikan, (Yogyakarta: Teras, 2009),

BAB I PENDAHULUAN Fuad Ihsan, Dasar-dasar Kependidikan, Rineka Cipta, Jakarta, 2003, hlm. 2.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan

BAB I PENDAHULUAN. karena memiliki iman dan akhlak yang kuat. 1. oleh sebagai penanggung jawab ketika terjadi hal-hal yang tidak sesuai

BAB I PENDAHULUAN. perubahan tingkah laku tersebut, seorang siswa dituntut untuk mencapai hasil

BAB I PENDAHULUAN. Islam dari sumber utamanya yaitu Al-Qur an dan Hadits, melalui kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. dan juga dipersiapkan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang pendidikan yang lebih

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam era globalisasi pada saat ini seseorang. jawab dalam tantangan zaman. Oleh karena itu, hal ini merupakan tantangan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan, (Semarang: Tim Pengadaan Buku Pelajaran IKIP Semarang Press, 1990), hlm. 2.

BAB I PENDAHULUAN. Persada, 2007), hlm E. Mulyasa, Implementasi Kurikulum 2004, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004), hlm. 173.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional tujuan pendidikan adalah agar siswa secara aktif. diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. negara yang yang demokratis dan bertanggung jawab. 1 Pendidikan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. kepribadian sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan kebudayaan.

BAB I PENDAHULUAN. terbentuknya kepribadian yang bulat dan utuh sebagai manusia individual dan

BAB I PENDAHULUAN. Suwarto, Pengembangan Tes Diagnosis dalam Pembelajaran, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2013, hal. 3-4.

BAB I PENDAHULUAN. Sugiono, Metode Penelitian Pendidikan, Bandung, Alfabeta, 2012, hal iii

BAB I PENDAHULUAN. Undang Undang RI No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

BAB II LANDASAN TEORI. A. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Quick On The Draw. tambahan diluar kelas dan untuk menajamkan materi pengajaran.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. agar dapat memainkan peranan dalam berbagai lingkungan hidup secara tepat di

BAB I PENDAHULUAN. dalam rangka meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Pendidikan harus

BAB I PENDAHULUAN. Taqwa, (Yogyakarta: Teras, 2012), hlm. 1. Nasional, (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), hlm. 7.

BAB 1 PENDAHULUAN. Portofolio berasal dari bahasa Inggris Portfolio yang artinya dokumen atau suratsurat

BAB II KAJIAN TEORI. a. Pengertian Strategi Modelling The Way

BAB I PENDAHULUAN. suatu ukuran maju mundurnya suatu bangsa. 1. Pendidikan Nasional pada Bab III Pasal 4 menyebutkan bahwa: Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. profesional harus menguasai betul seluk-beluk pendidikan dan pengajaran

BAB II PEMBELAJARAN DAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM. (effort) dan berbagai strategi, metode, dan pendekatan ke arah pencapaian

BAB I PENDAHULUAN. yang akan dihadapinya. Oleh karena itu, berbagai cara dilakukan untuk

BAB I PENDAHULUAN. kreatif dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab. 1

BAB I PENDAHULUAN. seperangkat ajaran tentang kehidupan manusia; ajaran itu dirumuskan berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. serta prinsip-prinsip, sehingga membantu memiliki makna bagi subjek didik.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Istilah penilaian (assement) merupakan istilah yang umum dan. Dalam Kurikulum Berbasis Kelas (KBK) yang kenyataannya pada

BAB I PENDAHULUAN. sering diterjemahkan dengan tarbiyah yang berarti pendidikan. 1 Istilah

BAB I PENDAHULUAN. proses pembelajaran agar menjadi manusia yang cerdas, terampil dan bermoral

BAB I PENDAHULUAN. untuk menghubungkan dengan kehidupan sehari-hari. Kenyataan ini berlaku untuk semua mata pelajaran, tidak terkecuali

