Sistematika Rancangan Peraturan Presiden tentang RencanaTata Ruang Pulau/Kepulauan dan RencanaTata Ruang Kawasan Strategis Nasional

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2008 TENTANG PENATAAN RUANG KAWASAN JAKARTA, BOGOR, DEPOK, TANGERANG, BEKASI, PUNCAK, CIANJUR

Click to edit Master title style

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2008 TENTANG PENATAAN RUANG KAWASAN JAKARTA, BOGOR, DEPOK, TANGERANG, BEKASI, PUNCAK, CIANJUR

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2008 TENTANG PENATAAN RUANG KAWASAN JAKARTA, BOGOR, DEPOK, TANGERANG, BEKASI, PUNCAK, CIANJUR

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG KAWASAN JAKARTA, BOGOR, DEPOK,TANGERANG, BEKASI, PUNCAK, CIANJUR

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LAMPIRAN. I. Surat Survey

PERSPEKTIF KRONO SPASIAL PENGEMBANGAN PANTAI UTARA JABODETABEKPUNJUR

LAMPIRAN I CONTOH PETA RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 1

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

REPUBLIK INDONESIA 47 TAHUN 1997 (47/1997) 30 DESEMBER 1997 (JAKARTA)

Rangkuman tentang Muatan. Rencana Rinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya;

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KATA PENGANTAR RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN

MEMUTUSKAN: Menetapkan: PERATURAN PEMERINTAH TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL.

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR : 2 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BINTAN TAHUN

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung

Keputusan Presiden No. 114 Tahun 1999 Tentang : Penataan Ruang Kawasan Bogor-Puncak- Cianjur

KEPPRES 114/1999, PENATAAN RUANG KAWASAN BOGOR PUNCAK CIANJUR *49072 KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA (KEPPRES) NOMOR 114 TAHUN 1999 (114/1999)

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG

BAB 7 Arahan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Wilayah Provinsi Sumatera Utara

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL PENATAAN RUANG

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Rencana Tata Ruang Wilayah kota yang mengatur Rencana Struktur dan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN

PENDAHULUAN PENDAHULUAN PENDAHULUAN PENDAHULUAN

REKLAMASI DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH -Tantangan dan Isu-

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR... TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta 1.1. LATAR BELAKANG

2013, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Rawa adalah wadah air beserta air dan daya air yan

Pengembangan Pantai Utara Jakarta dalam Review Perpres 54/2008 tentang Penataan Ruang Jabodetabekpunjur

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN LAMONGAN

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 16/PRT/M/2009 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 114 TAHUN 1999 TENTANG PENATAAN RUANG KAWASAN BOGOR-PUNCAK-CIANJUR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN SINJAI KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI KABUPATEN SINJAI

BUPATI BATANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG NOMOR 07 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BATANG TAHUN

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 16/PRT/M/2009 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 15/PRT/M/2009 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI

BAB 5 RTRW KABUPATEN

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 1985 TENTANG PENETAPAN RENCANA UMUM TATA RUANG KAWASAN PUNCAK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Gambar 1. Kedudukan RD Pembangunan DPP, KSPP, KPPP dalam Sistem Perencanaan Tata Ruang dan Sistem Perencanaan Pembangunan RIPPARNAS RIPPARPROV

2 menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia tentang Rawa; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 t

PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK PERATURAN DAERAH NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN TRENGGALEK

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN

KEBIJAKAN PENATAAN RUANG DI PERAIRAN LAUT

DRAFT RAPERDA RTRW PROVINSI DKI JAKARTA Revisi

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 2 TAHUN 2016 TAHUN 2016 TENTANG

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR... TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH DKI JAKARTA 2030

19 Oktober Ema Umilia

FORMAT SURAT KEPUTUSAN MENTERI, KEPUTUSAN GUBERNUR, DAN KEPUTUSAN BUPATI/WALIKOTA TENTANG PENETAPAN PELAKSANAAN PENINJAUAN KEMBALI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) KABUPATEN NGAWI. Laporan Akhir

RENCANA TATA RUANG WI LAYAH KABUPATEN MAGELANG

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG TINGKAT KETELITIAN PETA RENCANA TATA RUANG BADAN KOORDINASI SURVEI DAN PEMETAAN NASIONAL

Bab II Bab III Bab IV Tujuan, Kebijakan, dan Strategi Penataan Ruang Kabupaten Sijunjung Perumusan Tujuan Dasar Perumusan Tujuan....

Peta Jalan Penyelamatan Ekosistem Sumatera 2020 Dalam RTR Pulau Sumatera

PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

2017, No Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran

Penyelamatan Ekosistem Sumatera Dalam RTR Pulau Sumatera

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2011 NOMOR : 5 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG

MATERI TEKNIS RTRW PROVINSI JAWA BARAT

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 47 TAHUN 1997 (47/1997) TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

penyediaan prasarana dan sarana pengelolaan sampah (pasal 6 huruf d).

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Contoh Tabel Pemeriksaan Mandiri Materi Muatan Rancangan Perda Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JOMBANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

Transkripsi:

Sistematika Rancangan Peraturan Presiden tentang RencanaTata Ruang Pulau/Kepulauan dan RencanaTata Ruang Kawasan Strategis Nasional Coffee Morning Jakarta, 1 November 2011 DIREKTORAT JENDERAL PENATAAN RUANG K E M E N T E R I A N P E K E R J A A N U M U M

Sistematika Rancangan Peraturan Presiden tentang Rencana Tata Ruang Pulau/Kepulauan dan Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Nasional No. Pokok-Pokok Muatan Penjelasan 1. Judul Memuat keterangan mengenai jenis, nomor, tahun penetapan, dan nama peraturan presiden. Nama peraturan perundang undangan dibuat secara singkat dan mencerminkan isi peraturan presiden, serta tahun berlaku RTR Pulau/Kepulauan atau RTR KSN. 2. Konsideran Memuat landasan filosofis, yuridis, sosiologis, dan empiris. 3. Dasar Hukum Memuat dasar kewenangan pembuatan perpres dan peraturan perundang-undangan yang memerintahkan pembentukan perpres tersebut. Hanya memuat peraturan perundang-undangan yang tingkatannya sama atau lebih tinggi. 4. Ketentuan Umum Memuat definisi/batasan terhadap peristilahan yang digunakan berulang dalam batang tubuh atau peristilahan baru yang belum dikenal definisinya. Memuat singkatan yang digunakan berulang dalam batang tubuh. Dapat memuat fungsi/peran/kedudukan RTR serta cakupan wilayah perencanaan (dapat dimuat dalam Bab tersendiri) 5. Tujuan, Kebijakan, dan Strategi Penataan Ruang Tujuan Memuat ketentuan arahan perwujudan ruang wilayah pulau/kepulauan atau kawasan strategis nasional (KSN) yang ingin dicapai pada masa yang akan datang (20 tahun). Tujuan merupakan dasar untuk memformulasikan kebijakan dan strategi penataan ruang wilayah pulau/kepulauan atau KSN; - memberikan arah bagi penyusunan indikasi program utama dalam Raperpres; dan - menjadi dasar dalam penetapan ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah pulau/kepulauan atau KSN. Ketentuannya dirumuskan dengan kriteria: - tidak bertentangan dengan tujuan penataan ruang wilayah nasional; - jelas dan dapat tercapai sesuai jangka waktu perencanaan; dan - tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan Diawali dengan awalan me- Kebijakan Memuat arah tindakan yang ditetapkan untuk mencapai tujuan penataan ruang wilayah pulau/kepulauan atau KSN. Menguraikan masing-masing kebijakan penataan ruang wilayah pulau/kepulauan atau KSN dalam rangka mencapai tujuan penataan ruang wilayah pulau/kepulauan atau KSN yang telah ditetapkan. Menggunakan awalan pe- pada muatan kebijakan yang diuraikan.

Sistematika Rancangan Peraturan Presiden (lanjutan) No. Pokok-Pokok Muatan Penjelasan Strategi Memuat penjabaran masing-masing kebijakan penataan ruang wilayah pulau/kepulauan atau KSN ke dalam langkah-langkah operasional untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Menggunakan awalan me pada muatan strategi yang diuraikan. 6. Rencana Struktur Ruang Pada Raperpres Pulau/Kepulauan Merupakan penjabaran rencana struktur wilayah nasional di pulau/kepulauan tersebut Memuat ketentuan mengenai lampiran peta rencana struktur ruang dengan tingkat ketelitian yang disesuaikan dengan kebutuhan. (dapat digambarkan dalam satu peta atau lebih) Penjabaran rencana struktur ruang tersebut tidak dijelaskan dalam perpres, hanya digambarkan dalam peta yang merupakan lampiran perpres. Pada Raperpres KSN Merupakan penjabaran rencana struktur wilayah nasional di KSN tersebut. Memuat rencana sistem pusat permukiman dan rencana sistem jaringan prasarana. Memuat ketentuan mengenai lampiran peta rencana struktur ruang dengan tingkat ketelitian yang disesuaikan dengan kebutuhan (dapat digambarkan dalam satu peta atau lebih). 7. Rencana Pola Ruang Pada Raperpres Pulau/Kepulauan Merupakan penjabaran rencana pola wilayah nasional di pulau/kepulauan tersebut. Memuat ketentuan mengenai lampiran peta rencana pola ruang dengan tingkat ketelitian yang disesuaikan dengan kebutuhan. (dapat digambarkan dalam satu peta atau lebih) Penjabaran rencana struktur ruang tersebut tidak dijelaskan dalam perpres, hanya digambarkan dalam peta yang merupakan lampiran perpres. Pada Raperpres KSN Merupakan penjabaran rencana pola wilayah nasional di KSN tersebut (disesuaikan dengan kebutuhan). Memuat ketentuan mengenai lampiran peta rencana pola ruang dengan tingkat ketelitian yang disesuaikan dengan kebutuhan (dapat digambarkan dalam satu peta atau lebih).