BAB I PENDAHULUAN. baik secara fisik maupun mental dalam diri manusia. Sehingga dengan pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. (Semarang: Aneka Ilmu, 1992), hlm

BAB I PENDAHULUAN. berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta

BAB I PENDAHULUAN. Mempelajari pendidikan Islam sangat penting bagi kehidupan setiap. muslim karena pendidikan merupakan suatu usaha yang membentuk

BAB I PENDAHULUAN. ikut berperan dalam usaha pembentukan sumber daya manusia yang otensial

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas dan memiliki keahlian menurut bidangnya masing-masing. menuju pendewasaan dan kematangan dalam berfikir dan bertindak.

BAB I PENDAHULUAN. kepribadian, dan sosial sesuai Undang-undang Guru dan Dosen No. 14 Tahun

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kemampuan lulusan suatu jenjang pendidikan sesuai dengan tuntutan

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan, pengalaman, dan keterampilan sebagaimana dirumuskan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Persada, 2003), hlm Jalaluddin, Teologi Pendidikan,(Jakarta: PT. Raja Grafindo

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 Pasal 9. tentang Perlindungan Anak mmenyatakan bahwa setiap anak berhak

BAB I PENDAHULUAN. Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2013, hlm. 34 2

BAB I PENDAHULUAN. sebagai pribadi maupun bagian dari masyarakat serta memiliki nilai-nilai moral

BAB I PENDAHULUAN. 2003), (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hlm Undang-undang SISDIKNAS (Sistem Pendidikan Nasional) (UU RI No.

BAB I PENDAHULUAN. kembali pemikiran kita tentang makna pendidikan itu sendiri. Pendidikan terkait dengan nilai-nilai, mendidik berarti memberikan,

BAB I PENDAHULUAN. proses pembelajaran siswa, sebab tanpa ada pemahaman materi shalat fardhu

BAB V PEMBAHASAN. A. Perencanaan Pembelajaran Sistem Boarding School. Pelaksanaan Pembelajaran) secara umum yang disesuaikan dengan standar

BAB I PENDAHULUAN. untuk memimpin jasmani dan rohani kearah kedewasaan. 1 Dalam artian,

BAB I PENDAHULUAN. sekolah, masyarakat dan pemerintah melalui bimbingan pengajaran dan

BAB I PENDAHULUAN. sekarang ini sangat berpengaruh pada kehidupan manusia. Berbagai penemuan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam perkembangannya istilah pendidikan atau paedagogie berarti

BAB I PENDAHULUAN. pengajar yang melaksanakan tugas mengajar dengan anak didik yang sedang

BAB I PENDAHULUAN. sekolah digunakan sebagai alat bantu didalam proses belajar mengajar, dengan

BAB I PENDAHULUAN. motivasi yang lemah, akan malas bahkan tidak mau mengerjakan tugas-tugas. yang berhubungan dengan pelajaran tersebut.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mempersiapkan peserta didik agar meraih cita-citanya dimasa yang akan

BAB I PENDAHULUAN. melalui pendidikan yang merupakan bimbingan atau pertolongan yang diberikan

BAB I PENDAHULUAN. sekaligus Rasul terakhir yaitu Muhammad Saw. dengan perantaraan malaikat Jibril,

EVALUASI PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SMP NEGERI GONGSENG SATU ATAP KECAMATAN RANDUDONGKAL KABUPATEN PEMALANG

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu, Semarang, 2005, hal. 2 2 Rusman, Model-Model Pembelajaran: Mengembangkan Profesionalisme Guru, Raja

BAB I PENDAHULUAN. kalangan ilmuwan khususnya para ahli pendidikan. Hal ini karena pendidikan

kognitif (intelektual), dan masyarakat sebagai psikomotorik.

BAB I PENDAHULUAN. kependidikan yang berkaitan dengan lainnya, yaitu belajar ( learning) dan. konsep pembelajaran berakar pada pihak pendidik 1.