Sistematika Rancangan Peraturan Presiden (lanjutan) No. Pokok-Pokok Muatan Penjelasan 8. Strategi Operasionalisasi Perwujudan Struktur Ruang dan Pola Ruang Pulau/Kepulauan Bab ini hanya dimuat dalam perpres rencana tata ruang pulau/kepulauan. Memuat langkah-langkah untuk mewujudkan struktur ruang dan pola ruang wilayah nasional di pulau/kepulauan tersebut. 9. Arahan Pemanfaatan Ruang Memuat perwujudan struktur ruang dan pola ruang pulau/kepulauan atau KSN. Memuat indikasi program utama penataan/pengembangan wilayah pulau/kepulauan atau KSN dalam jangka waktu yang dibagi per- 5 tahun. 10. Arahan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Bagian umum arahan pengendalian memuat batasan-batasan materi muatan dalam bab ini yang akan diuraikan kembali ke dalam bagian-bagian selanjutnya. Memuat pengantar terhadap materi muatan yang akan diuraikan. Memuat arahan pengendalian yang meliputi: - Indikasi arahan peraturan zonasi sistem nasional dan ketentuan zonasi sektoral (hanya dimuat di dalam pepres pulau/kepulauan); - Arahan peraturan zonasi (hanya dimuat di dalam perpres KSN); - Arahan perizinan; - Arahan insentif dan disinsentif; dan - Arahan sanksi. Indikasi Arahan Peraturan Zonasi Sistem Nasional dan Ketentuan Zonasi Sektoral (hanya dimuat di dalam perpres pulau/kepulauan) Memuat ketentuan yang tercantum di dalam RTRWN dan ketentuan zonasi sektoral yang ditetapkan oleh menteri terkait sesuai dengan kewenangannya. Merupakan acuan dalam penyusunan indikasi arahan peraturan zonasi sistem provinsi, ketentuan umum peraturan zonasi kabupaten/kota, dan peraturan zonasi kabupaten/kota. Arahan Peraturan Zonasi (hanya dimuat di dalam perpres KSN) Memuat arahan peraturan zonasi untuk untuk zona-zona yang telah ditetapkan dalam lingkup wilayah perencanaan atau yang telah ditetapkan dalam rencana pola ruang yang berisikan: - ketentuan kegiatan yang diperbolehkan, diperbolehkan dengan syarat, dan yang tidak diperbolehkan; - ketentuan intensitas pemanfaatan ruang; - ketentuan prasarana dan sarana minimum yang disediakan; dan - ketentuan lain sesuai dengan karakter masing-masing zona. Arahan Perizinan Memuat arahan perizinan secara umum, dalam rangka perwujudan RTR Pulau/Kepulauan atau RTR KSN.

Sistematika Rancangan Peraturan Presiden (lanjutan) No. Pokok-Pokok Muatan Penjelasan Arahan Insentif dan Disinsentif Memuat arahan pemberian insentif dan disinsentif. Arahan Sanksi Memuat arahan sanksi administratif yang dapat dikenakan. 11. Pengelolaan/Kelembagaan Memuat bentuk lembaga beserta kewenangannya. 12. Peran Masyarakat Memuat bentuk peran masyarakat dalam penyelenggaraan penataan ruang di pulau/kepulauan atau KSN 13. Ketentuan Peralihan Memuat penyesuaian terhadap peraturan perundang-undangan yang sudah ada pada saat perpres tersebut mulai berlaku, agar peraturan perundang-undangan tersebut dapat berjalan lancar dan tidak menimbulkan permasalahan hukum. Pada saat perpres tersebut dinyatakan mulai berlaku, segala hubungan hukum yang ada atau tindakan hukum yang terjadi sebelum, pada saat maupun sesudah perpres tersebut baru dinyatakan mulai berlaku, tunduk pada ketentuan perpres yang baru tersebut. Di dalam perpres tersebut, dapat dimuat pengaturan yang memuat penyimpangan sementara atau penundaan sementara bagi tindakan hukum atau hubungan hukum tertentu. 14. Ketentuan Penutup Memuat jangka waktu RTR pulau/kepulauan atau RTR KSN. Memuat ketentuan persyaratan peninjauan kembali RTR pulau/kepulauan atau RTR KSN.

Peraturan Presiden No.54 Tahun 2008 Tentang Penataan Ruang Kawasan Jabodetabekpunjur

PENDAHULUAN Kawasan Jabodetabekpunjur ditetapkan sebagai Kawasan Strategis Nasional dalam PP No.26 Tahun 2008 tentang RTRWN. definisi KSN dalam UUPR: wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena memiliki pengaruh sangat penting secara nasional terhadap kedaulatan negara, ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan, termasuk wilayah yang ditetapkan sebagai warisan dunia. Perpres tentang Penataan Ruang Kawasan Jabodetabekpunjur diperlukan sebagai alat koordinasi penataan ruang pada Provinsi dan Kabupaten/kota terkait. Kawasan Jabodetabekpunjur berperan sebagai pusat perekonomian wilayah dan nasional sekaligus sebagai kawasan konservasi air dan tanah serta keanekaragaman hayati. Penataan ruang Kawasan Jabodetabekpunjur dimaksudkan untuk menyeimbangkan aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan. Untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan tetap mempertahankan kelestarian lingkungan hidup.

TUJUAN PENATAAN RUANG KAWASAN JABODETABEKPUNJUR TUJUAN Pasal 2 ayat 1 a. mewujudkan keterpaduan penyelenggaraan penataan ruang antardaerah sebagai satu kesatuan wilayah perencanaan dengan memperhatikan keseimbangan kesejahteraan dan ketahanan; b. mewujudkan daya dukung lingkungan yang berkelanjutan dalam pengelolaan kawasan, untuk menjamin tetap berlangsungnya konservasi air dan tanah, menjamin tersedianya air tanah dan air permukaan, serta menanggulangi banjir; dan c. mengembangkan perekonomian wilayah yang produktif, efektif, dan efisien berdasarkan karakteristik wilayah bagi terciptanya kesejahteraan masyarakat yang berkeadilan dan pembangunan yang berkelanjutan.

SASARAN PENATAAN RUANG KAWASAN JABODETABEKPUNJUR SASARAN Pasal 2 ayat 2 a. terwujudnya kerja sama penataan ruang antarpemerintah daerah; b. terwujudnya peningkatan fungsi lindung terhadap tanah, air, udara, flora, dan fauna; c. tercapainya optimalisasi fungsi budi daya; dan d. tercapainya keseimbangan antara fungsi lindung dan fungsi budi daya.

PERAN DAN FUNGSI RTR KAWASAN JABODETABEKPUNJUR PERAN Pasal 3 sebagai acuan bagi penyelenggaraan pembangunan yang berkaitan dengan upaya konservasi air dan tanah, upaya menjamin tersedianya air tanah dan air permukaan, penanggulangan banjir, dan pengembangan ekonomi untuk kesejahteraan masyarakat. FUNGSI Pasal 4 sebagai pedoman bagi semua pemangku kepentingan yang terlibat langsung ataupun tidak langsung dalam penyelenggaraan penataan ruang secara terpadu di Kawasan Jabodetabekpunjur, melalui kegiatan perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.

CAKUPAN KAWASAN Pasal 5 Seluruh wilayah Kab. Bogor Seluruh wilayah Kab. Bekasi PROV. JAWA BARAT Seluruh wilayah Kota Bogor Seluruh wilayah Kota Bekasi KAWASAN JABODETABEKPUNJUR PROV. DKI JAKARTA Seluruh wilayah Kota Depok Sebagian wilayah Kab. Cianjur Seluruh wilayah Prov. DKI Jakarta PROV. BANTEN Seluruh wilayah Kab. Tangerang Seluruh wilayah Kota Tangerang

KEBIJAKAN DAN STRATEGI RTR KAWASAN JABODETABEKPUNJUR KEBIJAKAN PENATAAN RUANG Pasal 7 adalah mewujudkan keterpaduan penyelenggaraan penataan ruang kawasan dalam rangka keseimbangan antara pengembangan ekonomi dan pelestarian lingkungan hidup. STRATEGI PENATAAN RUANG Pasal 8 a. mendorong terselenggaranya pengembangan kawasan yang berdasar atas keterpaduan antardaerah sebagai satu kesatuan wilayah perencanaan; b. mendorong terselenggaranya pembangunan kawasan yang dapat menjamin tetap berlangsungnya konservasi air dan tanah, menjamin tersedianya air tanah dan air permukaan, serta menanggulangi banjir dengan mempertimbangkan daya dukung lingkungan yang berkelanjutan dalam pengelolaan kawasan; c. mendorong pengembangan perekonomian wilayah yang produktif, efektif, dan efisien berdasarkan karakteristik wilayah bagi terciptanya kesejahteraan masyarakat dan pembangunan yang berkelanjutan.

RENCANA TATA RUANG KAWASAN JABODETABEKPUNJUR KAWASAN LINDUNG ZONA N1, N2 RTR JABODETABEKPUNJUR KAWASAN BUDIDAYA POLA RUANG STRUKTUR RUANG SISTEM PUSAT PERMUKIMAN SISTEM PRASARANA DAN SARANA WILAYAH Pasal 11 Pasal 10 ZONA BUDI DAYA ZONA PENYANGGA ZONA B1, B2, B3 B4, B5, B6, B7 ZONA P1, P2, P3, P4, P5 sistem transportasi darat; sistem transportasi laut; sistem transportasi udara; sistem penyediaan air baku; sistem pengelolaan air limbah; sistem pengelolaan limbah B3; sistem drainase dan pengendalian banjir; sistem pengelolaan persampahan; sistem jaringan tenaga listrik; dan sistem jaringan telekomunikasi.

PEMBAGIAN ZONA STRUKTUR POLA RUANG N1 B7/HP B6 N1 N1 N1 B4/HP B5 B7 B2 B1 B2 B5 B3 B1 B3 B1 B2 B2 B1 B4/HP B4 B4 B2 B4/HP B3 B4/HP B2 B2 B3 N2 B4 N1 B4/HP N2 N2 N2 N1

ARAHAN PEMANFAATAN RUANG STRUKTUR PUSAT PERMUKIMAN Kota Inti: DKI Jakarta Kota Satelit: Kota Bogor Kota Depok Kota Tangerang Kota Bekasi Sub-pusat Perkotaan: Serpong/BSD Cinere Cimanggis Cileungsi Setu Tambun/Cikarang Tangerang Serpong/BSD Pasal 13 Cinere Depok Bogor Jakarta Cimanggis Cileungsi Bekasi Tambun/ Cikarang Setu