BAB I PENDAHULUAN. yang dijalankan oleh seseorang atau kelompok orang lain agar menjadi dewasa atau

BAB IV ANALISIS PERSEPSI SISWA KELAS VIII TERHADAP PROGRAM PEMBELAJARAN BTQ DI SMP NEGERI 12 PEKALONGAN

BAB I PENDAHULUHAN. untuk mengenal Allah swt dan melakukan ajaran-nya. Dengan kata lain,

SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Tarbiyah Dan Ilmu Keguruan IAIN Purwokerto Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan sebuah program. Program melibatkan sejumlah komponen yang bekerja sama dalam sebuah proses untuk mencapai tujuan yang diprogramkan, pendidikan merupakan aktivitas sadar dan sengaja yang diarahkan untuk mencapai suatu tujuan. 1 Dalam proses pembelajaran terdapat tiga komponen utama yaitu: tujuan pembelajaran, strategi belajar mengajar dan evaluasi atau penilaian. Ketiga komponen ini saling menunjang dalam proses pembelajaran peserta didik untuk meningkatkan mutu pendidikan. Evaluasi belajar merupakan bagian integral dari aktivitas proses belajar mengajar yang menyebabkan proses pendidikan terarah dan dapat dilakukan evaluasi. Menurut Guba dan Lincoln yang dikutip oleh Wina Sanjaya mendefinisikan evaluasi itu merupakan suatu proses memberikan pertimbangan mengenai nilai dan arti sesuatu yang dipertimbangkan (evaluation). Sesuatu yang dipertimbangkan itu bisa berupa orang, benda, kegiatan, keadaan atau sesuatu ketentuan tertentu. 2 Dengan evaluasi yang baik dan menyeluruh akan dapat mengetahui apa yang diinginkan dari kegiatan belajar mengajar. Semua hasil belajar pada dasarnya di evaluasi hanya saja bentuk evaluasinya yang berbeda sesuai dengan tujuan masing-masing. 1 Purwanto, 2011, Evaluasi Hasil Belajar, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, h. 1 2 Wina Sanjaya, 2008, Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran, Jakarta: Kencana, h. 241

2 Hasil belajar atau bentuk tingkah laku yang diharapkan dari proses belajar mengajar meliputi 3 (tiga) aspek atau ranah. Berkenaan dengan hal ini sesuai dengan pendapat Benjamin S. Bloom bahwa : Taksonomi (pengelompokkan) tujuan pendidikan itu harus senantiasa kepada tiga ranah yang melekat pada diri peserta didik, yaitu ranah proses berpikir ( cognitive domain), ranah nilai dan sikap ( affective domain) dan ranah keterampilan (psychomotor domain). 3 Melihat pentingnya evaluasi pendidikan khususnya mengukur kegiatan belajar mengajar, maka evaluasi pendidikan harus dilakukan pada semua mata pelajaran. Termasuk mata pelajaran Pendidikan Agama Islam. Evaluasi dilaksanakan tidak hanya mengukur aspek kognitif dan psikomotorik namun juga harus aspek afektif. Namun realita yang terjadi bahwa proses Pendidikan Agama Islam lebih banyak terkonsentrasi pada persoalan-persoalan teoritis keagamaanyang bersifat kognitif semata serta amalan-amalan ibadah praktis. PendidikanAgama Islam terasa kurang terkait terhadap persoalan bagaimana mengubah pengetahuan agama yang bersifat kognitif menjadi makna dan nilai yang perlu diinterealisasikan dalam diri seseorang lewat berbagai cara, media dan forum. Berdasarkan Undang-undang RI No. 20 tahun 2003 dalam pasal 58 menyatakan bahwa evaluasi hasil belajar peserta didik dilakukan oleh pendidik untuk memantau proses kemajuan proses dan perbaikan hasil belajar 3 Anas Sudijono, 2008, Pengantar Evaluasi Pendidikan, Jakarta: Grafindo Persada, h. 49