PENGATURAN SISTEM TRANSPORTASI A. Sistem transportasi darat Pasal 15 a. penataan angkutan masal jalan rel dengan angkutan jalan; b. peningkatan pemanfaatan jaringan jalur kereta api pada ruas-ruas tertentu sebagai prasarana pergerakan komuter dari wilayah Bogor, Tangerang, Bekasi, dan Depok ke Daerah Khusus Ibukota Jakarta dan sebaliknya; c. pemisahan penggunaan prasarana antara jaringan jalur kereta api yang bersifat komuter dan jaringan jalur kereta api yang bersifat regional dan jarak jauh; d. pengembangan jalan yang menghubungkan antarwilayah dan antarpusat permukiman, industri, pertanian, perdagangan, jasa dan simpul-simpul transportasi serta pengembangan jalan penghubung antara jalan selain jalan tol dengan jalan tol; e. pengembangan jalan tol dalam kota di wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta yang terintegrasi dengan jalan tol antarkota sesuai dengan kebutuhan nyata

f. pembangunan jalan setingkat jalan arteri primer atau kolektor primer yang menghubungkan Cikarang di Kabupaten Bekasi ke pelabuhan Tanjung Priok di Daerah Khusus Ibukota Jakarta dan Citayam di Kota Depok ke jalan lingkar luar di Daerah Khusus Ibukota Jakarta; g. pembangunan jalan rel yang menghubungkan Cikarang di Kabupaten Bekasi ke pelabuhan Tanjung Priok di Daerah Khusus Ibukota Jakarta; h. pengembangan sistem jaringan transportasi masal yang menghubungkan Daerah Khusus Ibukota Jakarta dengan pusat-pusat kegiatan di sekitarnya; i. pengembangan sistem transportasi masal cepat yang terintegrasi dengan bus yang diprioritaskan, perkeretaapian monorel, dan moda transportasi lainnya; dan j. pengembangan sistem transportasi sungai yang terintegrasi dengan moda transportasi lainnya.

B. Sistem transportasi laut Pasal 16 Diarahkan untuk mendukung kelancaran arus barang dan penumpang dari dan keluar kawasan Penataan ruang sejalan dengan rencana induk (pelabuhan) serta ketentuan keselamatan pelayaran. C. Sistem transportasi Udara Pasal 17 Diarahkan untuk mendukung kelancaran arus barang dan penumpang dari dan keluar kawasan Penataan ruang sejalan dengan rencana induk (bandara) serta ketentuan keselamatan penerbangan.

PENGATURAN SISTEM JARINGAN UTILITAS PERKOTAAN DAN PENGENDALIAN BANJIR Pengelolaan air baku Pengelolaan air limbah Pengelolaan limbah B3 Pengelolaan persampahan Pasal 18 Pasal 19 Pasal 20 Pasal 22 Pengelolaan sistem jaringan tenaga listrik Pengelolaan jaringan telekomunikasi Pasal 24 Pasal 23 Pengelolaan sistem jaringan drainase & pengendalian banjir Pasal 21 melalui kerjasama antardaerah serta optimasi peran masyarakat

PETA SISTEM TRANSPORTASI

PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG Penetapan Zona: A. Zona Non-Budidaya 1 (Zona N1) Pasal 25 1. Diarahkan untuk konservasi air dan tanah 2. Mencakup: Kawasan hutan lindung Kawasan resapan air Kawasan dengan kemiringan diatas >40% Sempadan sungai dan sempadan pantai Kawasan sekitar danau, waduk, situ, dan sekitar mata air. Rawa Kawasan pantai berhutan bakau, dan Kawasan rawan bencana alam geologi.

B. Zona Non-Budidaya 2 (Zona N2) 1. Diarahkan untuk: Konservasi budaya Perlindungan keanekaragaman biota, tipe ekosistem, serta gejala dan keunikan alam Perlindungan plasma nutfah Penelitian, pendidikan, pengembangan ilmu pengetahuan, rekreasi dan pariwisata dengan menjaga fungsi lindung 2. Mencakup: Cagar alam Suaka margasatwa Taman nasional Taman hutan raya Taman wisata alam Kawasan cagar budaya Pasal 26

PENGELOLAAN KAWASAN BUDI DAYA Karakteristik Zona budi daya: A. Zona Budi Daya 1 (Zona B1), berkarakteristik: Tingkat daya dukung lingkungan tinggi Tingkat pelayanan prasarana dan sarana tinggi Bangunan gedung dgn intensitas tinggi B. Zona Budi Daya 2 (Zona B2), berkarakteristik: Pasal 33 ayat (1) Pasal 33 ayat (2) Tingkat daya dukung lingkungan sedang Tingkat pelayanan prasarana dan sarana sedang

C. Zona Budi Daya 3 (Zona B3), berkarakteristik: Pasal 33 ayat (3) Tingkat daya dukung lingkungan rendah Tingkat pelayanan prasarana dan sarana rendah Merupakan kawasan resapan air D. Zona Budi Daya 4 (Zona B4), berkarakteristik: Tingkat daya dukung lingkungan rendah tapi subur Merupakan kawasan resapan air Pasal 33 ayat (4) Areal pertanian lahan basah bukan irigasi teknis dan lahan pertanian kering E. Zona Budi Daya 5 (Zona B5), berkarakteristik: Pasal 33 ayat (5) Kawasan kesesuaian lingkungan utk budidaya pertanian dan memiliki jaringan irigasi teknis

E. Zona Budi Daya 6 (Zona B6), berkarakteristik: Daya dukung lingkungan rendah Kesesuaian utk budi daya KLB sesuai aturan daerah F. Zona Budi Daya 7 (Zona B7), berkarakteristik: Daya dukung lingkungan rendah Rawan instrusi air laut Rawan abrasi Kesesuaian utk budi daya KLB sesuai aturan daerah Pasal 33 ayat (6) Pasal 33 ayat (7)

Arahan pemanfatan Zona budi daya: A. Zona Budi Daya 1 (Zona B1), diarahkan untuk: Pasal 35 Perumahan hunian padat Perdagangan dan jasa Industri ringan nonpolutan Difungsikan sebagai pusat pengembangan ekonomi KZB sesuai aturan daerah B. Zona Budi Daya 2 (Zona B2), diarahkan untuk: Perumahan hunian sedang Perdagangan dan jasa Industri padat tenaga kerja Difungsikan sebagai kawasan resapan air KZB sesuai aturan daerah C. Zona Budi Daya 3 (Zona B3), diarahkan untuk: Perumahan hunian rendah Pertanian Mempertahankan fungsi kawasan resapan air KZB sesuai aturan daerah Pasal 36 Pasal 37

Arahan pemanfatan Zona budi daya:..lanjutan D. Zona Budi Daya 4 (Zona B4), diarahkan untuk: Perumahan hunian rendah Pertanian lahan basah dan lahan kering Perkebunan, perikanan, peternakan, dan agroindustri Hutan produksi KZB sesuai aturan daerah Pasal 38 E. Zona Budi Daya 5 (Zona B5), diarahkan untuk: Pasal 39 Pertanian lahan basah beririgasi teknis F. Zona Budi Daya 6 (Zona B6), diarahkan untuk: Pasal 40 Permukiman dan fasilitasnya (KZB maks. 50%) Penyangga fungsi Zona N1 G. Zona Budi Daya 7 (Zona B7), diarahkan untuk: Pasal 41 Permukiman dan fasilitasnya (KZB maks. 40%) Penjaga dan penyangga fungsi Zona N1 Difungsikan sebagai kawasan pengendali banjir dengan sistem polder

PENGATURAN ZONA PENYANGGA Karakteristik Zona Penyangga: A. Zona Penyangga 1 (Zona P1), berkarakteristik: Perairan pantai berhadapan dgn Zona N1 pantai B. Zona Penyangga 2 (Zona P2), berkarakteristik: Perairan pantai berhadapan dgn Zona N1 pantai berpotensi utk reklamasi C. Zona Penyangga 3 (Zona P3), berkarakteristik: Perairan pantai berhadapan dgn Zona B1 pantai D. Zona Penyangga 4 (Zona P4), berkarakteristik: Perairan pantai berhadapan dgn Zona B2 pantai Pasal 34 ayat 1 Pasal 34 ayat 2 Pasal 34 ayat 3 Pasal 34 ayat 4 E. Zona Penyangga 5 (Zona P5), berkarakteristik: Perairan pantai berhadapan dgn Zona B6 dan/atau B7 Pasal 34 ayat 5

Arahan pemanfatan Zona penyangga: A. Zona Penyangga 1 (Zona P1), diarahkan untuk: Pasal 42 ayat 1 menjaga Zona N1 dari segala bentuk tekanan dan gangguan yang berasal dari luar dan/atau dari dalam zona, dan mencegah abrasi, intrusi air laut, pencemaran, dan kerusakan dari laut B. Zona Penyangga 2 (Zona P2), diarahkan untuk: Pasal 42 ayat 2 menjaga Zona N1 dari segala bentuk tekanan dan gangguan yang berasal dari luar dan/atau dari dalam zona mencegah abrasi, intrusi air laut, pencemaran, dan kerusakan dari laut, dan reklamasi dengan KZB paling tinggi 40%, konstruksi bangunan di atas air secara bertahap dengan jarak dari titik surut terendah sekurang-kurangnya 200 (dua ratus) meter sampai dengan garis yang menghubungkan titik-titik terluar yang menunjukkan kedalaman laut 8 (delapan) meter, dan harus mempertimbangkan karakteristik lingkungan. dilaksanakan berdasarkan hasil kajian mendalam dan komprehensif dan setelah mendapat rekomendasi dari ketua badan yang tugas dan fungsinya mengkoordinasikan penataan ruang nasional.

Arahan pemanfatan Zona penyangga: Lanjutan C. Zona Penyangga 3 (Zona P3), diarahkan untuk: Pasal 42 ayat 3 menjaga fungsi Zona B1 dengan tidak menyebabkan abrasi pantai tidak mengganggu fungsi pusat pembangkit tenaga listrik, muara sungai, dan jalur lalu lintas laut dan pelayaran; dan reklamasi secara bertahap dengan tetap memperhatikan fungsinya, dengan jarak dari titik surut terendah sekurang-kurangnya 300 (tiga ratus) meter sampai dengan garis yang menghubungkan titik-titik terluar yang menunjukkan kedalaman laut 8 (delapan) meter, kecuali pada lokasi yang secara rekayasa teknologi memungkinkan jarak dapat diminimalkan, dan harus mempertimbangkan karakteristik lingkungan, jalur lalu lintas laut dan pelayaran, dan pelabuhan.