3 peserta didik secara berkesinambungan. 4 Berdasarkan Undang-undang tersebut menyatakan bahwa evaluasi dilakukan untuk memantau perkembangan yang ada pada diri siswa. Dalam Pendidikan Agama Islam evaluasi aspek afektif sangat perlu sekali untuk melihat kemampuan peserta didik dari penyerapan nilai-nilai kepribadian. Bila dilihat dari tujuan pendidikan adalah perubahan tingkah laku maka penerapan nilai-nilai Islam pada siswa merupakan proses dari perubahan tingkah laku. Apabila peserta didik baru bisa mencapai pemahaman konsep berarti belum bisa mencapai tujuan yang sebenarnya, yaitu perubahan tingkah laku. Sehingga yang menjadikan permasalahan sekarang mengapa banyaknya pelajar yang mempunyai nilai raport tinggi namun aklak yang dimiliki rendah, inilah yang menjadikan PR sekarang dan wajib dicari solusinya. Evaluasi dalam Pendidikan Agama Islam merupakan cara atau teknik penilaian terhadap tingkah laku peserta didik. Karena sosok pribadi yang diinginkan oleh pendidikan Islam bukan hanya pribadi yang bersifat religius, tetapi juga memiliki ilmu dan keterampilan yang sanggup beramal dan berbakti kepada tuhan dan masyarakat. 5 Sebagaimana Allah mengevaluasi keimanan manusia yaitu dalam surat Al-Hasyr ayat 18, yang berbunyi : 4 Redaksi Sinar Grafika, 2009, UU Sistem Pendidikan Nasional (UU RI No. 20 Tahun 2003), Bandung: Sinar Grafika Offset, h. 37. 5 Arman Arif, 2002, Pengantar Ilmu dan Metodologi Dalam Islam, Jakarta: Ciputat Pers, h. 53.

4 Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang Telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.(q.s. Al-Hasyr : 18). Pengertian takwa di atas merupakan kondisi yang menjadikan hati selalu waspada, menghadirkan dan merasakan pengawasan Allah dalam setiap keadaan. Ia takut, merasa bersalah dan malu bila Allah mendapatinya berada dalam keadaan yang dibenci oleh-nya. Sehubungan dengan seruan ayat di atas mengingatkan agar hati orang-orang yang beriman selalu waspada dan selalu ingat kepada Allah. 6 Adapun nilai yang terkandung dalam Al-Quran surat Al- Hasyr ayat 18, evaluasi merupakan seruan Allah kepada orang-orang yang beriman supaya mau berintropeksi terhadap perbuatan yang telah diperbuatnya, supaya setiap amal yang telah diperbuatnya itu ada peningkatan ke arah yang lebih baik sesuai harapan. Sehingga dapat dilihat dan diuji nilai kebenarannya menggunakan alat ukur yang tepat, bukan saja dalam ranah afektifnya namun dari kognitif dan psikomotor pun harus dapat diuji. Dari keterangan diatas menunjukkan bahwa evaluasi afektif sangat penting dalam menilai tingkat keimanan seseorang (dalam PendidikanAgama Islam) meskipun evaluasi afektif ini susah dari pada evaluasi aspek kognitif maupun psikomotorik, namun tak kalah penting bahwa evaluasi afektif merupakan alat untuk mengetahui keberhasilan pendidikan khususnya Pendidikan Agama Islam maka bagaimanapun juga evaluasi tersebut harus dilakukan. 6 Sayyid Quthb, 2002, Tafsir fi Zhilalil-Quran di Bawah Naungan Al-Quran Jilid 22, Penerjemah, As ad Yasin, Abdul Aziz Salim Basyarahil, Jakarta: Gema Insani Press, h. 21