Arahan pemanfatan Zona penyangga: Lanjutan D. Zona Penyangga 4 (Zona P4), diarahkan untuk: Pasal 42 ayat 4 menjaga fungsi Zona B2 dengan tidak menyebabkan abrasi pantai, tidak mengganggu fungsi pembangkit tenaga listrik, tidak mengganggu muara sungai, jalur lalu lintas laut dan pelayaran, usaha perikanan rakyat; dan reklamasi secara bertahap dengan jarak dari titik surut terendah sekurang-kurangnya 200 (dua ratus) meter sampai dengan garis yang menghubungkan titik-titik terluar yang menunjukkan kedalaman laut 8 (delapan) meter dan harus mempertimbangkan karakteristik lingkungan.

Arahan pemanfatan Zona penyangga: Lanjutan E. Zona Penyangga 5 (Zona P5), diarahkan untuk: Pasal 42 ayat 5 menjaga fungsi Zona B6 dan/atau Zona B7 dengan tidak menyebabkan abrasi pantai, tidak mengganggu muara sungai, jalur lalu lintas laut dan pelayaran, usaha perikanan rakyat; dan reklamasi secara bertahap dengan KZB paling tinggi 45% dengan jarak dari titik surut terendah sekurang-kurangnya 200 (dua ratus) meter sampai garis yang menghubungkan titik-titik terluar yang menunjukkan kedalaman laut 8 (delapan) meter dan harus mempertimbangkan karakteristik lingkungan.

Larangan pemanfaatan ruang pada tiap-tiap zona A. Zona Budi Daya 1 & 2 (Zona B1 & B2), dilarang: Pasal 44 ayat 1 membangun industri yang mencemari lingkungan dan banyak menggunakan air tanah; dan/atau menambah dan/atau memperluas industri sebagaimana dimaksud pada huruf a di Kecamatan Cimanggis, Kecamatan Cibinong, dan Kecamatan Gunung Putri. B. Zona Budi Daya 3, 4, & 5 (Zona B3, B4, & B5), dilarang: mengurangi areal produktif pertanian dan wisata alam; mengurangi daya resap air; dan/atau mengubah bentang alam. Pasal 44 ayat 2

Larangan pemanfatan ruang tiap-tiap zona Lanjutan C. Zona Budi Daya 6 & 7 (Zona B6 & B6), dilarang: Pasal 44 ayat 3 & 4 melakukan pembangunan yang dapat mengganggu atau merusak fungsi lingkungan hidup, perumahan dan permukiman, pariwisata, bangunan gedung, sumber daya air, dan konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, dan pembangunan di Zona B6 dan B7 dilakukan berdasarkan hasil kajian mendalam dan komprehensif dan setelah mendapat rekomendasi dari ketua badan yang tugas dan fungsinya mengkoordinasikan penataan ruang nasional.

PENGELOLAAAN KAWASAN BUDI DAYA PRIORITAS Pasal 46 ayat 3 Pasal 46 ayat 1 A. Kriteria Kws Budi daya Prioritas: memiliki aksesibilitas tinggi yang didukung oleh prasarana transportasi yang memadai; memiliki potensi strategis yang memberikan keuntungan dalam pengembangan sosial dan ekonomi; berdampak luas terhadap pengembangan regional, nasional, dan internasional; dan memiliki peluang investasi yang menghasilkan nilai tinggi. B. Cakupan Kws Budi daya Prioritas: kawasan perbatasan antardaerah; kawasan pertanian beririgasi teknis; daerah aliran sungai yang kritis; Pasal 46 ayat 2 kawasan pusat kegiatan ekonomi yang mencakup pusat kegiatan perdagangan dan pusat kegiatan industri; kawasan sekitar bandar udara; dan kawasan sekitar pelabuhan laut. Penetapan lokasi kawasan budi daya prioritas yang mencakup 2 (dua) daerah atau lebih ditetapkan dengan keputusan bersama antardaerah.

PENGAWASAN PEMANFAATAN RUANG KAWASAN Pasal 59 Pengawasan pemanfaatan ruang melalui kegiatan pemantauan, pelaporan, dan evaluasi terhadap pemanfaatan ruang. Kegiatan pemantauan, pelaporan, dan evaluasi diselenggarakan secara berkesinambungan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah. penyelenggaraan pengawasan, Pemerintah dan pemerintah daerah melibatkan partisipasi masyarakat.

KELEMBAGAAN, PERAN MASYARAKAT, & PEMBINAAN Pasal 63 Koordinasi teknis penataan ruang Kawasan Jabodetabekpunjur sebagai kawasan strategis nasional dilakukan oleh Menteri. Pasal 64 Koordinasi kelembagaan dan kebijakan kerja sama antardaerah di Kawasan Jabodetabekpunjur dilakukan dan/atau difasilitasi oleh badan kerja sama antardaerah. Pasal 65 Peran masyarakat melalui partisipasi, dilakukan sesuai dengan kondisi masyarakat setempat dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.

KETENTUAN LAIN-LAIN Pasal 67 Penataan ruang kawasan yang berbatasan dengan Kawasan Jabodetabekpunjur dilaksanakan dengan memperhatikan tujuan dan sasaran RTR Kawasan Jabodetabekpunjur. Pasal 68 Jangka waktu Rencana Tata Ruang Kawasan Jabodetabekpunjur adalah 20 (dua puluh) tahun dan ditinjau kembali 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun. Dalam kondisi lingkungan strategis tertentu yang berkaitan dengan bencana alam skala besar yang ditetapkan dengan peraturan perundangundangan dan/atau perubahan batas administrasi wilayah provinsi dan/atau wilayah kabupaten/kota yang ditetapkan dengan Undang-Undang, Rencana Tata Ruang Kawasan Jabodetabekpunjur dapat ditinjau kembali lebih dari 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.

KETENTUAN PERALIHAN DENGAN BERLAKU PERPRES INI: Pasal 69 a. izin pemanfaatan ruang pada masing-masing daerah yang telah dikeluarkan dan telah sesuai dengan ketentuan Peraturan Presiden ini tetap berlaku sesuai dengan masa berlakunya; b. izin pemanfaatan ruang yang telah dikeluarkan tetapi tidak sesuai dengan ketentuan Peraturan Presiden ini: untuk yang belum dilaksanakan pembangunannya, izin disesuaikan dengan rencana rinci tata ruang yang ditetapkan oleh pemerintah daerah berdasarkan Peraturan Presiden ini; untuk yang sudah dilaksanakan pembangunannya, dilakukan sampai izin terkait habis masa berlakunya dan dilakukan penyesuaian sesuai rencana rinci tata ruang dan peraturan zonasi; dan untuk yang sudah dilaksanakan pembangunannya dan tidak memungkinkan untuk menerapkan rekayasa teknis sesuai, izin yang telah diterbitkan dapat dibatalkan dan terhadap kerugian yang timbul sebagai akibat pembatalan izin tersebut dapat diberikan penggantian yang layak.

Lanjutan. DENGAN BERLAKU PERPRES INI: Pasal 69 c. pemanfaatan ruang yang izinnya sudah habis dan tidak sesuai dengan Peraturan Presiden ini dilakukan penyesuaian dengan fungsi kawasan dalam rencana rinci tata ruang dan peraturan zonasi; d. pemanfaatan ruang di Kawasan Jabodetabekpunjur yang diselenggarakan tanpa izin ditentukan sebagai berikut: yang bertentangan, pemanfaatan ruang yang bersangkutan ditertibkan dan disesuaikan dengan fungsi kawasan dalam rencana rinci tata ruang dan peraturan zonasi; yang sesuai dengan ketentuan Peraturan Presiden ini, dipercepat untuk mendapatkan izin yang diperlukan.

Lanjutan. DENGAN BERLAKU PERPRES INI: Pasal 70 PERATURAN PELAKSANAAN dari: a. Keputusan Presiden Nomor 114 Tahun 1999 tentang Penataan Ruang Kawasan Bogor-Puncak-Cianjur; b. Keputusan Presiden Nomor 1 Tahun 1997 tentang Koordinasi Pengembangan Kawasan Jonggol sebagai Kota Mandiri; c. Keputusan Presiden Nomor 52 Tahun 1995 tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta; dan d. Keputusan Presiden Nomor 73 Tahun 1995 tentang Reklamasi Pantai Kapuk Naga Tangerang, TETAP BERLAKU SEPANJANG TIDAK BERTENTANGAN DAN BELUM DIGANTI

Lanjutan. DENGAN BERLAKU PERPRES INI: Pasal 71 a. Perda tentang RTRWP, dan Perda RTRWP Kab/Kota dan Perda tentang Rencana Rinci Tata Ruang berikut peraturan zonasi yang telah ada dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Presiden ini; dan b. Perda tentang RTRWP, dan Perda RTRWP Kab/Kota dan Perda tentang Rencana Rinci Tata Ruang berikut peraturan zonasi sebagaimana dimaksud pada huruf a disesuaikan dan ditetapkan paling lambat 2 (dua) tahun terhitung sejak Peraturan Presiden ini diberlakukan.

Lanjutan. DENGAN BERLAKU PERPRES INI: Pasal 72 a. Keputusan Presiden Nomor 114 Tahun 1999 tentang Penataan Ruang Kawasan Bogor-Puncak-Cianjur; b. Keputusan Presiden Nomor 1 Tahun 1997 tentang Koordinasi Pengembangan Kawasan Jonggol sebagai Kota Mandiri; c. Keputusan Presiden Nomor 52 Tahun 1995 tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta, sepanjang yang terkait dengan penataan ruang; dan d. Keputusan Presiden Nomor 73 Tahun 1995 tentang Reklamasi Pantai Kapuk Naga Tangerang, sepanjang yang terkait dengan penataan ruang, DINYATAKAN TIDAK BERLAKU

PETA LAMPIRAN (STRUKTUR DAN POLA RUANG)

PETA LAMPIRAN (ARAHAN SISTEM TRANSPORTASI)

PETA LAMPIRAN (ARAHAN PENGENDALIAN BANJIR)