5 Berdasarkan pengamatan awal, penulis menemukan permasalahan yang dihadapi oleh guru, khususnya guru PAI dalam melakukan evaluasi afektif pada pembelajaran Pendidikan Agama Islam. Hal ini tampak dari gejala-gejala sebagai berikut : 1. Sebagian guru ada yang belum mencatat secara sistematis penilaian afektif siswa dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam. 2. Dalam pelaksanaan evaluasi guru lebih dominan yang dinilai pada aspek kognitif dan psikomotornya saja. 3. Guru hanya menggunakan teknik observasi (pengamatan) saja dalam mengevaluasi ranah afektif siswa. 4. Tidak adanya penjelasan dari sekolah tentang pembuatan indikator evaluasi afektif. 5. Dalam indikator pencapaian kompetensi belajar, guru cenderung menggunakan kata kerja operasional yang mengarah kepada kognitif. Dari permasalahan tersebut, penulis tertarik untuk mengkaji lebih lanjut bagaimana model pengembangan evaluasi ranah afektif siswa pada pembelajaran Pendidikan Agama Islam khususnya pada ranah afektif siswa, maka penulis mencoba mengkaji lebih mendalam, dalam sebuah judul : Model Pengembangan Evaluasi Ranah Afektif Siswa pada Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Kampar Air Tiris Kecamatan Kampar.

6 B. Penegasan Istilah Untuk menghindari kesalahpahaman pembaca terhadap tulisan ini, maka penulis merasa perlu menjelaskan beberapa istilah yaitu sebagai berikut: 1. Model pengembangan Model pengembangan terdiri dari dua kata, model dan pengembangan. Model adalah pola dari sesuatu yang dibuat dari sesuatu yang akan dibuat. Dalam arti lain, model disebut juga dengan konstruksi yang merupakan ulasan teoritis tentang suatu konsepsi dasar. 7 Namun pada judul skripsi ini yang dimaksud dengan model adalah bentuk atau teknik yang digunakan untuk menilai siswa. Sedangkan pengembangan menunjukkan pada suatu kegiatan menghasilkan suatu alat atau cara yang baru, dimana selama kegiatan tersebut penilaian dan penyempurnaan terhadap alat atau cara tersebut terus dilakukan. 8 Adapun yang di maksud dengan pengembangan di sini adalah kegiatan untuk memperoleh suatu cara atau alat baru untuk melaksanakan penyempurnaan sesuatu dengan cara mencari ide atau hal dan bentuk baru yang lebih baik. 2. Evaluasi ranah afektif Menurut Daryanto, evaluasi adalah pengumpulan kenyataan secara sistematis untuk menetapkan apakah dalam kenyataannya terjadi 7 Nik Haryati, 2011, Pengembangan Kurikulum PAI, Bandung: Alfabeta, h. 85 8 Hendayat Sutopo & Westy Soemanto, 1993, Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum Sebagai Substansi Problem Administrasi Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara, h. 45

7 perubahan dalam pribadi siswa. 9 Sedangkan pengertian ranah afektif banyak mengartikannya sikap dan nilai. Menurut Wina Sanjaya, ranah afektif berkenaan dengan sikap, nilai-nilai, perkembangan apresiasi dan penyesuaian perasaan sosial. 10 Jadi, evaluasi ranah afektif adalah suatu proses kegiatan memperoleh data terhadap kemajuan, pertumbuhan dan perkembangan tentang sikap nilai, perilaku serta akhlak siswa dalam pembelajaran untuk tujuan tertentu. 3. Pendidikan Agama Islam Menurut Ramayulis, Pendidikan Agama Islam adalah upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati, mengimani, bertaqwa berakhlak mulia, mengamalkan ajaran agama Islam dari sumber utamanya kitab suci al-qur an dan al-hadits, melalui kegiatan bimbingan, pengajaran latihan, serta penggunaan pengalaman. 11 Pendidikan Agama Islam merupakan usaha bimbingan dan asuhan terhadap anak didik agar kelak setelah pendidikannya dapat memahami dan mengamalkan ajaran islam serta menjadikannya sebagai pandangan hidup. Jadi yang penulis maksudkan mengenai Pendidikan Agama Islam di sini hanya sebatas mata pelajaran yang menjadi bagian dari kurikulum dan salah satu bidang studi yang diajarkan di Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Kampar Air Tiris Kecamatan Kampar. 9 Daryanto, 2002, Evaluasi Pendidikan, Jakarta: Rineka Cipta, h. 1. 10 Hamzah B. Uno, 2011, Perencanaan Pembelajaran, Gorontalo: Bumi Aksara, h. 37 11 Ramayulis, 2005, Metodologi Pendidikan Agama Islam, Jakarta: Kalam Mulia, Cet. Ke-4, h. 21

8 Dari penegasan istilah di atas dapat disimpulkan bahwa maksud dari judul yang penulis inginkan adalah untuk mendeskripsikan bentuk atau pola pengembangan evaluasi ranah afektif siswa yang dilakukan oleh guru pada pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Kampar Air Tiris Kecamatan Kampar. C. Permasalahan 1. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan di atas, maka penulis dapat mengidentifikasi masalah-masalah sebagai berikut: a. Bagaimana proses pelaksanaan evaluasi ranah afektif siswa pada pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Kampar Air Tiris Kecamatan Kampar? b. Teknik evaluasi ranah afektif manakah yang digunakan guru dalam menilai afektif siswa pada pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Kampar Air Tiris Kecamatan Kampar? c. Apakah yang menjadi tujuan evaluasi ranah afektif siswa pada pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Kampar Air Tiris Kecamatan Kampar? d. Bagaimanakah model pengembangan teknik evaluasi ranah afektif siswa pada pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Kampar Air Tiris Kecamatan Kampar?

9 e. Apakah kendala yang dihadapi guru dalam mengembangkan evaluasi ranah afektif siswa pada pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Kampar Air Tiris Kecamatan Kampar? 2. Batasan Masalah Melihat permasalahan yang ada di atas maka untuk memudahkan dalam penelitian ini, penulis membatasi masalah yang akan diteliti, sehingga penelitian ini difokuskan pada model pengembangan evaluasi ranah afektif siswa pada pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Kampar Air Tiris Kecamatan Kampar. 3. Rumusan Masalah Adapun pokok masalah dalam penelitian adalah sebagai berikut : a. Bagaimanakah Pengembangan evaluasi ranah afektif siswa pada pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Kampar Air Tiris Kecamatan Kam\par? b. Apa sajakah kendala yang dihadapi oleh guru Pendidikan Agama Islam dalam mengembangkan evaluasi ranah afektif siswa pada pembelajaran PendidikanAgama Islam di Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Kampar Air Tiris Kecamatan Kampar?

10 D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian a. Untuk mendeskripsikan pengembangan evaluasi ranah afektif siswa pada pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Kampar Air Tiris Kecamatan Kampar. b. Untuk mengetahui kendala yang dihadapi guru dalam mengembangkan evaluasi ranah afektif siswa pada pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Kampar Air Tiris Kecamatan Kampar. 2. Kegunaan Penelitian a. Sebagai informasi data dalam mengevaluasi ranah afektif siswa dalam suatu proses pendidikan formal. b. Diharapkan dapat digunakan sebagai tambahan kontribusi atau sumbangan dalam ilmu pengetahuan khususnya dapat menjadi acuan dalam proses pelaksanaan evaluasi pembelajaran. c. Menjadi bahan informasi bagi masyarakat luas khususnya bagi kalangan pendidik dan mahasiswa dalam lingkungan perguruan tinggi. d. Sebagai upaya memenuhi salah satu persyaratan untuk menyelesaikan perkuliahan pada program Sarjana Strata Satu (S1) Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau dan untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I).